PENINGKATKAN KUALITAS PENGKODEAN PADA KETEPATAN DAN KECEPATAN PENGKODEAN PENYAKIT UNTUK PENAGIHAN KLAIM BPJS DI RSUD PETALA BUMI PEKANBARU | Octaria | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 92 324 1 PB

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

PENINGKATKAN KUALITAS PENGKODEAN PADA KETEPATAN
DAN KECEPATAN PENGKODEAN PENYAKIT UNTUK PENAGIHAN
KLAIM BPJS DI RSUD PETALA BUMI PEKANBARU
Haryani Octaria

Abstract

Keywords:

Abstrak
RSUD Petala Bumi Pekanbaru dalam pengkodean penyakit masih ditemukan ketidaktepatan pengkodean
sehingga memperlambat proses klaim BPJS. Tujuan penelitian mengetahui perbedaan ketepatan dan kecepatan
pengkodean sebelum dan sesudah petugas mendapatkan pelatihan pengkodingan untuk penagihan klaim BPJS
di RSUD Petala Bumi Pekanbaru Tahun 2015. Jenis penelitian adalah kuantitatif analitik dengan pre post
test. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji marginal homogeneity. Hasil penelitian
ada perbedaan
(kehandalan) (P=0.000), validity (keakuratan) kode (P=0.002), completeness
(kelengkapan) diagnosa (P= 0.000), ketepatan dan kecepatan pengkodean penyakit (P=0.000) sebelum dan

setelah pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru. Sedangkan RSUD Bangkinang (Kontrol) tidak ada
perbedaan pada
(kehandalan) (P=0.083), validity (keakuratan) (P=0,180), completenss (kelengkapan)
(P=0,083), ketepatan dan kecepatan (P=0,083) pada penilaian I dan II tanpa pelatihan. Simpulan penelitian
ini adalah ada perbedaan kualitas pengkodean penyakit pada reliability, validity, completeness dan kecepatan
ketepatan pengkodean setelah dilakukan pelatihan pengkodean Disarankan perlunya pengembangan materi
dan teknis pelatihan pengkodean penyakit, dan monitoring dan evaluasi kualitas pengkodean penyakit.
Kata Kunci: Kualitas Pengkodean, Ketepatan dan kecepatan

kode penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai

PENDAHULUAN
RSUD Petala Bumi Pekanbaru Berada di bawah
naungan Dinas Kesehatan dimana masih ada yang
harus dilakukan pembenahan, terutama bagian
rekam medis yang bertanggung jawab dalam
pengkodean penyakit yang ditulis oleh dokter dengan
menggunakan ICD 10. Menurut Kepmenkes RI
Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan,

seorang perekam medis harus mampu menetapkan
12

menggunakan ICD-10 (International Statistical
). Menurut Depkes RI,
2008 sekitar 65% rumah sakit di Indonesia yang ikut
berpartisipasi dalam sistem case mix/ INA CBG s
) belum membuat
(
diagnosis yang lengkap dan jelas berdasarkan ICD10 serta belum tepat pengkodeaanya

12

Haryani Octaria. Peningkatan Kualitas Pengkodean pada Ketepatan dan Kecepatan ...

Berdasarkan penelusuran dokumen rekam medis
dan laporan 3 bulan terakhir dimana pada bulan
januari sampai maret 2015 pasien rawat jalan BPJS
berjumlah 2314 orang, dimana pengkodean diagnosa
penyakit yang dikembalikan dari verivikator BPJS

ke petugas rekam medis berjumlah rata-rata 60
kode diagnosa penyakit tiap bulannya, sedangkan
untuk jumlah pasien rawat inap BPJS berjumlah
333 orang, dimana pengkodean diagnosa penyakit
yang dikembalikan dari verivikator BPJS ke petugas
rekam medis berjumlah rata-rata 20 kode diagnose
penyakit tiap bulannya. Hal ini disebabkan petugas
rekam medis salah dalam membaca diagnosa akhir
dokter dan tidak lengkapnya penulisan diagnosa
penyakit sehingga tidak dapat memberi kode
diagnosis yang sesuai dengan tindakan. Kode
diagnosa yang tidak tepat tersebut tidak dapat diklaim
sebelum diperbaiki terlebih dahulu oleh karena itu
dapat mempengaruhi dalam proses klaim BPJS.
Untuk ketepatan pengkodean diagnosa penyakit
pasien masih ditemukan kode diagnosa yang tidak
tepat seperti halnya penyakit diabetes melitus dengan
koma dikode E10 seharusnya berdasarkan ICD 10
E14.0, kode diagnosa penyakit arthritis dikode M19
seharusnya M19.9.


