Analisa Portal yang Memperhitungkan Kekakuan Dinding Bata dari Beberapa Negara Pada Bangunan Bertingkat Dengan Pushover

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Perencanaan Portal
Portal merupakan hal yang umum dipakai dalam memodelkan struktur sebuah

gedung. Portal adalah suatu struktur kerangka kaku dimana tersusun dari anggotaanggota yang dihubungkan dengan penghubung kaku (misalnya las atau baut). Suatu
struktur portal teranalisa secara lengkap apabila telah diperoleh gaya geser, gaya
aksial dan momennya diseluruh bagian anggota. Oleh karena itu, portal akan
mengalami rotasi dan defleksi pada elemen-elemen lokalnya akibat beban-beban yang
bekerja. Selain itu juga akan terjadi kompatibilitas pada lokasi titik kumpulnya.
Portal yang merupakan permodelan suatu struktur terbagi dua yaitu portal
terbuka dan portal isi. Dalam portal isi, dinding pengisi pada umumnya digunakan
sebagai partisi atau penutup luar pada struktur portal beton bertulang. Pemasangannya
akan dikerjakan setelah struktur utama selesai dikerjakan dan dianggap sebagai
komponen non-struktur pada dasarnya,dinding pengisi merupakan komponen nonstruktur yang dianggap tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap kekakuan
dan kekuatan struktur, tetapi pada kenyataannya dinding pengisi memberikan
pengaruh besar terhadap keruntuhan gedung sehingga perilakunya berbeda dengan
portal terbuka. (Diptes Das dan CVR Murty, 2004)

Pada dasarnya sistem struktur bangunan terdiri 2, yaitu:
1. Portal terbuka, dimana seluruh momen-momen dan gaya yang bekerja pada

6
Universitas Sumatera Utara

7

konstruksi ditahan sepenuhnya oleh pondasi, sedangkan sloof

hanya

berfungsi untuk menahan dinding saja. Pada portal terbuka kekuatan dan
kekakuan portal dalam menahan beban lateral dan kestabilannya tergantung
pada kekuatan dari elemen-elemen strukturnya (Carvalho,2012).
2. Portal tertutup, dimana momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi
ditahan terlebih dahulu oleh sloof / beam kemudian diratakan, baru sebagian kecil
beban dilimpahkan ke pondasi. Sloof / beam berfungsi sebagai pengikat kolom
yang satu dengan yang lain untuk mencegah terjadinya Differential Settlement.
Perilaku portal dengan dinding bata terhadap pembebanan lateral telah lama

diselidiki, akibat beban lateral yang terjadi mengakibatkan timbulnya interaksi antara
dinding pengisi dengan portal ( Holmes,1961) (Smith, 1996), (Mehrabi, 1996)
Analisa statis linear dan dan Analisis dinamik (TH) hasil model yaitu tanpa strut
dengan strut dinding pengisi dengan pembukaan luar pusat diperoleh hasil bahwa strut
diagonal akan mengubah kinerja seismic bangunan RC. Peningkatan persentase pada
portal terbuka terjadi penurunan kekakuan lateral (M.H.Jinya , 2014).
Struktur yang berperilaku demikian sangat daktail saat terjadi gempa, akibat
dinding pengisi yang tidak merata dapat berubah menjadi struktur yang mempunyai
keruntuhan soft story.

2.2

Bangunan Soft Storey
Salah satu definisi bangunan gedung tidak beraturan adalah adanya suatu

tingkat yang lemah, yang kekakuannya jauh lebih kecil dari pada tingkat-tingkat yang
lain (soft storey). Didalam SNI 03-2002, TCPKGUBG-2002 atau RSNI 03-1726

Universitas Sumatera Utara


8

(2010) dijelaskan tentang bangunan gedung reguler itu adalah gedung yang sistem
strukturnya memiliki kekakuan lateral yang beraturan tanpa adanya tingkat lunak
(soft storey). Yang dimaksud dengan struktur tingkat lunak adalah suatu tingkat yang
mana kekauan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat diatasnya
atau kurang dari 80 persen kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat diatasnya.
Pemilihan sistem struktur dengan soft storey pada dasarnya adalah konsekwensi
dari sistem tata ruang ataupun dari perencanaan arsitektur. Ilustrasi dari struktur gedung
yang mempunyai sistem soft storey ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Pada dasarnya kolom yang mengalami soft storey dapat dikategorikan sebagai
kolom yang menerima beban relatif kuat dari struktur diatasnya (Gambar 2.1a). Kategori
lainnya adalah kolom yang tidak menerus (discontinue) dari lantai yang berurutan
diatasnya (Gambar 2.1b). Struktur dengan soft storey akan memperbesar deformasi
lateral dan gaya geser pada kolom (Amin, 2011, Saiful Islam, 2012, Sharma 2012).
Keruntuhan bangunan akibat gempa salah satunya juga dapat diakibatkan oleh pemilihan
struktur soft storey (Antonius & Widhianto, 2013).

(a)


(b)

Gambar 2.1 Struktur Gedung dengan Soft Storey pada Lantai 1

Universitas Sumatera Utara

9

2.3

Konsep Perencanaan Struktur Tahan Gempa
Indonesia yang diantara 4 lempeng benua merupakan salah satu negara di

kawasan rawan gempa. Akibat gempa yang sering terjadi mengakibatkan struktur
bangunan yang ada mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral.
Sehingga dalam perencanaan perhitungan struktur bangunannya harus menggunakan
faktor keamanan yang cukup aman untuk menahan gaya vertikal dari pada gaya
gempa lateral. Gaya gempa lateral langsung bekerja pada bagian-bagian struktur yang
tidak kuat sehingga menyebabkan keruntuhan elemen struktur.
Dalam merencanakan struktur bangunan beton yang harus diperhitungkan

adalah kemampuan struktur bangunan tersebut untuk memikul beban-beban yang
bekerja pada struktur tersebut, seperti beban gravitasi dan beban lateral. Beban
gravitasi adalah beban mati struktur sendiri dan beban hidup, sedangkan yang
termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Mengacu kepada kode
perencanaan bangunan tahan gempa Amerika UBC 1997 perencanaan desain struktur
bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan pada setiap
elemen struktur dan timbulnya korban jiwa.
Tiga kriteria yang harus dipenuhi adalah:
1. Ketika terjadi gempa kecil, tidak terjadi kerusakan sama sekali,
2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural
tetapi bukan merupakan kerusakan struktural,
3. Ketika terjadi gempa kuat, diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural dan
nonstruktural, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan
bangunan runtuh.

Universitas Sumatera Utara

10

Jadi, dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa harus diperhitungkan

efek dari gaya lateral yang bersifat siklus (bolak-balik) yang dialami oleh elemen struktur
selama terjadinya gempa bumi. Agar struktur dapat memikul gaya lateral yang terjadi,
maka diperlukan beberapa kriteria seperti daktilitas yang memadai di daerah joint dan
penggunaan elemen struktur yang tahan gempa. Oleh karenanya didalam merencanakan
suatu struktur dapat dilakukan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur
tersebut dalam memikul beban-beban ekstrim yang bekerja.
Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan
kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami
struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak
dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen
struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang
lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat
beban gempa maksimum bekerja (Wibisono, 2008).
Berdasarkan konsep mekanisme keruntuhan ini, pertama kali terbentuk sendi
plastis pada struktur balok.

