Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

  

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor

(Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana

  

Program Magister Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran

Email

ABSTRAK

  Pengembangan beras organik merupakan salah satu tuntutan pasar Internasional dalam hal peningkatan mutu dan kesehatan. Sehingga dalam aplikasi penerapan beras organik ekspor ini menjadi prioritas utama yang harus dikembangkan secara konsisten dan keberlanjutan. Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif beras organik ekspor, 2) menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap beras organik ekspor.

  Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampel random bertingkat (multistage random sampling) yaitu di Kecamatan Cisayong dan Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui daya saing suatu komoditi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi tersebut yaitu Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras organik ekspor memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Ini digambarkan dari nilai indikator efisiensi pengusahaan beras organik ekspor yaitu nilai PCR ( 0,275) dan DRC (0,031) yang bernilai kurang dari satu. Kebijakan pemerintah terhadap input dan output secara keseluruhan berdampak menghambat produsen untuk berproduksi dan belum berjalan secara efektif. Namun, secara keseluruhan komoditas beras organik ekspor memiliki daya saing.

  Sehingga dari penelitian mengenai analisis daya saing beras organik ekspor ini diharapkan keikutsertaan pemerintah untuk lebih proaktif dalam pengembangan beras organik ekspor agar lebih memiliki nilai jual serta daya saing di pasar Internasional.

  Kata kunci : beras organik, daya saing, Gapoktan Simpatik

PENDAHULUAN

  Daya saing menggambarkan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang baik dan biaya produksi yang serendah-rendahnya. Daya saing suatu komoditas akan tercermin pada harga jual yang murah di pasar dan mutu yang tinggi. Untuk analisis daya saing suatu komoditas biasanya ditinjau dari sisi penawaran karena struktur biaya produksi merupakan komponen utama yang akan menentukan harga jual komoditas tersebut (Salvatore, 1997). Daya saing juga dituntut suatu kemampuan negara untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan melalui kegiatan perusahaan

  ‐perusahaan dan untuk mempertahankan tingkat kualitas kehidupan yang tinggi bagi warga negaranya. Kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh keuntungan yang mencukupi serta dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya. Indikator utama yang menentukan besarnya daya saing adalah harga dan kualitas. Harga produk ditentukan oleh struktur biaya produksi dan juga oleh kebijakan pemerintah. Liberalisasi perdagangan yang makin menguat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi. Mulai dari segi permintaan pasar, liberalisasi perdagangan memberikan peluang-peluang baru akibat pasar yang semakin luas sejalan dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar negara. Namun liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing di pasar dunia (Saptana, 2010).

  Fenomena yang terjadi yaitu bahwa dengan terbukanya pasar domestik bagi pemasok dari luar negeri justru akan menjadi ancaman bagi petani beras organik Indonesia dengan mengalirnya produk dari luar menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi produk-produk luar. Sehingga perlu kesiapan dari petani- petani Indonesia untuk meningkatkan kualitas produknya agar mampu berdaya saing ekspor baik secara komparatif maupun kompetitif. Namun kenyataannya, perubahan yang cepat pada saluran pasar dan kompetisi di pasar global ditambah minimnya dukungan pemerintah dalam pengembangan beras organik, serta kurang terkoordinasinya para pelaku pertanian organik, merupakan permasalahan yang dihadapi petani dalam mengembangkan pertanian beras organik sebagai komoditi ekspor. Terdapat keuntungan yang lebih baik namun akan menimbulkan tekanan, kebingungan dan standar ganda antara ingin melajutkan pengembangan organik yang berkualitas ekspor atau tidak melanjutkan sama sekali. Karena pada sisi lain terdapat peningkatan permintaan di sektor ritel yang menciptakan tekanan internal dan kompetisi yang semakin tinggi. Pertanyaan yang muncul adalah sampai sejaumana pengembangan beras organik yang berorientasi ekspor ini mampu bersaing di pasar internasional?

  Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif beras organik eskpor Gapoktan

  Simpatik Kabupaten Tasikmalaya 2. Menganalisis dampak kebijakan terhadap beras organik ekspor Gapoktan Simpatik Kabupaten

  Tasikmalaya

METODE PENELITIAN

  Teknik penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampel random bertingkat (multistage random sampling) dikenal teknik pemilihan sampel yang dilakukan secara bertingkat dan biasanya berdasarkan pembagian wilayah kerja suatu pemerintahan ( Scheaffer, L, 2006)

  Dalam penelitian ini dipilih kabupaten Tasikmalaya sebagai sentra produksi beras organik ekspor, kemudian di pilih lagi Kecamatan yang mewakili yaitu Kecamatan Cisayong dan Kecamatan Salawu. Dari Kecamatan tersebut dipilih 2 (dua) desa lagi yang konsisten terhadap perkembangan beras organik yang berkualitas ekspor yaitu desa Mekarwangi dan desa Neglasari, kemudian dari 2 desa tadi terdapat 3 ( tiga) kelompok tani yang akan diambil sebagai responden yaitu kelompok tani Cidahu, kelompok tani Rancage, kelompok tani Serbaguna II.

  Pengumpulan data dilakukan pada Januari

  • – Maret 2015. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan para petani beras organik, sementara data sekunder diperoleh dari intnasi yang terkait dengan penelitian. Data produksi beras organik eskpor dalam penelitian ini diambil pada bulan Desember 2013 – Desember 2014. Perhitungan lahan diukur berdasarkan satuan bata ( 1 ha = 700 bata).

  Berdasarkan informasi yang diperoleh maka didapatkan jumlah responden petani tersertifikasi Internasional dan merupakan anggota dari Gapoktan Simpatik di kabupaten Tasikmalaya pada Kecamatan Cisayong desa Mekarwangi dan Kecamatan Salawu desa Neglasari yaitu sebanyak 200 orang. Teknik penggambilan sampel yang dipakai dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane dalam Surakhmat ( 1996) sebagai berikut: Dimana : n = jumlah sampel petani beras organik tersertifikasi di Kec Cisayong desa Mekarwangi dan Kecamatan Salawu desa Neglasari

  N =Jumlah populasi petani Gapoktan Simpatik di Kec Cisayong desa Mekarwangi dan Kecamatan Salawu desa Neglasari

  2

  d = Presisi yang ditetapkan 10 % Sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah :

  = 66 responden Jadi, jumlah sampel sebesar 66 responden. Pendekatan dengan menggunakan Policy Analysis Matriks (PAM) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta dampak intervensi kebijakan dalam pengusahaan berbagai aktivitas usahatani secara keseluruhan dan sistematis. Ada beberapa tahap sebelum pendekatan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix ( PAM) yaitu 1) penentuan input usahatani beras organik, 2) penentuan harga bayangan input dan output, 3) memilah biaya ke dalam kelompok tradable dan domestik, 4) menghitung penerimaan dari usahatani beras organik, 5) menghitung dan menganalisis berbagai indikator yang bisa dihasilkan PAM (Kurniawan, 2008).

  Data pendapatan dan biaya (bujet) diperlukan untuk aktivitas pada setiap sistem yaitu 1) sistem untuk tingkat budidaya atau usaha tani, 2) pemasaran dari tingkat petani ke pengolahan, 3) pengolahan, 4) pemasaran dari tingkat pengolahan ke pedagang besar.

  Penentuan harga bayangan

  Dalam penelitian ini, untuk setiap keluaran dan masukan ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga pasar dan harga bayangan. Harga pasar adalah tingkat harga pasar yang diterima pengusaha dalam penjualan hasil produksinya atau tingkat harga yang dibayar dalam pembelian faktor produksi. Menurut Gittinger (1986), harga bayangan merupakan harga yang terjadi dalam perekonomian pada keadaan persaingan sempurna dan kondisi keseimbangan. Kondisi biaya imbangan sama dengan harga pasar sulit ditemukan, maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan atau harga bayangan perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku.

  Perhitungan harga bayangan dalam penelitian ini menggunakan penyesuaian seperti dilakukan Gittinger (1986). Harga bayangan secara umum ditentukan dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum, kebijakan harga dan lain-lain.

  Dalam penelitian ini untuk komoditas yang diperdagangkan akan didekati dengan harga batas (border price ).

1. Harga Bayangan Output.

  Harga bayangan output adalah harga output yang terjadi di pasar dunia apabila diberlakukan pasar bebas. Harga bayangan output untuk komoditas ekspor atau berpotensi ekspor digunakan harga perbatasan yaitu harga FOB (free on board). Sedangkan harga bayangan output untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight).