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara total sampling yaitu
dengan mengambil jumlah semua populasi
petugas rekam medis dan dokter yang bekerja
di RSUD Petala Bumi Pekanbaru sebagai
sampel. Adapun jumlah semua petugas rekam
medis dan dokter yang ada di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru tahun 2015 adalah sebanyak
36 orang yang terdiri dari 15 petugas rekam
medis dan 21 dokter, sedangkan untuk RSUD
Bangkinang berjumlah 36 orang yang terdiri
dari 14 petugas rekam medis dan 22 dokter.
HASIL
Analisis Univariat Ketepatan dan Kecepatan
Tabel 1 Distribusi Ketepatan dan Kecepatan

Petala Bumi Pekanbaru (Intervensi) dan RSUD
RSUD Petala Bumi RSUD Bangkinang
(Kontrol)
(Intervensi)

PengukuPeng- Penguku- Pengukuran
ran I
ukuran II
ran I
II
(Sebelum) (Setelah)
N % N %
n
% N %

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kuantitatif analitik dengan pre post
test dengan kontrol yang bertujuan untuk mengetahui
peningkatkan kualitas pengkodean pada ketepatan
dan kecepatan pengkodean untuk penagihan
klaim BPJS antara sebelum dan sesudah petugas
mendapatkan pelatihan pengkodingan penyakit
di RSUD Petala Bumi Pekanbaru Tahun 2015.
pengkodean yang meliputi
(kehandalan),

validity (keakuratan), completeness (kelengkapan)
serta ketepatan dan kecepatan mengkode penyakit.
Pre-test dilakukan untuk mengetahui data dasar yang
digunakan untuk mengetahui efek dari setiap variabel
dan setelah itu dilakukan post-test.

Tidak tepat
21 58,3 3
dan cepat
Tepat dan
12 33,3 14
2
Cepat
Sangat
Tepat dan 3 8,3 19
3
Cepat
36 100 36
Jumlah
1


8,3

12 33,3

9 25,0

38,9 21 58,3 24 66,7
52,8

3

8,3

100 36 100

3

8,3


36 100

Pada Tabel 1 di RSUD Petala Bumi Pekanbaru
(Intervensi) untuk kategori kecepatan dan ketepatan
pengkodean terjadi peningkatan kecepatan dan
ketepatan pengkodean petugas dalam mengkode
diagnose penyakit setelah petugas diberi pelatihan
sebesar 40,0%, sedangkan di RSUD Bangkinang
(Kontrol) tidak mengalami peningkatan.

13

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Analisis Univariat

2.

RSUD Petala Bumi Pekanbaru (Intervensi)


Tabel 2 Distribusi Variabel Independen Pada
Kecepatan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru
RSUD Petala Bumi
(Intervensi)
Penguku- Pengukuran I
ran II
(Sebelum) (Setelah)
n
%
n
%

RSUD Bangkinang
(Kontrol)
Pengukuran I
N

%


Pengukuran II
n

%

(kehandalan)
petugas
1Tidak han4 11,1 1 2,8 10 27,8 7 19,4
dal
2 Handal
24 66,7 11 30,6 23 63,9 26 63,9
3Sangat
8 22,2 24 66,7 3 8,3 3 8,3
handal
36 100 36 100 36 100 36 100
Jumlah
Validity
(Keakuratan)
1 Tidak
7

akurat
2 Akurat
27
3 Sangat
2
akurat
36
Jumlah

9.4

3

8.3

6

16,7

2

(kehandalan) sebelum dan
Perbedaan
setelah pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru

5,6

5.0

24 66.7 28 77,8 33 91,7

5.6

9

25.0

2

5,6

1

2,8

100

36

100 36

100

36

100

Hasil analisis univariat pada tabel 2 tersebut adalah
sebagai berikut:

14

Analisis Bivariat

Tabel 3 Perbedaan Reability (Kehandalan)
Sebelum dan Setelah Pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru Tahun 2015

Completness (Kelengkapan)
1Tidak
8 22,2 2
5,6 11 30,6 8 22,2
lengkap
2 Lengkap 28 77,8 26 72,2 21 58,3 24 66,7
3Sangat
0
0
8 2,2 4 11,1 4 11,1
lengkap
36 100 36 100 36 100 36 100
Jumlah

1.