Bangunan tahan gempa didesain berdasarkan zona

gempa, karakter lokasi, jenis tanah, okupansi bangunan, faktor kegunaan bangunan,
periode natural struktur, dan lain- lain. UBC 1997 mensyaratkan seluruh elemen

struktur didesain dengan tahanan yang sesuai untuk menahan perpindahan lateral
yang terjadi akibat ground motion dengan memperhatikan respon inelastis struktur,
faktor redundan, kuat lebih dan daktilitas struktur.
Dalam melakukan analisa perencanaan suatu struktur bangunan tahan gempa
terdapat berbagai metode dalam memodelkan gaya lateral akibat gempa. Respons suatu

Universitas Sumatera Utara

11

bangunan akibat beban gempa yang terjadi adalah sangat kompleks, sehingga metodemetode baru terus berkembang untuk mengetahui perilaku struktur akibat gempa yang
terjadi. Analisis dinamik merupakan cara yang paling tepat saat ini untuk mengetahui
kondisi struktur yang sebenarnya ketika terjadi gempa. Dengan analisis riwayat waktu
(time history analysis), dapat diketahui respons struktur akibat gempa seperti simpangan,
kecepatan dan percepatan untuk setiap segmen waktu yang ditentukan.
Perencanaan struktur dapat pula dilakukan dengan menggunakan deformasi
maksimum struktur akibat beban gempa rencana. Metode ini dikenal dengan cara
spektrum respons. Gempa kuat yang pernah terjadi dibuat spektrum responsnya untuk
struktur dengan satu derajat kebebasan. Sedangkan untuk struktur dengan banyak derajat
kebebasan, respon maksimumnya diperoleh dengan menggunakan metode SRSS

(Square Root of the Sum of Squares), yaitu menguadratkan respon maksimum dari
masing-masing ragam, kemudian dijumlahkan semuanya, lalu diakarkan.

2.4

Perencanaan Tahan Gempa Berbasis Kinerja
Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance based seismic

design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru

maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang
realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian
harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang
(Dewobroto, 2005).
Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja diawali dengan membuat model
rencana bangunan struktur kemudian melakukan simulasi kinerjanya terhadap

Universitas Sumatera Utara

12


berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi ini memberikan informasi tingkat
kerusakan (level of damage ), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan
berapa besar keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda
(economic loss) yang akan terjadi. Perencana selanjutnya dapat mengatur ulang resiko
kerusakan yang dapat diterima sesuai dengan resiko biaya yang akan dikeluarkan.

Gambar 2.2 Tingkat Kehancuran pada Bangunan, Ilustrasi Rekayasa
Gempa berbasis Kinerja (ATC 58, FEMA 273,1997)

Adapun kriteria kinerja yang ditetapkan Vision 2000 dan NEHRP adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kriteria Kinerja (NEHRP dan Vision 2000)
Level Kinerja
NEHRP
Vision 2000
Fully
Operational
Functional


Immediate
Occupancy

Operational

Penjelasan
Tak ada kerusakan berarti pada struktur dan nonstruktur, bangunan tetap berfungsi.
Tidak ada kerusakan yang berarti pada struktur,
dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira
hampir sama dengan kondisi sebelum gempa.
Komponen
non-struktur
masih
berada
ditempatnya dan sebagian besar masih berfungsi
jika ultilitasnya tersedia. Bangunan dapat tetap
berfungsi dan tidak terganggu dengan masalah

Universitas Sumatera Utara


13

Level Kinerja
NEHRP
Vision 2000

Life Safety

Life Safe

Collapse
Prevention

Near Collapse

2.5

Penjelasan
perbaikan.
Terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan
berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang
cukup terhadap keruntuhan. Komponen nonstruktural masih ada tetapi tidak berfungsi . Dapat
dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan.
Kerusakan yang berarti pada komponen struktur
dan non-struktur. Kekuatan struktur dan
kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh.
Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan
yang rusak sangat mungkin terjadi.

Dinding Pengisi
Dinding pengisi yang digunakan dalam penelitian ini berupa dinding bata

merah, hal ini dikarenakan bata merah memiliki harga yang ekonomis, mudah
didapat dan tahan terhadap cuaca.banyak digunakan pada bangunan-bangunan di
wilayah Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan bata merah memiliki harga yang
ekonomis, mudah didapat dan tahan terhadap cuaca.
Dinding pengisi bata biasa digunakan pada struktur bangunan beton bertulang
ataupun struktur bangunan baja. Dinding dapat menutupi tembok bangunan secara
keseluruhan dan ada juga yang memiliki bukaan untuk pintu dan jendela. Namun
dalam perencanaan struktur bangunan, dinding pengisi hanya diperlukan sebagai
sekat atau partisi tanpa fungsi struktural. Padahal apabila terjadi gempa dinding
pengisi dapat mempengaruhi kekakuan dan kekuatan struktur yang efeknya kadang
tidak menguntungkan pada struktur tersebut sehingga dapat menimbulkan kerusakan
(Dewobroto, 2005).

Universitas Sumatera Utara

14

2.5.1

Persyaratan yang Standart Untuk Batu Bata

1. Batu bata merah dibuat dari tanah liat yang dicetak, kemudian dibakar. Tidak
semua tanah lihat bisa digunakan. Hanya yang terdiri dari kandungan pasir tertentu.
2. Umumnya memiliki ukuran: panjang 17-23 cm, lebar 7-11 cm, tebal 3-5 cm.
3. Berat rata-rata 3 kg/biji (tergantung merek dan daerah asal pembuatannya).
4. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pasangan dinding bata merah adalah semen
dan pasir ayakan. Untuk dinding kedap air diperlukan campuran 1:2 atau 1:3
(artinya, 1 takaran semen dipadu dengan 3 takaran pasir yang sudah diayak). Untuk
dinding yang tidak harus kedap air, dapat digunakan perbandingan 1:4 hingga 1:6.
5. Kelebihan dinding bata merah: Kedap air sehingga jarang terjadi rembesan
pada tembol akibat air hujan, Keretakan relatif jarang terjadi, Kuat dan tahan
lama, Penggunanaan rangka beton pengakunya lebih luas, antara 9-12 m2.
6. Kekurangan dinding bata merah: Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan
batako dan bahan dinding lainnya, Biaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
batako.
Rumus Kuat tekan
Uji Kuat Tekan Bata:
F =
Keterangan:
F : Kuat tekan (kg/
)
P : Beban yang diterima/tekanan (kg)
A : Luas penampang (
)
7. Standar kuat tekan batu bata yang disyaratkan oleh ASTM C 67-03 adalah
sebesar 10,40 MPa. Mutu bata merah dapat diklasifikasikan menjadi 3

Universitas Sumatera Utara

15

tingkat,yaitu:
a. Tingkat I mempunyai kuat tekan rata-rata > 100 kg/cm .
b. Tingkat II mempunyai kuat tekan antara 80 – 100 kg/cm .
c. Tingkat III mempunyai kuat tekan antara 60 – 80 kg/cm .
8. Persyaratan batu bata atau bata merah menurut SII-002178 dan PUBI 1982 adalah sebagai berikut:
a. Bentuk standar bata ialah prisma segi empat panjang, bersudut siku siku
dan tajam, permukaan rata dan tidak retak-retak.
b. Ukuran standar

:

Menurut SII-0021-78
Modul M-5a : 190 x 90 x 65 mm
Modul M-5b : 190 x 140 x 65 mm
Modul M-6 : 230 x 110 x 55 mm

9.

