NASKAH PUBLIKASI
PENGARUH SUKU BUNGA SBI TERHADAP INFLASI
PERIODE 2011 - 2016
Yoga Saputra
Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
Email :
ABSTRACT
This study aims to determine and test empirically influence the interest rate on
Inflation in January 2011 - July 2016
The data used are secondary data ie data of Interest Rates of Bank Indonesia
Certificates and Inflation Rate Data from Bank Indonesia Website. Secondary data were
analyzed by using Regression Analysis of Lag Distribution Model.
The analysis shows that Interest Rate of Bank Indonesia Certificates and Inflation
in January 2011 to July 2016 from the research conducted by the authors experienced
fluctuations by Indonesia's unstable economic condition. Unstable socio-political
conditions also contributed in influencing by development of the Indonesian economy.
Changes in the SBI will affect Inflation. Interest rates for the period t, t-1 and t-2 has an
effect simultaneously on inflation with 58% contribution. Partially by using the t test
can be known the interest rate that has a significant effect on the Inflation Rate the
interest rate on day t and period t-2. While the period t-1 has no effect on inflation.
Based on the above conclusions, the suggestion that can be given is the
Government and Bank Indonesia as the central bank is expected to be more careful
when going to the policy so that the investment climate in Indonesia is maintained and
the economic growth in Indonesia is higher and still maintain the policies in controlling
the tribe SBI interest by continuing to strengthen coordination with the government in
controlling inflation, strengthening growth stimulus, and structural reforms so as to
sustain sustainable economic growth.
Keywords: Interest Rate, Bank Indonesia Certificate, Inflation
1
PENDAHULUAN
Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja
pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian.
Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar
modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa.
Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variabel-variabel ekonomi, seperti suku
bunga, inflasi, nilai tukar maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang
cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada
tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77% pertahun (Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia, 1998).
Untuk melihat perkembangan pasar modal Indonesia salah satu indikator yang
sering digunakan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan
salah satu indeks pasar saham yang digunakan
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikatorindikator makro yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator ekonomi
makro juga bersifat fluktuatif.
Pasar modal merupakan salah satu alat penggerak perekonomian di suatu negara,
karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka
panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan
dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu pasar modal juga
merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu negara, karena
hampir semua industri di suatu negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang
mengalami peningkatan (bullish) atau mengalami penurunan (bearish).
Tabel 1. Perkembangan tingkat suku bunga SBI Periode januari 2011 – Juli 2016
TAHUN
TINGKAT SUKU BUNGA SBI (%)
2011
6.00%
2012
5.75%
2013
7.50%
2014
7.75%
2015
7.50 %
2016 Juli
6.5
Sumber: Bank Indonesia, 2017
Berdasarkan pada Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa suku bunga SBI mulai
pada tahun 2011 sampai dengan 2016 mengalami peningkatan dan peningkatan. Adanya
2
peningkatan ditunjukkan pada tahun 2013 , di mana indeks suku bunga SBI pada tahun
2013 mencapai 7.50 % yang otomatis mengalami peningkatan sebesar 1,75% dari tahun
2012 yang hanya mencapai 5.75 %. Pada tahun 2014 suku bunga SBI juga mengalami
peningkatan hingga mencapai 7,75% atau naik sebesar 0,25% dari tahun sebelumnya.
Perkembangan suku bunga SBI pada tahun 2015 mengalami penurunan dari
7,75% menjadi 7,5% pada bulan Desember 2015. Penurunan suku bunga SBI juga
terjadi pada tahun 2012 dan 2016, di mana tahun 2012 mengalami penurunan sebesar
0,25% dari tahun 2011 dan pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 1,00 % dari
tahun 2015.
Tingkat bunga merupakan sebuah tingkat pengembalian asset yang mempunyai
risiko mendekati nol. Umumnya tingkat bunga ini mempunyai hubungan negatife
dengan bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan tingkat bunga akan naik, maka
investor akan menjual sahamnya dan menggantinya dengan instrument berpendapatan
tetap (fixed income securities) yang memberikan tingkat bunga yang tinggi.
Tingkat bunga merupakan tingkat pertumbuhan jumlah uang. Artinya jumlah uang
yang beredar akan bertumbuh minimal sebesar tingkat suku bunga, sementara produksi
barang dan jasa dalam kondisi tidak bertumbuh di bawah tingkat suku bunga, maka nilai
uang akan turun secara terus-menerus secara relative terhadap nilai secara agregat
(Fabozzi dkk, 1999: 204).
Bank Indonesia selaku bank sentral menggunakan instrumen suku bunga SBI
dalam mengendalikan inflasi di Indonesia, Menurut Baroroh dalam Hudaya (2011:28),
hubungan antara suku bunga SBI dengan inflasi adalah kenaikan suku bunga SBI akan
mendorong kenaikan suku bunga jangka pendek di pasar uang. Demikian juga halnya
dengan suku bunga jangka panjang, produsen akan merespon kenaikan suku bunga di
pasar uang dengan mengurangi investasinya, maka produksi dalam negeri (output)
menurun sehingga tingkat inflasi domestik menurun.
Boediono(1998) menyatakan Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga
barang untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak disebut fenomena inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barangbarang lain. Syarat ada
kecenderungan menaik terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena
misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja dan tidak
3
mempunyai pengaruh lanjutan maka tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini
tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi dan tidak memerlukan
kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Secara umum dan sederhana inflasi
dapat disebabkan oleh dua hal yaitu inflasi yang timbul karena adanya permintaan
masyarakat yang berlebih dan inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya
produksi
Penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2014) dengan judul Analisis Hubungan
Kausalitas Antara BI Rate Dengan Inflasi Di Indonesia Periode Juli 2006 - Juli 2013
Menggunakan Metode Granger Dan Final Prediction Error. Diperoleh hasil bahwa
terjadi pola hubungan satu arah pada uji kausalitas Granger yaitu perubahan inflasi
menyebabkan perubahan BI Rate, dengan melihat probalitas pada lag 4 yaitu sebesar
0.0103 < 0,05. Sedangkan pada uji Final Prediction Error menunjukkan
bahwa
terdapat pola kausalitas dua arah antara variabel BI Rate dan variabel inflasi yang
terjadi di Indonesia Dimana 3.36E-05>2.67E-05 artinya variabel BI Rate mempengaruhi
Inflasi, sedangkan 1.61E-06>1.83E-07 artinya variabel inflasi (INF) menyebabkan BI
Rate (R).
