t ind 1004877 chapter5
BAB V
PEMANFAATAN MANTRA DALAM UPACARA PESONDO SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA LISAN DI SMA
A. Pengantar
Pada BAB II telah diuaraikan secara ringkas mengenai upaya pelestarian mantra dalam upacara pesondo. Upaya pelestarian yang dimaksud adalah dalam bentuk pemanfaatan mantra sebagai materi atau bahan ajar sastra khususnya sastra lisan (puisi lama) di SMA. Upaya pelestarian lainnya adalah nilai-nilai yang ada dalam upacara pesondo dapat diaplikasikan ke dalam pendidikan di masyarakat dan beberapa mata pelajaran yang terkait misalnya mata pelajaran seni budaya dan mata pelajaran muatan lokal.
B. Upaya Pelestarian dalam Pembelajaran Sastra Daerah di Sekolah
Sastra daerah adalah ujung pangkal perkembangan sastra modern dewasa ini. Sebagai bagian dari hasil kebudayaan sastra daerah perlu diperhatkan sebagaimana pelestarian pada hasil-hasi budaya yang lain. Pengenalan sastra lama di sekolah merupakan pengenalan kepada siswa tentang khasanah sastra Indonesia yang beragam dan khas di masing-masing daerah. Pengenalan sastra daerah khususnya puisi lama (mantra, pantun, syair dan sebagainya) akan turut memberi konstribusi bagi upaya pelestarian budaya/tradisi dari ambang kepunahan. Melalui pembelajaran sastra lama (puisi lama) diharapkan siswa lebih mengenali dan mencintai budaya daerahnya sendiri sehingga menimbulkan rasa bangga dan optimis terhadap karya sastra dari daerahnya. Apabila mereka tidak
(2)
mengenali karya sastra berupa tradisi atau budaya daerahnya sendiri, tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi asing dalam lingkungan budayanya sendiri. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah mereka tidak menyukai budayanya sendiri.
Tujuan pengajaran sastra Indonesia lama dan sastra Indonesia modern tentu sama karena keduanya memiliki nilai-nilai positif untuk pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Rahmanto (1988:16) bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.
Karya sastra lama memiliki ciri khas bahasa khas dan unik bersifat arkhaik/kuno misalnya terdapat dalam bahasa puisi lama khususnya mantra. Pengenalan mantra di sekolah bagi siswa bukan untuk mengajari mereka menggunakan mantra untuk kepentingan pribadi tetapi mengenalkan mereka bahwa mantra adalah salah satu genre puisi lama yang sudah tua usianya. Kedudukannya sama dengan puisi lama yang lain seperti pantun dan syair.
Pengenalan materi mantra tidak mengurangi esensi dari tujuan pendidikan dan tujuan pengajaran sastra sebab melalui bahasa mantra dapat menambah keterampilan berbahasa siswa walaupun bahasa mantra kadang bersifat kuno/arkhaik. Hal ini bisa menambah keterampilan berbahasa siswa, mantra dapat meningkatkan pengetahuan budaya siswa, siswa lebih mengenal khasanah sastra
(3)
daerahnya yang begitu kaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan bisa menunjang pembentukkan watak.
C. Dampak yang Diharapkan
Dampak yang diharapkan dari upaya pelestarian mantra dalam upacara pesondo melalui pembelajaran apresiasi sastra di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Siswa lebih mengenali dan menghargai upacara pesondo khususnya mantra yang digunakannya sebagai karya sastra daerahnya yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang perlu untuk dilestarikan. Hal ini merupakan bagian dari apresiasi budaya.
b. Siswa dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang puisi lama khususnya mantra (mantra dalam upacara pesondo).
c. Para guru Bahasa dan Sastra indonesia di sekolah dapat memanfaatkan mantra dalam upacara pesondo sebagai alternatif bahan ajar untuk pengajaran sastra lama dan pertunjukkan drama.
D. Mantra sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA 1) Analisis Kurikulum
Pada pengembangan silabus mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XII semester 1 tingkat sekolah menengah atas (SMA) memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang berkenaan dengan sastra lisan dalam hal ini puisi lama. Salah satu jenis puisi lama itu adalah mantra. Pada silabus tercantum standar kompetensi dan kompeten dasar sebagai berikut.
(4)
Mata pelajaran : Bahasa dan sastra Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Standar Kompetensi : Berbicara (menanggapi pembacaan tentang puisi lama).
Kompetensi Dasar Materi pembelajaran Kegiatan
pembelajaran
Jenis bahan ajar Menanggapi
pembacaan puisi
lama tentang lafal,
intonasi, dan
ekspresi
- Puisi lama - Menanggapi
pembacaan puisi
dari segi lafal,
intonasi dan
ekspresi
- Membacakan puisi
lama di depan
teman-teman
dengan lafal,
intonasi, dan
ekspresi. - Menaggapi
pembacaan puisi lama tentang lafal,
intonasi dan
ekspresi.
- Memperbaiki cara pembacaan
berdasarkan masukan dari guru dan teman-teman
- Handout - Kaset
rekaman. - Radio.
Berdasarkan pedoman silabus tersebut, mantra dalam upacara pesondo mempunyai kesempatan yang baik untuk dijadikan sebagai salah satu pembelajaran apresiasi sastra khususnya apresiasi sastra lisan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam kesempatan itu upacara pesondo dapat dikenali oleh siswa sebagai salah satu budaya dan tradisi daerahnya. Hal ini akan dapat menimbulkan pada diri siswa rasa bangga dan optimis terhadap budaya dan tradisi daerahnya. Pengenalan puisi lama khususnya mantra pada siswa adalah
(5)
untuk menimbulkan sikap apresiatif terhadap puisi lama yang dimiliki daerahnya sebagai salah satu kearifan lokal.
2) Analisis Sumber Belajar
Kriteria analisis terhadap sumber belajar dilakukan berdasarkan ketersediaan, kesesuaian, dan kemudahan dalam memanfaatkannya. Berdasarkan hal tersebut, maka sumber belajar yang digunakan berkenaan dengan mantra ini adalah buku kumpulan puisi lama, buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia serta rekaman pembacaan mantra dalam upacara pesondo.