Menurut NI-10-1978:
Panjang: 240 mm
Lebar: 115 mm
Tebal: 52 mm

10. Penyimpangan ukuran yang diperbolehkan menurut NI-10-1978
Panjang maximal: 3 %
Lebar maximal: 4 %
Tebal maximal: 5 %
Bata dibagi menjadi 6 kelas kekuatan yang diketahui dari besar kekuatan tekan
yaitu : kelas 25, kelas 50, kelas 150, kelas 200 dan kelas 250.

Universitas Sumatera Utara

16

2.5.2 Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata yang Standart dari Negara Lain
Dari informasi Jurnal penelitian “Properties of Brick Masonry for FE
modelling” (Narayanan, Sirajudin) (2013), American Journal of Enngineering
Research (AJER) , untuk nilai Modulus Elastisitas (E) Batu bata diperoleh yaitu :

Tabel 2.2 Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata dari 3 Negara
No.
1
2
3

Nama Negara Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata (Mpa)
Australia
7000 – 12000
Eropa
3500 – 34000
India
300 – 16000

2.6

Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Saneinejad-Hobbs

2.6.1

Prinsip Analisis
Portal-isi dapat dianggap sebagai portal tidak bergoyang ( braced framed),

dimana dinding pengisi akan berfungsi sebagai diagonal tekan ekivalen ( equivalent
diagonal strut).

Diagonal tekan ekivalen hanya kuat terhadap gaya tekan saja. Pengaruh beban
lateral bolak-balik akibat gempa dapat diatasi dengan terbentuknya diagonal tekan
pada arah lain yang juga mengalami tekan. Apabila properti mekanik ( Ad dan E d) dari
diagonal tekan ekivalen dapat dicari maka portal-isi dapat dianalisis sebagai “portal
terbuka dengan diagonal tekan ekivalen”, tentu saja “diagonal” harus ditempatkan
sedemikian agar hanya mengalami tekan saja. Properti mekanik yang dicari dengan
metode tersebut didasarkan pada kondisi kerutuhan yang bersifat non-linier dan
sekaligus diperoleh juga resistensi atau kuat nominal dari diagonal tekan ekivalen.
Dengan konsep perencanaan berbasis kuat batas atau beban terfaktor,
selanjutnya portal berpenopang ekivalen (equivalent braced frame ) dapat dianalisis

Universitas Sumatera Utara

17

dengan cara manual atau komputer sebagai portal berpenopang biasa ( ordinary
braced frame ) (Dewobroto, 2005).

(a)

(b)

Gambar 2.3 a) Portal isi; b) Penopang diagonal bolak-blik (Saneinejad dan Hobbs, 1995)

2.6.2 Asumsi Dasar
Untuk mendapatkan properti mekanik dari diagonal tekan ekivalen yang
bersifat lowerbound yang konsisten dan rasional, Saneinejad dan Hobbs (1995)
berdasarkan test percobaan dan penelitian analitis “m.e.h” mengambil asumsi berikut
sebagai dasarnya:
1. Deformasi lateral terjadi sebanding dengan besarnya beban lateral yang ada sampai
sesuatu batas dimana dinding pengisi secara bertahap hancur dan kekuatannya akan
drop akibat daktilitas dinding yang terbatas. Ada tiga mode kehancuran yang
teridentifikasi secara jelas pada portal-isi akibat pembebanan lateral, yaitu:
a. Corner crushing (CC); bagian sudut hancur, minimal salah satu ujung diagonal.

Universitas Sumatera Utara

18

b. Diagonal compression (DC); dinding pengisi hancur pada bagian tengah
diagonal.
c. Shear (S); keruntuhan geser arah horizontal pada nat sambungan dinding.
Timbulnya retak diagonal sejajar arah gaya bukan indikasi kehancuran
tetapi hanya digunakan sebagai persyaratan batas untuk kondisi layan.
2. Panjang blok tegangan esak yang diusulkan tidak lebih dari 0.4 tinggi panel
pengisi:

 c h  0.4h dan  b l  0.4h 

(2.2)

Dimana α = prosentase panjang bidang kontak dari tinggi atau lebar portal,
sub-skrip c = kolom dan b = balok. Notasi h atau l untuk jarak as-ke-as portal;
sedangkan h' dan l' = jarak bersih panel, lihat Gambar 2.5.
3. Interaksi panel/dinding pengisi dengan portal ditunjukkan dengan besarnya
gaya geser yang diperoleh dari rumus berikut:
Fe    r 2  C c dan

Fb    Cb

(2.3)

Dimana µ = koefisien gesek panel-portal; C = gaya normal pada bidang
kontak; F = gaya geser (lihat Gambar 2.6); sub-skrip c = kolom dan b = balok;
r = h/l < 1.0

4. Terjadinya sendi plastis pada bagian sudut yang dibebani umumnya terjadi
pada beban puncak (peak load) dan dapat dituliskan sebagai berikut:
M A  M C  M pj

(2.4)

Universitas Sumatera Utara

19

Dimana MA dan MC = bending momen pada sudut yang dibebani (titik A dan
C pada Gambar 2.6); Mpj = tahanan momen plastis paling kecil dari balok,
kolom atau sambungan, disebut joint resisting moment.