Adisetiawan (2009) melakukan penelitian dengan mengkaji Penelitian yang
dilakukan oleh Adisetiawan (2013) dengan judul Hubungan Tinkat Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Inflasi Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Stasioneritas, uji Kausalitas Granger,
dan uji Vector Auto Regression (VAR) untuk periode Januari 2006 - Desember 2010.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan ada hubungan timbal balik yang signifikan
antara inflasi dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), tetapi tidak
ada hubungan timbal balik yang signifikan antara tingkat bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ), dan juga tidak ada
hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengadakan pengujian secara
empiris pengaruh tingkat bunga terhadap Inflasi bulan Januari tahun 2011 – bulan Juli
20
4
PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku fenomena, atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro,2003). Berdasarkan pada
rumusan masalah, tujuan penelitian serta teori-teori yang digunakan dalam penelitian
ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: diduga Terdapat pengaruh yang
signifikan antara Tingkat Bunga terhadap Inflasi selama Periode 2011 – 2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menemukan masalah
penelitian,
merumuskan
hipotesis,
merumuskan
konsep-konsep,
merumuskan
metodologi, merumuskan alat-alat analisis data serta pengukuran data (Bungin,2008).
Data suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI) bulanan dan inflasi bulanan didapat
melalui website Bank Indonesia (BI) periode Januari 2011 hingga Juli 2016.
Inflasi merupakan Tingkat kenaikan harga secara umum dan terus-menerus.
Tingkat Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Ukuran penelitian yang
digunakan adalah data inflasi bulanan dalam bentuk persen (%). Suku Bunga sertifikat
bank indonesia (SBI) Surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia (BI) sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek yang diperjual
belikan dengan diskonto. Proksinya adalah suku bunga SBI bulanan, yang dinyatakan
dalam satuan persentase (%).
Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Model Distribusi Lag
Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga SBI terhadap Inflasi, maka dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Mulyono, 2000: 105):
Yt = A + B0Xt + B1Xt-1 + B2Xt-2 + … + BkXt-k + ut ………………..(3.1)
Keterangan:
Yt
= Inflasi pada periode t
A
= Konstanta
Xt
= Perubahan tingkat bunga pada periode t
Xt-1
= Perubahan tingkat bunga pada periode t-1
Xt-2
= Perubahan tingkat bunga pada periode t-2
K
= Time Lag yang maksimum
5
Ut
= Variabel pengganggu.
2. Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
bebas (perubahan tingkat bunga) terhadap variabel terikat (Indeks Harga Saham
Gabungan), maka dapat digunakan rumus sebagai berikut (Gujarati, 1978: 139):
b1 ∑ x t y +b 2 ∑ x t −1 y +b 3 ∑ x t−2 y+. . .+ bn ∑ x n y
∑ yt2
R2 =
Keterangan:
R2
= Koefisien determinasi
b1
= Koefisien regresi variabel Xt
b2
= Koefisien regresi variabel Xt-1
b3
= Koefisien regresi variabel Xt-2
y
= Variabel terikat.
3. Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat secara simultan, maka digunakan rumus sebagai berikut:
2
R /k−1
2
F = (1−R )/(n−k )
Keterangan:
F = Koefisien penentu
R2 = Koefisien determinasi
k
= Jumlah variabel yang diamati
n
= Banyaknya sampel.
Dengan menggunakan α = 0,05 (convidence interval 95%) dan degree of
freedom (k-1); (n-k), dengan pernyataan sebagai berikut:
H0: b1; b2; b3 = 0, variabel perubahan tingkat bunga SBI tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Inflasi.
H1: b1; b2; b3 ≠ 0, variabel perubahan tingkat bunga SBI berpengaruh secara
signifikan terhadap Inflasi.
Kriteria pengujian:
6
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak.
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.
4. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)
Digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu perubahan tingkat
bunga secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yaitu Inflasi.
Rumusnya adalah sebagai berikut (Mulyono, 2000: 83):
b
thitung = Sb
Keterangan:
thitung = Koefisien thitung
b
= Koefisien regresi
Sb
= Standar deviasi variabel bebas.
Dengan menggunakan tingkat kepercayaan α = 0,05, dengan
pernyataan
sebagai berikut:
Ho : b = 0, variabel tingkat bunga tidak berpengaruh secara parsial terhadap Inflasi
saat ini.
H0 : b ≠ 0, variabel tingkat bunga berpengaruh secara parsial terhadap perubahan
Inflasi saat ini.
Kriteria pengujian:
Jika thitung > (-) ttabel dan thitung < (+) ttabel maka H0 diterima.
Jika thitung < (-) ttabel dan thitung > (+) ttabel maka H0 ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Indonesia Periode 2011-2016
Pada penelitian ini tingkat suku bunga dijadikan sebagai variabel independen
(bebas). Perkembangan nilai tingkat suku bunga pada periode Januari tahun 2011
sampai dengan Juli tahun 2016 mengalami fluktuasi. Hal tersebut dikarenakan keadaan
sosial politik Indonesia saat itu dalam kondisi yang kurang stabil. BI menetapkan
tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam dua tahun terakhir sebagai strategi untuk
melawan tingkat inflasi (yang meningkat tajam setelah pemerintah menaikkan harga
7
bahan bakar minyak pada Juni 2013 dan November 2014), untuk mengurangi defisit
transaksi berjalan (yang mencapai rekor defisit tertinggi pada tahun 2013) dan untuk
mendukung nilai tukar rupiah (yang mulai melemah secara tajam terhadap dollar
Amerika Serikat setelah mantan Presiden Federal Reserve Ben Bernanke mulai
berspekulasi - di akhir Mei 2013 - mengenai berakhirnya kebijakan moneter yang
akomodatif dan yang kemudian mengakibatkan capital outflows dari perekonomian
negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Perkembangan nilai tingkat suku bunga pada tahun 2011 bulan Januari sampai
dengan bulan September 2011 masih mengalami peningkatan Tingkat suku bunga
tersebut tidak bertahan lama dan mengalami penurunan hingga pada akhir tahun
Oktober 2011 tingkat suku bunga mencapai tingkat 6.50 %.
Perkembangan nilai tingkat bunga pada periode Nop 2011 mengalami penurunan
hingga mei 2013 mencapai 5,75% dibandingkan dengan bulan sebelumnya Hal ini
dikarenakan kondisi politik dalam negeri yang berpengaruh terhadap perkembangan
tingkat suku bunga. Kondisi yang tidak stabil membuat para investor menarik dananya
untuk mengalihkan investasinya pada negara lain yang memberikan jaminan keamanan
bagi para investor (Bank Indonesia: 203).