Buku kumpulan puisi lama banyak tersedia di perpustakaan sekolah begitu pula dengan buku teks bahasa dan sastra Indonesia untuk kelas XII. Penggunaan rekaman pembacaan mantra disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yakni membacakan puisi lama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai. Penyajian rekaman ini adalah untuk memberikan contoh pembacaan mantra yang dibacakan oleh pande. Sumber belajar yang digunakan disesuaikan dengan ketersediaan dan kemudahan dalam memanfaatkannya.
3) Menentukan Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan bekenaan dengan puisi lama ini adalah bahan ajar berupa bahan ajar cetak yakni dalam bentuk handout dan audio. Pemilihan bahan ajar handout disebabkan bahan ajar ini sederhana serta menyajikan informasi yang lebih banyak serta lebih rinci karena menyajikan poko-pokok matrinya saja. Pemilihan bahan ajar berupa audio dipilih berdasarkan pada tujuan dan penilaian yang dilakukan terhadap hasil karya peserta didik yaitu menirukan
(6)
apa yang mereka dengar. Dalam hal ini siswa membacakan mantra dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat berdasarkan apa yang mereka dengar dari bahan ajar audio tersebut.
Pemilihan bahan ajar cetak berupa handout ini disesuiakan dengan kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan. Berdasarkan kelayakan isi materi yang disajikan berupa mantra ini sudah disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pengenalan mantra di tingkat SMA disesuaikan dengan kebutuhan bahan ajar yang terkait dengan pembelajaran puisi lama. Mantra memiliki pelafalan, intonasi serta ekspresi ketika dibacakan. Dalam KD siswa atau peserta didik dituntut agar bisa membacakan puisi lama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang sesuai. Untuk itu materi ajar berupa mantra ini dapat memenuhi kebutuhan bahan ajar yang dimaksud.
Pengenalan mantra dapat menambah wawasan siswa. Khususnya siswa yang berada di daerah asal mantra akan dapat menambah pengetahuannya tentang karya sastra dari daerahnya sendiri. Siswa akan memeroleh wawasan terhadap lingkungan budayanya sendiri. Selain itu, materi ajar berupa mantra khususnya mantra dalam upacara pesondo memiliki kandungan nilai moral dan nilai-nilai sosial yang dapat diterapkan pada kehidupan siswa.
4). Peta Bahan Ajar
SK KD Materi Pembelajaran judul BA
Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi. Menanggapi pembacaan puisi lama (mantra) tentang lafal, intonasi, dan ekspresi.
1. Puisi lama (mantra). 2. Pengertian lafal,
intonasi, dan ekspresi.
3. Pembacaan mantra .berdasarkan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Handout: Mantra adalah salah satu jenis puisi lama.
(7)
5) Handout Materi Mantra dalam Upacara Pesondo
Judul: Mantra dalam Upacara Pesondo sebagai Puisi Lama Masyarakat Kulisusu
Puisi lama merupakan salah satu khasanah sastra Indonesia. Puisi lama identik dengan puisi lisan dan masih menggunakan bahasa daerah. Mantra adalah salah satu jenis puisi lama yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Mantra biasanya dibacakan oleh seorang pawang/dukun dalam berbagai situasi misalnya pada saat berburu, menangkap ikan, dalam proses upacara ritual dan sebagainya. Dalam membacakan sebuah mantra, seorang pande atau dukun sangat memerhatikan lafal, intonasi dan ekpresi, sebab salah pengucapan akan membuat kekuatan gaib dalam mantra tidak kuat lagi.
Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang di suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa (KBBI, 2003: 623). Lafal dalam mantra berkenaan dengan pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan oleh seorang dukun, pawang atau pande. Intonasi adalah adalah lagu kalimat,
sedangkan ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan
(memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya). Berikut ini contoh petikan mantra yang dibacakan dalam proses upacara pesondo:
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu, osio Mosio kako eme-emeu
Mosio kako ta’i-ta’iu
Mosio kako bhongo-bhongou Mosio kako lolu-loluu
Mosio kako luke-lukeu
(8)
Ingkoo mensondoako inureu Ingkoo mensondoako inuwiu Isee pompodea larangkouni Isee pompodea sara batauga Isee pompodea sara wolio Isee pompodea sara mataoleo Isee pompodea sara lahumoko
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu, osio Mamosio kumbidhawau
Mamosio kumbiu Mamosio waailiu Mamosio luabhiriu
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu Hohalu bahagiau
Hohalu rajakiu Hohalu umuruu Hohalu sangkoleou
Bou cuncu, bou lagi, bou melee, bou meumuru, bou meramba Ngkana rumbia wengke
Ngkana nipa ntekaka
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu
Ingkoo mehalu-halu, ingkoo mecucurangi iseemo pompodea Mewangu kau pisaa, mewangu kau umeme.
6) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Kulisusu
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Alokasi waktu : 2 x 45 menit (1 X pertemuan)
1. Standar kompetensi
(9)
2. Kompetensi dasar
Menanggapi pembacaan puisi lama (mantra) tentang lafal, intonasi, dan ekspresi.
3. Indikator
a. Mampu membacakan puisi lama di depan teman-teman dengan lafal. Intonasi dan ekspresi yang sesuai.
b. Mampu menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan
ekspresi yang tepat. 4. Materi pembelajaran
Puisi lama merupakan salah satu khasanah sastra Indonesia. Puisi lama identik dengan puisi lisan dan masih menggunakan bahasa daerah. Mantra adalah salah satu jenis puisi lama yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Mantra biasanya dibacakan oleh seorang pawang/dukun dalam berbagai situasi misalnya pada saat berburu, menangkap ikan, dalam proses upacara ritual dan sebagainya. Dalam membacakan sebuah mantra, seorang pande atau dukun sangat memerhatikan lafal, intonasi dan ekpresi, sebab salah pengucapan akan membuat kekuatan gaib dalam mantra tidak kuat lagi.
