Analisis Praktik Koordinasi Manfaat (Coordination of Benefit) Layanan Rawat Inap di Indonesia

Analisis Praktik Koordinasi Manfaat (

  Coordination of Benefit)

Layanan Rawat Inap di Indonesia

  

Analysis of Practice Pattern Inpatient Coordination of Benefits in Indonesia

¹

2 1 Fera Mutiara Dewi , Budi Hidayat

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

2 Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

e-mail: feramutiara79@gmail.com

Korespondensi: Fera Mutiara Dewi

  Abstrak

Kepemilikan lebih dari satu asuransi (double insured) telah membuka peluang praktik Coordination of Benefit (COB) di Indo-

nesia. Pada era JKN saat ini, setiap orang selain memiliki asuransi yang bersifat wajib mereka pun memiliki asuransi keseha-

tan tambahan yang kepesertaanya bersifat tidak wajib. Pada praktiknya, beberapa penerapan COB masih ditemukan belum

sesuai dengan prinsip universal asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik COB dan besaran biaya COB

yang terjadi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah rancangan studi observasional dengan desain cross sectional. Pe-

modelan dengan ekonometrik (two-part model) dilakukan untuk memisahkan proses antara praktik COB dengan besaran

biaya COB. Hasil penelitian menyatakan kovariat Usia, LOS dan penyakit sistem sirkulasi menunjukkan efek yang signifikan

dalam pengujian secara statistik. Kurangnya koordinasi antar provider dengan asuradur atau asuradur dengan asuradur yang

lain menyebabkan meningkatnya potensi moral hazard yang dilakukan baik oleh peserta maupun provider sehingga peserta

berpotensi mendapatkan cakupan ganda. Perlu dibuat organisasi khusus untuk mengelola COB dan dibuatnya regulasi COB.

  Kata kunci: coordination of benefit, regulasi cob, two-part model

  Abstract

Nowadays, some people may have double insurance. Besides having compulsory insurance that regulated by government,

they also have additional health insurance which is not mandatory. This condition has opened up opportunities for Coordi-

nation of Benefit (COB) in Indonesia, especially in JKN era. Unfortunately, in practice COB still not executed according to the

principle of general rules of insurance. This research seeks to analyze the practice of the COB and COB fee scale in Indonesia.

  

The method used is the observational study with cross sectional design. The modeling uses an econometric approach that

is a two-part model which separates the process between the COB practice and the COB funds. The result of the research

states that age covariate, LOS, and circulatory system diseases show significant effects in statistical testing. Lack of coordi-

nation between providers and assurer or between assurer and assurer, causes increasing potential moral hazard by both

participants and providers so that participants may get double coverage. The suggestions of this research are first the need

to create an independent organization that manages COB and second the need to made regulation of COB.

  Keywords: Coordination of Benefit, COB Regulation, Two-Part Model

  Pendahuluan Sejak 1 Januari 2014, Indonesia telah menerapkan kesehatan. Namun demikian, bagi peserta yang telah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan kepeser- menggunakan jaminan kesehatan perusahaan (Jam- taan bersifat wajib. Sebelum JKN diimplementasikan, sostek atau asuransi komersial), kehadiran program sebagian besar penduduk Indonesia mengeluarkan JKN yang wajib dapat memaksa peserta dan menim- biaya sendiri (out of pocket) untuk mendapatkan pe- bulkan ketidaknyamanan. Hal ini karena sebelumnya layanan kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar ta- mereka telah terbiasa menikmati paket manfaat dan hun 2013 menunjukkan bahwa sumber pembiayaan pelayanan yang lebih baik. kesehatan penduduk Indonesia baik rawat jalan Untuk mengantisipasi kekhawatiran tersebut, maupun rawat inap masih didominasi oleh biaya Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) men- sendiri (out of pocket) mencapai 67,9 persen untuk yatakan bahwa meskipun prinsip bisnis BPJS Kese- rawat jalan dan 53,5 persen untuk rawat inap (Ke- hatan (asuransi sosial) dan asuransi komersial ber- menkes, 2013). beda, keduanya dapat tetap saling bersinergi melalui

  Adanya program JKN pada Januari 2014, disam- mekanisme koordinasi manfaat atau Coordination but baik oleh peserta yang belum memiliki jaminan of Benefit (COB). Fungsi COB adalah untuk meng- koordinasikan santunan/manfaat asuransi diantara dua atau lebih asuradur yang menjamin orang yang sama dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pembayaran yang berlebih dari biaya yang harus dibayarkan (Ilyas, 2011). Dalam mekanisme COB, peserta JKN memperoleh beberapa keuntungan yaitu memungkinkan naik kelas perawatan, mendapatkan benefit yang tidak ditanggung dalam JKN, mendapa- tkan perawatan lanjutan eksklusif, dan dapat berobat ke RS swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