Pada Bulan juni tahun 2013 nilai tingkat suku bunga mencapai level 6,0%. Nilai
tingkat suku bunga yang terus menerus mengalami peningkatan hingga desember 2015
BI menetapkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam dua tahun terakhir sebagai
strategi untuk melawan tingkat inflasi (yang meningkat tajam setelah pemerintah
menaikkan harga bahan bakar minyak pada Juni 2013 dan November 2014), untuk
mengurangi defisit transaksi berjalan (yang mencapai rekor defisit tertinggi pada tahun
2013) dan untuk mendukung nilai tukar rupiah (yang mulai melemah secara tajam
terhadap dollar Amerika Serikat setelah mantan Presiden Federal Reserve Ben Bernanke
mulai berspekulasi - di akhir Mei 2013 - mengenai berakhirnya kebijakan moneter yang
akomodatif dan yang kemudian mengakibatkan capital outflows dari perekonomian
negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Kendati begitu, di tengah harga minyak dunia yang rendah, Pemerintah Indonesia
mampu mereformasi kebijakan bahan bakar bersubsidi, ini kurang lebih berarti
penghilangan subsidi untuk bensin oktan rendah dan penerapan subsidi tetap Rp 1,000
per liter untuk diesel di Januari 2015. Akibatnya harga bahan bakar di Indonesia turun
8
sejalan dengan harga minyak dunia yang turun dan menyebabkan penurunan biaya
transportasi dan karena itu mengurangi tingkat inflasi di Indonesia. Meskipun
kebanyakan analis memperkirakan Bank Indonesia untuk tetap menerapkan tingkat suku
bunga pinjaman yang cukup tinggi pada 7,75% di 2015 karena ancaman naiknya tingkat
suku bunga pinjaman Amerika Serikat yang diduga akan menyebabkan serangkaian
capital outflows dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia (terutama karena
Indonesia saat ini masih tetap mengalami defisit transaksi berjalan yang besar).
BI melakukan tindakan yang mengejutkan dengan memotong BI rate dan suku
bunga fasilitas simpanan BI (Fasbi), masing-masing 25 basis points, menjadi 7,50% dan
5.50 %, di pertengahan Februari (dan karenanya menjadi bank sentral ke-18 yang
melonggarkan kebijakan moneter di tahun 2015). Untuk pasar saham Indonesia
(terutama saham-saham yang sensitif terhadap perubahan suku bunga seperti sektor
keuangan dan otomotif) ini adalah berita baik karena tingkat suku bunga pinjaman yang
lebih rendah mendukung pertumbuhan ekonomi dan karena itu indeks saham acuan di
Indonesia (Indeks Harga Saham Gabungan) mencatat serangkaian rekor tertinggi selama
beberapa minggu terakhir ini.
Harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, kondisi yang stabil terjadi hanya
pada awal tahun saja dan tidak berlangsung lama. Penurunan tingkat bunga yang
dilakukan oleh pemerintah As Federal Reserve (The Fed) ternyata berpengaruh terhadap
kebijakan BI untuk meningkatkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Kebijakan yang dilakukan oleh BI untuk menaikkan tingkat suku bunga dengan tujuan
untuk menekan inflasi yang terjadi pada tahun 2000 yang mencapai 9,35%).
2. Perkembangan Inflasi Indonesia Periode 2011 -2015
Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding
negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami
tingkat inflasi antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki ratarata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama. Bagian ini
mendiskusikan mengapa tingkat inflasi Indonesia tinggi, menyediakan analisis
mengenai tren-tren terbaru, dan memberikan proyeksi untuk inflasi masa mendatang di
Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai
9
mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi
rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung
secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
Meningkatnya tekanan inflasi bersumber dari semakin kuatnya pengaruh
kebijakan pemerintah dibandingkan harga dan pendapatan. Melemahnya kurs rupiah,
memburuknya ekspektasi inflasi terkait. Perkembangan tingkat inflasi dari Bulan
Pebruarai 2011 hingga Maret 2012 mengalami penurunan yang cukup baik bagi
perekonomian Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia mulai mengalami perbaikan,
namun laju inflasi pada Bulan Januari tahun 2011 mencapai 7.12 %, penyebab laju
inflasi tersebut selain kondisi keamanan dalam negri yang kurang kondusif, juga dipicu
oleh kebijaksanaan pemerintah dalam penaikan harga BBM, dan tarif dasar listrik.
Pada Bulan April tahun 2012 hingga Januari 2014 Tingkat inflasi mengalami
peningkatan. Namun pada bulan pebruari 2014 tingkat inflasi mengalami penurunan
kembali hingga Agsutus 2014. Pemerintah mampu menekan Tingkat inflasi hingga
meningkat
level
3.99
%
pada Agsutus
2014,
Ditinjau
dari
faktor
yang
mempengaruhinya, faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya laju inflasi, yakni
kecenderungan menurunnya harga – harga barang yang tercermin dari terjadinya deflasi.
Sedangkan dari sisi internal, penurunan inflasi dikarenakan oleh relatif stabilnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar.
Pada bulan september hingga desember 2014 tingkat inflasi kembali meningkat
hingga level 8.36 %. Kondisi fluktuasi inflasi ini berlangsung hingga Juli 2016.
Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan deviasi yang
lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia.
Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi,
seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional)
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Saat rekam jejak yang baik
mengenai mencapai target inflasi tahunan terbentuk, kredibilitas kebijakan moneter
yang lebih besar akan mengikutinya. Namun, karena inflasi yang tidak stabil terutama
10
disebabkan karena penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi, kami memprediksi akan
terjadi lebih sedikit deviasi antara target awal dan realisasi inflasi ke depan.
Krangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga mengakibatkan
biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat konektivitas di negara kepulauan
ini dan karenanya meningkatkan biaya transportasi untuk jasa dan produk (sehingga
membuat biaya logistik tinggi dan membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang
menarik). Gangguan distribusi karena isu-isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering
dilaporkan dan membuat Pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk
infrastruktur negara ini. Harga-harga bahan pangan sangat tidak stabil di Indonesia
(rentan terhadap kondisi cuaca) dan kemudian meletakkan beban yang besar kepada
rumah tangga-rumah tangga yang berada di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan.
Rumah tangga-rumah tangga ini menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatan
yang bisa dibelanjakan mereka untuk makanan, terutama beras. Oleh karena itu, hargaharga makanan yang lebih tinggi menyebabkan inflasi keranjang kemiskinan yang
serius yang mungkin meningkatkan persentase penduduk miskin. Panen-panen yang
gagal dikombinasikan dengan reaksi lambat dari Pemerintah untuk menggantikan
produk-priduk makanan lokal dengan impor adalah penyebab tekanan inflasi.
3. Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Tingkat Inflasi
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Regresi
Variabel
Koefisien
Simpangan
Regresi
3.739
1.029
-3.807
Baku
1.053
1.793
1.032
Tingkat Bunga Periode t
Tingkat Bunga Periode t-1
Tingkat Bunga Periode t-2
Konstanta
R2 :
: Koefisien
R : Multiple R
: Multiple
T-Tabel
Sumber : Data primer diolah ( 2017)
Determinasi
R
t-hitung
3.550
0.574
-3.690
: -0.882
: 0.580
: 0.762
: 1.999
Tingkat
Signifikansi
0.001
0.568
0.000
Berdasarkan hasil perhitungan regresi pada tabel diatas didapatkan suatu
persamaan garis regresi sebagai berikut:
Y = a + Bo Xt + B1 Xt-1 + B2 Xt -2 +E
Y = -0.882 + 3.739 Xt + 1.029 Xt-1 - 3.807Xt-2 + e
11
Berdasarkan pada analisis empiris di atas, telah diketahui bahwa variabel tingkat
bunga mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap Inflasi. Pengaruh tersebut
mempunyai implikasi bahwa setiap perubahan kenaikan tingkat suku bunga akan diikuti
oleh penurunan inflasi. Kondisi ini mencerminkan bahwa inflasi di pengaruhi oleh
stabilitas perekonomian Indonesia. Pada saat perekonomian menurun yang ditunjukkan
oleh tingkat suku bunga yang tinggi, maka perekonomian akan ikut turun dengan
indikator naiknya nilai Inflasi. Kontibusi Tingkat Bunga Sbi terhadap Inflasi sebesar
0.580. atau 58 %.
Dengan pengujian uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 28.092, sedangkan Ftabel pada
taraf nyata 5 % menunjukkan nilai sebesar 2.76, karena Fhitung Ftabel maka hipotesis nol
(Ho) di tolak dan Hipotesa alternatif (Hi) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tiga
variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi Inflasi.
Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Uji Parsial
Variabel
Xt
T hitung
3.550
T tabel
1.999
Tingkat Kepercayaan
95 %
Xt-1
0.574
1.999
95 %
Xt-2
-3.690
1.999
95 %
Berdasarkan hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien regresi yang positif
antara Tingkat bunga pada priode t dengan tingkat inflasi. Uji t menunjukkan bahwa t
hitung > t tabel, hal ini menyatakan bahwa tingkat bunga pada periode t mempunyai
pengaruh yang cukup berarti. Pada periode t-1 tidak berpengaruh terhadap Inflasi.
Sedangkan pada tingkat bunga periode t-2 menunjukkan bahwa -t hitung > -t tabel, hal
ini menyatakan bahwa tingkat bunga pada periode t-2 mempunyai pengaruh yang cukup
berarti. Sedangkan angka koefisien regresi dalam perhitungan menunjukkan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tiap
terjadinya peningkatan tingkat bunga t-2 sebesar 1 satuan maka Inflasi akan menurun
periode t-2.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2014)
yang menujukkan bahwa perubahan inflasi menyebabkan perubahan BI Rate, dengan
melihat probalitas pada lag 4 yaitu sebesar 0.0103 < 0,05. Sedangkan pada uji Final
Prediction Error menunjukkan bahwa terdapat pola kausalitas dua arah antara variabel
BI Rate dan variabel inflasi yang terjadi di Indonesia Dimana 3.36E-05>2.67E-05
12
artinya variabel BI Rate mempengaruhi Inflasi, sedangkan 1.61E-06>1.83E-07 artinya
variabel inflasi (INF) menyebabkan BI Rate (R).
Tingkat Bunga bank merupakan tingkat pertumbuhan jumlah uang. Dalam hal ini
jumlah uang yang beredar akan tumbuh minimal sebesar tingkat suku bunga..Dalam
teori klasik, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh pemerintah dan penawaran
akan modal. Dalam penelitian ini khususnya pada peiode t tingginya penawaran modal
yang tercermin dalam tingginya inflaasi menyebabkan tingkat bunga semakin menurun.
Selama ini, Bank Indonesia selaku bank sentral menggunakan instrumen suku
bunga SBI dalam mengendalikan inflasi di Indonesia, Menurut Baroroh dalam Hudaya
(2011:28), hubungan antara suku bunga SBI dengan inflasi adalah kenaikan suku bunga
SBI akan mendorong kenaikan suku bunga jangka pendek di pasar uang. Demikian juga
halnya dengan suku bunga jangka panjang, produsen akan merespon kenaikan suku
bunga di pasar uang dengan mengurangi investasinya, maka produksi dalam negeri
(output) menurun sehingga tingkat inflasi domestik menurun.
Selanjutnya, suku bunga SBI periode t-2 secara parsial memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Kenaikan suku bunga SBI akan
menurunkan inflasi. Penurunan inflasi ini disebabkan karena masyarakat lebih
termotivasi menyimpan uangnya di bank baik dalam bentuk deposito maupun dalam
bentuk tabungan karena mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Oleh
karena itu peningkatan suku bunga SBI akan diikuti oleh berkurangnya jumlah uang
beredar. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan dalam permintaan barang dan
jasa yang disebabkan oleh keengganan masyarakat untuk membeli barang dan jasa
tersebut
karena
menyimpan
uang
di
bank
lebih
menguntungkan
daripada
membelanjakan uang tersebut. Selanjutnya, penurunan permintaan barang dan jasa akan
memicu penurunan harga sehingga akan menurunkan inflasi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan regresi distribusi lag dapat
diketahui pengaruh tingkat suku bunga terhadap Inflasi secara simultan dan parsial. Dari
hasil perhitungan dapat diketahui Fhitung > Ftabel maka hipotesis Ho ditolak dan hipotesa
alternatif Hi diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tiga variabel independen secara
13
simultan bersama-sama mempengaruhi Inflasi. Secara parsial dengan menggunakan uji t
dapat diketahui tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG yaitu
tingkat suku bunga
pada hari ke-t dan periode t-2. Sedangkan periode t-1 tidak
berpengaruh terhadap inflasi.
Proporsi pengaruh tingkat suku bunga pada hari ke-t, t-1, t-2 dalam menjelaskan
perubahan Inflasi adalah sebesar 58 %. Proporsi perubahan Inflasi yang dijelaskan oleh
variabel lain dan tidak dimasukkan dalam model persamaan adalah sebesar 42 %.
Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah kurs dollar, obligasi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi.
No.4. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta
Fabozzi dkk, 1999. Pasar dan Lembaga Keuangan. Salemba Empat: Jakarta.
14
Gujarati, 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga: Jakarta
Hudaya, Afaqa. 2011. Analisis Kurs, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga SBI
terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2001-2010. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiowati, Lilis. 2014. Analisis Hubungan Kausalitas Antara BI Rate Dengan Inflasi Di
Indonesia Periode Juli 2006 - Juli 2013 Menggunakan Metode Granger Dan Final
Prediction Error. Jurnal Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Adisetiawan. 2009. Hubungan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Inflasi, Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). BENEFIT Jurnal
Manajemen dan Bisnis. Vol 13 No. 1 Juni 2009, hlm.23-33
Mulyono, Sri, 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonomitrika, Edisi Pertama, BPFE:
Yogyakarta.