Lafal adalah cara seseorang atau sekelompok orang di suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa (KBBI, 2003: 623). Lafal dalam mantra berkenaan dengan pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan oleh seorang dukun, pawang atau pande. Intonasi adalah adalah lagu kalimat, sedangkan ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan (memperlihatkan atau
(10)
menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya). Berikut ini contoh petikan mantra yang digunakan dalam proses upacara pesondo:
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu, osio Mosio kako eme-emeu
Mosio kako ta’i-ta’iu
Mosio kako bhongo-bhongou Mosio kako lolu-loluu
Mosio kako luke-lukeu
Ingkoo mensondhoako lakeau Ingkoo mensondoako inureu Ingkoo mensondoako inuwiu Isee pompodea larangkouni Isee pompodea sara batauga Isee pompodea sara wolio Isee pompodea sara mataoleo Isee pompodea sara lahumoko
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu, osio Mamosio kumbidhawau
Mamosio kumbiu Mamosio waailiu Mamosio luabhiriu
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu Hohalu bahagiau
Hohalu rajakiu Hohalu umuruu Hohalu sangkoleou
Bou cuncu, bou lagi, bou melee, bou meumuru, bou meramba Ngkana rumbia wengke
Ngkana nipa ntekaka
Isa, orua, otolu, opaa, olima, onoo, opicu, hoalu
Ingkoo mehalu-halu, ingkoo mecucurangi iseemo pompodea Mewangu kau pisaa, mewangu kau umeme.
5. Model pembelajaran
Pada pembelajaran ini, model yang digunakan adalah berdasarkan pendekatan CTL (Contextual teaching Learning) dengan beberapa strateginya
(11)
yaitu menemukan, konstruktisme, bertanya, masyarakat belajar, dan refleksi serta penilaian yang sebenarnya.
6. Kegiatan pembelajaran
Kegiatan Awal
a. Guru membuka pelajaran (2 menit).
b. Guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan (3 menit).
c. Guru menyampaikan secara garis besar tentang puisi lama (12 menit). d. Guru bercerita singkat tentang upacara pesondo serta mantra yang
digunakannya (15 menit).
e. Guru menjelaskan tentang lafal, intonasi dan ekspresi dalam pembacaan mantra (7 menit).
Kegiatan Inti
a. Siswa membaca handout yang berisi materi tentang pusi lama, teks mantra dalam upacara pesondo (2 menit).
b. Siswa menyimak pembacaan mantra melalui radio (5 menit).
c. Siswa berdiskusi tentang lafal, intonasi, dan ekspresi mantra dalam upacara pesondo (7 menit).
d. Siswa secara bergiliran membacakan teks mantra upacara pesondo dengan
lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai di depan teman-temannya (15 menit).
(12)
e. Siswa mendengarkan dan menanggapinya serta memberi masukan yang tepat (10 menit).
Kegiatan Akhir
a. Siswa menyimpulkan puisi lama (mantra) berdasarkan lafal, intonasi, dan ekspresi (10 menit).
b. Guru menutup pembelajaran (2 menit).
7. Alat/bahan dan Sumber Belajar
Media:
a. Kaset rekaman pembacaan teks mantra dalam upacara pesondo.
b. radio
Sumber Belajar:
- Teks mantra dalam upacara pesondo.
- Buku kumpulan puisi lama.
- Buku teks mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. 8. Penilaian
- Jenis : tugas individu.
- Bentuk : performansi.
(13)
1. Bacakanlah secara nyaring di hadapan teman-temanmu teks mantra dalam upacara pesondo dengan memerhatikan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat!
2. Tanggapilah pembacaan mantra yang dibacakan oleh temanmu tentang
lafal, intonasi dan ekspresinya!
Pedoman penilaian:
Nama siswa:
Pembacaan mantra Sangat tepat Tepat Tidak tepat
Lafal Intonasi Ekspresi
Keterangan:
1. Sangat tepat = 8 2. Tepat = 7 3. Tidak tepat = 5
E. Transformasi Upacara Pesondo ke dalam Bentuk Seni
Transformasi adalah pengubahan bentuk dan fungsi. Pembicaraan mengenai transformasi upacara pesondo adalah pengubahan bentuk upacara pesondo dari konteks upacara ritual diubah fungsinya ke dalam bentuk seni.
(14)
Bentuk seni yang dimaksud di sini adalah dalam bentuk naskah drama. Transformasi ini dilakukan untuk menjadikan upacara pesondo yang mulai mengalami degradasi lebih diapresiasi oleh masyarakat pendukungnya. Naskah drama yang disusun ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar drama di sekolah-sekolah ataupun sanggar-sanggar seni di masyarakat. Transformasi yang pertama dilakukan adalah transformasi bahasa, yakni dari bahasa daerah Kulisusu ke bahasa Indonesia kemudian transformasi dari segi alur dan konteks penuturannya. Bahasa yang digunakan dalam naskah ini menggunakan bebeapa kutipan teks mantra dalam upacara pesondo. Naskah drama tentang upacara pesondo ini dapat dijadikan sebagai seni pertunjukkan teater yang dapat di lakukan oleh siswa di sekolah maupun sanggar-sanggar seni di Buton Utara.
Menurut Rahmanto (1988: 89) “drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga sangat digemari masyarakat”. Berbeda dengan prosa, drama dapat ditonton oleh banyak orang dan menyenangkan sebab ada tindakan atau gerak (action) dari para pemainnya. Drama biasanya berupa pemaparan kehidupan yang nyata yang dipentaskan di atas panggung.
Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam suatu pementasan. Dalam pembelajaran drama di sekolah, guru atau pelatih bertanggung jawab untuk memperkenalkan siswa pada kondisi pementasan drama (Rahmanto, 1988:90).
(15)
Upacara pesondo dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembelajaran drama di sekolah. Tujuannya adalah sama dengan bahan ajar puisi lama di atas yaitu sama-sama melestarikan tradisi serta untuk mendekatkan siswa dengan lingkungan budayanya sendiri. Berikut disajikan naskah drama upacara pesondo dengan judul pesondo. Drama ini terdiri dari empat adegan, memiliki alur yang sederhana dan karakter tokoh yang datar.
