KETIDAKTEPATAN KODE KOMBINASI HYPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG DAN PENYAKIT GINJAL BERDASARKAN ICD 10 DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PEKANBARU | Sari | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 150 497 1 PB

KETI DAKTEPATAN KODE KOM BI NASI H YPERTENSI PADA
PENYAKI T JANTUNG DAN PENYAKI T GI NJAL BERDASARKAN I CD
10 DI RUM AH SAKI T I SLAM I BNU SI NA PEKANBARU
Tri Purnama Sari1, Tesa Herta Pela2
1,2

STI Kes hang Tuah Pekanbaru
Email : tripurnamasariayi@gmail.com, 2hertapela@gmail.com
1

Abstract

of hypertension combination, heart disease and kidney disease founded 6 (six) of them are wrong code. The
objective of this research is to determine of inaccuracy disease code for hypertension complication of heart
disease and kidney disease at Islamic Hospital Ibnu Sina Pekanbaru. The method use in this research is mix

determining of combination code are 31 (60%). The factor that causes inaccuracy of hypertension code
combination in heart disease and kidney disease is due to lack competence of medical recorder in coding.

Keywords: Combination code, Hypertension of heart disease and kidney disease.


Abstrak
Pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara
huruf dan angka yang mewakili komponen data. Berdasarkan hasil survey pendahuluan terhadap 10 berkas
rekam medis pada diagnosa kombinasi hypertensi , penyakit jantung dan penyakit ginjal didapat 6 diantaranya
terdapat kode yang salah. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui presentase ketidaktepatan kode penyakit
komplikasi Hypertensi pada penyakit jantung dan penyakit ginjal di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian gabungan (kuantitatif & kualitatif) dengan
populasi dalam penelitian ini yaitu 52 berkas rekam medis rawat inap yang diambil dengan cara total sampling.
Hasil penelitian diperoleh rekam medis rawat inap yang tepat dalam penentuan kode kombinasi sebanyak 21
(40%) dan rekam medis rawat inap yang tidak tepat dalam penentuan kode kombinasi sebanyak 31(60%).
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode kombinasi Hypertensi pada penyakit jantung dan
penyakit ginjal yang dikarenakan oleh kurangnya kompetensi perekam medis dalam pelaksanaan pengkodean.
Kata Kunci: Kode Kombinasi, Hypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal

PENDAHULUAN

modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan
rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan,
pendidikan, dan penelitian, serta mencakup berbagai
tingkatan maupun jenis disiplin, agar rumah sakit

mampu melaksanakan fungsi yang profesional
baik dibidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu
rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu disemua tingkatan
(Rustiyanto, 2010 : 27).

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial
ekonomi yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (UU RI No 44, 2009 : 130).
Rumah sakit adalah suatu i nstitusi pelayanan
kesehatan yang kompleks, padat pakar, padat

Untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan
tersebut di rumah sakit diperlukan suatu bagian

53

53

Jur nal Manajemen Infor masi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.1 Maret 2017
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

yang penting, yaitu rekam medis. Rumah sakit
yang berkualitas, mampu menyajikan informasi
yang lengkap tentang proses pelayanan medis dan
kesehatan di rumah sakit tersebut. Oleh karena itu
semua petugas di rumah sakit baik tenaga medis,
paramedik, maupun tenaga non medi s harus
menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan No. 436/Menkes/
VI/1993 (Depkes, 2006 : 12).
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis
maupun yang terekam tentang identitas, anamnesa,
pemeriksaan fisik laboratorium, diagnosa serta

segala pelayanan data tindakan medis yang diberikan
kepada pasien, dan pengobatan yang di rawat inap,
rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan
gawat darurat (DepKes RI 2006: 11).
Satu diantara sistem pengolahan data yang penting
dalam sistem rekam medis adalah pemberian
kode (Coding). Pemberian kode adalah pemberian
penetapan kode dengan menggunakan huruf atau
angka dan kombinasi huruf dalam angka yang
mewakili komponen data.Kegiatan dan tindakan
serta diagnosis yang ada dalam rekam medis
harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi
untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen
dan riset dibidang kesehatan (DepKes RI, 2006:
59). Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan
kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga
medis) yang terkait boleh diubah oleh karenanya
diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan
lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada

pada buku ICD-10.Tenaga medis sebagai seorang
pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan
kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh
tenaga medis (DepKes RI 2006: 60).
Koding diagnosa harus dilaksanakan sesuai aturan
sistem koding ICD-10 I nter nati onal Statisti cal
(ICD 10) dari WHO, adalah sistem klasifikasi
statistik penyakit yang komprehensif dan digunakan
serta diakui secara internasional, (Hatta, 2008 : 131).
Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan
kode dengan menggunakan huruf dan angka atau
kombinasi antara huruf dan angka yang mewakili
komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam
koding meliputi kegiatan pengkodean tindakan
medis.Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
bertanggung jawab atas keakuratan kode. (Budi, S.
2011 : 82). Kegiatan koding sangat bermanfaat untuk
54

memudahkan pelayanan pada penyajian informasi

dan menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan
riset kesehatan (DepKes RI 2006: 59).
Menurut peraturan pada I CD volume I I, I CD
menyediakan kategori tertentu dimana dua kondisi
atau kondisi dan proses sekunder yang terkait
dapat diwakili oleh satu kode yaitu kategori kode
kombinasi. K ategori kombinasi tersebutharus
digunakan sebagai kondisi utama dimana informasi
yang tepat adalah tercatat. Indeks abjad menunjukkan
dimana kombinaasi tersebut disediakan untuk
dibawah indent dengan yang segera muncul setelah
kata kunci. Dua kata kunci kondisi yanglebih dicatat
sebagai syarat utama dapat dihubungkan jika salah
satu dari mereka dapat dianggap sebgai pengubah
kata sifat lain.Kode kategori kombinasi Dalam ICD
10, ada kategori tertentu dimana dua kondisi atau
kondisi utama dan sekunder yang berkaitan dapat
digambarkan dengan satu kode.
Contoh 1:
Kondisi utama :

Kondisi lain
:
Diberi kode
:

Renal failure
Hypertensive renal disease
H yper tensi ve r enal di sease
with renal failure (I12.0)

Contoh 2:
Kondisi utama :

Cataract.
Insulin-dependent diabetes
Hypertensi
i nsul i n-dependent di abetes
dengan ophthalmic complications (E10.3+) dan di abetic
cataract (H28.0* )


Kondisi lain
:
Diberi kode :

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah
Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru telah melaksanakan
pengkodean penyakit dengan menggunakan ICD10. Dari 10 berkas rekam medis pada diagnosa
kombinasi hypertensi , penyakit jantung dan penyakit
ginjal terdapat enam berkas rekam medis yang salah
dalam pengkodean. Seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. IndeksPenyakit Rumah Sakit I slam I bnu
Sina Pekanbaru Tahun 2015
No

Nomor
RM

Diagnosa

Koding

Petugas
RM

Koding
yang
benar

1

41.37.87

- Hypertensi Skala II - I15.9
- N19
-

I12.0

2

40.68.13


- CHF
- HHD

- I50.0
- I11.9

I11.0

3

30.57.80

- Hypertensi
- Gagal Ginjal

- I10
- I12.0

I12.0


Tri Purnama Sari dan Tesa Herta Pela. Ketidaktepatan Kode Kombinasi Hypertensi pada ...

Nomor
RM

No

Diagnosa

Koding
Petugas
RM

Koding
yang
benar

4

43.90.97

- CKD
- Hypertensi

- N18.0
- I10

I12.9

5

45.21.07

- CKD
- Hypertensi

- N18.0
- I10

I12.9

6

41.29.96

- CKD
- Hypertensi

- N18.0
- I10

I12.9

Kemungkinan kompetensi perekam medis yang
kurang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
megkode diagnosa komplikasi hypertensi pada
penyakit jantung dan penyakit ginjal.

M ETODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Deskriptif Kuantitaf dengan peendekatan Kualitatif.
Instrument pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan Pedoman Wawancara, Pedoman
Observasi, Daftar Check List, dan Alat Tulis. Jumlah
informan pada penelitian ini sebanyak 4 orang,
sedangkan analisis data menggunakan cara induktif.

Kompetensi petugas rekam medis
Jumlah petugas rekam medis yang ada di unit
rekam medis
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
jumlah petugas di unit rekam medis yaitu sebanyak
13 orang, seperti pernyataan informan di bawah ini:
“ Ber jumlah 13 orang terdiri dari 4 orang sebagai
petugas koding dan 1 orang merangkap sebagai
k.a. unit rekam medis, 1 orang petugas pelaporan,
1 or ang petugas assembl i ng, 1 or ang sebagai
admi ni str asi rekam medis dan 6 or ang petugas
fi li ll ng dan distr i busi fil e dan tugasnya di bagi
menjadi 3 shift” (informan 1).

Lama bekerja petugas dibagian rekam medis
(pengkodean)
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
petugas koding sudah l ama bekerja dibagi an
pengkodean yaitu seperti pernyataan informan di
bawah ini:
“ Sudah 2 tahun sejak tahun 2014” (informan 2).
“ Sudah 4 tahun” (informan 3).

HASI L

“ Sudah 2 tahun” (informan 4).

Berdasarkan hasi l observasi di Rumah Sakit
Islam Ibnu Sina yaitu indeks penyakit, SOP sudah
ada namun sarana dan prasarana seperti kamus
kedokteran dan kamus bahasa inggris tidak ada.
Tabel 2. Hasil observasi sarana dan prasarana
No

Keterangan

Uraian

Ada

1

Indeks Penyakit

2

SOP

3

Sarana dan Prasarana :

Tidak

Pelatihan Pengkodean
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
petugas koding sudah pernah mengikuti pelatihan
pengkodean yaitu seperti pernyataan informan di
bawah ini :
“ Semua petugas koding berjumlah 4 or ang dan
sudah pernah ikut pelatihan dan seminar nasional”
(infoman 1).
“ Sudah pernah di Padang, Graha Pena, dan baru

ICD 10

“ Sudah beberapa bulan yang lalu” (informan 3).

ICD 9 CM

“ Per nah mengikuti pelatihan di Yogja dulu tahun
2014” (informan 4).

Aplikasi ICD 10
Aplikasi ICD 9 CM
Kamus kedokteran

Pelatihan M engenai Kode Kombinasi

Kamus bahasa inggris

Tabel 3. Presentase K etidaktepatan K ode
Kombinasi
Diagnosa Kode
Kombinasi

Jumlah

Presentase
(% )

Tepat

21

40%

Tidak Tepat

31

60%

Total

52

100%

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
petugas koding sudah pernah dan belum pernah
mengikuti pelatihan mengenai kode kombinasi yaitu
seperti pernyataan informan di bawah ini :
“ Sudah pernah dek” (informan 2).
“ Sudah pernah kemarin kak pelatihan di Awal Bros”
(informan 3 ).

55

Jur nal Manajemen Infor masi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.1 Maret 2017
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

“ Bel um dek, abang bel um per mah mengi kuti
pelatihan mengenai kode kombinasi” (informan 4).