  Skema COB semakin diminati oleh perusahaan asuransi swasta. Hal ini karena pada 2019, ditarget- kan seluruh masyarakat Indonesia telah menjadi pe- serta BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014). BPJS Kesehatan sebagai penjamin pertama telah mem- berikan manfaat yang cukup komprehensif sehing- ga beban klaim asuransi kesehatan komersial dapat berkurang. Peluang tersebut tidak disia-siakan oleh perusahaan asuransi kesehatan komersial yang ada di Indonesia. BPJS Kesehatan mencatat sebanyak 52 perusahaan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) telah menandatangani kerjasama skema COB (BPJS Kesehatan, 2016).

  Jumlah peserta JKN sampai dengan Februari 2017 yaitu 174.757.722 orang (68.5% dari jumlah penduduk Indonesia). Jumlah kepesertaan asuransi swasta baik produk individu dan grup tahun 2014 sebanyak 7.659.139 orang atau 3% dari total popu- lasi (OJK 2014). Jumlah peserta AKT yang telah ter- daftar sebagai peserta COB sebanyak 234.636 orang (BPJS Kesehatan, 2016).

  Implementasi program JKN hingga saat ini tel- ah memasuki tahun keempat, tentunya sudah cukup banyak peserta JKN yang memiliki AKT melakukan program COB. Data di RS Umum Pusat Rujukan Nasional tahun 2016 menunjukkan sebanyak 142 pasien JKN melakukan kenaikan kelas perawatan atas permintaan sendiri. Dari 142 pasien terbagi menjadi 80% pasien naik ke kelas VIP dan 20% naik ke kelas utama.

  Praktik COB selain dilakukan oleh peserta BPJS juga dilakukan oleh peserta AKT yang memiliki dua atau lebih produk AKT. Saat ini banyak keluarga yang memiliki cakupan ganda jaminan kesehatan. Tentun- ya hal tersebut menjadi masalah yang cukup serius di dalam sistem asuransi kesehatan. Di bawah program COB, asuradur kedua (pembayar sekunder) akan menanggung sebagian besar atau keseluruhan biaya yang tidak dijamin oleh asuradur pertama (pemba- yar primer). Namun pada praktiknya banyak peserta yang mencoba untuk dapat mengambil keuntungan dengan mendapatkan penggantian yang jauh melebi- hi dari biaya aktual (Pamjaki, 2005)

  Sebagai studi pendahuluan dilakukan analisa data klaim COB pada 5 AKT yang bekerjasama dengan salah satu TPA di Jakarta periode 2014 sampai den- gan 2016. Diketahui sebanyak 36% adalah COB dari BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut sebanyak 24% merupakan klaim COB dari rumah sakit pemerin-

  Tabel 1. Sumber Biaya Pengobatan Rawat Jalan dan Rawat Inap Penduduk Indonesia Tahun 2013

  Sumber Biaya Rawat Jalan Rawat Inap Biaya Sendiri (Out of Pocket) 67,9 53,5

Askes/ASABRI 3,2 5,4

  Jamsostek 2,0 3,5

Asuransi Swasta 0,7 1,8

Jamkesmas 14,2 15,6 Jamkesda 5,8 6,4

  

Jaminan Perusahaan 1,8 4,0

Sumber Lainnya 3,3 4,8

Lebih dari 1 sumber 1,1 4,9

Total 100 100

  Sumber: Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 tah, 48% dari rumah sakit swasta, sementara sisanya sebesar 26% tanpa keterangan. Produk AKT yang menjadi pambayar kedua pun bervariatif, sebanyak 95% merupakan produk indemnity, 5% sisanya mer- upakan produk cash plan.

  Implementasi konsep COB (BPJS Kesehatan dengan AKT atau AKT dengan AKT) di Indonesia telah berjalan lama. Namun pada praktiknya sering ditemukan peserta atau provider mengambil keuntun- gan dari asuradur dengan mengajukan klaim COB yang sebelumnya telah dijamin penuh oleh asuradur pertama. Hal ini tentunya dapat menyebabkan over

  Jumlah besar klaim COBi (M i ) merupakan fungsi eksponensial dari kepemilikan AKT (I iT ) dan berb- agai independen variabel (x’ i ) : M i = exp (I iT α + x’ i

  ative Binomial (Negbin), peneliti memutuskan meng-

  Tahap pertama dari two-part model digunakan un- tuk menganalisis probabilitas klaim COB. Estima- tor yang digunakan pada tahapan ini adalah probit. Hasil dari regresi probit terjadi penghilangan varia- bel (omitted) untuk kovariat produk AKT, provider, dan payer penjamin pertama. Hal ini dimungkink- an karena ketiadaan variasi pada variabel atau pro- porsi kejadian COB sangat kecil. Sedangkan pada tahap kedua untuk menganalisis besaran biaya COB, setelah dilakukan penjajagan antara Poisson dan Neg-