Judul: pesondo Para pemain:
• Bapak
• Ibu
• Nenek
• Pande sondo
• Seorang anak yang bernama La Ode.
Adegan I
Panggung menggambarkan sebuah ruang tengah, nampak sebuah meja makan di tengahnya. Seorang perempuan tua (nenek) duduk sambil memakan sirih. Ibu muncul duduk di samping ibu.
Nenek : “sudah berapa tahun anakmu Ima?”
Ibu : “ sudah tujuh tahun ina”.
Nenek : “ (sambil memelintir daun sirih mencampurnya dengan kapur lalu dikunyahnya) hmm...kalau begitu sudah saatnya dia disondo apalagi dia anak pertama. Rundingkanlah dengan suamimu
(16)
bagaimana baiknya.”
Ibu : “Baik ina”.
(Bapak muncul berpakaian rapi hendak ke kantor. Ibu berdiri menyiapkan sarapan untuk Bapak. Bapak duduk di samping nenek).
Bapak : “Ada apa ina? Di mana la Ode?”
Nenek : “Dia baru saja ke sekolah, (mengatur posisi duduknya) begini La Ode itu sudah besar dan belum juga dia disondo. Usianya sekarang ini adalah saat yang tepat untuk dia disondo. Saya khawatir jangan sampai dia ditegur oleh tonuana. Apalagi dia anak pertama”.
Ibu : “Betul kata naina (menyerahkan segelas kopi ke arah Bapak).
Bagaimana menurut Bapak”?
Bapak : “(meminum kopinya) Bagaimana baiknya saja. Kalian atur saja. Saya berangkat kerja dulu assalamu’alaikum”
Ibu : “Wa’alaikum salam. (Berbalik ke arah nenek) jadi ina apa yang harus kita lakukan”?
Nenek : “Beritahulah kerabat dan tetangga kita supaya mereka turut
membantu.
Ibu : “Baiklah, kalau begitu sebentar siang saya akan mengabari
mereka”.
(Lampu padam).
Adegan II: malam hari di sebuah rumah tampak seorang ibu dan seorang anak duduk melantai di atas sebuah tikar. Anak berbaring di pangkuan ibunya. Ibu menyanyikan
(17)
lagu bue-bue nsolo.
La Ode : “Ma...kata nenek saya mau disondo? kapan ma?”
Ibu : “(membelai kepala anaknya) iya nak, insya Allah senin depan”.
La Ode : “Apa itu pesondo ma? Untuk apa itu pesondo?”
Ibu : “Supaya nantinya kamu menjadi anak yang baik, pintar, dengar nasehat orang
tua, dan menjadi anak yang kuat ngkana rumbia wengke, ngkana nipa ntekaka”.
Nenek : (muncul dengan membawa singkong rebus meletakannya di depan ibu).
“Makan dulu singkongnya mumpung masih hangat” (duduk bersandar di dinding sambil memakan singkong La Ode dan Ibu bersamaan mengambil singkong.
La Ode : “Aduh!” (meniup-niup tanganya).
Nenek dan ibu
: (bersamaan) “Hati-hati singkongnya masih panas”.
La Ode : Nenek, saya akan diapakan?
Nenek : Kamu akan didoa-doakan supaya tambah sehat, tambah pintar, jadi anak yang
baik, selalu menjaga adik-adiknya. Mosio kako bhongo-bhongou, mosio kako luke-lukeu, mosio kako bhongo-bhongou, iseemo pompodhea ingko’o mehalu-halu ingko’o mecucurangi. Kamu mau kan menjadi anak yang baik?
La Ode : Iya mau nek. Lalu apa lagi nek? Saya kan tidak nakal?
Nenek Supaya bila kamu dewasa kamu bisa mencari rezeki yang halal hingga kamu
menjadi orang yang berguna dan bahagia hohalu bahagiau, hohalu rajakiu. Kita kan sedang mencari kesehatan, kebaikan dan menghilangkan segala
(18)
La Ode : baik bu (hening lampu padam).
Adegan III
Nampak sebuah ruang tamu rumah dengan perabot yang serba moderen. Suami istri sedang duduk santai. Suami membaca koran dan si istri sibuk dengan membuka-buka majalah kosmetik.
Suami : (meminum kopinya) tadi wa Ima datang ke sini dia memberitahu kalau
La Ode pekan depan akan disondo, kita harus datang, kasian dia sudah
keburukan, jadi segalanya harus dipersiapkan dengan matang ya. Mudahan-mudahan La Ode tidak lagi merasakan sara larangko’uni, sara batauga, sara wolio, dan sara mata’oleo.
La Ode : Nama-nama apa itu nek?
Nenek : Itu nama-nama tempat di Buton Utara ini, siapa tau nenek moyangmu dulu berasal dari salah satu daerah itu.
Ibu : Tapi kenapa tempat itu harus disebut dalam upacara ina?
Nenek : Ya...Siapa tau nenek moyang kita dulu berasal dari tempat itu menderita penyakit yang susah disembuhkan, untuk itu harus disebut supaya anak ini tidak merasakannya.
Ibu : Oh begitu rupanya
Nenek : Jangan lupa buat kanawa untuk makanan pada saat upacara
Ibu : Iya nanti sebelum hari H akan dibuat kanawa.
Nenek : Undanglah kerabat dan tetangga kita agar mereka datang membantu kita
(19)
jauh-jauh datang ke mari hanya untuk mengundang kita pergi menghadiri hajatan anaknya.
Istri : (masih sibuk membolak-balik majalahnya) hajatan apa Pak? Bukannya
La Ode baru berusia tujuh tahun?
suami : Katanya mau disondo, sangat baik diupacarakan pada saat umur begitu.
Nanti kalau Harimah sudah berusia 7 tahun kita juga akan menggelar hajatan pesondo, agar dia menjadi anak yang baik dan menuruti nasehat orang tua.