Ter minol ogi M edis, K imi a K l inik , dan
Farmakologi, yang Berkaitan Dengan Diagnosa
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
petugas koding masih ada yang belum memahami
terminologi medis, kimia klinik, dan farmakologi
yaitu seperti pernyataan informan di bawah ini :
“ I sti l ah ter mi nol ogi s medi s, ki mi a kl i ni k dan
farmakologi, cukup paham karena background ibu
dari sekolah perawat, pengalaman perawat 13 tahun
lalu melanjutkan pendidikan DIII rekam medis, dan
DIV manajemen informasi kesehatan, dan mengajar
kodi ng, jadi untuk i stil ah-i stil ah i tu ibu cukup
mengerti ” (informan 1).
“ Kalau mengenai ter minologi medis kak sedikit
banyaknya paham tetapi kendala dalam mengkode
penyakit tulisan dokter yang tidak terbaca, kalau
mengenai ki mia kl ini k bar u-bar u ini kak lebi h
memahami nya dek misalnya pada dignosa penyakit
ginjal atau gagal ginjal karena semenjak sudah
diberlakukannya BPJS ini dek, dan farmakologi kak
ngk paham” (informan 2).
“ Terminologi medis kak paham sedikit, kimia klinik
sudah mul ai menger ti, dan far makol ogi bel um
mengerti” (infoman 3).
“ Terminologi medis banyak yang paham, bahasa
indonesia diubah menjadi bahasa inggris contohnya
nephrolithiasis atau batu ginjal, kimia klinik dikitdi ki t menger ti, dan far makologi ngak paham”
(informan 4).

Dampak dari Ketidaktepatan dan Tidak Akurat
Khususnya Di Kode Kombinasi H ypertensi Pada
Penyakit Jantung Dan Penyakit Ginjal
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
dampak dari ketidaktepatan dan ti dak akurat
khususnya di kode kombinasi hypertensi pada
penyakit jantung dan penyakit ginjal yaitu seperti
pernyataan informan di bawah ini:
pembayar an at au kekur angan pembayar an
contohnya kasus kode kombinasi yang satu BPJS
lebih membayarkan ke rumah sakit sehingga rumah
sakit harus mengembalikan kelebihan itu dan yang
satu nya lagi BPJS kurang membayarkan ke rumah
sakit sehingga BPJS harus membayar kekurangan
ke rumah sakit” (informan 1).

56

Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkodean
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
sudah ada standar operasional prosedur (SOP) di unit
rekam medis khususnya untuk pengkodingan yaitu
seperti pernyataan informan di bawah ini:
“ SOP sudah ada tetapi besok mau direvisi, kan
sekarang susunan nya koding dulu baru assembling,
besok kalau sudah direvisi maka akan berubah menjadi
di koding dulu baru di assembling” (informan 1)
“ ada dari rumah sakit” (informan 2)
“ ada SOP nya kok” (informan 3)
“ SOP nya ada kok dibuat” (informan 4)

Sarana dan prasarana dalam menunjangkegiatan
pengkodingan
Sarana dan Prasarana
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
sarana dan prasarana yang mendukung dalam
melakukan pengkodean yaitu seperti pernyataan
informan di bawah ini :
“ ICD-10 terdiri dari (volume I, volume II, volume
III, ICD-9-CM, komputer, printer. Dan ada juga
menggunakan inter net digunakan untuk mencar i
ter mi nologi medis atau i stilah-istil ah lai n dar i
penyakit. Contoh nya yaa dek untuk mencari istilah
lain untuk tindakan her nio rapphy sama ar tinya
dengan repair hernia” (informan 2)
“ adanya aplikasi ICD-10, ICD-9-CM, tidak mencari
pakai buku lagi” (informan 3 )
“ sarana nya ada seperti ICD-10 yang digital dan
manual, ICD-9-CM, Komputer juga ada. Contoh
menggunakan Aplikasi ICD-10 hypertensi dengan
nya ketik hypertensi baru muncul liat dibawahnya
ada heart baru liat lagi kebawah heart failure dan
didapat kode I11.0” (informan 4).