Gambar 2.4 Keseimbangan Gaya pada Portal Isi (Saneinejad dan Hobbs, 1995)

5. Karena dinding pengisi mempunyai daktilitas yang terbatas, maka deformasi
portal pada beban puncak juga terbatas kecuali pada bagian sudut yang
dibebani, dengan demikian portal masih dalam kondisi elastis.
M B  M D  M j  M pj

M c   c M pc

;

M b   b M pb

(2.5)
(2.6)

Dimana MB dan MD = bending momen pada sudut yang tidak dibebani (titik B
dan D pada Gambar 2.6); Mj = merujuk pada salah satu nilai tersebut; Mc dan
Mb = momen elastis terbesar yang ada pada kolom (c) dan balok (b); dan Mpc

Universitas Sumatera Utara

20

dan Mpb = tahanan momen plastis dari kolom dan balok. Saneinejad dan Hobb,
(1995) menetapkan:

 c   0  0.2 dan  b   0  0.2

(2.7)

Dimana β0 = nominal atau batas atas (upper-bound), nilai dari faktor reduksi β.
2.6.3 Penurunan Rumus
2.6.3.1 Kondisi Keseimbangan
Gambar 2.4 memperlihatkan keseimbangan gaya balok atas dan kolom kiri dari
portal-isi dengan beban diagonal sampai beban puncak (peak). Dalam analisanya, dianggap
bagian tepi dinding berada pada garis netral portal, sehingga h' = h dan l' = l. gaya interaksi
dianggap terdistribusi merata sepanjang panjang bidang kontak ekivalen yang diusulkan,
yaitu αch dan αbl. Panjang bidang kontak aktual harus diatur agar sesuai dengan blok
tegangan persegi yang diusulkan. Keseimbangan gaya pada portal-isi menjadi:
V  H tan 

(2.8a)

H  C c  Fb  2 S

(2.8b)

V  C b  Fc  2 N

(2.8c)

sedangkan keseimbangan rotasi dari portal-isi akan memenuhi persamaan berikut:
h
l
l
h
l
h
C c    c   F c  C b    b   Fb  0
2
2
2
2
2
2

dimana

C c   c t  c h ; C b   b t b l
Fc   c t c h ; Fb   b t b l

(2.9)

(2.10a, b)
(2.11a, b)

Universitas Sumatera Utara

21

dimana H dan V = komponen horizontal dan vertikal dari gaya luar; S dan N = gaya
geser dan gaya aksial berturut-turut sepanjang bidang kontak dari kolom;

dan

=

tegangan kontak normal dan geser merata yang diusulkan dari dinding pengisi; dan θ
= sudut diagonal tekan.

2.6.3.2 Gaya-gaya Portal
Jika statis momen gaya-gaya yang beraksi pada kolom dan balok diambil
terhadap titik A (lihat Gambar 2.4) dan diselesaikan untuk geser dan gaya aksial
kolom akan menghasilkan:
 M pj  M j
S  0.5 c t c2 h  
h






(2.12a)

 M pj  M j
N  0.5 b t b2 l  
l






(2.12b)

Catatan, S dan N juga mewakili gaya aksial dan geser diluar bidang kontak dari balok,
untuk mendapatkan keseimbangan dari nodal yang tidak dibebani. Pengaruh Mj
terhadap beban runtuh umumnya yaitu kurang dari 2% sehingga dapat diabaikan
(Saneinejad dan Hobb, 1995).

2.6.3.3 Beban Runtuh
Jika gaya kontak Cc dan Fb dan juga gaya geser kolom S dari Pers. (2.10a),
(2.11b) dan (2.12a) disubstitusikan Pers. (2.8b) maka hasilkan beban runtuh (collapse
load) sebagai berikut:

 M pj  M j
H   c t 1   c  c h   b t b l  2
h






(2.13)

Universitas Sumatera Utara

22

2.6.3.4 Tegangan Kontak Nominal
Pada beban puncak, dinding pengisi yang mengalami kerusakan ( failure)
akibat kombinasi tegangan normal dan geser beraksi pada bidang kontak dibagian
sudut yang dibebani. Kriteria leleh terkenal Tresca hexagonal yang dijelaskan Chen
(1982) secara matematik mencukupi untuk menunjukkan kombinasi tegangan
tersebut, sebagai berikut:
 2  3 2  f c2

(2.14)

Dimana fc = tegangan tekan efektif dari dinding pengisi, bilamana tegangan tersebut dapat dianggap
sebagai blok tegangan persegi seperti terlihat pada Gambar 2.6, maka Pers (2.3) dapat juga ditulis
dalam terminologi tegangan kontak sebagai berikut:

 c    r 2   c dan  b     b

(2.15)

Dengan mengkombinasikan Pers.(2.14) dan (2.15) dapat diperoleh nilai batas atas ( upperbound) nominal dari tegangan normal kontak sebagai berikut:

 c0 

fc

1  3 2 r 4

c
 b0 
;
1  3 2

f

(2.16)

2.6.3.5 Panjang Bidang Kontak Portal–Dinding Isi
Solusi eksak matematik untuk menghitung panjang bidang kontak portal –
dinding isi relatif kompleks dan perlu trial-error, sehingga perlu cara pendekatan
tetapi relatif teliti. Pada Gambar 2.6, tanda slope dari diagram momen pada kolom
terletak pada lokasi yang relatif berdekatan dengan daerah pemisahan portal dengan
dinding-isi yang diusulkan yaitu titik E. Dengan demikian, gaya geser pada titik E
relatif kecil dan dapat diabaikan. Statis momen dari gaya-gaya yang bekerja pada
kolom sepanjang E-A adalah:

Universitas Sumatera Utara

23
M pj  M c  0.5 c h   c t  0
2

(2.17a)

Hubungan yang serupa juga dapat dituliskan untuk komponen balok yaitu
M pj  M b  0.5 b l   b t  0
2

(2.17b)

Substitusikan Mc dan Mb dari Pers (2.6) ke Pers. (2.17), sehingga panjang bidang
kontak dapat diperoleh sebagai berikut:

ch 

bl 

2M pj  2 c M pc

 ct

2M pj  2 b M pb

 bt

 0.4h 

(2.18a)

 0.4l 

(2.18b)

Salah satu apakah βc atau βb akan mendekati nilai batas atas, β0 = 0.2, pada
saat bidang kontak yang dimaksud mengembangkan tegangan normal nominal yang
berkaitan. Sehingga panjang bidang kontak dapat dianggap bernilai sembarang.
Substitusikan nilai nominal dan dikombinasikan dengan Pers. (2.2) akan
menghasilkan:

ch 
bl 

2M pj  2 0 M pc

 c0t

2M pj  2 0 M pb

 b0t

 0.4h 

(2.19a)

 0.4l 

(2.19b)

2.6.3.6 Tegangan Kontak

Universitas Sumatera Utara

24

Kerusakan (failure) dinding pengisi pada sudut yang dibebani tidak perlu
terjadi pada bidang pertemuan balok dan kolom secara bersamaan. Maka Pers. (2.16)
hanya menjadi batas atas nominal tegangan kontak. Memasukkan Pers (2.10) dan
(2.11) ke Pers (2.9) akan memberikan:

 b b 1   b  r   r 2 c c 1   c  r 

(2.20)

Hubungan diatas hanya akan terpenuhi pada bidang kontak yang sebenarnya,
dihasilkan dari tegangan kontak nominal pada Pers. (2.16) sebagai berikut:
A
Jika Ac  Ab maka  b  b 0 dan  c   c 0  b
 Ac

A
Jika Ac  Ab maka  c  c 0 dan  b   b 0  c
 Ab

dimana









Ac  r 2 c 0 c 1   c  r  dan Ab  r 2 b 0 b 1   b  r 

(2.21a)

(2.21b)

(2.22, b)

2.6.3.7 Beban Runtuh Ultimate
Ketika lendutan portal bertambah setelah melampui beban puncak, dinding
pengisi akan kehilangan kekuatannya karena sifatnya alaminya getas ( brittle).
Meskipun demikian, Mj akan meningkat sampai tahanan momen plastis pada
sambungan Mpj. Karena pada Pers. (2.13) sumbangan tahanan dari dinding pengisi
dan portal diberikan secara terpisah maka beban runtuh ultimate menjadi:
Hu 

4M pj

(2.23)

h

Yaitu menunjukkan kekuatan portal tanpa dinding pengisi.