15
PERIODE 2011 - 2016
Yoga Saputra
Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
Email :
ABSTRACT
This study aims to determine and test empirically influence the interest rate on
Inflation in January 2011 - July 2016
The data used are secondary data ie data of Interest Rates of Bank Indonesia
Certificates and Inflation Rate Data from Bank Indonesia Website. Secondary data were
analyzed by using Regression Analysis of Lag Distribution Model.
The analysis shows that Interest Rate of Bank Indonesia Certificates and Inflation
in January 2011 to July 2016 from the research conducted by the authors experienced
fluctuations by Indonesia's unstable economic condition. Unstable socio-political
conditions also contributed in influencing by development of the Indonesian economy.
Changes in the SBI will affect Inflation. Interest rates for the period t, t-1 and t-2 has an
effect simultaneously on inflation with 58% contribution. Partially by using the t test
can be known the interest rate that has a significant effect on the Inflation Rate the
interest rate on day t and period t-2. While the period t-1 has no effect on inflation.
Based on the above conclusions, the suggestion that can be given is the
Government and Bank Indonesia as the central bank is expected to be more careful
when going to the policy so that the investment climate in Indonesia is maintained and
the economic growth in Indonesia is higher and still maintain the policies in controlling
the tribe SBI interest by continuing to strengthen coordination with the government in
controlling inflation, strengthening growth stimulus, and structural reforms so as to
sustain sustainable economic growth.
Keywords: Interest Rate, Bank Indonesia Certificate, Inflation
1
PENDAHULUAN
Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja
pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian.
Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar
modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa.
Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variabel-variabel ekonomi, seperti suku
bunga, inflasi, nilai tukar maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang
cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada
tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77% pertahun (Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia, 1998).
Untuk melihat perkembangan pasar modal Indonesia salah satu indikator yang
sering digunakan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan
salah satu indeks pasar saham yang digunakan
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikatorindikator makro yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator ekonomi
makro juga bersifat fluktuatif.
Pasar modal merupakan salah satu alat penggerak perekonomian di suatu negara,
karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka
panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan
dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu pasar modal juga
merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu negara, karena
hampir semua industri di suatu negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang
mengalami peningkatan (bullish) atau mengalami penurunan (bearish).
Tabel 1. Perkembangan tingkat suku bunga SBI Periode januari 2011 – Juli 2016
TAHUN
TINGKAT SUKU BUNGA SBI (%)
2011
6.00%
2012
5.75%
2013
7.50%
2014
7.75%
2015
7.50 %
2016 Juli
6.5
Sumber: Bank Indonesia, 2017
Berdasarkan pada Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa suku bunga SBI mulai
pada tahun 2011 sampai dengan 2016 mengalami peningkatan dan peningkatan. Adanya
2
peningkatan ditunjukkan pada tahun 2013 , di mana indeks suku bunga SBI pada tahun
2013 mencapai 7.50 % yang otomatis mengalami peningkatan sebesar 1,75% dari tahun
2012 yang hanya mencapai 5.75 %. Pada tahun 2014 suku bunga SBI juga mengalami
peningkatan hingga mencapai 7,75% atau naik sebesar 0,25% dari tahun sebelumnya.
Perkembangan suku bunga SBI pada tahun 2015 mengalami penurunan dari
7,75% menjadi 7,5% pada bulan Desember 2015. Penurunan suku bunga SBI juga
terjadi pada tahun 2012 dan 2016, di mana tahun 2012 mengalami penurunan sebesar
0,25% dari tahun 2011 dan pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 1,00 % dari
tahun 2015.
Tingkat bunga merupakan sebuah tingkat pengembalian asset yang mempunyai
risiko mendekati nol. Umumnya tingkat bunga ini mempunyai hubungan negatife
dengan bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan tingkat bunga akan naik, maka
investor akan menjual sahamnya dan menggantinya dengan instrument berpendapatan
tetap (fixed income securities) yang memberikan tingkat bunga yang tinggi.
Tingkat bunga merupakan tingkat pertumbuhan jumlah uang. Artinya jumlah uang
yang beredar akan bertumbuh minimal sebesar tingkat suku bunga, sementara produksi
barang dan jasa dalam kondisi tidak bertumbuh di bawah tingkat suku bunga, maka nilai
uang akan turun secara terus-menerus secara relative terhadap nilai secara agregat
(Fabozzi dkk, 1999: 204).
Bank Indonesia selaku bank sentral menggunakan instrumen suku bunga SBI
dalam mengendalikan inflasi di Indonesia, Menurut Baroroh dalam Hudaya (2011:28),
hubungan antara suku bunga SBI dengan inflasi adalah kenaikan suku bunga SBI akan
mendorong kenaikan suku bunga jangka pendek di pasar uang. Demikian juga halnya
dengan suku bunga jangka panjang, produsen akan merespon kenaikan suku bunga di
pasar uang dengan mengurangi investasinya, maka produksi dalam negeri (output)
menurun sehingga tingkat inflasi domestik menurun.
Boediono(1998) menyatakan Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga
barang untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak disebut fenomena inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barangbarang lain. Syarat ada
kecenderungan menaik terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena
misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja dan tidak
3
mempunyai pengaruh lanjutan maka tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini
tidak dianggap sebagai masalah atau “penyakit” ekonomi dan tidak memerlukan
kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Secara umum dan sederhana inflasi
dapat disebabkan oleh dua hal yaitu inflasi yang timbul karena adanya permintaan
masyarakat yang berlebih dan inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya
produksi
Penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2014) dengan judul Analisis Hubungan
Kausalitas Antara BI Rate Dengan Inflasi Di Indonesia Periode Juli 2006 - Juli 2013
Menggunakan Metode Granger Dan Final Prediction Error. Diperoleh hasil bahwa
terjadi pola hubungan satu arah pada uji kausalitas Granger yaitu perubahan inflasi
menyebabkan perubahan BI Rate, dengan melihat probalitas pada lag 4 yaitu sebesar
0.0103 < 0,05. Sedangkan pada uji Final Prediction Error menunjukkan
bahwa
terdapat pola kausalitas dua arah antara variabel BI Rate dan variabel inflasi yang
terjadi di Indonesia Dimana 3.36E-05>2.67E-05 artinya variabel BI Rate mempengaruhi
Inflasi, sedangkan 1.61E-06>1.83E-07 artinya variabel inflasi (INF) menyebabkan BI
Rate (R).