Proses Pengkodean Kode Kombinasi
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis
proses pengkodean kode kombinasi yaitu seperti
pernyataan informan di bawah ini:
“ Dua diagnosa pada kode kombinasi tidak per lu
dikode keduanya cukup satu kode saja” (informan 2)
“ Contoh kasus CKD dan Hypertensi dijadikan satu
kode saja, caranya cari Hypertensi renal disease with
renal failure didapat kode I12.0 tidak perlu dikode
keduanya” (informan 3)

Tri Purnama Sari dan Tesa Herta Pela. Ketidaktepatan Kode Kombinasi Hypertensi pada ...

“ Proses mengkode kode kombinasi bisa dengan cara
manual dan digital menggunakan ICD-10, ICD-9CM” (informan 4)

kombinasi hypertensi pada penyakit jantung dan
penyakit ginjal di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Pekanbaru kurang tepat.

PEM BAHASAN

Kompetensi Perekam Medis Dalam Pelaksanaan
Koding

Presentase Ketidaktepatan Kode Penyakit
Kombinasi H ypertensi Pada Penyakit Jantung
Dan Penyakit Ginjal
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa, dari
52 berkas rekam medis rawat inap yang tidak tepat
dalam pengkodean kombinasi hyper tensi pada
penyakit jantung dan penyakit ginjal sebanyak 31
(60%), sedangkan berkas rekam medis rawat inap
yang tepat dalam pengkodean kombinasi hypertensi
pada penyakit jantung dan penyakit ginjal sebanyak
21 (40%). Kecepatan dan ketepatan pengkodean
di agnosi s tergantung pada pel aksanaan yang
menangani rekam medis yaitu tenaga medis dalam
menegakkan diagnosa, tenaga rekam medis sebagai
koder diagnosa, dan tenaga kesehatan lainnya.
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan
kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga
medis) yang terkait tidak boleh diubah oleh karenanya
harus diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi
dengan lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang
ada pada buku ICD 10. Kelancaran dan kelengkapan
pengisian rekam medis di instalasi rawat jalan dan
rawat inap atas kerja sama tenaga medis dan tenaga
kesehatan lain yang ada dimasing-masing instalasi
kerja tersebut. Hal ini seperti dijelaskan pasal 3 dan
4 Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis.
Berdasarkan penelitian Octaria (2015) Ketepatan
dan kecepatan terhadap pengkodean penyakit
dimonitor oleh reliabil ity (kehandalan), validity
(keakuratan) dan compl etenss (kel engkapan)
dengan meningkatnya ketepatan dan kecepatan
pengkodingan penyakit menghindari terjadinya
piutang yang besar bagi rumah sakit. Dengan
adanya pelatihan, terjadi peningkatan ketepatan dan
kecepatan pengkodingan penyakit di RSUD Petala
Bumi Pekanbaru sebesar 39,1% dari tidak tepat dan
cepat menjadi tepat dan cepat, 38,5% dari tepat dan
cepat menjadi sangat tepat dan cepat, meningkatnya
ketepatan dan kecepatan pengkodean diagnosa
penyakit mempercepat proses klaim BPJS yang cepat
dan tidak adanya pengklaiman yang tidak dibayar
tepat tepat waktu ke rumah sakit. Berdasarkan
hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis
berasumsi bahwa presentase ketidaktepatan kode

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di
Rumah Sakit Islam Ibnu Pekanbaru bahwakompetensi
perekam medis masih kurang berkompeten, hal ini
disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman
petugas tentang terminologi medis, kimia klinik dan
farmakologi.
Kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan
merupakan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki oleh seorang profesi perekam
medis dan informasi kesehatan dalam melakukan
tanggung jawab diberbagai tatanan pelayanan
kesehatan.
Kompetensi pokok perekam medis dan informasi
Penyakit artinya bahwa seorang profesi perekam
medis dan inf ormasi kesehatan harus mampu
menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan
tepat sesuai kl asi f ikasi yang di berlakukan di
Indonesia (ICD-10) tentang penyakit dan tindakan
medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan.
Untuk menguasai kompetensi yang pertama seorang
perekam medis harus memiliki pengetahuan tentang