Universitas Sumatera Utara

25

2.6.3.8 Beban Lateral Penyebab Retak pada Dinding Pengisi
Beban lateral penyebab retak pada dinding dapat didekati dengan:
H u  2 2th f1 cos 2 

(2.24a)

Selanjutnya kontribusi portal dipertimbangankan dengan menganggap bahwa
prosentasi yang diterima portal pada waktu meninjau retak nilainya sama dengan
prosentasi yang diterima portal pada waktu beban runtuh total sehingga dapat ditulis:
H t  H ti

H
H
dimana
 1 .0
C c  Fb
C c  Fb

(2.24b)

2.6.3.9 Perpindahan Lateral
Membandingkan dengan diagram beban-lendutan yang dihasilkan dalam
analisa NLFE maka Saneinejad dan Hobb (1995) mencari hubungan empiris untuk
memprediksi perpindahan lateral pada beban puncak dan hasilnya adalah:



 h  5.8 c h cos   c2   b2



0.333

(2.25)

2.6.3.10 Kekakuan (stiffness)
Kekakuan sekan dari portal-isi pada saat beban puncak didefinisikan sebagai:
K

H
h

(2.26a)

Diagram beban-lendutan portal-isi adalah berbentuk parabolik, sedangkan
kekakuan awal (initial) dari portal-isi didekati sebagai dua kali nilai kekakuan secant
dan hal tersebut sudah dibuktikan dengan NLFE (Saneinejad dan Hobbs, 1995).
K0  2

H
h

(2.26b)

Universitas Sumatera Utara

26

Perpindahan lateral portal-isi dipengaruhi oleh adanya celah atau gap antara
panel dan portal, sedangkan nilai-nilai diatas dianggap tidak ada gap (rapat), kalaupun
ada dianggap cukup kecil sehingga relatif diabaikan.

2.6.4 Metoda Perencanaan Umum
2.6.4.1 Metoda Dasar
Portal-isi tunggal yang dibebani secara diagonal sampai tahap puncak ternyata
tidak mengalami mekanisme keruntuhan plastis, tetapi hanya mengalami lentur yang
besarnya tidak terlalu signifikan yaitu pada sudut yang tidak dibebani. Selanjutnya
diketahui bahwa perilaku portal-isi yang terdiri dari panel ganda hampir sama dan
disimpulkan bahwa perilaku portal-isi dengan panel tunggal sama dengan perilaku
portal-isi dengan banyak panel seperti yang terdapat pada gedung bertingkat.
Konklusi yang dapat diambil bahwa apabila properti mekanik dinding pengisi
diperoleh maka selanjutnya dapat dimodelkan sebagai batang diagonal tekan
pengganti dan dianalisis seperti struktur rangka umumnya.

2.6.4.2 Diagonal Tekan Ekivalen
Diakitkan dengan struktur portal bertingkat dengan dinding pengisi , Mj dapat
dihilangkan dari Pers. (2.13), sehingga daya dukung horizontal dari portal isi adalah
 2 M pj
H   c t 1   c  c h   b t b l  
 h





(2.27)

Term ke-1 dan ke-2 adalah tahanan dinding pengisi, lalu term ke-3 adalah
tahanan portal yang dibebani sampai kondisi batas. Dengan demikian bagian dinding
pengisi dapat digantikan dengan tahanan penopang ekivalen sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

27
 2 M pj
H  R cos   
 h





2.28)

Sedangkan R tergantung dari tiga macam keruntuhan yang terjadi dan dipilih yang
paling kecil (menentukan).
a. Keruntuhan Sudut / Ujung Diagonal (CC = Corner Crushing)
Mode keruntuhan sudut atau ujung diagonal (CC = corner crushing) maka
tahanan diagonal dapat dihitung dari:
R  RCC 

1   c  c th c   b tl b
cos 

2.29)

b. Keruntuhan Tekan Diagonal (DC = Diagonal Compression)
Dinding pengisi yang langsing dapat mengalami keruntuhan tekan diagonal
ditengah panel. Kehancuran tersebut akibat ketidak-stabilan dinding pengisi
akibat timbulnya diagonal tekan yang besarnya dapat dihitung dari:
R  RDC 

0.5h tf a
cos 

(2.30)

Kuat tekan aktual dinding masonri tergantung dari arah tegangan tetapi
pendekatan dengan kuat prisma f’m dari ACI 530-88 dapat digunakan sehingga

  leff  2 
  , dimana fc  0.6  f m dengan ϕ = 0.65
fa  fc 1  
  40t  

(2.31)

Panjang efektif pita diagonal tergantung dari panjang bidang kontak dan
geometri panel pengisi dan secara konservatif dapat diambil sebagai berikut:
l eff 

1   c 2 h  2  l  2

(2.32)

Universitas Sumatera Utara

28

c. Keruntuhan Geser (S = Shear)
Dinding pengisi dari masonri dapat mengalami retak horizontal sepanjang
panel akibat gaya geser yang berlebihan. Gaya geser horizontal total yang
menyebabkan keruntuhan (S) dapat dihitung sebagai berikut:
Hs 

l 
 0.83tl 
'1  0.45 tan  

(2.33)

Gaya diagonal tekan yang berkesuaian dengan gaya horizontal tersebut adalah
R  RS 

tl 
0.83tl 

1  0.45 tan   tan  cos 

(2.34)

Dimana υ diambil 0.25 MPa dan 0.41 MPa masing-masing untuk dinding
masonri tanpa grouting dan dengan grouting, sedangkan tan    (a   c ) h l 
d. Properti Luas Penampang Diagonal Tekan Ekivalen
Diagonal gaya dengan tegangan tekan merata ekivlen, fc, dapat diproporsikan
dengan menaggung Pers. (2.29), (2.30), (2.32) dan (2.34) lalu dibagi dengan fc
untuk mendapatkan luas penampang batang tekan ekivalen sebagai berikut:
Ad 

1   c  c th

c

cos 
fc

  b tl

b
fc

 0.5

th 

fa

cos 

fc



tl 

1  0.45 tan   f c



0.83tl 
f c cos 

(2.35)

2.6.4.3 Kekakuan Diagonal Tekan Ekivalen
Modulus elastisitas seakan dari diagonal tekan ekivalen pada kondisi beban
puncak dihitung sebagai berikut:
Ed 

c

fc



df c

d

(2.36)

Universitas Sumatera Utara

29

dimana ∆d = ∆h cosθ dan d = panjang diagonal panel
Dengan mengganti ∆y dan d maka rumus diatas dapat ditulis dalam bentuk
lendutan horizontal puncak sebagai berikut:
Ed 

 h cos 2 
hfc

(2.37)