2. Harga bayangan sarana produksi pertanian.

  Perhitungan harga bayangan sarana produksi pertanian dan peralatan yang tradeable sama dengan perhitungan harga bayangan output, yaitu dengan menggunakan harga perbatasan (border price), yaitu untuk komoditas ekspor digunakan harga FOB (free on board) dan untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight). Sedangkan perhitungan harga bayangan saprotan dan peralatan yang non tradeable digunakan harga domestik setelah mengeluarkan beberapa faktor domestik.

  Pupuk dan pestisida yang digunakan dalam usahatani beras organik ini adalah pupuk organik (pupuk kandang) dan pestisida organik. Penentuan harga pupuk dan pestisida organik dalam penelitian ini didasarkan pada harga yang ada di pasar masing-masing tempat penelitian. Hal ini disebabkan pengolahan pupuk dan pestisida diolah sendiri oleh Gapoktan Simpatik.

  3. Harga bayangan tenaga kerja Jika pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka tingkat upah yang berlaku di pasar mencerminkan nilai produktivitas marginalnya (Gittinger, 1982). Pada keadaan ini besarnya tingkat upah yang terjadi dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja.

  4. Harga bayangan lahan.

  Penentuan harga bayangan lahan dapat didekati melalui: (1) pendapatan bersih usahatani tanaman alternatif terbaik yang biasa ditanam pada lahan tersebut, (2) nilai sewa yang berlaku di daerah setempat, dan (3) nilai tanah yang hilang karena proyek, dan (4) tidak dimasukkan dalam perhitungan sehingga keuntungan yang didapat petani merupakan return to management and land. Dalam penelitian ini harga bayangan lahan akan dipakai seperti yang diusulkan Gittinger (1986), yakni dengan nilai sewanya.

5. Harga bayangan nilai mata uang.

  Harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang pada kondisi bersaing sempurna. Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan. Menurut Van der Tak (1969) dalam Gittinger (1986).

  Alokasi komponen biaya domestik dan asing

  Perhitungan matriks deret baris dan kolom dalam PAM sebagai berikut: Tabel 1. Komponen penyusun Policy Analysis Matrix (PAM)

  Biaya Pendapata keuntunga

  Uraian n n

  IA

  ID Harga

  A B C D=A-B-C privat Harga

  E F G H=E-F-G Sosial

  Dampak L=D-H= I-

  I J K divergensi J-K Sumber : Pearson, 1995 Keterangan :

  IA = Input asing ( Tradable input)

  ID = Input domestik ( Domestic input)

  Menghitung Keuntungan 1) Keuntungan privat

  PP = D = A - B

  • – C Secara finansial kegiatan usahatani akan layak untuk diteruskan, jika keuntungan privat lebih besar atau sama dengan nol, sebaliknya bila kurang dari nol maka usahatani tersebut rugi.

2) Keuntungan sosial Secara ekonomi pengusahaan suatu komoditas layak untuk diteruskan.

  PS = H = E - F - G jika nilai keuntungan sosial lebih dari satu atau sama dengan nol dan jika nilainya kurang dari nol maka kegiatan usahatani tersebut tidak layak untuk diteruskan karena dapat menimbulkan kerugian.

  Menghitung keunggulan komparatif dan kompetitif 1) Rasio biaya privat (PCR)

  Jika PCR memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif, yang berarti untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan.

  2) Rasio biaya sumber daya (DRC)

  Jika DRC memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu pengusahaan komoditas tertentu akan memiliki keunggulan komparatif, yang berarti pengusahaan komoditas tersebut memiliki efisiensi secara ekonomi.

  Menghitung dampak kebijakan pemerintah 1) Kebijakan Output

  1) Transfer Output (TO)

  TO = I = A - E Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai transfer output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Nilai transfer output yang positif berarti masyarakat harus membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih besar dari harga yang diterima

  2) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)

  Koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Apabila nilai NPCO lebih kecil dari satu maka menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor output yang berupa pajak.

  2) Kebijakan Input

  1) Transfer Input (TI)

  TI = J = B - F Nilai Transfer Input yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah pada input asing menyebabkan keuntungan yang diterima lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai TI negatif menunjukkan kebijakan pemerintah keuntungan yang diterima secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan.

  2) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)

  Nilai koefisien proteksi input nominal lebih dari satu menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sementara sector yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Jika nilai NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga produksi menggunakan input lokal.