Fisiologi, Biologi Manusia, Patologi. 2)Aspek
hukum dan etika profesi; 3)Manajemen rekam medis
dan informasi kesehatan; 4)Menjaga mutu rekam
medis;5)Statistik kesehatan;6) Manajemen unit kerja
rekam medis
Menurut (Rustiyanto,2009 : 43) Kompetensi perekam
medis yaitu perekam medis harus mampu melakukan
tugas dalam memberikan pelayanan rekam medis
dan informasi kesehatan yang bermutu tinggi dengan
memperhatikan beberapa kompetensi. Salah satunya
hasil penelitian dan teori yang mendukung penulis
berasumsi bahwa kompetensi petugas koding di
Rumah Sakit Islam Ibnu Pekanbaru masih kurang
berkompeten meskipun seluruh petugas koding
telah mengikuti pelatihan atau seminar serta latar
belakang pendidikannya D3 rekam medis tetapi
pemahaman tentang terminologi medis, kimia klinik
dan farmakologi dari 4 informan 3 orang informan
yang masih kurang memahami.

57

Jur nal Manajemen Infor masi Kesehatan Indonesia Vol. 5 No.1 Maret 2017
ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)

Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengkodean
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
mendalam bahwa SOP tentang pengkodean sudah
ada dan sudah berjalan tetapi untuk kedepannya
SOP tersebut akan direvisi kembali. SOP pada
dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedurprosedur operasional standar yang ada di dalam
suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan
bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan, dan
penggunaan fasilitas pemprosesan yang dilaksanakan
oleh orang-orang di dalam suatu organisasi, telah
berjalan secara efektif, konsisten, standar, dan
sistematis (Tambunan, 2013 : 87). Peran dan Manfaat
Standar Operasional Prosedur sebagai pedoman di
dalam suatu organisasi (Tambunan, 2013 : 107); 1)
menjadi pedoman kebijakan yang merupakan dasar
bagi seluruh kegiatan organisasi, secara operasional
maupun administratif (Pedoman Kebijakan); 2)
menjadi pedoman kegiatan-kegiatan organisasi,
baik serta operasional maupun admi ni strati f
(Pedoman Kegiatan); 3)menjadi pedoman untuk
memvalidasi l angkah-langkah kegiatan dalam
organisasi (Pedoman Birokrasi), 4)menjadi pedoman
terkait penggunaan formulir, dokumen, blanko dan
laporan yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan
organisasi (Pedoman Administrasi), 5) menjadi
(Pedoman EvaluasiKinerja), 6)menjadi pedoman
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan organisasi,
untuk membantu mencapai tujuan organi sasi
(Pedoman Integrasi).
Tujuan Standar OperasionalProsedur(SOP) adalah
1) menjami n terlaksananya kegiatan-kegiatan
organisasi sesuai dengan kebijakan dan ketentuan
kendala pemprosesan dan produksi laporan yang
dibutuhkan organisasi; 3) Menjamin kelancaran
proses pengambilan keputusan organisasi secara
kontrol kegiatan yang dapat mencegah terjadinya
penyelewengan maupun penggelapan oleh anggota
organisasi maupun pihak-pihak lain.
Berdasarkan hasi l penel i ti an dan teori yang
mendukung penulis berasumsi bahwa SOP di Rumah
Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru sudah berjalan
dengan baik tetapi untuk selanjutnya assembling dan
koding akan direvisi.