  Ι I iT ,x’ i ) =0. Dalam penelitian ini peneliti menganggap regresor tidak memiliki masalah endogeinity. Hal ini dikare- nakan data yang digunakan adalah merupakan data klaim dari peserta asuransi kesehatan komersial yang sebagian besar kepesertaannya merupakan otomasi difasilitasi oleh perusahaan.

  adalah deter- minan lain. Fungsi eksponen dalam persamaan di atas digunakan untuk memastikan nilai non-negatif dari variabel dependen. Estimasi persamaan di atas dapat dilakukan dengan Maximum Likelihood (ML), dimana metode ML akan menghasikan parameter estimasi yang konsisten dan efisien jika seluruh vari- abel independennya exogenous, yaitu E (u i

  demnity, cash plan, managed care); x i

  M adalah praktik COB; I iT adalah kepemilikan AKT (karakter T menunjukkan jenis produk AKT: in-

  β)

  part model untuk y adalah sebagai berikut:

  insurance dan pada akhirnya meningkatkan biaya

  Merujuk pada (Cameron & Trivedi 2005) didefi- nisikan bahwa variabel indikator biner (binary) d = 1 untuk klaim dengan praktik COB dan d = 0 untuk klaim yang tidak dengan praktik COB. Den- gan demikian maka biaya klaim COB y > 0 untuk praktik COB dan y = 0 untuk non COB. Pada non COB hanya dilakukan observasi Pr [d=0]. Sedang- kan pada praktik COB, kondisional pada biaya y > 0 merupakan fungsi f (y|d=1), untuk probabilitas praktik COB f(.).(Cameron & Trivedi, 2009) Two-

  Dalam hal ini bahwa keputusan untuk melakukan praktik COB dengan besaran biaya klaim COB mer- upakan dua proses yang berbeda.

  part model berasumsi bahwa proses satu dengan lainnya merupakan proses yang harus dipisahkan.

  Proses analisis menggunakan perangkat lunak Stata 13. Analisis menggunakan pendekatan ekono- metrik yaitu hurdle model atau two-part model. Two-

  dan payer penjamin utama) dan faktor need (kate- gori diagnosa dan LOS).

  Managed Care). Variabel kontrol yaitu faktor predis- posing (jenis kelamin dan usia), enabling (provider

  Variabel dependen yang akan diteliti adalah prak- tik COB dan besaran biaya COB. Variabel Indepen- den utama yaitu jenis AKT (Indemnity, Cash Plan dan

  kesehatan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pola praktik COB di Indonesia Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif den- gan desain studi cross sectional. Unit observasi yang digunakan adalah data klaim. Informasi yang digali mencerminkan data selama satu tahun, yaitu data klaim rawat inap pada TPA X periode Januari sampai Desember 2016. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2017.

  gunakan Negbin. Dasar pertimbangannya adalah data yang digunakan memiliki nilai varian lebih tinggi dari nilai rata-ratanya. Secara statistik tampak dari hasil uji overdispersion yaitu (0.534; p<1%) serta positifnya nilai parameter α (alpha) = 0.343. Hasil uji LR Poisson versus Negbin, dengan nilai 633.378 ((2x (476.031 – 159.342)) dan signifikan pada 1%, serta nilai AIC dan Hasil Dalam penelitian ini terdapat jumlah total observasi 90.827 klaim rawat inap dan setelah dilakukan data cleaning menjadi 90.107 klaim rawat inap(Tabel 1). Dikarenakan keterbatasan jumlah observasi pada produk managed care yaitu hanya 1 observasi, untuk

  Tabel 3 Deskripsi Statistik Keseluruhan Observasi Variabel Mean Min Max Praktik COB 0.0049

  1 Besaran Biaya Klaim 40.585 1 149.879 Produk AKT 0.0008 a

  1 Perempuan 0.508

  1 Usia 24.755 b

  91 RS_Swasta 0.999 c

  1 Askeskom 0.998 R

  1 Kategori Diagnosa Infeksi Parasit Neoplasma 0.0470

  1 Jiwa 0.0006

  1 Syaraf 0.005

  1 Mata 0.012

  1 Telinga 0.0168

  1 Sirkulasi 0.034

  1 Pernafasan 0.109

  1 Pencernaan 0.0896

  1 Kulit 0.0220

  1 Muskuloskletal 0.0213

  1 Kemih 0.0675

  1 Hamil 0.007

  1 Perinatal 0.006

  1 Kongenital 0.0002

  1 Gejala 0.960

  1 Racun 0.0494

  1 Morbid 0.0002

  1 Faktor lain 0.115

  1 LOS 2.784

  93 Observasi (n) = 90.107 a b c Catatan: merupakan kelompok acuan (base line) dari jenis kelamin; provider; payer penjamin pertama; R kategori diagnosa yaitu penyakit infeksi & parasit.

