naskah publikasi 01320265

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN
TINGKAT KECEMASAN PADA PENDERITA HIPERTENSI

Hana Yunita
Sri Kusrohmaniah

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah tidak ada hubungan antara
manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Dugaan
awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara
manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi. Semakin
tinggi manajemen diri, maka semakin rendah tingkat kecemasan pada penderita
hipertensi. Sebaliknya semakin rendah manajemen diri penderita hipertensi, maka
semakin tinggi tingkat kecemasan.
Subjek dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berobat di
Puskesmas Ngaglik Sleman dan Puskesmas Kokap I Wates. Terdiri dari 11 Subjek
yang berobat di Puskesmas Ngaglik dan 3 subjek di Puskesmas Kokap I. Alat
ukur yang digunakan adalah skala manajemen diri berdasarkan aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Averril (1976), Bagozzi (1992) dan skala kecemasan
berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Daradjat (1990), Blackburn &
Davidson (1994)

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara
manajemen diri dengan tingkat kecemasan. Korelasi Spearman’s rho
menunjukkan korelasi sebesar r = -0,306; p = 0,144 (p > 0,05), yang artinya tidak
ada hubungan yang signifikan. Jadi hipotesis penelitian tidak diterima.
Kata kunci : manajemen diri, tingkat kecemasan

xiv

Pengantar
Latar Belakang Masalah
Memasuki abad ke XXII, yaitu abad dimana era jaman sudah modern dan
masyarakat Indonesia secara langsung berhadapan dengan berbagai masalah,
perubahan tingkat sosial, moneter, ekonomi dengan kadar yang semakin terpuruk
dan gaya hidup dalam dekade terakhir telah menyebabkan perubahan pola
penyakit. Saat ini penyakit degenaratif dan keganasan menjadi masalah kesehatan
utama di dunia termasuk di Indonesia (http://www.google.com. 22/02/04).
Salah satu masalah kesehatan yang saat ini banyak menjadi pembicaraan
adalah penyakit hipertensi dan aspek-aspek psikologis yang menyertainya. Pada
umumnya penderita penyakit hipertensi adalah orang-orang yang berusia di atas

40 tahun, namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia
muda. Di Amerika Serikat, sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa
menderita hipertensi, mereka yang menderita hipertensi mempunyai resiko besar
bukan saja terhadap penyakit jantung, tetapi juga terhadap penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal dan vaskular. Makin tinggi tekanan darah makin besar
resikonya (http://www.google.com. 22/02/04). Gunarsa (1998) menambahkan
bahwa hipertensi yang dialami pada usia lanjut banyak dipengaruhi oleh proses
perubahan, baik perubahan kemunduran fisik, perubahan fisiologis maupun
perubahan sosial. Perubahan-perubahan fisik bagi usia lanjut sebagai penurunan
terhadap fungsi organ yaitu dalam beraktivitas, sedangkan perubahan sosial
mempunyai dampak terhadap aktivitas sosial dalam kehidupannya.

xv

Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor genetik,
perubahan gaya hidup, juga akibat kondisi psikis penderita. Penderita hipertensi
mengalami kecemasan dari situasi buruk yang terjadi dari dalam dan luar dirinya,
pada setiap kejadian entah terjadi kecelakaan atau musibah yang disusul dengan
persepsi yang manifestasinya berupa rasa takut, gelisah, dan perasaan tak
menentu. Jatno (1995) mengemukakan bahwa jika hal ini berlangsung lama

seseorang akan kehilangan kontrol. Dari respon tubuhnya akan menimbulkan
respon yang mengaktivasi sistem neorohormonal. Akibatnya akan memacu saraf
simpatis dan renin angiostenin dan akan meningkatkan denyut jantung.
Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat
dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau
peristiwa yang mengecam kehidupannya. Perbedaan antara kecemasan yang
dialami pada orang normal dan pada penderita hipertensi terlihat dari respon pada
saat menghadapi situasi, hal ini sesuai dengan Lazarus (1991) yang
mengemukakan kecemasan sebagai state anxiety yaitu gejala kecemasan yang
timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu dan gejalanya akan nampak
selama situasi tersebut terjadi. Kecemasan yang dialami subjek dapat
ditanggulangi oleh kemampuan subjek sendiri yaitu manajemen diri yang
dilakukan subjek dengan pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian diri.
Suhartini (1992) mendefinisikan manajemen diri adalah suatu prosedur
yang menuntut seseorang untuk mengarahkan atau mengatur tingkah lakunya
sendiri. Pengelolaan diri akan lebih mudah dilakukan jika individu memiliki

xvi

kematangan secara emosi, penalaran tinggi dan mampu mengelola stress yang

terjadi pada dirinya.
Hubungan antara manajemen diri dengan kecemasan adalah kecemasan
yang dialami penderita hipertensi dapat dikurangi dengan mengarahkan atau
mengatur dan mengontrol tingkah lakunya, sebab subjek adalah orang yang paling
mengetahui akan kekurangan dan kelebihan dirinya. Diperlukannya manajemen
diri pada penderita hipertensi agar tidak menimbulkan kecemasan, karena
kecemasan dapat menyebabkan kondisi fisik dan psikologis penderita semakin
memburuk. Kesimpulannya adalah jika penderita hipertensi memiliki kemampuan
manajemen diri yang baik, maka kecemasan yang dialaminya akan semakin
rendah.