Istri : (melihat ke arah suami) itu upacara untuk apa sih Pak? Emang penting
ya dilakukan? Di kota saya dulu tidak ada upacara seperti itu.
suami : (memandang istrinya,) itu salah satu upacara di kampung saya. Itu upacara yang penting bagi seorang anak, sebab ia akan diberi nasehat-nasehat untuk pegangan hidupnya agar ia menjadi orang yang baik, tangguh, cerdas, dan sehat. Selain itu upacara ini adalah upacara untuk memohon pertolongon dan perlindungan kepada Tuhan agar selalu diberi kesehatan dan arwah leluhur agar tidak mengganggu si anak. Upacara ini juga dapat mengobati penyakit kulit seperti gatal-gatal atau kudisan.
istri : Ah, gak masuk akal deh Pak, ini kan zaman modren. Masa sih masih percaya dengan hal-hal yang seperti itu. Lagi pula sekarang kan banyak dokter spesialis kulit. Kalau gatal-gatal atau kudisan berobat saja ke dokter untuk apa harus hajatan seperti itu, pak? Mungkin akan sama saja biaya yang dikeluarkan.
(20)
Suami : Hmm....daerah saya itu ma, masih percaya dengan hal-hal seperti itu, bagi kami kepercayaan tentang hal-hal supranatural atau pelaksanaan upacara ritual sudah mendarah daging di hati kami, dan ditanamkan sejak kami masih kecil agar kami menjadi anak yang baik, saling menghargai, menyayangi dan menghormati. Jika kami tidak melakukan upacara itu orang para orang tua akan merasa bersalah dan takut kualat karena tidak melaksanakan adat. Kami takut dengan sanksi yang akan kami terima nantinya, orang tua kami menyebutnya dengan balaa. istri : Aduh bapak tidak usah lebay seperti itu deh.
suami : Lebay bagaimana, ma? Itulah daerah kami unik dan khas, jujur saya merindukan susana sepertri itu dan saya ingin menggelar hajatan adat untuk Harimah anak kita.
istri : Tapi pak, walau tidak diupacarakan pe...pes...pesin itu....
suami : Pesondo ma
istri : Ya.. yang itulah Harimah lahir dengan tubuh yang sehat dan Papa lihat sendiri dari masih bayi dia sudah kelihatan cerdasnya, jadi untuk apa lagi dia diupacarakan?
suami : Mama ini bicara apa sih? (berdiri) Papa dulu waktu masih kecil seusia La Ode juga diupacarakan, dulu kami termasuk keluarga yang tidak mampu. Saya sering sakit dan banyak kudis di sekujur tubuh saya. Kata dukun saya ditegur oleh nenek moyang saya. Sudah berbagai jenis obat saya minum, tapi tak kunjung sembuh juga bertahun-tahun saya menderita penyakit itu. Akhirnya atas saran nenek saya kami pun
(21)
menggelar upacara pesondo, dan percaya atau tidak Ma, sehari setelah upacara itu saya merasakan badan saya sehat sekujur tubuh saya tidak gatal-gatal lagi. Dan saya percaya itu berkat doa orang tua dan leluhur saya. Semenjak itu saya berniat dalam hati kelak anak cucu saya akan saya adakan upacara pesondo.
istri : Memangnya sekarang La Ode sakit-sakit Pa?
suami : Upacara pesondo digelar tidak harus sakit tidak merasakan sakit pun tetap digelar selama ia masih anak pertama. Agar ia senantiasa sehat walafiat.
istri : Ya sudah, terserah Papa sajalah, kalau bapak tetap ngotot.
suami : Bukan ngotot Ma, tapi ini adat. Adat yang harus dijunjung tinggi oleh anggota masyarakatnya. Toh adat dan tradisi mengajarkan tentang hal-hal yang positif bagi seorang anak, mengapa tidak kita lakukan saja. istri : Ya...ya...ya...terserahlah kalau begitu.
suami : Ya...akan kita gelar upacara pesondo untuk Harimah jika dia sudah berusia 7 tahun.
(Keduanya diam lampu padam) Adegan IV
Ibu membelai-belai wajah La ode yang mulai terlelap di pangkuannya
Ibu : Nak...engkaulah harapan keluarga, kelak bila engkau dewasa jadilah seperti daun rumbia yang selalu mekar, tegarlah seperti pohon nipa yang berdiri kokoh, berbuat baiklah pada sesama agar engaku
(22)
disayangi orang banyak. Carilah rezekimu di tempat mana saja asal rezeki yang halal. (La Ode menggeliat kedinginan, ibu menyelimutinya dengan sarung tenun khas Kulisusu).
_SELESAI_
F. Pengintegrasian Nilai-nilai dalam Upacara Pesondo dalam Kehidupan Masyarakat Kulisusu
Nilai budaya adalah hasil budaya yang tak benda selain norma dan hukum, konsep-konsep, baik yang terkait dengan kehidupan manusia maupun alam semesta, termasuk teknologi dan karya sastra sebagai komposisi konseptual (Sedyawati, 2008: 279). Nilai budaya dalam masyarakat tertentu tetap dianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban (kebajikan, kesantunan, keanggunan, dan sebagainya). Rangkaian tindakan upacara dianggap mempunyai makna simbolik yang dapat diterima meskipun sistem kepercayaan telah berubah.
Kepercayaan dan keyakinan masyarakat Kulisusu tentang kekuasan tertinggi telah berubah dengan masuknya agama Islam, namun pelaksanaan upacara ritual tetap dilakukan. Hal ini dikarenakan budaya dan tradisi yang masih mengakar kuat di hati masyarakat Kulisusu. Nilai-nilai kehidupan banyak terdapat dalam setiap pelaksanaan upacara ritual. Simbol-simbol yang digunakan dalam upacara ritual selalu merujuk kepada Tuhan, leluhur, alam semesta dan hubungan sesama manusia. Nilai-nilai yang ada dalam budaya atau tradisi (upacara ritual) selalu bersifat baik atau positif.