Modulus elastisitas (initial) yang digunakan pada analisis dapat diambil dua kali nilai
modulus secant sebagai berikut:
Ed 0 

2.7

2hfc
 h cos 2 

(2.38)

Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Berdasarkan
FEMA 273
Lebar efektif diagonal compression strut yang digunakan untuk menganalisis

kekuatan dan kekakuan dinding pengisi bata berdasarkan model FEMA 273 dapat
dihitung dengan rumus:

a  0.175 1 hcol 

0.4

rinf

(2.39)

 E t sin 2  4
1   me inf

 4 E fe I col hinf 
1

dimana:
hcol
hinf
Efe
Eme
Icol
Linf
rinf
tinf
θ
λ1
a

(2.40)

= tinggi kolom diantara as-balok
= tinggi dinding portal
= modulus elastisitas material portal
= modulus elastisitas material dinding pengisi
= inersia penampang kolom
= panjang dinding pengisi
= panjang diagonal dinding pengisi
= tebal dinding pengisi
= sudut yang dibentuk antara tinggi dan panjang dinding pengisi
= koefisien yang digunakan untuk menentukan lebar efektif strut
= lebar efektif strut

Universitas Sumatera Utara

30

2.8

Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Berdasarkan
Diftesh Das dan CVR Murty (2004)
Diftesh Das dan CVR Murty (2004) mengajukan sebuah formula dalam

penentuan lebar efektif diagonal compression strut dengan menambahkan sebuah
faktor koreksi λ ke model FEMA 273 yang merupakan faktor reduksi kekakuan
akibat adanya bukaan pada dinding pengisi sesuai persamaan:
(2.41)

dimana:
dm

= panjang diagonal dinding pengisi

t

= tebal dinding pengisi
= luas diagonal strut
Portal dinding pengisi dalam model ini yang diidealkan seperti diagonal

ekivalen penguat portal dengan diagonal strut tekan yang terhubung dengan sudut
portal. Dinding bata pengisi dibentuk bangunan portal beton bertulang mengurangi
perpindahan struktur tetapi meningkatkan kekuatan dan kekakuan.
Pada bentuk pemodelan yang dianalisa dalam jurnal ini yaitu memiliki denah
3 bentang dengan lebar bentang 5 m, jumlah lantai terdiri dari 3 lantai untuk lantai 1
tinggi lantainya 4 m dan lantai 2,3 dengan tinggi lantai 3 m. Ada 6 grid untuk grid 1,
grid 2, grid 4, grid 6 adalah bentuk model portal berdinding (fully infilled frame ) dan
untuk grid 3 dan grid 4 adalah bentuk model portal terbuka (open frame), seperti yang
ada dalam gambar

denah dan tampak pada pemodelan portal berdinding (fully

infilled frame ) dan portal terbuka (open frame) seperti dalam Gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara

31

Gambar 2.5 Denah dan Tampak pada Pemodelan Portal Berdinding dan
Terbuka Diftesh Das dan CVR Murty (2004)
2.9

Konsep Dasar Metoda Analisa Pushover

2.9.1

Umum
Metoda analisa statik tidak linear (pushover analysis) adalah metoda tidak

linier yang sangat popular digunakan dalam perencanaan atau penilaian bangunan
yang terletak di daerah rawan gempa. Seperti yang dijelaskan oleh Kunnath (2005),
ide yang mendasari metoda ini adalah untuk menjelaskan keadaan beban gempa yang
bekerja pada rangka struktur. Respon rangka struktur terhadap berbagai beban
dinamis adalah sebuah kombinasi ragam getar dinamis dari sistem yang bergetar.

Universitas Sumatera Utara

32

Sehingga metode ini juga didasarkan kepada konsep dasar analisa ragam getar pada
struktur. Penjelasan teori yang mendasari analisa statik tidak linear berikut ini adalah
berdasarkan McGiure dkk. (1999).

2.9.2

Dasar Teori
Seperti pada umumnya sebuah vector berorde n dapat dinyatakan melalui

suatu kumpulan vektor n yang berdiri sendiri. Dalam hal ini nilai vektor-Eigen
dihasilkan melalui masalah nilai Eigen yang berperan sebagai vector-vektor yang
menjelaskan simpangan-simpangan yang terjadi pada setiap lantai pada sebuah
bangunan bertingkat. Variabel n ini mengacu kepada derajat kebebasan yaitu Degree
of Freedom (DOF) yang pada metode ini adalah jumlah lantai pada bangunan

bertingkat (Gambar 2.13.) atau jumlah titik kumpul (idealisasi) pada sistem berderajat
kebebasan tunggal yaitu Single Degree of Freedom (SDOF) seperti kolom kantilever.
Simpangan ini dapat didefinisikan dengan persamaan berikut:

u i m    m q m   q
N

(2.47)

m 1

dimana {ui} adalah vector simpangan, {q} adalah koordinat ragam, [Φ] adalah matrik
ector Eigen, m adalah nomor ragam getar dan i adalah nomor tingkat.
Memberikan analisa respon dinamik struktur elastik linier pada system
berderajat kebebasan tunggal dan system berderajat kebebasan banyak akibat
beberapa jenis pembebanan dinamik, tanpa atau dengan redaman. Berikut ini adalah
hubungan keseimbangan untuk sistem berderajat kebebasan banyak yaitu Multy
Degree of Freedom (MDOF).

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.6 Model Struktur Rangka Bertingkat dengan DOF yang Disederhanakan

mu  c u  k u  mtug t 

(2.48)

dimana [m] adalah matriks massa, [c] adalah matriks redaman, dan [k] adalah matriks

kekakuan, sedangkan {u} adalah vector simpangan, u adalah vector kecepatan dan

u adalah vector percepatan. Parameter t adalah vector nilai unit dan u t  adalah
g

percepatan getaran tanah yang diberikan.
Persamaan kesetimbangan dapat disederhanakan seperti berikut setelah
menerapkan dekomposisi ragam getar yang diberikan pada Persamaan (2.47) dan
menerapkan hubungan-hubungannya secara ortogonal

qn  2 n q n   n2  n ug t 



dimana:

(2.49)



n    mt  / M n , dan
T

M n    m 
T

Universitas Sumatera Utara

34

Untuk lebih memudahkan pemahaman maka bagian sebelah kanan dari Persamaan
(2.48) dapat dianggap sebagai kontribusi ragam getar yang berdiri sendiri seperti
dijelaskan Chopra (2001) sebagai berikut:

mu  c u  k u   Rn ug
N

(2.50)

n 1

Dengan membagi Persamaan (2.50) dengan Persamaan (2.48) dan menyelesaikannya
melalui transformasi nilai ragam getar seperti yang dihasilkan pada Persamaan (2.49),
maka dapat ditentukan bahwa:

R   Rn

 n m n

(2.51)

Setiap bagian dari persamaan di atas mengandung kontribusi nilai ragam getar untuk
setiap ragam getarnya. Cara lain untuk menjelaskan Persamaan (2.51) adalah dengan
menganggap vector beban pada bagian kanan Persamaan (2.48) seperti berikut ini:

mtug  R f t 

(2.52)

dimana {R} adalah vector distribusi beban. Untuk fungsi pembebanan yang umum
{p(t)}={r}f(t), vektor {r} adalah vector transformasi simpangan yang dihasilkan akibat
adanya satu unit simpangan pada bagian perletakan. Pada pembebanan akibat gempa hal
ini dapat disederhanakan menjadi sebuah vector dengan nilai-nilai per unit. Pembebanan
dari luar tentunya dapat divariasikan sebagai sebuah fungsi waktu dalam hal amplitude
dan distribusi ruang (spatial distribution). Tujuan menguraikan persamaan dalam bentuk
seperti Persamaan (2.52) adalah untuk memisahkan distribusi ruang dari fungsi amplitude
yang bervariasi terhadap waktu. Konsep ini dijelaskan secara lebih mendalam pada
banyak buku-buku dinamika seperti Chopra (2001).