3.

diagnose penyakit setelah petugas diberi
pelatihan sebesar 19,4%, sedangkan di RSUD
Bangkinang (Kontrol) mengalami penurunan
sebesar 2,8%.
RSUD Petala Bumi Pekanbaru (Intervensi)
untuk kategori Completenss (Kelengkapan)
terjadi peningkatan Completenss (Kelengkapan)
dalam diagnose penyakit setelah petugas
diberi pelatihan sebesar 22,2 %, sedangkan di
RSUD Bangkinang (Kontrol) tidak mengalami
peningkatan.

RSUD Petala Bumi Pekanbaru (Intervensi)
(kehandalan) terjadi
untuk kategori
peningkatan
(kehandalan) petugas
dalam mengkode diagnose penyakit setelah
petugas diberi pelatihan sebesar 44,5%,
sedangkan di RSUD Bangkinang (Kontrol)
tidak mengalami peningkatan

II (Setelah)
Tidak
Handal
N %

Handal

n %
Tidak
- Handal 1 2,05 3 75,0
I Handal
0 0 8 33,3
(SebeSangat
lum)
0 0 0 0
Handal
1 2,8 11 30,6
Jumlah

P
Sangat
Jumlah vaHandal
lue
n % n %
0

0

4 100

16 66,7 24 100

0,0

8 100 8 100
24 66,7 36 100

Dari tabel 3 terlihat bahwa sebelum dan sesudah
pelatihan ada 1 responden (25,0%) memberi nilai
tidak handal, 8 responden (33,3%) member nilai
handal dan 8 responden (100%) memberi nilai
sangat handal. Terlihat ada perubahan sebanyak 3
responden (75,0%) dari tidak handal menjadi handal
dan 16 responden (66,7%) dari handal menjadi
sangat handal. Dari hasil uji marginal homogeneity
didapat Pvalue 0,000 (Pvalue < 0,05), artinya
ada perbedaan hasil pengukuran antara variabel
(Kehandalan) sebelum dengan sesudah
pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru.

Haryani Octaria. Peningkatan Kualitas Pengkodean pada Ketepatan dan Kecepatan ...

Perbedaan validity (keakuratan) sebelum dan
setelah pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru
Tabel 4 Perbedaan Validity (Keakuratan) Sebelum
dan Setelah Pelatihan di RSUD Petala Bumi
Pekanbaru Tahun 2015
Validity II (Setelah)
Sangat
Tidak
Jumlah P value
Akurat
Akurat
Akurat
N % n % n % n %
Tidak
Vali- Akurat 3 42,9 3 42,9
dity I
Akurat 0 0 21 77,8
(Sebelum) Sangat 0 0 0 0
Akurat
Jumlah
3 8,3 24 66,7

Dari tabel 5. terlihat bahwa sebelum dan sesudah
pelatihan ada 2 responden (25,0%) memberi nilai
tidak lengkap, dan 20 responden (71,4%) memberi
nilai lengkap. Terlihat ada perubahan sebanyak
6 responden (75,0%) dari tidak lengkap menjadi
lengkap, dan 8 responden (28,6%) dari lengkap
menjadi sangat lengkap. Dari hasil uji marginal
homogeneity didapat Pvalue 0,000 (Pvalue < 0,05),
artinya ada perbedaan hasil pengukuran antara
variabel completenss (Kelengkapan) sebelum dengan
sesudah pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru.

1 14,3 7 100
6 22,2 27 100

0,002

2 100 2 100

di RSUD Petala Bumi Pekanbaru

9 25 36 100

Dari tabel 4 terlihat bahwa sebelum dan sesudah
pelatihan ada 3 responden (42,9%) memberi nilai
tidak akurat, 21 responden (77,8%) memberi nilai
akurat dan 2 responden (100%) memberi nilai sangat
akurat. Terlihat ada perubahan sebanyak 3 responden
(42,9%) dari tidak akurat menjadi akurat, dan 6
responden (22,2%) dari akurat menjadi sangat akurat.
Dari hasil uji marginal homogeneity didapat Pvalue
0,002 (Pvalue < 0,05), artinya ada perbedaan hasil
pengukuran antara variabel validity (keakuratan)
sebelum dengan sesudah pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru.
Perbedaan Completenss
dan setelah pelatihan di RSUD Petala Bumi
Pekanbaru
Tabel 5 Perbedaan Completenss
Sebelum dan Setelah Pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru
Completenss II (Setelah)
Tidak
Sangat
P
L LengLengLeng- Jumlah vakap
kap
kap
lue
% n % n % n %
N
Tidak
Com2 5,0 6 75,0 0 0 8 00
Lengkap
pletenss I
Lengkap
0 0 20 71,4 8 8,6
100 0,00
(Sebelum)
28
2 5,6 26 72,2 8 22,2 6 100
Jumlah