Adisetiawan (2009) melakukan penelitian dengan mengkaji Penelitian yang
dilakukan oleh Adisetiawan (2013) dengan judul Hubungan Tinkat Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Inflasi Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Stasioneritas, uji Kausalitas Granger,
dan uji Vector Auto Regression (VAR) untuk periode Januari 2006 - Desember 2010.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan ada hubungan timbal balik yang signifikan
antara inflasi dengan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), tetapi tidak
ada hubungan timbal balik yang signifikan antara tingkat bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ), dan juga tidak ada
hubungan timbal balik yang signifikan antara inflasi dengan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengadakan pengujian secara
empiris pengaruh tingkat bunga terhadap Inflasi bulan Januari tahun 2011 – bulan Juli
20
4
PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku fenomena, atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro,2003). Berdasarkan pada
rumusan masalah, tujuan penelitian serta teori-teori yang digunakan dalam penelitian
ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: diduga Terdapat pengaruh yang
signifikan antara Tingkat Bunga terhadap Inflasi selama Periode 2011 – 2016
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menemukan masalah
penelitian,
merumuskan
hipotesis,
merumuskan
konsep-konsep,
merumuskan
metodologi, merumuskan alat-alat analisis data serta pengukuran data (Bungin,2008).
Data suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI) bulanan dan inflasi bulanan didapat
melalui website Bank Indonesia (BI) periode Januari 2011 hingga Juli 2016.
Inflasi merupakan Tingkat kenaikan harga secara umum dan terus-menerus.
Tingkat Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Ukuran penelitian yang
digunakan adalah data inflasi bulanan dalam bentuk persen (%). Suku Bunga sertifikat
bank indonesia (SBI) Surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia (BI) sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek yang diperjual
belikan dengan diskonto. Proksinya adalah suku bunga SBI bulanan, yang dinyatakan
dalam satuan persentase (%).
Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Model Distribusi Lag
Untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga SBI terhadap Inflasi, maka dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Mulyono, 2000: 105):
Yt = A + B0Xt + B1Xt-1 + B2Xt-2 + … + BkXt-k + ut ………………..(3.1)
Keterangan:
Yt
= Inflasi pada periode t
A
= Konstanta
Xt
= Perubahan tingkat bunga pada periode t
Xt-1
= Perubahan tingkat bunga pada periode t-1
Xt-2
= Perubahan tingkat bunga pada periode t-2
K
= Time Lag yang maksimum
5
Ut
= Variabel pengganggu.
2. Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
bebas (perubahan tingkat bunga) terhadap variabel terikat (Indeks Harga Saham
Gabungan), maka dapat digunakan rumus sebagai berikut (Gujarati, 1978: 139):
b1 ∑ x t y +b 2 ∑ x t −1 y +b 3 ∑ x t−2 y+. . .+ bn ∑ x n y
∑ yt2
R2 =
Keterangan:
R2
= Koefisien determinasi
b1
= Koefisien regresi variabel Xt
b2
= Koefisien regresi variabel Xt-1
b3
= Koefisien regresi variabel Xt-2
y
= Variabel terikat.
3. Uji Regresi Secara Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat secara simultan, maka digunakan rumus sebagai berikut:
2
R /k−1
2
F = (1−R )/(n−k )
Keterangan:
F = Koefisien penentu
R2 = Koefisien determinasi
k
= Jumlah variabel yang diamati
n
= Banyaknya sampel.
Dengan menggunakan α = 0,05 (convidence interval 95%) dan degree of
freedom (k-1); (n-k), dengan pernyataan sebagai berikut:
H0: b1; b2; b3 = 0, variabel perubahan tingkat bunga SBI tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Inflasi.
H1: b1; b2; b3 ≠ 0, variabel perubahan tingkat bunga SBI berpengaruh secara
signifikan terhadap Inflasi.
Kriteria pengujian:
6
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak.
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.
4. Uji Regresi Secara Parsial (Uji t)
Digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu perubahan tingkat
bunga secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yaitu Inflasi.
Rumusnya adalah sebagai berikut (Mulyono, 2000: 83):
b
thitung = Sb
Keterangan:
thitung = Koefisien thitung
b
= Koefisien regresi
Sb
= Standar deviasi variabel bebas.
Dengan menggunakan tingkat kepercayaan α = 0,05, dengan
pernyataan
sebagai berikut:
Ho : b = 0, variabel tingkat bunga tidak berpengaruh secara parsial terhadap Inflasi
saat ini.
H0 : b ≠ 0, variabel tingkat bunga berpengaruh secara parsial terhadap perubahan
Inflasi saat ini.
Kriteria pengujian:
Jika thitung > (-) ttabel dan thitung < (+) ttabel maka H0 diterima.
Jika thitung < (-) ttabel dan thitung > (+) ttabel maka H0 ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Indonesia Periode 2011-2016
Pada penelitian ini tingkat suku bunga dijadikan sebagai variabel independen
(bebas). Perkembangan nilai tingkat suku bunga pada periode Januari tahun 2011
sampai dengan Juli tahun 2016 mengalami fluktuasi. Hal tersebut dikarenakan keadaan
sosial politik Indonesia saat itu dalam kondisi yang kurang stabil. BI menetapkan
tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam dua tahun terakhir sebagai strategi untuk
melawan tingkat inflasi (yang meningkat tajam setelah pemerintah menaikkan harga
7
bahan bakar minyak pada Juni 2013 dan November 2014), untuk mengurangi defisit
transaksi berjalan (yang mencapai rekor defisit tertinggi pada tahun 2013) dan untuk
mendukung nilai tukar rupiah (yang mulai melemah secara tajam terhadap dollar
Amerika Serikat setelah mantan Presiden Federal Reserve Ben Bernanke mulai
berspekulasi - di akhir Mei 2013 - mengenai berakhirnya kebijakan moneter yang
akomodatif dan yang kemudian mengakibatkan capital outflows dari perekonomian
negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Perkembangan nilai tingkat suku bunga pada tahun 2011 bulan Januari sampai
dengan bulan September 2011 masih mengalami peningkatan Tingkat suku bunga
tersebut tidak bertahan lama dan mengalami penurunan hingga pada akhir tahun
Oktober 2011 tingkat suku bunga mencapai tingkat 6.50 %.
Perkembangan nilai tingkat bunga pada periode Nop 2011 mengalami penurunan
hingga mei 2013 mencapai 5,75% dibandingkan dengan bulan sebelumnya Hal ini
dikarenakan kondisi politik dalam negeri yang berpengaruh terhadap perkembangan
tingkat suku bunga. Kondisi yang tidak stabil membuat para investor menarik dananya
untuk mengalihkan investasinya pada negara lain yang memberikan jaminan keamanan
bagi para investor (Bank Indonesia: 203).