  mencegah terjadinya bias pada analisis maka dilaku- 99,8% produk asuransi merupakan produk indemni- kan penyederhanaan kategori produk AKT menjadi ty. Diagnosa yang sering muncul adalah kategori ge- 2, yaitu 0=indemnity dan 1=cashplan. jala dan tanda kelainan klinis dengan kode R dengan

Secara demografi, rerata usia peserta yang menga- rerata LOS yang terjadi yakni 3 hari. Rerata biaya jukan klaim rawat inap adalah 25 tahun, dengan klaim yakni Rp.2.713.078, dengan nilai maksimal

  51% berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 99,9% Rp.504.618.475. peserta melakukan perawatan di RS swasta dengan

  Variabel Mean Min Max Besaran Biaya COB 39.536 12.127 115.291

  1 Kulit 0.011

  Diagnosa yang sering muncul adalah penyakit sistem pencernaan yakni sebesar 9,9% dengan rerata yang terjadi selama 4,4 hari. Sementara untuk rera- ta besaran biaya COB adalah sebesar 39,53 dalam logaritma atau senilai Rp.2.443.410, dengan biaya minimal 12,12 atau senilai Rp.21.630 dan maksimal

  Rerata usia peserta yang melakukan praktik COB adalah 28 tahun dengan proporsi perempuan 50,4%. Sebanyak 92.3% peserta melakukan rawat inap di RS swasta dengan penjamin utamanya 68,7% adalah AKT dan sisanya adalah BPJS Kesehatan. Dari jenis produk AKT sebanyak 83,3% adalah produk asur- ansi indemnity.

  24 Observasi (n) = 442 Catatan: merupakan kelompok acuan (base line) dari a jenis kelamin; b provider; c payer penjamin pertama; R kategori diagnosa yaitu penyakit infeksi & parasit.

  1

  1 LOS 4.409

  1 Faktor lain 0.115

  1 Morbid 0.002

  1 Racun 0.049

  1 Gejala 0.063

  1 Hamil 0.015

  1 Kemih 0.065

  1 Muskuloskletal 0.018

  1 Pencernaan 0.099

  Produk AKT 0.167

  1 Pernafasan 0.085

  1 Sirkulasi 0.072

  1 Telinga 0.013

  1 Mata 0.004

  1 Syaraf 0.015

  1 Endokrin 0.013

  1 Darah 0.002

  1 Kategori Diagnosa Infeksi Parasit R Neoplasma 0.791

  1 Askeskom c 0.687

  72 RS_Swasta b 0.923

  27.79

  1 Usia

  1 Perempuan a 0.504

  115,29 atau senilai Rp.176.680.106. Biaya minimal merupakan biaya pemeriksaan laboratorium pada kasus dengan diagnosa penyakit saluran pencernaan, sementara untuk biaya maksimal merupakan biaya perawatan pada kasus dengan diagnosa keganasan atau neoplasma. Besaran biaya COB sesuai dengan definisi operasional dalam penelitian ini adalah biaya yang diajukan dan dijaminkan dalam praktik COB setelah sebelumnya dijaminkan oleh payer (penja- min)pertama.

  Variabel Probit Negbin Produk AKT omitted

  • 0.209 (0.023) Perempuan a 0.0027 (0.046) 0.043

  (0.024) Usia 0.0025 (0.001)

  0.002 (0.000) RS_Swasta b omitted 0.014

  (0.038) Askeskom c omitted

  • 0.0765 (0.0271) Kategori Diagnosa Infeksi Parasit R Neoplasma 0.157 (0.0915) 0.094
  • 0.0533 (0.184)
  • 0.133 (0.053) Penyakit sistem sirkulasi 0.297 (0.093) 0.123
  • >0.262 (0.0799) 0.0389 (0.361) Penyakit sistem pencernaan
  • 0.0499 (0.088) 0.066 (0.0561) Penyakit kulit dan jari
  • 0.102 (0.184) 0.0756 (0.0746) Penyakit pada sistem muskuloskletal
  • 0.475 (0.286) 0.165 (0.067) Penyakit saluran kemih & genital 0.0263
  • 0.0269 (0.0512) Kehamilan & kelahiran 0.364 (0.169) 0.071
  • >0.121 (0.094)
  • 0.007 (0.040) Keracunan, cedera dan beberapa penyebab dari
  • 0122 (0.109) 0.146 (0.0436) Faktor lain
  • 0.230 (0.295) 0.0636 (0.0436) LOS 0.0367