xvii

Tinjauan Pustaka
Kecemasan
Definisi kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin (konflik) Daradjat (1990). Lazarus (1991)
menjelaskan bahwa kecemasan mempunyai dua arti, yaitu kecemasan sebagai
respon dan kecemasan sebagai intervening variable. Kecemasan sebagai respon

merupakan suatu reaksi terhadap pengalaman tertentu, suatu keadaan pada diri
seseorang yang diketahui dari apa yang dikatakannya, bagaimana dia bertindak
atau dari perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan reaksi terhadap
pengalaman itu. Kecemasan sebagai respon diantaranya adalah sebagai :
a. State Anxiety merupakan gejala kecemasan yang timbul bila individu
dihadapkan pada situasi tertentu dan gejalanya akan nampak selama situasi
tersebut terjadi. Jadi kecemasan jenis ini ditentukan oleh tingkat tekanan darah
dari situasi tertentu dan pegalaman-pengalaman individu tentang tekanan itu.
b. Trait Anxiety merupakan suatu keadaan yang menetap pada diri individu,
berhubungan dengan kepribadian individu yang mengalaminya. Sehingga
merupakan disposisi untuk menjadi cemas dalam menghadapi berbagai situasi
dan dipandang sebagai suatu simtom atau keadaan yang menunjukkan adanya
kesukaran dan penyesuaian diri.
Kecemasan sebagai Intervening Variable, yakni kecemasan yang
mempengaruhi serangkaian stimulus respon dan tidak tampak secara fisik. Namun
secara psikologis ternyata membutuhkan perhatian yang serius. Kecemasan yang

xviii

terjadi tidak dapat diketahui secara langsung melalui observasi, hanya dapat

diketahui dari peristiwa yang mendahului serta akibat yang ditimbulkan.
Kecemasan seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek. Daradjat (1990)
membagi dua aspek kecemasan yaitu:
1. Aspek Psikologis, yaitu terkait dengan kondisi jiwa seseorang yang mengalami
kecemasan meliputi perasaan gelisah, gugup, tegang, menyesal, risau, kacau
dan khawatir, perasaan tidak berguna, kehilangan gairah dan konsentrasi, yang
biasanya dialami oleh orang yang sedang cemas.
2. Aspek Fisiologis menyangkut kondisi badan / tubuh seseorang yang cemas
yang ditunjukkan dari ekspresinya seperti gemetar, pucat, menggigit-gigit
kuku, denyut jantung, pernafasan, keluarnya keringat, aktivitas kelenjar
adrenalin, dan lain-lain.
Blackburn & Davidson (1994) membuat

Analisis Fungsional Gangguan

Kecemasan, yang menjelaskan reaksi terhadap kecemasan. Analisis tersebut
digambarkan dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Simtom-simtom
psikologis

Suasana hati
Pikiran

Motivasi
Perilaku
Gejala bilogis

Keterangan
Kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang
Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,
membesar-besarkan ancaman, memandang diri
sebagai sangat sensitif, tidak berdaya
Menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin
melarikan diri
Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan
Gerakan otomatis, meningkat, berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

xix


Manajemen Diri
Gie (1996) mengungkapkan manajemen diri atau self management adalah
segenap kegiatan dan langkah mengatur dan mengelola diri dengan sebaikbaiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan hidup. Strategi
pertama dan utama dalam manajemen diri adalah berusaha mengetahui diri sendiri
dari segala kelebihan dan kekurangan (kelemahan) walaupun potensinya. Dengan
mengenali diri sendiri, seorang individu dapat mengetahui apa yang sesungguhnya
ia butuhkan dalam hidup ini.
Manz (1986) mengemukakan bahwa untuk dapat mengendalikan diri sendiri
secara langsung maka individu dapat menciptakan atau mengubah isyarat berapa
benda, barang, hal yang ada di sekitar individu tersebut untuk mempengaruhi
perilakunya. Dasar yang dibuat bagi diri kita sendiri adalah informasi yang kita
punyai tentang diri kita sendiri dengan mengamati perilaku diri sendiri dan
alasan-alasan yang melatarbelakanginya, individu akan mendapatkan informasi
yang perlu untuk mengatur dirinya sendiri secara efektif.
Menurut Kartono (1989) terdapat empat macam teknik manajemen diri
untuk mengendalikan konflik yaitu :
(a)

Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan


(b)

Menghindari masalah sementara waktu

(c )

Menyelesaikan satu tugas tertentu atau mencari kesibukan lain

(d)

Menjadikan diri sendiri berguna

xx

Penderita Hipertensi
Kaplan (dalam Soeparman, 1990) memberi batasan-batasan hipertensi,
yaitu digolongkan menurut usia dan jenis kelamin sebagai berikut :
1. Pria, usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas atau
sama dengan 130/90 mmHg
2. Pria, usia > 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas

145/95 mmHg
3. Pada wanita tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan
hipertensi.