Pada Bulan juni tahun 2013 nilai tingkat suku bunga mencapai level 6,0%. Nilai
tingkat suku bunga yang terus menerus mengalami peningkatan hingga desember 2015
BI menetapkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam dua tahun terakhir sebagai
strategi untuk melawan tingkat inflasi (yang meningkat tajam setelah pemerintah
menaikkan harga bahan bakar minyak pada Juni 2013 dan November 2014), untuk
mengurangi defisit transaksi berjalan (yang mencapai rekor defisit tertinggi pada tahun
2013) dan untuk mendukung nilai tukar rupiah (yang mulai melemah secara tajam
terhadap dollar Amerika Serikat setelah mantan Presiden Federal Reserve Ben Bernanke
mulai berspekulasi - di akhir Mei 2013 - mengenai berakhirnya kebijakan moneter yang
akomodatif dan yang kemudian mengakibatkan capital outflows dari perekonomian
negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Kendati begitu, di tengah harga minyak dunia yang rendah, Pemerintah Indonesia
mampu mereformasi kebijakan bahan bakar bersubsidi, ini kurang lebih berarti
penghilangan subsidi untuk bensin oktan rendah dan penerapan subsidi tetap Rp 1,000
per liter untuk diesel di Januari 2015. Akibatnya harga bahan bakar di Indonesia turun
8
sejalan dengan harga minyak dunia yang turun dan menyebabkan penurunan biaya
transportasi dan karena itu mengurangi tingkat inflasi di Indonesia. Meskipun
kebanyakan analis memperkirakan Bank Indonesia untuk tetap menerapkan tingkat suku
bunga pinjaman yang cukup tinggi pada 7,75% di 2015 karena ancaman naiknya tingkat
suku bunga pinjaman Amerika Serikat yang diduga akan menyebabkan serangkaian
capital outflows dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia (terutama karena
Indonesia saat ini masih tetap mengalami defisit transaksi berjalan yang besar).
BI melakukan tindakan yang mengejutkan dengan memotong BI rate dan suku
bunga fasilitas simpanan BI (Fasbi), masing-masing 25 basis points, menjadi 7,50% dan
5.50 %, di pertengahan Februari (dan karenanya menjadi bank sentral ke-18 yang
melonggarkan kebijakan moneter di tahun 2015). Untuk pasar saham Indonesia
(terutama saham-saham yang sensitif terhadap perubahan suku bunga seperti sektor
keuangan dan otomotif) ini adalah berita baik karena tingkat suku bunga pinjaman yang
lebih rendah mendukung pertumbuhan ekonomi dan karena itu indeks saham acuan di
Indonesia (Indeks Harga Saham Gabungan) mencatat serangkaian rekor tertinggi selama
beberapa minggu terakhir ini.
Harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, kondisi yang stabil terjadi hanya
pada awal tahun saja dan tidak berlangsung lama. Penurunan tingkat bunga yang
dilakukan oleh pemerintah As Federal Reserve (The Fed) ternyata berpengaruh terhadap
kebijakan BI untuk meningkatkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Kebijakan yang dilakukan oleh BI untuk menaikkan tingkat suku bunga dengan tujuan
untuk menekan inflasi yang terjadi pada tahun 2000 yang mencapai 9,35%).
2. Perkembangan Inflasi Indonesia Periode 2011 -2015
Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding
negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami
tingkat inflasi antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki ratarata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama. Bagian ini
mendiskusikan mengapa tingkat inflasi Indonesia tinggi, menyediakan analisis
mengenai tren-tren terbaru, dan memberikan proyeksi untuk inflasi masa mendatang di
Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai
9
mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi
rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung
secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
Meningkatnya tekanan inflasi bersumber dari semakin kuatnya pengaruh
kebijakan pemerintah dibandingkan harga dan pendapatan. Melemahnya kurs rupiah,
memburuknya ekspektasi inflasi terkait. Perkembangan tingkat inflasi dari Bulan
Pebruarai 2011 hingga Maret 2012 mengalami penurunan yang cukup baik bagi
perekonomian Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia mulai mengalami perbaikan,
namun laju inflasi pada Bulan Januari tahun 2011 mencapai 7.12 %, penyebab laju
inflasi tersebut selain kondisi keamanan dalam negri yang kurang kondusif, juga dipicu
oleh kebijaksanaan pemerintah dalam penaikan harga BBM, dan tarif dasar listrik.
Pada Bulan April tahun 2012 hingga Januari 2014 Tingkat inflasi mengalami
peningkatan. Namun pada bulan pebruari 2014 tingkat inflasi mengalami penurunan
kembali hingga Agsutus 2014. Pemerintah mampu menekan Tingkat inflasi hingga
meningkat
level
3.99
%
pada Agsutus
2014,
Ditinjau
dari
faktor
yang
mempengaruhinya, faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya laju inflasi, yakni
kecenderungan menurunnya harga – harga barang yang tercermin dari terjadinya deflasi.
Sedangkan dari sisi internal, penurunan inflasi dikarenakan oleh relatif stabilnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar.
Pada bulan september hingga desember 2014 tingkat inflasi kembali meningkat
hingga level 8.36 %. Kondisi fluktuasi inflasi ini berlangsung hingga Juli 2016.
Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan deviasi yang
lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia.
Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi,
seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional)
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Saat rekam jejak yang baik
mengenai mencapai target inflasi tahunan terbentuk, kredibilitas kebijakan moneter
yang lebih besar akan mengikutinya. Namun, karena inflasi yang tidak stabil terutama
10
disebabkan karena penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi, kami memprediksi akan
terjadi lebih sedikit deviasi antara target awal dan realisasi inflasi ke depan.
Krangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga mengakibatkan
biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat konektivitas di negara kepulauan
ini dan karenanya meningkatkan biaya transportasi untuk jasa dan produk (sehingga
membuat biaya logistik tinggi dan membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang
menarik). Gangguan distribusi karena isu-isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering
dilaporkan dan membuat Pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk
infrastruktur negara ini. Harga-harga bahan pangan sangat tidak stabil di Indonesia
(rentan terhadap kondisi cuaca) dan kemudian meletakkan beban yang besar kepada
rumah tangga-rumah tangga yang berada di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan.
Rumah tangga-rumah tangga ini menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatan
yang bisa dibelanjakan mereka untuk makanan, terutama beras. Oleh karena itu, hargaharga makanan yang lebih tinggi menyebabkan inflasi keranjang kemiskinan yang
serius yang mungkin meningkatkan persentase penduduk miskin. Panen-panen yang
gagal dikombinasikan dengan reaksi lambat dari Pemerintah untuk menggantikan
produk-priduk makanan lokal dengan impor adalah penyebab tekanan inflasi.
3. Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Tingkat Inflasi
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Regresi
Variabel
Koefisien
Simpangan
Regresi
3.739
1.029
-3.807
Baku
1.053
1.793
1.032
Tingkat Bunga Periode t
Tingkat Bunga Periode t-1
Tingkat Bunga Periode t-2
Konstanta
R2 :
: Koefisien
R : Multiple R
: Multiple
T-Tabel
Sumber : Data primer diolah ( 2017)
Determinasi
R
t-hitung
3.550
0.574
-3.690
: -0.882
: 0.580
: 0.762
: 1.999
Tingkat
Signifikansi
0.001
0.568
0.000
Berdasarkan hasil perhitungan regresi pada tabel diatas didapatkan suatu
persamaan garis regresi sebagai berikut:
Y = a + Bo Xt + B1 Xt-1 + B2 Xt -2 +E
Y = -0.882 + 3.739 Xt + 1.029 Xt-1 - 3.807Xt-2 + e
11
Berdasarkan pada analisis empiris di atas, telah diketahui bahwa variabel tingkat
bunga mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap Inflasi. Pengaruh tersebut
mempunyai implikasi bahwa setiap perubahan kenaikan tingkat suku bunga akan diikuti
oleh penurunan inflasi. Kondisi ini mencerminkan bahwa inflasi di pengaruhi oleh
stabilitas perekonomian Indonesia. Pada saat perekonomian menurun yang ditunjukkan
oleh tingkat suku bunga yang tinggi, maka perekonomian akan ikut turun dengan
indikator naiknya nilai Inflasi. Kontibusi Tingkat Bunga Sbi terhadap Inflasi sebesar
0.580. atau 58 %.
Dengan pengujian uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 28.092, sedangkan Ftabel pada
taraf nyata 5 % menunjukkan nilai sebesar 2.76, karena Fhitung Ftabel maka hipotesis nol
(Ho) di tolak dan Hipotesa alternatif (Hi) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tiga
variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi Inflasi.
Tabel 3: Rekapitulasi Hasil Uji Parsial
Variabel
Xt
T hitung
3.550
T tabel
1.999
Tingkat Kepercayaan
95 %
Xt-1
0.574
1.999
95 %
Xt-2
-3.690
1.999
95 %
Berdasarkan hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien regresi yang positif
antara Tingkat bunga pada priode t dengan tingkat inflasi. Uji t menunjukkan bahwa t
hitung > t tabel, hal ini menyatakan bahwa tingkat bunga pada periode t mempunyai
pengaruh yang cukup berarti. Pada periode t-1 tidak berpengaruh terhadap Inflasi.
Sedangkan pada tingkat bunga periode t-2 menunjukkan bahwa -t hitung > -t tabel, hal
ini menyatakan bahwa tingkat bunga pada periode t-2 mempunyai pengaruh yang cukup
berarti. Sedangkan angka koefisien regresi dalam perhitungan menunjukkan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tiap
terjadinya peningkatan tingkat bunga t-2 sebesar 1 satuan maka Inflasi akan menurun
periode t-2.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2014)
yang menujukkan bahwa perubahan inflasi menyebabkan perubahan BI Rate, dengan
melihat probalitas pada lag 4 yaitu sebesar 0.0103 < 0,05. Sedangkan pada uji Final
Prediction Error menunjukkan bahwa terdapat pola kausalitas dua arah antara variabel
BI Rate dan variabel inflasi yang terjadi di Indonesia Dimana 3.36E-05>2.67E-05
12
artinya variabel BI Rate mempengaruhi Inflasi, sedangkan 1.61E-06>1.83E-07 artinya
variabel inflasi (INF) menyebabkan BI Rate (R).
Tingkat Bunga bank merupakan tingkat pertumbuhan jumlah uang. Dalam hal ini
jumlah uang yang beredar akan tumbuh minimal sebesar tingkat suku bunga..Dalam
teori klasik, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh pemerintah dan penawaran
akan modal. Dalam penelitian ini khususnya pada peiode t tingginya penawaran modal
yang tercermin dalam tingginya inflaasi menyebabkan tingkat bunga semakin menurun.
Selama ini, Bank Indonesia selaku bank sentral menggunakan instrumen suku
bunga SBI dalam mengendalikan inflasi di Indonesia, Menurut Baroroh dalam Hudaya
(2011:28), hubungan antara suku bunga SBI dengan inflasi adalah kenaikan suku bunga
SBI akan mendorong kenaikan suku bunga jangka pendek di pasar uang. Demikian juga
halnya dengan suku bunga jangka panjang, produsen akan merespon kenaikan suku
bunga di pasar uang dengan mengurangi investasinya, maka produksi dalam negeri
(output) menurun sehingga tingkat inflasi domestik menurun.
Selanjutnya, suku bunga SBI periode t-2 secara parsial memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Kenaikan suku bunga SBI akan
menurunkan inflasi. Penurunan inflasi ini disebabkan karena masyarakat lebih
termotivasi menyimpan uangnya di bank baik dalam bentuk deposito maupun dalam
bentuk tabungan karena mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Oleh
karena itu peningkatan suku bunga SBI akan diikuti oleh berkurangnya jumlah uang
beredar. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan dalam permintaan barang dan
jasa yang disebabkan oleh keengganan masyarakat untuk membeli barang dan jasa
tersebut
karena
menyimpan
uang
di
bank
lebih
menguntungkan
daripada
membelanjakan uang tersebut. Selanjutnya, penurunan permintaan barang dan jasa akan
memicu penurunan harga sehingga akan menurunkan inflasi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan regresi distribusi lag dapat
diketahui pengaruh tingkat suku bunga terhadap Inflasi secara simultan dan parsial. Dari
hasil perhitungan dapat diketahui Fhitung > Ftabel maka hipotesis Ho ditolak dan hipotesa
alternatif Hi diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tiga variabel independen secara
13
simultan bersama-sama mempengaruhi Inflasi. Secara parsial dengan menggunakan uji t
dapat diketahui tingkat suku bunga yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG yaitu
tingkat suku bunga
pada hari ke-t dan periode t-2. Sedangkan periode t-1 tidak
berpengaruh terhadap inflasi.
Proporsi pengaruh tingkat suku bunga pada hari ke-t, t-1, t-2 dalam menjelaskan
perubahan Inflasi adalah sebesar 58 %. Proporsi perubahan Inflasi yang dijelaskan oleh
variabel lain dan tidak dimasukkan dalam model persamaan adalah sebesar 42 %.
Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah kurs dollar, obligasi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi.
No.4. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta
Fabozzi dkk, 1999. Pasar dan Lembaga Keuangan. Salemba Empat: Jakarta.
14
Gujarati, 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga: Jakarta
Hudaya, Afaqa. 2011. Analisis Kurs, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga SBI
terhadap Inflasi di Indonesia Periode 2001-2010. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Setiowati, Lilis. 2014. Analisis Hubungan Kausalitas Antara BI Rate Dengan Inflasi Di
Indonesia Periode Juli 2006 - Juli 2013 Menggunakan Metode Granger Dan Final
Prediction Error. Jurnal Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Adisetiawan. 2009. Hubungan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Inflasi, Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). BENEFIT Jurnal
Manajemen dan Bisnis. Vol 13 No. 1 Juni 2009, hlm.23-33
Mulyono, Sri, 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonomitrika, Edisi Pertama, BPFE:
Yogyakarta.
15