  (0.0669) Endokrin 0.120 (0.160)

  0.131 (0.0312) Penyakit sistem syaraf 0.220

  (0.214) 0.0957 (0.109) Penyakit mata & adnexa

  0.295 (0.301) 0.230 (0.199)

  Penyakit telinga

  (0.0563) Penyakit sistem pernafasan

  (0.0915)

  (0.068) Gejala, tanda, kelainan klinik dan kelainan lab

  (0.053) 0.0384 (0.004)

  N 90.107 442 Constant -3.01 (0.0534) 3.506 (0.051) Catatan: merupakan kelompok acuan (base line) dari a jenis kelamin; b provider; c payer penjamin pertama; R kategori diagnosa yaitu penyakit infeksi & parasit. Robust standard error di dalam kurung. Tabel 5 merupakan hasil regresi dari two-part

  model yang mana Probit merupakan pemodelan un-

  tuk mengestimasi praktik COB, sedangkan Negbin merupakan pemodelan untuk mengestimasi besaran biaya COB. Hasil analisis dari two part model adalah sebagai berikut: a.

  Faktor Predisposing / Pendorong Kovariat perempuan menunjukkan hubungan positif untuk praktik COB sebesar 0,0027 dan besaran biaya COB sebesar 0,043. Ini berarti jenis kelamin perempuan akan meningkatkan praktik COB sebesar 0,27% dan meningkatkan biaya COB sebesar 4,3% dibandingkan laki-la- ki. Untuk kovariat usia menunjukkan hubun- gan positif sebesar 0,0025 untuk praktik COB dan besaran biaya sebesar 0,002. Ini berarti se- tiap kenaikan usia 1 tahun akan meningkatkan praktik COB sebesar 0,25%, dan meningkat- kan besaran biaya COB sebesar 0.2%.

  b.

  Faktor Enabling / Pendukung Pada kovariat RS swasta didapatkan hubun- gan positif untuk besaran biaya COB sebesar 0.014, artinya provider RS swasta meningkat- kan biaya COB sebesar 1,4% jika dibanding- kan dengan provider RS pemerintah. Sementa- ra pada kovariat askeskom terdapat hubungan negatif 0,0765, yang artinya jika payer penja- min pertama merupakan AKT (asuransi kes- ehatan komersial) maka besaran biaya COB akan menurun sebesar 7,6% jika dibandingkan dengan BPJS yang merupakan payer penjamin pertamanya.

  c.

  Faktor Need / Kebutuhan

  lan dan kelahiran yaitu 0,364 yang artinya kehamilan dan kelahiran akan meningkatkan praktik COB sebesar 36,4% jika dibanding- kan dengan penyakit infeksi parasit. Selain itu penyakit sistem sirkulasi akan meningkatkan praktik COB sebesar 29,7% jika dibandingkan dengan penyakit infeksi parasit. Hasil peneli- tian didapatkan bahwa penyakit mata dan ad- nexa akan meningkatkan besaran biaya COB sebanyak 23% jika dibandingkan dengan pen- yakit infeksi parasit. Untuk lama hari rawat akan meningkat praktik COB sebesar 3,67% dan meningkatkan biaya COB sebesar 3,8%. Semua hasil estimasi diukur dengan menggu- nakan metode ML dan pengukuran robust standard berarti bahwa semakin tua seseorang maka sema- kin tinggi peluang untuk menjadi sakit (Pohlmeier & Ulrich, 1995; Jürges, 2007; Deb & Trivedi, 2009). Meningkatnya praktik COB pada kovariat jenis ke- lamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki sejalan dengan penelitian Fucsh (1978) tentang de-

  error sehingga menghasilkan estimasi yang dapat di-

  interpretasikan dengan metodologi pseudo maximum likelihood. Pembahasan

  Praktik COB

  Banyaknya keluarga yang memiliki cakupan ganda jaminan kesehatan akan menjadi masalah serius da- lam sistem asuransi kesehatan saat ini. Dengan adan- ya skema COB dapat mencegah terjadinya asuransi membayar manfaat yang melebihi nilai aktual ker- ugian yang sebenarnya terjadi (Pamjaki, 2005). Di Indonesia sampai saat ini belum ada sebuah Badan/ Organisasi tertentu yang khusus menangani COB. Praktik COB hanya diterapkan dan dikelola oleh pe- rusahaan asuransi yang berkoordinasi langsung den- gan perusahaan asuransi lain yang juga memberikan pertanggungan kepada peserta untuk kasus yang sama (Pamjaki, 2008).