(23)
Nilai yang paling tinggi yang dijunjung oleh masyarakat Kulisusu adalah nilai religi. Nilai ini adalah nilai yang pertama kali diajarkan kepada seorang anak. Nilai religi ini berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kulisusu yaitu percaya pada kekuatan supranatural. Nilai religi ini memberikan sanksi yang sifatnya supranatural tidak dapat dilihat dalam kenyataan kehidupan manusia.
Upacara pesondo sebagai salah satu hasil kebudayaan memiliki nilai-nilai dasar yang merupakan pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kulisusu. Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara pesondo yang paling dominan adalah nilai budaya, nilai sosial dan nilai pendidikan. Nilai-nilai ini dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada usia kanak-kanak, agar seorang anak itu menjadi anak yang diharapkan oleh orang tua dan keluarganya.
Masyarakat Kulisusu sering melakukan kegiatan haroa. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan untuk memohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam pelaksanaannya haroa menggunakan makanan-makanan yang dibacakan dengan doa-doa yang diambil dari surat-surat pendek dalam Alquran. Sebelum agam Islam masuk ke Kulisusu doa-doa yang digunakan adalah berupa mantra-mantra. Makanan yang sudah disajikan dan dibacakan doa ini selanjutnya dimakan bersama-sama. Makanan ini dianggap sebagai makanan yang diberkahi dan membawa kebaikan. Setelah haroa selesai biasanya dilanjutkan dengan membagi-bagikan makanan, anak-anak yang hadir, saat inilah yang paling ditunggu-tunggu oleh mereka. Acara haroa ini dianggap sebagai
(24)
ajang untuk berkumpulnya suatu keluarga. Sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan acara-acara ritual seperti ini. Nilai yang didapat dalam haroa ini selain nilai religi adalah nilai kebersamaan dan kekeluargaan dan nilai untuk saling menghargai. Sebelum upacara pesondo dilakukan pertama-tama yang dilakukan adalah dengan menggelar haroa ini.
Nilai kebersamaan dan nilai kekeluargaan serta nilai untuk saling menghargai ini dapat diterapkan pada pendidikan formal maupun pada masyarakat. Nilai-nilai ini akan mengajarkan kepada siswa sebagai warga masyarakat agar memiliki sikap selalu menjaga kebersamaan agar tidak tercerai-berai. Jika semua orang memiliki sikap kekeluargaan maka tidak ada lagi permusuhan di antara kelompok masyarakat itu.
Melalui upacara pesondo ini anak diajar untuk menjadi anak yang baik, mandiri dan bertanggung jawab. Dalam masyarakat Kulisusu seorang anak apalagi anak pertama harus bertanggung jawab menjaga saudara-saudaranya dan dapat menjadi harapan orang tuanya. Hal ini sesuai dengan pepatah masyarakat
Kulisusu pehawaki kumawasano, harganio mengkaa-kano, maasiako
mengkaandi-andino (ingat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hargai orang yang lebih tua dan sayangi orang atau saudara yang masih muda).
Ajaran tersebut ditanamkan pada anak sejak ia masih kecil, agar menghargai orang tua dan orang yang lebih tua dan menyayangi orang atau saudara yang masih muda. Ajaran dalam upacara pesondo ini sangat baik dilakukan bagi seorang anak dan masyarakat Kulisusu pada khususnya utamanya
(25)
dalam bersikap dan bergaul. Pepatah lain menyatakan kunukui kuliu wutou yang artinya cubit kuli sendiri, jangan saling menyakiti, bila kamu rasa sakit maka orang lain pun akan sakit dengan perbuatanmu tersebut. Ajaran-ajaran seperti ini sangat baik bila diajarkan pada seorang anak yang belum tersentuh oleh arus derasnya kehidupan. Upacara ini baik dilakukan bagi anak yang masih polos agar nasehat dan ajaran yang disampaikan mudah diterima. Jika sudah tertanam sejak dari kecilnya maka ia akan terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik.
Nilai pendidikan dalam upacara pesondo merupakan pendidikan pertama yang diterima oleh seorang anak sebelum ia melanjutkan kejenjang pendidikan formal. Ungkapan-ungkapan mantra dalam upacara pesondo yang dapat dijadikan sebagai ajaran bagi kehidupan seorang anak adalah
• mosio kako bhongo-bhongou, mosio kako luke-lukeu, mosio kako lolu-loluu, kutipan mantra ini memberikan pemaknaan bahwa hilangkanlah segala bentuk kebodohanmu, ketololan dan kedunguanmu. Belajarlah dengan sungguh-sungguh agar engkau menjadi anak yang berguna bagi orang tua dan bagi siapapun. • hohalu bahagiau, hohalu umuruu, hohalu rajakiu. Kutipan mantra
ini mengandung pengertian bahwa carilah kebahagiaanmu, carilah penghidupanmu (nafkah) dan carilah rejeki. Mantra ini mengandung makna agar seorang anak berusaha dan bekerja keras agar menjadi orang yang sukses dan bahagia. Masyarakat Kulisusu terkenal dengan keuletan dan kerja keras mereka untuk mencari
(26)
uang. selalu mau bekerja asal pekerjaan yang halal. Nilai kerja keras inilah yang bayak ditemukan pada masyarakat Kulisusu.