Tabel 6 Perbedaan Ketepatan dan Kecepatan
Sebelum dan Setelah Pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru
Ketepatan dan Kecepatan II (Setelah)
Tidak
Sangat
P
tepat L Tepat tepat
Jumlah value
dan dan cepat dan
cepat
cepat
N % n % n % n %
Tidak
tepat
dan 3 4,3 7 33,3 11 52,4 21
Ketepa- cepat
tan dan
Tepat
Kecedan 0 0 7 58,3 5 41,7 2
patan I
cepat
(Sebelum) Sangat
tepat
0 0 0
0 3 100 3
dan
cepat
3 8,3 14 38,9 9 52,8 6
Jumlah

100

00
0,000
00
100

Dari tabel 6 terlihat bahwa sebelum dan sesudah
pelatihan ada 3 berkas rekam medis (14,3%) dikode
sangat tidak tepat dan cepat , 7 berkas rekam medis
(33,3%) dikode tepat dan cepat dan 3 berkas rekam
medis (100%) dikode sangat tepat dan cepat. Dari
hasil uji marginal homogeneity didapat Pvalue
0,000 ( p value < 0,05), artinya ada perbedaan hasil
pengukuran antara variabel ketepatan dan kecepatan
pengkodean penyakit sebelum dengan sesudah
pelatihan di RSUD Petala Bumi Pekanbaru.

15

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Perbedaan reliability (kehandalan) Penilaian
I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di RSUD
Tabel 7 Perbedaan Reliability (Kehandalan)
Penilaian I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di
II
Sangat
P
Tidak
Handal Han- Jumlah
value
Handal
dal
N % n % n % n %

Perbedaan Completenss
I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di RSUD

Tidak
7 70,0 3 30,0 0 0,0 10 100
Handal
I

Handal 0 0,0 23 100 0 0,0 23 100

0,083

Sangat 0 0,0 0 0,0 3 100 3 100
Handal
7 19,4 26 2,2 3 8,3 36 100
Jumlah

Dari tabel 7 terlihat bahwa penilaian I dan penilaian
II tanpa pelatihan ada 7 responden (70,0%) memberi
nilai tidak handal, 23 responden (100%) memberi
nilai handal dan 3 responden (100%) memberi nilai
sangat handal. Terlihat ada perubahan sebanyak
3 responden (30,0%) dari tidak handal menjadi
handal. Dari hasil uji marginal homogeneity didapat
Pvalue 0,0083 (Pvalue < 0,05), artinya tidak
ada perbedaan hasil pengukuran antara variabel
(Kehandalan) penilaian I dengan penilaian
II tanpa pelatihan di RSUD Bangkinang.
Perbedaan validity (keakuratan) Penilaian I dan
-

Tabel 8 Perbedaan Validity (Keakuratan)
Penilaian I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di
Validity II
Tidak
Sangat
Akurat
Jumlah
Akurat
Akurat
%
N
Tidak
Akurat 2 33,3
Vali- Akurat
0 0,0
dity I
Sangat
0 0,0
Akurat
2 5,6
Jumlah

16

n

%

n

%

4 66,7 0 0,0

n

P
value

%

6 100

28 100 0 0,0 28 100
1 50,0 1 50,0 2 100
33 91,7 1 2,8 36 100

Dari tabel 8 terlihat bahwa penilaian I dan penilaian
II tanpa pelatihan ada 2 responden (33,3%) memberi
nilai tidak akurat, 28 responden (100%) memberi
nilai akurat dan 1 responden (100%) memberi nilai
sangat akurat. Terlihat ada perubahan sebanyak
4 responden (66,7%) dari tidak akurat menjadi
akurat. Dari hasil uji marginal homogeneity didapat
Pvalue 0,180 (Pvalue > 0,05), artinya tidak ada
perbedaan hasil pengukuran antara variabel validity
(keakuratan) penilaian I dengan penilaian II tanpa
pelatihan di RSUD Bangkinang.