  3) Transfer Faktor (TF)

  TF = K = C - G Nilai Transfer Faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable, dimana jika nilai TF positif maka terdapat subsidi negatif atau pajak pada input non tradable, sedangkan jika TF memiliki nilai negatif maka terdapat subsidi positif pada input non tradable.

  Menghitung Kebijakan Input-Output 1) Koefisien Proteksi Efektif (EPC)

  Nilai Koefisien Proteksi Efektif menunjukkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Nilai EPC lebih besar dari satu menunjukkan tingginya proteksi pemerintah dalam sistem produksi suatu komoditas, sedangkan jika nilai EPC kurang dari satu menunjukkan proteksi pemerintah terhadap sistem produksi sangat rendah.

  2) Transfer Bersih (TB)

  TB = L = D

  • – H Nilai transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan dalam sistem produksi. Jika TB memiliki nilai lebih besar dari nol maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Nilai TB yang lebih kecil dari nol akan menunjukkan keadaan yang sebaliknya.

  3) Koefisien Keuntungan (PC)

  Nilai koefisien keuntungan menunjukkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan yang diterima oleh produsen. Jika nilai PC kurang dari satu menunjukkan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dari pada tanpa adanya kebijakan. Sebaliknya, jika nilai PC lebih dari satu berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima oleh produsen lebih besar.

  4) Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)

  Nilai SRP kurang dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Namun jika nilai SRP lebih dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) yang dihitung berdasarkan data penerimaan dan biaya produksi yang terbagi dalam dua bagian yaitu harga finansial (privat) dan harga ekonomi (sosial). Perhitungan dan uraian finansial dan sosial dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai 8. Selanjutnya data yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai-nilai yang menjadi indikator daya saing pengembangan beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya. Peubah-peubah ( variabel) makroekonomi mempengaruhi sistem usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya. Peubah- peubah ini antara lain mempengaruhi tingkat bunga nominal, tingkat bunga sosial dan nilai tukar (Rp/US$) Lampiran 1.

  Tabel input-output Hasil analisis berdasarkan perhitungan data yang diperoleh dari wawancara dengan para petani beras organik di 3( tiga) kelompok tani di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Cisayong dan Kecamatan Salawu. ( Lampiran 2). Hasil analisis PAM (Policy Analysis Matrix) dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Policy Analysis Matrik (PAM) beras organik ekspor Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya periode Desember 2013- Desember 2014

  Biaya Uraian Pendapatan Input Input Asing Domestik

  Privat 53.590.920 975.000 14.450.408 Sosial 22,479,934 975.000 3.171.671 Divergensi -48.699.598 11.278.737

  Data pada Tabel 2 menunjukkan hasil Policy Analysis Matrix (PAM) untuk usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan data tersebut, usahatani untuk beras ekspor menguntungkan, baik itu secara finansial maupun secara ekonomi. Hal ini dikarenakan memiliki pendapatan privat dan sosial yang positif. Keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi tersebut dipengaruhi oleh pendapatan usahatani, biaya input asing atau input yang diperdagangkan di pasar Internasional, biaya input domestik atau faktor domestik serta harga privat dan harga sosial output (gabah).

  Analisis Keunggulan Kompetitif

  Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan finansial usahatani. Analisis keunggulan kompetitif dari usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat dari Keuntungan Privat (KP) yang dihitung berdasarkan harga yang berlaku di pasar (harga aktual), dan Rasio Biaya Privat (PCR) yang merupakan indikator untuk menunjukkan bahwa komoditi yang dihasilkan efisien dalam menggunakan sumberdaya dan menguntungkan secara finansial.

  Keuntungan privat (KP)

  Keuntungan privat (KP) menunjukkan selisih antara pendapatan dengan harga atau biaya aktual yang terjadi di pasar. Nilai Keuntungan Privat (KP) yang lebih besar dari nol berarti kegiatan yang diusahakan menguntungkan secara finansial. Namun jika Keuntungan Privat (KP) kurang dari nol, maka kegiatan yang diusahakan menguntungkan pada kondisi intervensi pemerintah baik terhadap input dan output. Dibawah ini merupakan perhitungan Keuntungan Privat (KP) usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya: KP = D = A - B