58

Sar ana Dan Pr asar ana Dalam M enunj ang
K etepatepatan Kode Penyakit Komplikasi
H ypertensi Pada Penyakit Jantung Dan Penyakit
Ginjal
Berdasarkan hasil wawancara bahwa sarana dan
dibutuhkan ICD 10, ICD 9 CM, aplikasi ICD,
komputer, printer, internet, kamus kedokteran dan
kamus bahasa inggris dibutuhkan dalam pelaksanaan
pengkodingan. Namun kamus kedokteran dan
kamus bahasa inggris belum tersedia. Kamus Besar
bahasa Indonesia (KBBI), Sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana
adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang
utama tersel enggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek). Untuk lebih memudahkan
membedakan keduanya. Sarana lebih ditujukan
untuk benda-benda yang bergerak seperti komputer
dan mesin-mesin, sedangkan prasarana l ebih
ditujukan untuk benda-benda yang tidak bergerak
seperti gedung. Berdasarkan hasil penelitian dan
teori yang mendukung penulis berasumsi bahwa
sarana dan prasana di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
belum memenuhi kebutuhan karena selain ICD 10,
ICD 9 CM, aplikasi ICD, komputer, printer dan
internet pengadaan kamus kedokteran dan kamus
bahasa inggris sangat dibutuhkan guna mendukung
pelaksanaan pengkodingan.

SI M PULAN
Persentase ketidaktepatan kode kombinasi hypertensi
pada penyakit jantung dan penyakit ginjal dari
52 berkas rekam medis rawat inap yang tidak
tepat yaitu sebanyak 31 (60%), sedangkan berkas
rekam medis rawat inap yang tepat sebanyak 21
(40%).Kompetensi petugas koding di Rumah Sakit
Islam Ibnu Pekanbaru masih kurang berkompeten
meskipun seluruh petugas koding memiiki latar
belakang pendidikan D3 rekam medis dan telah
mengikuti pelatihan atau seminar yang diadakan
di rumah sakit maupun seminar nasional tetapi
pemahaman tentang terminologi medis, kimia klinik
dan farmakologi masih kurang.

Tri Purnama Sari dan Tesa Herta Pela. Ketidaktepatan Kode Kombinasi Hypertensi pada ...

DAFTAR PUSTAKA

Octari, H. (2015), Peningkatan Kualitas Pengkodean

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Pada Ketepatan Dan Kecepatan Pengkodean
Penyaki t Untuk Penagi han Kl ai m BPJS
RSUD Petala Bumi Pekanbaru Tahun 2015,

Budi, S.C. (2011). Manajemen Unit Kerja Rekam
Medis.Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.

PMK No. 27 Tahun 2014 tentang Juknis Sistem

Tesis, STIKes Hang Tuah Pekanbaru
INA CBGs

DepKes, RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional
b en t u k d an c a r a p en yel en g g a r a a n
pembangunan kesehatan. Jakarta: DIRJEN

YANMED.

Pramono, A. (2012). Keakuratan Kode Diagnosis
Penyakit Berdasarkan ICD-10 di Puskesmas
Gondokusuman II Kota Yogyakarta ( online),

(anggaekopramono@gmail.com
---------- (2006). Pedoman Penyel enggar aan
Dan Prosedur Rekam M edis Rumah Sakit
Indonesia. Jakarta: DIRJEN YANMED.

Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Fathoni, A (2006). M anajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Metodol ogi
Peneli tian Kual itatif dan Kuanti tatif Dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hatta, G.R. (2008). Pedoman Manajemen Informasi
Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: UI-Press
Hidayat, A.A.A. (2008). Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
ICD Volume II (2010). Inter national Statistical
Problems of Tenth Revision

Sri yanti. (2008). KMB II (Kardiovaskuler, urologi &
Endokr in)

Tambunan. (2013). Standar Oper asional Prosedur.
Jakarta: PT Suka Buku.
RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
(2012). Bandung : Citra Umbara.
Vitri, (2009) Kompetensi Perekam Medis Berdasarkan
Peratur an Menter i

Moleong (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosda karya
Notoatmodjo, S. (2009). Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
---------- (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta

Kesehatan yang Berlaku

(Online), (http://rekamkesehatan.wordpress.
com/2009/02/28/kompetensi-perekam-medis),
diakses 22April 2016
Yessie Mariza. (2013) KMB I Keperawatan Medikal
Bedah

59