Nilai-nilai ini sangat baik bila diterapkan dalam pendidikan formal maupun non formal yang mengajarkan kepada siswa dan peserta didik untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai apa yang telah diajarkan dalam upacara pesondo tersebut. Nilai-nilai dan unsur-unsur dalam upacara pesondo ini bisa diaplikasikan ke dalam beberapa mata pelajaran di sekolah, misalnya mata pelajaran bahasa Indonesia berkenaan dengan sastra lisan dalam hal ini puisi lama yakni mantra dalam upacara pesondo dapat dijadikan sebagai bahan ajar sastra lisan di sekolah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pada mata pelajaran muatan lokal adalah untuk menjadikan upacara pesondo sebagai materi ajar terkait pendidikan kearfian lokal. Mata pelajaran seni budaya upacara pesondo dapat dijadikan sebagai materi tentang pengenalan budaya, tradisi dan seni masyarakat Kulisusu pada siswa sebagai anggota masyarakat. Nilai-nilai yang ada dalam upacara pesondo ini merupakan nilai yang terdapat dalam pendidikan karakter yang dapat diterapkan pada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Pendidikan karakter bukan hanya dilakukan pada pendidikan formal, tretapi juga pada masyarakat. Pendidikan sosial masyarakat ini dapat ditempuh dengan upaya penanaman nilai-nilai pada seseorang mulai dari kecil berupa kebiasaan-kebiasaan baik sebelum ia memasuki pendidikan formal. Pendidikan sosial dimulai dari pendidikan keluarga, kemudian keluargalah yang memperkenalkan anak pada kehidupan sosialnya. Nilai kebersamaan,
(27)
kekeluargaan, cinta damai dan sebagainya perlu ditanamkan pada diri seseorang mulai dari kecil.
Langkah-langkah serta upaya penanaman nilai-nilai dalam upacara pesondo bagi seorang anak dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Membiasakan anak agar selalu bangun pagi, karena pada pagi hari terdapat banyak kebaikan. Orang-orang mencari rezeki selalu di mulai pada pagi hari. Hal ini berkaitan dengan pelaksananaan proses upacara pesondo yang selalu dilakukan pada pagi hari yaitu ketika matahari pagi sedang naik. Menurut mereka saat itulah waktu yang tepat sebab manusia (masyarakat Kulisusu) selalu mencari kebaikan pada pagi hari.
b. Mengajarkan kepada anak agar belajara bersungguh-sungguh.
c. Membiasakan anak agar hidup mandiri.
d. Membiasakan anak agar selalu membantu pekerjaan orang tua.
e. Mengajarkan anak agar mau berusaha dan bekeraj keras. f. Mengajarakan kepada anak agar mencari rezeki yang halal.
Apabila upaya di atas benar-benar dijalankan oleh orang tua pada seorang anak, maka tidak menutup kemungkinan seorang anak akan tumbuh dengan memiliki sikap yang baik, karena sejak kecil sudah dibiasakan dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
(1)
disayangi orang banyak. Carilah rezekimu di tempat mana saja asal rezeki yang halal. (La Ode menggeliat kedinginan, ibu menyelimutinya dengan sarung tenun khas Kulisusu).
_SELESAI_
F. Pengintegrasian Nilai-nilai dalam Upacara Pesondo dalam Kehidupan Masyarakat Kulisusu
Nilai budaya adalah hasil budaya yang tak benda selain norma dan hukum, konsep-konsep, baik yang terkait dengan kehidupan manusia maupun alam semesta, termasuk teknologi dan karya sastra sebagai komposisi konseptual (Sedyawati, 2008: 279). Nilai budaya dalam masyarakat tertentu tetap dianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban (kebajikan, kesantunan, keanggunan, dan sebagainya). Rangkaian tindakan upacara dianggap mempunyai makna simbolik yang dapat diterima meskipun sistem kepercayaan telah berubah.
Kepercayaan dan keyakinan masyarakat Kulisusu tentang kekuasan tertinggi telah berubah dengan masuknya agama Islam, namun pelaksanaan upacara ritual tetap dilakukan. Hal ini dikarenakan budaya dan tradisi yang masih mengakar kuat di hati masyarakat Kulisusu. Nilai-nilai kehidupan banyak terdapat dalam setiap pelaksanaan upacara ritual. Simbol-simbol yang digunakan dalam upacara ritual selalu merujuk kepada Tuhan, leluhur, alam semesta dan hubungan sesama manusia. Nilai-nilai yang ada dalam budaya atau tradisi (upacara ritual) selalu bersifat baik atau positif.
(2)
Nilai yang paling tinggi yang dijunjung oleh masyarakat Kulisusu adalah nilai religi. Nilai ini adalah nilai yang pertama kali diajarkan kepada seorang anak. Nilai religi ini berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kulisusu yaitu percaya pada kekuatan supranatural. Nilai religi ini memberikan sanksi yang sifatnya supranatural tidak dapat dilihat dalam kenyataan kehidupan manusia.
Upacara pesondo sebagai salah satu hasil kebudayaan memiliki nilai-nilai dasar yang merupakan pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kulisusu. Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara pesondo yang paling dominan adalah nilai budaya, nilai sosial dan nilai pendidikan. Nilai-nilai ini dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada usia kanak-kanak, agar seorang anak itu menjadi anak yang diharapkan oleh orang tua dan keluarganya.
Masyarakat Kulisusu sering melakukan kegiatan haroa. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan untuk memohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam pelaksanaannya haroa menggunakan makanan-makanan yang dibacakan dengan doa-doa yang diambil dari surat-surat pendek dalam Alquran. Sebelum agam Islam masuk ke Kulisusu doa-doa yang digunakan adalah berupa mantra-mantra. Makanan yang sudah disajikan dan dibacakan doa ini selanjutnya dimakan bersama-sama. Makanan ini dianggap sebagai makanan yang diberkahi dan membawa kebaikan. Setelah haroa selesai biasanya dilanjutkan dengan membagi-bagikan makanan, anak-anak yang hadir, saat inilah yang paling ditunggu-tunggu oleh mereka. Acara haroa ini dianggap sebagai
(3)
ajang untuk berkumpulnya suatu keluarga. Sejak kecil anak sudah dibiasakan dengan acara-acara ritual seperti ini. Nilai yang didapat dalam haroa ini selain nilai religi adalah nilai kebersamaan dan kekeluargaan dan nilai untuk saling menghargai. Sebelum upacara pesondo dilakukan pertama-tama yang dilakukan adalah dengan menggelar haroa ini.
Nilai kebersamaan dan nilai kekeluargaan serta nilai untuk saling menghargai ini dapat diterapkan pada pendidikan formal maupun pada masyarakat. Nilai-nilai ini akan mengajarkan kepada siswa sebagai warga masyarakat agar memiliki sikap selalu menjaga kebersamaan agar tidak tercerai-berai. Jika semua orang memiliki sikap kekeluargaan maka tidak ada lagi permusuhan di antara kelompok masyarakat itu.