  • – C = 53.590.920
  • – 975.000 – 14.450.408 = Rp 38.165.512,-

  Berdasarkan hasil perhitungan di atas, keuntungan privat atau keuntungan finansial komoditas beras organik di Kabupaten Tasikmalaya bernilai positif atau di atas nol, yaitu 38.165.512,-. Artinya, beras organik Gapoktan simpatik menguntungkan. Apalagi kelembagaan Gapoktan Simpatik sudah sangat kuat dan mandiri sehingga Gapoktan Simpatik mampu meningkatkan daya saing dan tetap konsisten di perberasan organik. Dibandingkan dengan perkembangan beras organik di pasar Internasional maka beras organik memiliki daya saing yang tinggi hal itu dapat dilihat dari keuntungan sosial yang diperoleh lebih besar daripada keuntungan privatnya.

  Rasio biaya privat (PCR)

  Rasio Biaya Privat (PCR) merupakan indikator bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi dalam usahatani beras organik. Rasio biaya privat merupakan rasio antara biaya input atau faktor domestik dengan selisih antara pendapatan dan biaya input tradable pada tingkat

  non tradable

  harga aktual. Nilai PCR yang kurang dari satu (PCR < 1) menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan efisien secara finansial. Semakin kecil nilai PCR yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Berikut ini merupakan perhitungan PCR usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya : = 0,275

  Nilai PCR usahatani beras organik ekspor Gapoktan Simpatik adalah sebesar 0,275. Artinya, untuk mendapatkan nilai tambahan output sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 0,275. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya efisien secara finansial dan memiliki keunggulan kompetitif atau dapat bersaing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

  Analisis keunggulan komparatif

  Analisis keunggulan komparatif digunakan untuk mengukur kelayakan secara ekonomi. Analisis keunggulan komparatif dapat dilihat menggunakan nilai Keuntungan sosial (KS) dan Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) yang merupakan indikator daya saing tanpa bantuan pemerintah. Perbedaan analisis keuntungan ekonomi dengan keuntungan finansial yaitu terletak pada komponen input dan output. Dimana keuntungan ekonomi menggunakan harga sosial pada pasar persaingan sempurna (pasar internasional dianggap sebagai pasar persaingan sempurna), sedangkan keuntungan finansial menggunakan harga aktual yang telah mengalami campur tangan (kebijakan) pemerintah.

  Keuntungan sosial (KS)

  Keuntungan sosial menunjukan pengusahaan suatu komoditas layak untuk diteruskan secara ekonomi, jika nilai keuntungan sosial lebih dari satu atau sama dengan nol maka usahatani beras organik ekspor ini layak untuk diusahakan. Namun, sebaliknya jika nilainya kurang dari nol maka kegiatan usahatani tersebut tidak layak untuk diteruskan karena dapat menimbulkan kerugian. Di bawah ini merupakan perhitungan Keuntungan Sosial (KS) usahatani padi di Kabupaten Karawang, yaitu : PS = H = E - F - G

  = 102.290.518 – 975.000 – 3.171.671 = 98.143.847,-

  Nilai Keuntungan sosial (KS) beras organik Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya adalah sebesar Rp 98.143.847 per tahun. Nilai Keuntungan Sosial (KS) yang positif atau lebih dari nol tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan beras organik di lokasi penelitian menguntungkan secara ekonomi meskipun tanpa ada campur tangan dari kebijakan pemerintah.

  Rasio biaya sumber daya domestik (DRC)

  Rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) merupakan rasio antara biaya non tradable atau faktor domestik dengan selisih antara pendapatan dikurangi biaya asing pada harga bayangan atau harga sosial. Jika DRC memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu pengusahaan komoditas tertentu akan memiliki keunggulan komparatif, yang berarti pengusahaan komoditas tersebut efisien secara ekonomi.

  Nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan beras organik ekspor Kabupaten Tasikmalaya adalah sebesar 0,031. Artinya, untuk memproduksi atau menambah nilai tambah output sebesar satu satuan di Kabupaten Tasikmalaya dibutuhkan tambahan sumberdaya domestik sebesar 0,59. Nilai DRC yang kurang dari satu tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan beras organik ekspor di lokasi penelitian efisien secara ekonomi dan mempunyai keunggulan komparatif meskipun tanpa ada bantuan atau intervensi pemerintah. Hal itu juga menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan domestik akan beras mengindikasikan lebih baik diproduksi di dalam negeri daripada harus mengimpor beras dari luar negeri. Tabel 3. Analisis PCR dan DRC Usahatani beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya periode Desember 2013