  Hasil penelitian memperlihatkan praktik COB tertinggi adalah untuk produk AKT indemnity (83,3%) yang disebabkan oleh kepesertaan ganda. Kepesertaan ganda dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu (1) suami istri yang merupakan pekerja dan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan cak- upan asuransi kesehatan; (2) asuransi pekerja dan asuransi keluarga); (3) kepemilikan asuransi kelom- pok dan asuransi perorangan; dan (4) seseorang yang bekerja di dua tempat yang pada kedua tempat tersebut memberikan cakupan asuransi kesehatan kelompok. Selain itu, asuransi kesehatan komersial baik kelompok dan perorangan di Indonesia um- umnya adalah produk indemnity yang memberikan penggantian biaya kesehatan sesuai dengan manfaat yang dimiliki peserta.

Pada kovariat kategori diagnosa yang mem- berikan nilai paling signifikan adalah kehami-

  Determinan yang paling berpengaruh dalam me- nentukan probabilitas praktik COB adalah kovariat LOS yang secara statistik memberikan hubungan positif paling signifikan dengan nilai koefisien 0,036 atau 3,86%. Dalam deskripsi statistik LOS pada non COB adalah 2,7 hari dan LOS pada praktik COB adalah 4,4 hari. Peningkatan LOS sejalan dengan jenis produk AKT yang dimiliki peserta dalam pe- nelitian, yakni produk indemnity menjaminkan biaya kesehatan selama peserta memiliki benefit kesehatan. Kontrol produk indemnity terkait pemberian pe- layanan dan metode pembayaran tidak seketat BPJS Kesehatan maupun AKT produk managed care.

  Kovariat usia juga bernilai positif pada praktik COB dengan nilai koefisien 0,002 atau 0,2% yang

  mand terhadap tindakan operasi yang menyatakan

  bahwa perempuan meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Dalam pengertian lain kondisi perempuan lebih rentan terhadap kondisi jatuh sakit dibandingkan laki-laki yang akhirnya berpengaruh pada kunjungan perempuan ke fasilitas kesehatan

  Untuk kategori diagnosa yang paling signifikan adalah penyakit sistem sirkulasi dengan nilai koe- fisien 29,7%. Dalam hal kategori diagnosa penyakit sistem sirkulasi cenderung meningkat seiring den- gan pertambahan usia. Sedangkan pada diagnosa kehamilan dan kelahiran memiliki nilai koefisien 33%. Kategori diagnosa ini mencakup gangguan se- lama kehamilan seperti false labour dan hyperemesis

  gravidarum tidak akan dibahas dalam penelitian ini

  dikarenakan penulis menganggap kondisi kehamilan dan kelahiran telah direncanakan sebelumnya oleh peserta.

  Besaran Biaya COB

  Besaran biaya merefleksikan biaya aktual pasien yang dijamin dalam praktik COB sesuai jumlah hari rawat dan jenis perawatan. Dalam penelitian ini je- nis produk indemnity sangat berpengaruh secara sig- nifikan pada besaran biaya COB jika dibandingkan dengan produk cash plan dan managed care. Atau dengan kata lain, produk cash plan dan managed care menurunkan biaya COB sebesar 20% jika diband- ingkan dengan produk indemnity. Produk cash plan pada umumnya ditujukan untuk memberikan san- tunan harian selama peserta menjalani rawat inap di rumah sakit. Besarannya pun bervariasi tergantung premi yang dibayarkan. Dan tentunya santunan yang didapat peserta dari produk cash plan tidak seband- ing dengan biaya perawatan yang dijaminkan oleh produk indemnity.

  Kepemilikan jaminan kesehatan lebih dari satu berpotensi menyebabkan dorongan kuat bagi ru- mah sakit untuk lebih produktif dan menawarkan lebih banyak layanan kepada pasien. Hal ini tentun- ya sangat memungkinkan rumah sakit memberikan layanan yang sebenarnya tidak diperlukan oleh pa- sien (over supply of services). Hasil dari penelitian ini secara statistik menunjukkan bahwa rumah sakit swasta dapat meningkatkan besaran biaya COB se- besar 1.4% dibandingkan dengan rumah sakit pe- merintah. Hampir seluruh observasi di dalam pene- litian ini menerima pelayanan di rumah sakit swasta, tentunya disebabkan kualitas pelayanan rumah sakit swasta jauh lebih baik dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah.

  Sementara, jika payer penjamin pertama mer- upakan asuransi kesehatan komersial maka besaran COB akan menurun sebesar 7.6% jika dibandingkan dengan BPJS Kesehatan sebagai payer penjamin per- tama. Kejadian ini dapat disebabkan oleh cakupan yang diberikan oleh asuransi kesehatan komersial cukup luas jika dibandingkan dengan BPJS Keseha- tan. Secara empiris selisih biaya yang diajukan pe- serta BPJS Kesehatan sebagai klaim COB merupakan selisih biaya karena kenaikan kelas perawatan.