0,180

Tabel 9 Perbedaan Completenss
Penilaian I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di
Completenss II
Tidak
L
Sangat
P vaLeng- Leng- Leng- Jumlah
lue
kap
kap
kap
N % n % n % n %
Tidak
8 25,0 3 27,3 0 0,0 11 100
Lengkap

CompletLengkap 0 0,0 21 100 0 0,0 21 100
ness I
0,083
Sangat
0 0,0 0 0,0 4 100 4 100
Lengkap
Jumlah
8 22,2 26 66,7 4 11,1 36 100

Dari tabel 9 terlihat bahwa penilaian I dan penilaian
II tanpa pelatihan ada 8 responden (25,0%) memberi
nilai tidak lengkap, 21 responden (100%) memberi
nilai lengkap dan 4 responden (100%) member nilai
sangat lengkap. Terlihat ada perubahan sebanyak
3 responden (27,3%) dari tidak lengkap menjadi
lengkap. Dari hasil uji marginal homogeneity
didapat Pvalue 0,083 (Pvalue > 0,05), artinya tidak
ada perbedaan hasil pengukuran antara variabel
completenss (Kelengkapan) penilaian I dengan
penilaian II tanpa pelatihan di RSUD Bangkinang.

Haryani Octaria. Peningkatan Kualitas Pengkodean pada Ketepatan dan Kecepatan ...

Tabel 10 Perbedaan Ketepatan dan Kecepatan
Penilaian I dan Penilaian II Tanpa Pelatihan di

Ketepatan dan Kecepatan II
SanTidak
L Tepat gat
P
tepat
Jumdan tepat
dan
lah value
cepat dan
cepat
cepat
N % n % n % n %
Tidak tepat
dan cepat 9 75,0
Ketepat- Tepat dan
an dan
0 0,0
cepat
KecepaSangat
tan I
tepat dan 0 0,0
cepat
9 25,0
Jumlah

3 25,0 0 0,0 12 100
21 100 0 0,0 21 100
0,083
0 0,0 3 100 3 100
24 66,7 3 8,3 36 100

Dari tabel 10 terlihat bahwa penilaian I dan penilaian
II tanpa pelatihan ada 9 berkas rekam medis (75,0%)
dikode sangat tidak tepat dan cepat , 21 berkas rekam
medis (100%) dikode tepat dan cepat dan 3 berkas
rekam medis (100%) dikode sangat tepat dan cepat
. Terlihat ada perubahan sebanyak 3 berkas rekam
medis (25,0%) dikode dari tidak tepat dan cepat
menjadi tepat dan cepat. Dari hasil uji marginal
homogeneity didapat p value 0,083 ( p value <
0,05), artinya tidak ada perbedaan hasil pengukuran
antara variabel ketepatan dan kecepatan pengkodean
penyakit penilaian I dengan penilaian II tanpa
pelatihan di RSUD Bangkinang.

dimana RSUD Petala Bumi Pekanbaru (intervensi)
mendapatkan pelatihan untuk pengukuran 1
dan pengukuran 2 terhadap variabel
(Kehandalan) mengalami perubahan, sedangkan
RSUD Bangkinang (kontrol) tanpa mendapatkan
pelatihan tidak mengalami perubahan hasil.
Ketidaktepatan pengkodean diakibatkan oleh coder
yang kurang teliti, kurang pengalaman mengenai
pengkodean, kurang mengetahui tentang bahasa
terminologi medis maupun salah persepsi. Adanya
pelatihan coder yang cukup akan memberikan
pengaruh terhadap kehandalan untuk mensintesis
sejumlah informasi dan menetapkan kode yang tepat.
Selain itu, pengalaman, perhatian, dan ketekunan
coder juga mempengaruhi ketepatan pengkodean
sehingga dapat meningkatkan kehandalan petugas
(Kimberly et al, 2005).
Kehandalan petugas dalam pengkodean penyakit
sangat penting dalam menentukan kode diagnose
yang tepat. Dengan adanya pelatihan, sehingga
terjadi peningkatan
(Kehandalan) di
RSUD Petala Bumi sebanyak 75,0% dari tidak
handal menjadi handal dan 66,7% dari handal
menjadi sangat handal. Dalam meningkatkan
ketepatan dan kecepatan pengkodean penyakit untuk
penagihan klaim BPJS salah satu upaya yang dapat
dilakukan dengan cara pelatihan karena dengan
pelatihan merupakan kegiatan yang pada umumnya
lebih menekankan pada kemampuan psikomotor
dengan didasari pengetahuan dan sikap. Dengan
adanya BPJS hendaknya pihak yang terkait lebih
memperhatikan masalah kehandalan petugas dalam
pengkodean penyakit karena ketidakakuratan kode
diagnose penyakit yang tidak sesuai dengan diagnosa
umum pasien akan mempengaruhi biaya yang akan
dibayarkan oleh pihak BPJS.