  • – Desember 2014

  Biaya Uraian Pendapatan Input Input Asing Domestik

  Privat 53.590.920 975.000 14.450.408 Sosial 22,479,934 975.000 3.171.671 Divergensi -48.699.598 11.278.737 PCR C/A-B 0,275 DRC G/E-F 0,031

  Nilai PCR (0,275) yang lebih besar dari nilai DRC (0,031) memiliki arti bahwa Gapoktan Simpatik mampu secara komparatif maupun kompetitif tanpa adanya campur tangan kebijakan atau intervensi pemerintah dalam meningkatkan efisiensi petani untuk memproduksi beras organik berkualitas ekspor. Sehingga keputusan yang tepat bagi Gapoktan Simpatik untuk tidak melibatkan ataupun ketergantungan dengan pihak pemerintah baik bantuan benih maupun pupuk bersubsidi. Kreativitas dan kemandirian Gapoktan Simpatik untuk memanfaatkan serta mengolah sumber daya yang ada mampu mengantarkan keberlanjutan perberasan organik yang berdaya saing internasional.

  Divergensi dalam pendapatan (revenue), meskipun kecil disebabkan harga privat yang diterima petani dengan harga sosialnya. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa tidak ada kebijakan pemerintah. Divergensi input asing sama dengan nol. Hal ini dikarenakan para petani beras organik lebih ketergantungan dengan komponen input organik yang dihasilkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

  Analisis Kebijakan Pemerintah 1) Dampak Kebijakan Input

  Dampak kebijakan input adalah sama seperti dampak kebijakan output karena keduanya didasarkan pada perbandingan antara harga privat dan harga sosial. Kebijakan pemerintah terhadap input dapat dilihat dari nilai Transfer input (TI), Transfer faktor (TF), dan Koefisien proteksi input nominal (NPCI).

  Nilai Transfer input usahatani beras organik di Kabupaten Tasikmalaya sebesar Rp 0 per tahun. Hasil tranfer input yang bernilai 0 menunjukan bahwa tidak adanya kebijakan dari pihak pemerintah dalam komoditi beras organik sehingga petani dapat menerima harga yang layak dalam pengembangan beras organik.

2) Dampak kebijakan output

  Kebijakan pemerintah (berupa subsidi atau pajak) pada suatu komoditi agribisnis dapat berpengaruh positif atau pun negatif bagi para pelaku pelakunya. Indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dengan menggunakan nilai TO (Transfer Output) dan NPCO (Nominal Protection

  ). Nilai transfer output beras organik ekspor Gapoktan Simpatik di Kabupaten

  Coefficient on Output

  Tasikmalaya adalah negatif Rp. 48.699.598,- per tahun. Besarnya nilai TO komoditas beras organik ekspor menunjukkan nilai yang negatif, ini berarti harga privat beras organik ekspor lebih rendah dibandingkan dengan harga sosialnya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa dengan adanya kebijakan atau intervensi pemerintah pada output terhadap usahatani tersebut lebih menguntungkan konsumen. Karena konsumen membeli beras organik tersebut dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya. Dengan kata lain, terjadi pengalihan surplus dari produsen ke konsumen.

  Nilai NPCO untuk beras organik ekspor adalah 0,524, ini berarti produsen beras organik ekspor Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya hanya menerima 52 persen harga yang seharusnya diterima. Berdasarkan nilai NPCO yang memiliki nilai kurang dari satu. Artinya perlindungan dari pemerintah untuk produsen beras organik ekspor belum berjalan secara afektif, sehingga terjadi pengurangan penerimaan produsen.

3) Dampak kebijakan input-output

  Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien keuntungan (PC) dan Rasio subsidi bagi produsen (SRP) merupakan nilai-nilai yang menjadi indikator dari dampak kebijakan input- output. Di dalam alat analisis PAM, indikator yang mampu menjelaskan pengaruh dampak kebijakan terhadap surplus produsen adalah nilai Tranfer Bersih (TB).

  Nilai Transfer Bersih merupakan selisih dari nilai keuntungan privat dengan nilai keuntungan sosial. Nilai TB yang negatif tersebut menunjukkan bahwa surplus produsen pada output yang dianalisis berkurang. Dalam satu tahun surplus produsen beras organik ekspor berkurang hingga Rp. 59.978.335 per tahun. Surpus produsen yang hilang untuk beras organik ekspor relatif lebih tinggi disebabkan oleh harga sosial output yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga privat outputnya.

  Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi produksi domestik secara efektif. Jika nilai EPC kurang dari satu, maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi. Hal itulah yang terjadi pada pengusahaan beras organik eskpor Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya yang dianalisis. Nilai EPC untuk beras organik ekspor adalah 0,519. Penerapan kebijakan pemerintah terhadap input-output pada beras organik eskpor masih belum berjalan secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

  Gittinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kurniawan, 2008. Analisis efisiensi ekonomi dan daya saing jagung pada lahan kering di Kabupaten Tanah . Forum pascasarjana Vol 31 no 2 April 2008.

  laut. Kalimantan Selatan

  Monke, Eric A dan Pearson, Scott R, 1995. The Policy Analysis For Agricultural Development. Cornrll University Press,New York

  Saptana, 2010. Tinjaun konseptual mikro-makro daya saing dan strategi pembangunan pertanian. Jurnal Pusat analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian. Volume 28 no 1, Juli 2010. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Prentice Hall-Erlangga, Jakarta Scheaffer. L. Richard, William Mendenhall, 2006. Elementary Suvey Sampling. Duxbury, an imprint of

  Thomson Brooks/ Cole, a part of The Thomson Corporation Surakkhmad, Winarno (1994). Pengantar penelitian ilmiah. Tarsito. Bandung Lampiran 1. Asumsi yang digunakan pengembangan beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya Asumsi makro ekonomi Nilai

  Tingkat bunga nominal (% / Tahun) ) 24% Tingkat bunga nominal (% / musim) 10% Tingkat bunga sosial (%/tahun) 18% Tingkat bunga sosial (%/musim) 7,5% Nilai tukar (Rp/$) Periode Des 2013 - Des 2014 12.171 Nilai konversi Faktor tenaga kerja 0,65 Nilai konversi faktor transportasi 1,0 Nilai konversi faktor pajak

  0,0 Nilai konversi faktor sewa lahan 1,0 Nilai konversi faktor peralatan 0,85

  Lampiran 2. Input-Output Fisik Pengembangan beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya

  Uraian Jumlah

  Benih ( kg/ Bata)

  12 Input Tradable Pupuk organik (Kg) 900 Pestisida organik (liter)

  12 Mikroorganisme lokal (liter)

  3 Faktor Domestik Tenaga Kerja (HOK/ha)

  a. Traktor (pack)

  6

  b. Persiapan lahan

  6

  c. Penanaman dan penyulaman Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)

  14 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)

  21

  d. Penyiangan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK)

  8 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  24

  e. Pemupukan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK)

  6 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  4

  f. Pengendalian hama dan penyakit Tenaga kerja dalam keluarga (HOK)

  12 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  g. Pemantauan tanaman Tenaga kerja dalam keluarga (HOK)

  56 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  h. Panen Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)

  14

  Uraian Jumlah

  Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)

  42 i. Penjemuran Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)

  6 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)

  6 j. Pengangkutan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)

  2 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)

  5 Penyusutan Alat (Unit) Cangkul

  2 Kored

  1 Handsprayer

  2 Capalakan

  2 Lalandak

  2 Sabit

  1 Karung 100

  Gagaruan

  1 Terpal

  2 Ember

  10 Tong

  1 Traktor

  2 Modal Kerja 7.965.510

  Garap lahan Lahan (Bata) 323,27 Pajak

  323,27 Produksi (kg/ha)

  8.931,82

  Output

  Lampiran 3. Harga privat

  Uraian Jumlah

  Benih ( kg/ Bata) 10.000

  Input Tradable

  Pupuk organik 500 Pestisida organik (liter) 30.000 Mikroorganisme lokal (Liter) 15.000 Tenaga Kerja (HOK/Bata)

  Faktor Domestik

  a. Traktor (pack) 484.910

  b. Persiapan lahan 45.000

  c. Penanaman dan penyulaman

  Uraian Jumlah

  Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 30.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 30.000

  d. Penyiangan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 30.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 30.000

  e. Pemupukan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 45.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 45.000

  f. Pengendalian hama dan penyakit Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 45.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 45.000

  g. Pemantauan tanaman Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 45.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 45.000

  h. Panen

  • Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 30000
  • Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 30.000 i. Penjemuran Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 30.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 30.000 j. Pengangkutan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 45.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 45.000 Penyusutan Alat (Rp/ha)