Melalui upacara pesondo ini anak diajar untuk menjadi anak yang baik, mandiri dan bertanggung jawab. Dalam masyarakat Kulisusu seorang anak apalagi anak pertama harus bertanggung jawab menjaga saudara-saudaranya dan dapat menjadi harapan orang tuanya. Hal ini sesuai dengan pepatah masyarakat
Kulisusu pehawaki kumawasano, harganio mengkaa-kano, maasiako
mengkaandi-andino (ingat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hargai orang yang
lebih tua dan sayangi orang atau saudara yang masih muda).
Ajaran tersebut ditanamkan pada anak sejak ia masih kecil, agar menghargai orang tua dan orang yang lebih tua dan menyayangi orang atau saudara yang masih muda. Ajaran dalam upacara pesondo ini sangat baik dilakukan bagi seorang anak dan masyarakat Kulisusu pada khususnya utamanya
(4)
dalam bersikap dan bergaul. Pepatah lain menyatakan kunukui kuliu wutou yang artinya cubit kuli sendiri, jangan saling menyakiti, bila kamu rasa sakit maka orang lain pun akan sakit dengan perbuatanmu tersebut. Ajaran-ajaran seperti ini sangat baik bila diajarkan pada seorang anak yang belum tersentuh oleh arus derasnya kehidupan. Upacara ini baik dilakukan bagi anak yang masih polos agar nasehat dan ajaran yang disampaikan mudah diterima. Jika sudah tertanam sejak dari kecilnya maka ia akan terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik.
Nilai pendidikan dalam upacara pesondo merupakan pendidikan pertama yang diterima oleh seorang anak sebelum ia melanjutkan kejenjang pendidikan formal. Ungkapan-ungkapan mantra dalam upacara pesondo yang dapat dijadikan sebagai ajaran bagi kehidupan seorang anak adalah
• mosio kako bhongo-bhongou, mosio kako luke-lukeu, mosio kako lolu-loluu, kutipan mantra ini memberikan pemaknaan bahwa
hilangkanlah segala bentuk kebodohanmu, ketololan dan kedunguanmu. Belajarlah dengan sungguh-sungguh agar engkau menjadi anak yang berguna bagi orang tua dan bagi siapapun.
• hohalu bahagiau, hohalu umuruu, hohalu rajakiu. Kutipan mantra
ini mengandung pengertian bahwa carilah kebahagiaanmu, carilah penghidupanmu (nafkah) dan carilah rejeki. Mantra ini mengandung makna agar seorang anak berusaha dan bekerja keras agar menjadi orang yang sukses dan bahagia. Masyarakat Kulisusu terkenal dengan keuletan dan kerja keras mereka untuk mencari
(5)
uang. selalu mau bekerja asal pekerjaan yang halal. Nilai kerja keras inilah yang bayak ditemukan pada masyarakat Kulisusu.
Nilai-nilai ini sangat baik bila diterapkan dalam pendidikan formal maupun non formal yang mengajarkan kepada siswa dan peserta didik untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai apa yang telah diajarkan dalam upacara
pesondo tersebut. Nilai-nilai dan unsur-unsur dalam upacara pesondo ini bisa
diaplikasikan ke dalam beberapa mata pelajaran di sekolah, misalnya mata pelajaran bahasa Indonesia berkenaan dengan sastra lisan dalam hal ini puisi lama yakni mantra dalam upacara pesondo dapat dijadikan sebagai bahan ajar sastra lisan di sekolah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pada mata pelajaran muatan lokal adalah untuk menjadikan upacara pesondo sebagai materi ajar terkait pendidikan kearfian lokal. Mata pelajaran seni budaya upacara pesondo dapat dijadikan sebagai materi tentang pengenalan budaya, tradisi dan seni masyarakat Kulisusu pada siswa sebagai anggota masyarakat. Nilai-nilai yang ada dalam upacara pesondo ini merupakan nilai yang terdapat dalam pendidikan karakter yang dapat diterapkan pada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Pendidikan karakter bukan hanya dilakukan pada pendidikan formal, tretapi juga pada masyarakat. Pendidikan sosial masyarakat ini dapat ditempuh dengan upaya penanaman nilai-nilai pada seseorang mulai dari kecil berupa kebiasaan-kebiasaan baik sebelum ia memasuki pendidikan formal. Pendidikan sosial dimulai dari pendidikan keluarga, kemudian keluargalah yang memperkenalkan anak pada kehidupan sosialnya. Nilai kebersamaan,
(6)
kekeluargaan, cinta damai dan sebagainya perlu ditanamkan pada diri seseorang mulai dari kecil.
Langkah-langkah serta upaya penanaman nilai-nilai dalam upacara
pesondo bagi seorang anak dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Membiasakan anak agar selalu bangun pagi, karena pada pagi hari terdapat banyak kebaikan. Orang-orang mencari rezeki selalu di mulai pada pagi hari. Hal ini berkaitan dengan pelaksananaan proses upacara
pesondo yang selalu dilakukan pada pagi hari yaitu ketika matahari
pagi sedang naik. Menurut mereka saat itulah waktu yang tepat sebab manusia (masyarakat Kulisusu) selalu mencari kebaikan pada pagi hari.
b. Mengajarkan kepada anak agar belajara bersungguh-sungguh. c. Membiasakan anak agar hidup mandiri.
d. Membiasakan anak agar selalu membantu pekerjaan orang tua. e. Mengajarkan anak agar mau berusaha dan bekeraj keras. f. Mengajarakan kepada anak agar mencari rezeki yang halal.
Apabila upaya di atas benar-benar dijalankan oleh orang tua pada seorang anak, maka tidak menutup kemungkinan seorang anak akan tumbuh dengan memiliki sikap yang baik, karena sejak kecil sudah dibiasakan dengan kegiatan-kegiatan yang positif.