  Hasil uji statistik menunjukkan bahwa mening- katnya LOS berbanding lurus dengan meningkatnya besaran biaya COB. Pemberian perawatan berlebih (over treatment) oleh provider tentunya akan mening- katnya LOS. Selain itu, belum adanya clinical pathway yang menjadi standar pelayanan minimal dalam ska- la nasional di Indonesia mendorong provider untuk memberikan pelayanan yang berlebih kepada peserta AKT. Dengan diberlakukannya clinical pathway pada skala nasional diharapkan mampu menurunkan over

  supply and services yang sering terjadi sehingga dalam

  jangka panjang menurunkan besaran biaya aktual COB.

Kategori diagnosa yang memberikan efek paling signifikan dalam meningkatkan besaran biaya COB

  adalah penyakit mata dan adnexa jika dibanding- kan dengan penyakit infeksi dan parasit. Hasil ini kontradiktif dengan kategori diagnosa yang sangat mempengaruhi praktik COB yakni sistem sirkulasi. Namun demikian, kedua kategori diagnosa tersebut sejalan dengan peningkatan usia dimana semakin tua seseorang akan semakin besar potensi mengidap penyakit sistem sirkulasi, mata dan adnexa. Pen- yakit sistem sirkulasi seperti stroke dan penyakit jantung merupakan jenis penyakit degeneratif dan katastropik yang termasuk penyakit yang berbiaya tinggi. Menurut WHO (2003), penyakit dapat dika- takan katastropik apabila menyebabkan pengeluaran pada anggaran rumah tangga sebesar 40% dari total pendapatan di luar biaya makan dan minum.

  Praktik COB yang tidak seharusnya dapat mer- ugikan peserta asuransi yang akan memperpanjang polis. Hal ini karena semakin besar biaya klaim yang harus dibayar oleh asuradur akan berbanding lurus dengan peningkatan biaya premi. Regulasi COB san- gat dibutuhkan untuk memastikan prinsip asuransi dipatuhi baik oleh asuradur, peserta maupun provid-

  er. Belum adanya regulasi baku yang mengatur se-

  faat Optimalkan Pelayanan Bagi Peserta JKN-KIS,

  cian-Induced Demand for Medical Services in Ger- many : New Evidence from Combined District and Individual Level Data, Berlin.

  Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indo- nesia. Jürges, H., 2007. Health Insurance Status and Physi-

  Manajemen Klaim dan Fraud Cetakan Ke., Depok:

  Ilyas, Y., 2011. Asuransi Kesehatan Review Utilisasi,

  care/Coordination-of-Benefits-and-Recovery/Co- ordination-of-Benefits-and-Recovery-Overview/ Coordination-of-Benefits/Coordination-of-Bene- fits.html [Diakses Juni 15, 2017].

  4:21 PM. Available at: https://www.cms.gov/Medi-

  Cameron, A.C. & Trivedi, P.K., 2009. Microeconomet- rics Using Stata, Texas: A Stata Press Publication. Deb, P. & Trivedi, P.K., 2009. Demand for Medical Care by Elderly. , 12(3), hal.313–336. Gov, C., 2016. Coordination of Benefit. 07/11/2016

  metrics Methods and Applications, New York: Cam- bridge University Press.

  Available at: https://www.bpjs-kesehatan.go.id/ bpjs/dmdocuments/7581dc0fad1c8a03ec- c2049ea9f6df42.pdf. BPJS Kesehatan, 2015. Surat Edaran BPJS Kesehatan No 32 Tahun 2015.pdf. Cameron, A.C. & Trivedi, P.K., 2005. Microecono-

  BPJS Kesehatan, 2016. Penguatan Koordinasi Man-

  cara detail praktik COB di Indonesia semakin mem- buka peluang terjadinya over insurance atau cakupan ganda yang diterima oleh peserta.

  gov/pubmed/7738325. BPJS Kesehatan, 2014. BPJS Kesehatan Telah Gan- deng Puluhan Asuransi Swasta Lewat Skema Co- ordination of Benefit (COB). Available at: https:// bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/50ff- d304e2c62f7e0e036a79e560ad7a.pdf [Diakses Februari 28, 2017].

  nal of Health and Social Behavior, 36(Desember), hal.1–10. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.