PEMBAHASAN
dean penyakit
Dari hasil analisa data, didapat Pvalue 0,000
(Pvalue < 0,05), artinya terdapat perbedaan hasil
(Kehandalan)
pengukuran antara variabel
sebelum dengan sesudah pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru (Intervensi), sedangkan di RSUD
Bangkinang (Kontrol) didapat Pvalue 0,083 (Pvalue
> 0,05), artinya artinya tidak ada perbedaan hasil
(Kehandalan)
pengukuran antara variabel
penilaian I dengan penilaian II tanpa pelatihan.
Kedua rumah sakit memiliki perbedaan hasil,

Dari hasil analisis data, didapat Pvalue 0,002
(Pvalue < 0,05), artinya terdapat perbedaan hasil
pengukuran antara variabel validity (keakuratan)
sebelum dengan sesudah pelatihan di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru (Intervensi), sedangkan di RSUD
Bangkinang (Kontrol) didapat Pvalue 0,180 (Pvalue
> 0,05), artinya tidak ada perbedaan hasil pengukuran
antara variabel validity (keakuratan) penilaian I
dengan penilaian II tanpa pelatihan. Kedua rumah
sakit memiliki perbedaan hasil, dimana RSUD
Petala Bumi Pekanbaru (intervensi) mendapatkan
pelatihan untuk pengukuran 1 dan pengukuran 2

17

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

terhadap variabel validity (keakuratan) mengalami
perubahan, sedangkan RSUD Bangkinang (kontrol)
tanpa mendapatkan pelatihan tidak mengalami
perubahan hasil.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 377/Menkes/
SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam
Medis, salah satu kompetensi perekam medis adalah
yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis
artinya bahwa seorang profesi perekam medis dan
informasi kesehatan harus mampu menetapkan kode
yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang
penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan
manajemen kesehatan. Oleh karena itu, perekam
medis atau coder harus mengkode penyakit atau
diagnosis seakurat mungkin agar tidak terjadi
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal
ini, apabila coder salah mengkode penyakit, maka
jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda.
Menurut penelitian Ifalahma (2013) menyatakan
bahwa dampak dari ketidakakuratan kode diagnose
penyakit akan berpengaruh terhadap besarnya
klaim yang dibayarkan karena besarnya biaya
klaim tergantung dari keakurtan kode diagnosis
yang dimasukan kedalam program INA-CBG s,
sehingga ketidakakuratan ini akan berdampak besar
tehadap pendapatan rumah sakit. Rumah sakit akan
mengalami kerugian akibat ketidaksesuaian jumlah
klaim yang dibayar dengan besaran biaya yang
dikeluarkan oleh rumah sakit untuk satu pelayanan.
Besarnya biaya klaim tergantung dari keakurtan kode
diagnosis yang dimasukan kedalam program INACBG s, sehingga keakuratan maupun ketidakakuratan
kode diagnosa akan berdampak besar tehadap
pendapatan rumah sakit. Dengan adanya pelatihan,
terjadi peningkatan validity (keakuratan) di RSUD
Petala Bumi Pekanbaru sebanyak 42,9% dari tidak
akurat menjadi akurat, dan 22,2% dari akurat
menjadi sangat akurat, dengan meningkatnya
keakuratan dalam pengkodean diagnose penyakit
dapat mempercepat proses klaim BPJS oleh karena
itu seorang dokter harus menuliskan diagnose secara
lengkap sehingga coder tidak perlu sering-sering
bertanya tentang kejelasan diagnosis yang dimaksud
kepada dokter yang merawat, sehingga kode yang
dihasilkan tersebut dapat akurat.