Universitas Sumatera Utara

35

Langkah berikutnya adalah memasukkan kondisi pembebanan gempa. Karena
prosedur ini merupakan prosedur analisa statik maka bentuk pembebanan gempa
yang dapat dianggap paling layak adalah bentuk spektrum respon. Distribusi gayagaya lateral yang akan digunakan di dalam analisa statik tidak linear dapat didekati
dalam bentuk kontribusi ragam getar puncak ( peak modal contributions) seperti
berikut ini:

 f n   n m n Sa  n , Tn 

(2.53)

di mana Sa adalah spektrum percepatan untuk pembebanan gempa pada sebuah
perioda T dan rasio redaman ζ pada ragam getar ke-n.
Gaya-gaya modal yang didapat dengan menggunakan Persamaan (2.53) hanya
akan menjelaskan kontribusi-kontribusi sampai ke ragam getar ke-n. Persamaan
(2.53) mewakili bentuk vector gaya lateral yang sangat umum yang akan dipakai
dalam analisa statik tidak linear. Jika n=1, maka hanya kontribusi ragam getar
pertama yang ditinjau.
Untuk memahami konsep spektrum kapasitas adalah perlu untuk meninjau
kembali Persamaan (2.47) sampai (2.49) dengan menyelesaikannya menggunakan
prosedur analisa ragam getar biasa. Respon puncak sebuah sistem SDOF yang
dibebani sebuah getaran gempa dapat diperoleh melalui sebuah spectrum respon
getaran gempa. Persamaan (2.49) menjelaskan satu set ragam getar n pada sistem
SDOF yang mana setiap ekspresi persamaan memberikan jawaban terhadap sebuah
ragam getar tertentu. Respon total diperoleh melalui transformasi yang terdapat pada
Persamaan (2.47).

Universitas Sumatera Utara

36

Dengan menganggap Sd(ζn,ωn) sebagai simpangan maksimum dari sebuah
sistem SDOF dengan frekuensi ωn dan rasio redaman ζn, yang dibebani getaran

gempa ug t  , respon simpangan puncak dari sistem pada Persamaan (2.49) diberikan
oleh:

q n max

 n Sd  n , n 

(2.54)

Simpangan puncak pada setiap tingkat (lantai) dapat diperoleh dengan
Persamaan (2.47) seperti berikut ini:

 11 
  12 
 u1 
 
 
u 
 21 
 22 
 2
  2 S d  2 ,  2 

   1 S d  1 , 1 
  
  

 n1 
 n 2 
u n 
max

(2.55)

Persamaan di atas mengandung kontribusi-kontribusi yang terdapat pada
semua ragam getar. Dengan menganggap hanya simpangan puncak pada sebuah DOF
tertentu yang diperlukan, contohnya jika DOF ke-n adalah level atap (level tertinggi
sebuah struktur), dan hanya kontribusi ragam getar pertama yang ditinjau, maka

u n ,max  1 S d  1 , 1  n1

persamaan berikut akan diperoleh:

(2.56)

Persamaan ini dipakai untuk mengubah simpangan atap, hasil dari sebuah
analisa statik tidak linear, menjadi spektrum simpangan ragam getar pertama di dalam
prosedur spectrum kapasitas.
Untuk membentuk spektrum percepatan ragam getar pertama ekivalen maka
simpangan puncak dapat diperoleh melalui persamaan-persamaan berikut:

Universitas Sumatera Utara

37

 f n max

 fn max

  n2 mu n max

(2.57)

 f n max   n2 mn Sd  n ,  n 

(2.58)

 n Sa  n ,  n m

 m1 11 
 m112 




 1 S a  1 , 1 m2  21   2 S a  2 ,  2 m2  22   
  
  





(2.59)

Jika hanya kontribusi ragam getar pertama yang ditinjau maka

 f n max

 m1 11 


 1 S a  1 , 1 m2  21 
  



(2.60)

Gaya geser dasar Vb diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya geser tingkat,
maka kontribusi ragam getar pertama terhadap gaya geser dasar diberikan melalui
persamaan berikut ini:

Vb  1 S a  1 , 1  mi  i1
n

i 1

2.9.3

(2.61)

Prosedur Perhitungan Analisa Pushover
Analisa statik nonlinier merupakan prosedur analisa untuk mengetahui

perilaku keruntuhan dan kapasitas dari suatu struktur secara keseluruhan, mulai
dari kondisi elastis, plastis, hingga elemen-elemen struktur mengalami keruntuhan
akibat beban gempa. Sebuah analisa struktur yang memakai analisa statik tidak
linier yang bebannya diberikan secara meningkat bertahap sampai keseluruhan
elemen mengalami sendi plastis. Analisa ini dibuat untuk mengevaluasi kinerja

Universitas Sumatera Utara

38

struktur dengan memperkirakan kapasitas struktur dengan memperkirakan
kapasitas struktur dalam bentuk gaya dan simpangan global atau simpangan antar
tingkat, atau deformasi dan gaya elemen. Kapasitas struktur kemudian akan
dibandingakan dengan kurva kebutuhan ( demand ). Analisis ini dilakukan dengan
cara memberikan pola beban lateral statik pada struktur yang nilainya terus
ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target perpindahan ( displacement )
dari suatu titik acuan. Pada analisis ini yang menjadi titik acuan adalah titik pada
lantai atap dan besarnya deformasi maksimum yang boleh terjadi pada struktur
ditetapkan terlebih dahulu oleh perencana.
Adapun tahapan dalam analisa pushover adalah:
1. Menentukan kurva pushover , yang menggambarkan hubungan antara gaya
geser dasar (base shear ) dengan perpindahan (displacement) titik acuan lantai
atap.
2. Membuat spektrum respon percepatan-simpangan (ADRS) berdasarkan
spektrum desain elastis (tanpa pengurangan akibat R-factor ) seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
3. Mengubah kurva kapasitas pushover menjadi spektrum kapasitas (Gambar
2.7).
4. Kemudian

cari

titik

performance

point

sehingga

diperoleh

titik

perpindahan atap maksimum. Dari perpindahan atap maksimum tersebut
kemudian cari nilai gaya geser dasar maksimum ( base shear maximum),
perpindahan tiap lantai (floor displacement ).