  Cangkul 67500

  Kored 6750

  Handsprayer 63000 Capalakan

  5625 Lalandak

  13500 Sabit

  4500 Karung

  675 Gagaruan

  11250 Terpal

  78750 Ember

  4500 Tong

  24300 Traktor

  135000 Modal Kerja

  10% Garap Lahan (Bata) 5.000 Pajak (Rp 30.000/100 bata) 300

  Output Produksi (kg/Bata) 6.000 Lampiran 4. Privat Bujet beras organik ekspor di Kabupaten Tasikmalaya

  Uraian Jumlah

  Nilai

  Input Tradable

  Benih ( kg/ Bata) 120.000 Pupuk organik (Kg) 450.000 Pestisida organik (liter) 360.000 Mikroorganisme lokal (liter) 45.000

  Uraian Jumlah Nilai Total Input Tradable 975.000 975.000 Faktor Domestik Tenaga Kerja (HOK/ha)

  a. Traktor 2.909.460 2.909.460

  b. Persiapan lahan 270.000

  c. Penanaman dan penyulaman Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 420.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 630.000 630.000

  d. Penyiangan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 240.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 720.000 720.000

  e. Pemupukan Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 270.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK) 180.000 180.000

  f. Pengendalian hama dan penyakit Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 540.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  g. Pemantauan tanaman Tenaga kerja dalam keluarga (HOK) 2.520.000 Tenaga kerja luar keluarga (HOK)

  h. Panen

  • Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 420.000
  • Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 1.260.000 1.260.000 i. Penjemuran Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 180.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 180.000 180.000 j. Pengangkutan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 90.000 Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 225.000 225.000 Cangkul

  135.000 135.000 Alat (Rp/ha) Kored

  6.750 6.750 Handsprayer 126.000 126.000 Capalakan

  11.250 11.250 Lalandak

  27.000 27.000 Sabit

  4.500 4.500 Karung

  67.500 67.500 Gagaruan

  11.250 11.250 Terpal

  157.500 157.500 Ember

  45.000 45.000 Tong

  24.300 24.300 Traktor

  270.000 270.000 Total Faktor Domestik 11.940.510

  796.551

  Bunga Modal

  1.616.365

  Sewa Lahan (Rp)

  96.982

  Pajak (Rp)

  Output Produksi (Rp) 53.590.920

  Output Value 53.590.920 Modal kerja

  7.965.510

Dokumen yang terkait

Analisis Tataniaga Dalam Usahatani Jambu Kristal (Psidium Guajava L) Suatu Kasus di Desa Jayi Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka Sri Ayu Andayani

0 0 25

Efisiensi Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L) di Kabupaten Majalengka Suhaeni

0 0 7

Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian UNMA ABSTRAK - Daya Dukung Sumber Daya Pertanian Kabupaten Majalengka Terhadap Penyediaan Bahan Pakan Penyusun Ransum Ayam Broiler

0 0 6

Evaluasi Program Kredit Usaha Peternakan Sapi Potong Pada Tingkat Kelompok Tani Ternak Di Kabupaten Grobogan (Business Credit Evaluation Program At A Cattle Livestock Farmer Group In Grobogan) Diska Mayangsari, Edy Prasetyo dan Mukson Program Studi Magist

0 0 7

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Kultivar Sabana F1 dan Vanesa pada Berbagai Dosis Pemberian Bio-fosfat Umar Dani

0 0 8

Kata Kunci : Analisis Pendapatan, Ayam Ras Pedaging, Pola Usaha. PENDAHULUAN Latar Belakang - Analisis Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Pada Pola Usaha Yang Berbeda Di Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka

0 1 15

Pengaruh Alokasi Modal Terhadap Pendapatan Pada Usaha Ayam Niaga Pedaging Di Kabupaten Majalengka

0 0 5

Persepsi Petani Cabai Merah Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Koperasi Sebagai Sumber Pembiayaan Vega Chendra Mulyana

0 0 8

Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kemandirian Petani Mangga Gedong Gincu (Studi Kasus Desa Pasirmuncang Dan Desa Cijurey, Kecamatan Panyingkiran Kabupaten Majalengka) Dina Dwirayani

0 0 10

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

0 3 14