18

Dari hasil analisis data, didapat Pvalue 0,000 (Pvalue
< 0,05), artinya terdapat perbedaan hasil pengukuran
antara variabel completenss (Kelengkapan) sebelum
dengan sesudah pelatihan di RSUD Petala Bumi
Pekanbaru (Intervensi), sedangkan di RSUD
Bangkinang (Kontrol) didapat Pvalue 0,083 (Pvalue
> 0,05), artinya tidak ada perbedaan hasil pengukuran
antara variabel completenss (Kelengkapan) penilaian
I dengan penilaian II tanpa pelatihan. Kedua rumah
sakit memiliki perbedaan hasil, dimana RSUD Petala
Bumi Pekanbaru (intervensi) mendapatkan pelatihan
untuk pengukuran 1 dan pengukuran 2 terhadap
variabel completenss (Kelengkapan) mengalami
perubahan, sedangkan RSUD Bangkinang (kontrol)
tanpa mendapatkan pelatihan tidak mengalami
perubahan hasil.

Menurut Depkes RI, 2008 sekitar 65% rumah sakit
di Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam sistem
case mix/ INA CBG s belum membuat diagnosis
yang lengkap dan jelas berdasarkan ICD-10 serta
belum tepat pengkodeaanya. Apabila informasi
yang dicantumkan pada dokumen rekam medis
penulisannya tidak lengkap, maka kemungkinan
kode diagnosis juga tidak akurat dan berdampak
pada biaya pelayanan kesehatan. Ketidakakuratan
kode diagnosis akan mempengaruhi data dan
informasi laporan, ketepatan tarif INA CBG s yang
pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran
untuk pelayanan pasien jamkesmas, jamkesda,
jampersal, askes PNS yang diselenggarakan oleh
dalam menetapkan kode diagnosis maka jumlah
pembayaran klaim juga akan berbeda (Suyitno,
2007).
Kimberly et al (2005) menyebutkan bahwa dalam
catatan manual atau elektronik, dokter sering
menggunakan sinonim dan singkatan untuk
menggambarkan kondisi yang sama. Hal ini
bermasalah karena setiap kode diagnostik harus
mewakili satu dan hanya satu identitas penyakit. Dari
catatan diagnosis yang ditulis oleh dokter, petugas
coder harus memilih kode ICD yang tepat dan cocok
dengan terminologi medis. Penggunaan sinonim dan
singkatan menyebabkan ketidaktepatan.

Haryani Octaria. Peningkatan Kualitas Pengkodean pada Ketepatan dan Kecepatan ...

Meningkatnya kelengkapan diagnose penyakit dalam
kualitas pengkodean dapat menghasilkan pengkodean
penyakit yang tepat yang akan mempercepat dalam
proses klaim BPJS. Dengan adanya pelatihan
terjadi peningkatan completeness (Kelengkapan)
di RSUD Petala Bumi Pekanbaru sebesar 75,0%
dari tidak lengkap menjadi lengkap, dan 28,6% dari
lengkap menjadi sangat lengkap. Dengan demikian,
maka sebaiknya ada komunikasi antara coder dan
dokter agar persepsi antara keduanya sama dan
menghasilkan kode yang akurat. Selain dengan
adanya komunikasi, untuk lebih memperlancar
pengkodean maka perlu juga dibuat mengenai aturan
tertulis tentang penulisan diagnosis pada rekam
medis, khususnya klengkapan diagnose penyakit
tanpa menggunakan singkatan terminology medis
yang tidak dimengerti oleh coder sehingga akan
mempermudah untuk penagihan klaim BPJS.

Dari hasil analisis data, didapat Pvalue 0,000 ( p value
< 0,05), artinya terdapat perbedaan hasil pengukuran
antara variabel ketepatan dan kecepatan pengkodean
penyakit sebelum dengan sesudah pelatihan di RSUD
Petala Bumi Pekanbaru (Intervensi), sedangkan
RSUD Bangkinang (Kontrol) didapat p value 0,083
( p value < 0,05), artinya tidak ada perbedaan hasil
pengukuran antara variabel ketepatan dan kecepatan
pengkodean penyakit penilaian I dengan penilaian
II tanpa pelatihan. Kedua rumah sakit memiliki
perbedaan hasil, dimana RSUD Petala Bumi
Pekanbaru (intervensi) mendapatkan pelatihan untuk
pengukuran 1 dan pengukuran 2 terhadap ketepatan
dan kecepatan pengkodean penyakit mengalami
perubahan, sedangkan RSUD Bangkinang (kontrol)
tanpa mendapatkan pelatihan tidak mengalami
perubahan hasil.