Universitas Sumatera Utara

Spectral Acceleration

Spectral Acceleration

39

T1 T2
T3
Period, T
Sd = Sa T /4π
2

2

Spektrum desain elastis
Sa vs T

T1

In ADRS format,
lines radiating from
the origin have
constant periods.
T2

T3

Spectral Displacement
T = 2π (Sd/Sa)0.5
Spektrum ADRS
Sa vs Sd

Gambar 2.7 Konversi Spektrum Desain Elastis Menjadi Format ADRS ATC-40

2.9.4 Prosedur Cara Kerja Analisa Pushover
Cara kerja metode pushover adalah dengan memberikan gaya luar secara
bertahap dan meningkat sampai pada keseluruhan elemen mengalami sendi plastis.
Analisa ini dibuat untuk mengevaluasi kinerja struktur dengan memperkirakan
kapasitas struktur dalam bentuk gaya dan simpangan global atau simpangan antar
tingkat, atau gaya elemen dan deformasi. Biasanya kapasitas struktur akan
dibandingkan dengan kurva kebutuhan (demand curve). Langkah menghitung metode
analisa pushover berdasarkan:
1. Memperhitungkan momen sendi plastis akibat beban gravitasi
2. Memperhitungkan momen sendi plastis akibat beban lateral

Universitas Sumatera Utara

40

3. Jumlahkan momen hasil perhitungan 1 dan 2 pada elemen tersebut
4. Jika jumlah momen melewati batas momen leleh maka momen tersebut akan
direduksi sehingga akan berada pada posisi momen leleh.
5. Gaya lateral yang diberikan juga akan direduksi pula akibat reduksi momen
dari elemen tersebut.

+

=

+

=

Gambar 2.8 Prosedur Analisa Pushover

2.9.5

Prosedur Analisa Pushover pada ETABS

1. Buat model Fr A, B, C, D, dan E dengan masing-masing dimensi kolom dan
balok beserta material beton bertulang.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Tentukan kondisi leleh dan plastis dari balok dan kolom dengan cara: Define –
Frame Nonlinear Hinges Properties – Add new property – Hinge properties =

jika balok maka Moment M3, jika kolom maka P-M2-M3 – Modify/Show for
M3 atau Modify/Show for PMM – isikan nilai momen dan rotation yang

disediakan sesuai pada lampiran. Untuk PMM – Define/Show Interaction –
User Definition & Doubly Symmetric About M2 and M3 – Define/Show

Surface - isikan nilai P (Axial Load) dan M yang disediakan sesuai pada
lampiran.
3. Hitung perpindahan tiap-tiap model dengan gaya yang digunakan adalah
beban mati menggunakan analisa nonlinear dengan cara: Define – Static
Nonlinear/Pushover Cases – Add new Case – Options = Load to Level
Defined & Load pattern = DEAD (Scale faktor= 1) - OK

4. Hitung analisa statis nonlinear dengan menggunakan metode pushover dengan
cara: Define – Static Nonlinear/Pushover Cases – Add new Case – Options =
Push to Disp. Magnitude= 1,84 & Start from previous Case= DEAD & Load
pattern = MODE 1 (Scale faktor= 1) – OK

5. Tentukan derajat kebebasan (DOF) dengan cara: Analyze – Set Analysis
Options – XZ Plane – OK

6. Lakukan Running Program dengan cara: Analyze – Run Analysis (F5)
7. Lakukan Running Program dengan analisa nonlinear statis dengan cara :
Analyze – Run Static Nonlinear Analysis

8. Lihat hasil kurva kapasitas nonlinear static dengan cara: Display – Show Static
Pushover Curve

Universitas Sumatera Utara

42

2.9.6 Capasity Spectrum Method
Capacity spectrum method merupakan salah satu cara untuk mengetahui

kinerja suatu struktur. Capasity Spectrum Method menyajikan secara grafis dua buah
grafik (spektrum), yaitu spektrum kapasitas ( capasity spectrum) dan spektrum
kebutuhan (demand) (lihat Gambar 2.9). Spektrum kapasitas menggambarkan
hubungan gaya geser dasar (base shear ) dan perpindahan lateral struktur (biasanya di
atap bangunan) sedangkan spektrum demand menggambarkan besarnya kebutuhan
(demand) akibat gempa dengan periode ulang tertentu. Perpotongan antara kurva
kapasitas (representasi dari perilaku kekakuan dan kekuatan struktur) dan kurva
demand (represetasi dari spektrum gempa dengan redaman 15% untuk struktur
inelastik) disebut performance point.

Sa

Demand spectrum
Performance point

Capacity spectrum

Sd

Gambar 2.9 Performance Point pada Capacity Spectrum Method

Universitas Sumatera Utara

43

2.9.7 Kurva Kapasitas
Hasil analisis statik pushover nonlinier adalah kurva yang menunjukkan
hubungan antara gaya geser dasar (base shear ) dan simpangan atap (roof
displacement) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10 Hubungan tersebut kemudian

Gaya Geser Dasar

dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur.

Simpangan Atap

V

Gambar 2.10 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas (capacity curve ) diubah menjadi spektrum kapasitas (capacity
spectrum) dalam format ADRS melalui persamaan sebagai berikut:

Sa 
Sd 

V

1

W

(2. 62)

 a ta p

PF1 a ta p,1

 N wi i1 
 i 1
g
MPF1  
2
N
  wi i1
i 1
g






(2.63)






(2.64)

Universitas Sumatera Utara

44
 N wi i1  
g 
i 1
1 
 N w1   N wi i21 
i 1 g  i 1
g 





2



(2.65)

dimana:
MPF1
α1
wi/g
∅il
Δatap
Sa
Sd
N
V
W

2.10

= faktor partisipasi ragam (modal participation factor ) untuk ragam ke-1
= koefisien massa ragam untuk ragam ke-1
= massa lantai i
= perpindahan pada lantai i ragam ke-1
= perpindahan atap (yang digunakan pada kurva kapasitas)
= spektrum percepatan
= spektrum perpindahan
= jumlah lantai
= gaya geser dasar
= berat struktur (akibat beban mati dan beban hidup tereduksi)

Spektrum Kebutuhan (Demand Spectrum)
Demand spektrum ini diperoleh dari spektrum respon elastis yang dinyatakan

dalam satuan percepatan, Sa (m/detik2) dan periode struktur, T (detik). Sama seperti
kurva kapasitas, spektrum respon ini juga perlu diubah ke dalam format ADRS
menjadi spektrum demand. Pada format ADRS, periode struktur yang sama adalah
garis lurus radial dari titik nol. Hubungan antara Sa, Sd, dan T didapatkan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
T  2

Sd
Sa

 T 
Sd  
 Sa
 2 

(2.66)

2

(2.67)

Universitas Sumatera Utara

45

2.11

Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa
Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan

pengaruh beban gempa terhadap struktur, antara lain:
1. Metode Statik Ekivalen
2. Metode Respon Spektrum

2.11.1 Metode Statik Ekivale