  Framework of Health Services Utilization. Jour-

  Diperlukannya Badan/Organisasi yang khusus men- gelola COB dan perlu dibuatnya regulasi yang men- gatur tentang praktik COB di Indonesia secara detail. Di dalamnya dapat diatur tentang sinergi maksimal antara provider dan asuradur untuk menerapkan praktik COB yang ideal. Daftar Pustaka Andersen, R.M., 1995. Andersen and Newman

  Saran

  tuk melakukan investigasi ketika seseorang memiliki asuransi lebih dari satu, membuat catatan agar tidak terjadi pembayaran ganda untuk klaim yang sama dan mengirimkan data asuransi kesehatan lainnya kepada para asuradur agar proses COB berjalan den- gan benar (Gov, 2016)determine which insurance plan has the primary payment responsibility and the extent to which the other plans will contribute when an individual is covered by more than one plan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Produk indemnity merupakan produk AKT yang paling mempengaruhi pola praktik COB dan besaran biaya COB di Indonesia. Kovariat usia, LOS, penyakit sistem sirkulasi menunjukkan efek yang signifikan dalam pengujian secara statistik. Ru- mah sakit swasta merupakan provider yang paling berperan dan BPJS Kesehatan merupakan payer per- tama paling berperan dalam meningkatkan praktik dan besaran biaya COB. Belum adanya regulasi dan badan khusus yang mengatur praktik COB dapat membuka peluang terjadinya perilaku moral hazard dan fraud.

  tion & Recovery Center (BCRC) yang bertugas un-

  Sebagai lesson learned dalam penelitian ini, di Amerika praktik COB telah ditangani oleh suatu Badan independen yang bernama Benefit Coordina-

  Tidak adanya sharing informasi untuk mengetahui peserta yang memiliki polis asuransi lebih dari satu juga menjadi penghambat praktik COB. Jika asuransi tidak dapat bekerjasama maka sangat dimungkinkan untuk dijadikan target moral hazard dan fraud baik yang dilakukan oleh peserta maupun provider. Se- bagai contoh pada proses BI checking yang dilaku- kan pada praktik perbankan dalam pengajuan kredit atau pinjaman bank, penerimaan peserta asuransi baru pun dapat menambahkan proses checking saat proses underwriting. Otorisasi proses tersebut dapat diberikan kepada suatu Badan/Organisasi yang in- dependen.

  OJK, 2014. Statistik Perasuransian Indonesia, Jakarta. Available at: http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/ data-dan-statistik/asuransi/Documents/Pages/ Perasuransian-Indonesia-2014/Statistik Perasur- ansian Indonesia 2014.pdf. Pamjaki, 2005. Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan Ba- gian B Agustus, 2. Y. Ilyas, ed., Depok: PAMJAKI. Pamjaki, 2008. Managed Care, Part A, Jakarta: Per- himpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Ahli

  Asuransi Kesehatan Indonesia. Pohlmeier, W. & Ulrich, V., 1995. An Econometric

  Model of the Two-Part Decisionmaking Process in the Demand for Health Care. The Journal of

  Human Resources, 30(2), hal.339–361. Available

  at: http://www.jstor.org/stable/146123%5Cn- http://www.jstor.org/stable/pdfplus/146123.pdf?- acceptTC=true.

Dokumen yang terkait

Analisis Penerapan Cost Containment pada Kasus Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016

1 3 6

Cost Recovery Rate Tarif Rumah Sakit dan Tarif INA-CBG’s Berdasarkan Clinical Pathway pada Penyakit Arteri Koroner di RS Pemerintah A di Palembang Tahun 2015

1 2 10

Analisis Hasil Koding yang Dihasilkan oleh Coder di Rumah Sakit Pemerintah X di Kota Semarang Tahun 2012

0 0 8

Analisis Upaya Rumah Sakit dalam Menutupi Kekurangan Biaya Klaim Indonesia Case Base Group (INA-CBGs) Yang Dihitung den- gan Metode Activities Base Costing pada Rumah Sakit Swasta Kelas C di Kota Medan Tahun 2017

0 2 8

Kebijakan Penetapan Tarif Seksio Sesarea Tanpa Penyulit dengan Metode Activity Based Costing Berdasarkan ICD-9CM pada Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit XY Kabupaten Kudus Tahun 2016

0 0 8

Analysis of Characteristics and Perception of Services User towards Gatekeeper Utilization of Public Health Centers (PHCPuskesmas) in two Puskesmas in Bekasi 2016

0 0 9

The Analysis of Capitation Calculation on Primary Health Care in Cooperation with the Main Branch of BPJS Kesehatan in the Bogor City 2015

0 0 8

Analisis Pembiayaan Program Promotif dan Preventif Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Bersumber Pemerintah di Kota Semarang Tahun 2013-2015

0 1 7

Determinan Harapan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Layanan Di Klinik Pratama Kota Depok Periode Mei Tahun 2016

0 0 9

View of Designing A Learning of Logarithm for Senior High School Students of Grade X

1 1 10