Menurut hata (2008) hal- hal yang penting dalam
pengkodean untuk dapat menciptakan ketepatan
dan kecepatan pengkodean penyakit yaitu kualitas
pengkodean, standard dan etika pengkodean, elemen
kualitas pengkodean, kebijakan dan prosedur. Proses
rumah sakit terhadap pengkodean harus dimonitor
untuk beberapa elemen kualitas pengkodean sebagai
berikut; Konsisten bila dikode petugas berbeda
kode tepat sesuai
kode tetap sama
mencakup semua
diagnosis dan tindakan
diagnosis dan tindakan yang ada di rekam medis
(completenens).

Ketepatan dan kecepatan terhadap pengkodean
(kehandalan),
penyakit dimonitor oleh
validity (keakurtan) dan completenss (kelengkapan)
dengan meningkatnya ketepatan dan kecepatan
pengkodingan penyakit menghindari terjadinya
piutang yang besar bagi rumah sakit. Dengan
adanya pelatihan, terjadi peningkatan ketepatan dan
kecepatan pengkodingan penyakit di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru sebesar 39,1% dari tidak tepat dan
cepat menjadi tepat dan cepat, 38,5% dari tepat dan
cepat menjadi sangat tepat dan cepat, meningkatnya
ketepatan dan kecepatan pengkodean diagnose
penyakit mempercepat proses klaim BPJS yang cepat
dan tidak adanya pengklaiman yang tidak dibayar
tepat waktu ke rumah sakit.

SIMPULAN
Terdapat perbedaan ketepatan dan kecepatan
pengkodean sebelum dan sesuadah petugas diberi
pelatihan pada nilai p=0,083

DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. (2007).
Jakarta:UI-Press
Abdelhak M., Grostick S., Hanken M. A., and Jacobs
E. B. 2001.
nd
Edition. Philadelphia: Sunders
Company.
Depkes RI. 2006.
Jakarta:
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Depkes RI, (2004),
No. 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Peodman

Jakarta: Departemen
Kesehatan R.I
Fathoni, A. (2006).
Manusia, Rhineka Cipta, Jakarta
Fitasari D. N. 2010.

[Skripsi].
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

19

Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Gomes, C.F. (2003).
Manusia. Yogyakarta, ANDI
Hariyanto, Maiga dan Ansyori (2014) Peran

Sadiyah, A. 2004. Evaluasi

. Yogyakarta: Program D3
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan UGM
Sugiyono. 2008.

Hatta, G. 2008. Pedoman Manajemen Informasi
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: UI Press
Hatta, G. 2011. Pedoman Manajemen Informasi
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: UI Press
Health Information Management. Illinois: Phsycians Record Company.

Suyitno. 2007.
Kumpulan Makalah Seminar dan Pelatihan
Sistem Casemix INA-DRG s Yogyakarta
Notoadmodjo, S. (2009),
Jakarta: Rhineka Cipta.
Maimun, Nur (2014),

Ifalahma.D. 2013.
, Tesis,
STIKes Hang Tuah Pekanbaru
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informasi
Kimberly J. O., Karon F. C., Matt D. P., Kimberly R. W.,
John F. H., and CarolM. A. 2005.
(5 Pt 2),
:
Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/
articles/ PMC1361216/ pada tanggal 27 Mei 2015.
Keputusan Menteri Kesehatan, Nomor: 1161/
Menkes/SK/X/2007 tentang Penetapan
Tarif Ruma Sakit Berdasarkan Indonesia
Diagnostic Related Group (INA DRG)

Maryun, Yayun. 2007. Beberapa Faktor yang
Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program
TB PAru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus
Baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya Tahun
2006. Tesis Universitas Diponegoro. Diakses
paa eprints.undip.ac.id/17492 tanggal 27 Mei
2015.
Tarmizi, (2010),
, Skripsi. STIKes Hang Tuah
Pekanbaru
Prabowo S. 2010.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.
Medis. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
Lapau,B. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Naga, M.A. 2001.

[Karya
Tulis Ilmiah]. Kediri: Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri.
Pramono, Angga Eko. 2012. Pengaruh Jenis

Medis. Jakarta: PORMIKI DKI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Perekam Medis
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
32 Tahun1996 tentang Tenaga Kesehatan
Republik Indonesia
20

.Surakarta: Program
Studi Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiah
Pratama.S. 2014.

Fakultas Kesehatan Universitas
Dian Nuswantoro Semarang