Hubungan Antara Manajemen Diri Dengan Tingkat Kecemasan
Suatu fenomena terjadi pada diri manusia yaitu bahwa tekanan jiwa stress
berhubungan erat dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya (termasuk
penyakit yang sedang dialaminya). Salah satu masalah kesehatan yang saat ini
banyak menjadi pembicaraan adalah penyakit hipertensi dan aspek-aspek
psikologis yang menyertainya. Penderita hipertensi akan mengalami kecemasan
tidak hanya dari situasi buruk yang terjadi tetapi jika tekanan darahnya naik secara
otomatis gejala-gejala diatas akan timbul dan akan menambah tingkat
kecemasannya. Hal itulah yang membedakan antara kecemasan orang normal
dengan penderita hipertensi, misalnya kecemasan yang dialami berasal dari
sumber stressor yang sama. Mereka sama-sama mengalami kecemasan hanya saja
yang membedakan adalah kondisi fisik pada saat merespon situasi buruk..
Prawirohardjo (1984), mengaitkan hipertensi dengan kecemasan sebagai
gangguan emosionil yang dialami individu. Dalam menghadapi suatu masalah,

xxi


individu yang sehat akan menemukan dan mengambil langkah yang diperlukan
untuk memecahkan (problem solving) atau melakukan adaptasi perilaku supaya
bisa menyesuaikan diri, bila masalahnya tidak bisa dipecahkan, dengan
mengekspresikan emosinya secara normal. Individu yang mengalami kecemasan
tidak mempunyai pengetahuan sikap seperti ini, dan akan memberi respon
terhadap situasi tersebut dengan jalan menunjukkan gejala-gejala somatik (digestif
atau kardiovaskuler), karena banyak manifestasi perilakunya cenderung mengarah
dalam bentuk gejala somatik.
Muchlas (1997) menambahkan bahwa penderita penyakit kardiosvaskular
secara subyektif merasa bahwa penyakit yang dideritanya sukar disembuhkan atau
memerlukan pengobatan yang lama dan bersifat life-treatening, sehingga
menimbulkan stress dalam kehidupannya, padahal stress yang berat atau kronik
dapat menimbulkan gangguan jiwa dan gangguan fisik.
Berdasar hasil pembicaraan dengan beberapa pasien diketahui bahwa
pasien hipertensi memiliki banyak pantangan yang harus dijauhi. Dokter biasa
memberi nasihat pada pasien agar menjauhi pantangan makanan yang diberikan
serta menjauhi hal-hal yang akan membuat pasien cemas, karena hanya akan
meningkatkan tekanan darahnya. Dengan mematuhi aturan yang diberikan dokter,
pasien masih saja merasa cemas, hal ini disebabkan faktor dari dalam dan luar
dirinya dan manifestasinya akan meningkatkan tekanan darah sehingga akan
timbul gejala-gejala seperti pusing, rasa tegang di otot-otot dada, leher, serta
punggung. Maka dari itu agar pasien tidak mengalami hal seperti diatas alangkah
lebih baik jika pasien bisa memanajemen diri dengan pengelolaan dan

xxii

pengendalian diri yang baik. Hal ini sesuai dengan Guilfried & Merbaum (dalam
Lazarus, 1976) yang mengemukakan manajemen diri sebagai suatu kemampuan
untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang
dapat membawa individu kearah konsekuensi positif.

Hipotesis Penelitian
Ada hubungan negatif antara kemampuan manajemen diri dengan tingkat
kecemasan pada penderita hipertensi. Semakin mampu pasien memanajemen diri
maka semakin rendah tingkat kecemasannya. Sebaliknya semakin kurang
mampunya pasien memanajemen diri maka semakin tinggi tingkat kecemasannya.

Metode Penelitian
Identifikasi Variabel-variabel Penelitian
1. Variabel Dependen

: Tingkat Kecemasan

2. Variabel Independen

: Manajemen Diri

Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah penderita hipertensi dengan karakteristisk;
berusia diatas 35 tahun; jenis kelamin laki-laki dan perempuan; pasien rawat jalan
yang berobat di Puskesmas Ngaglik Sleman dan Puskesmas Kokap I Wates.

xxiii

Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah metode angket dan
metode wawancara. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
manajemen diri dan skala kecemasan.
Skala manajemen diri disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang
dikemukakan oleh Averril (1973) dan Bagozzi (1992), dan dikembangkan penulis
berdasarkan dalam teori yang diacu serta penelitian terdahulu yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Skala manajemen diri disusun berdasarkan aspek manajemen
diri yaitu kontrol perilaku & konatif, kontrol kognitif, kontrol keputusan, dan
aspek emosi. Skala kecemasan disusun oleh peneliti berdasarkan aspek dari
Daradjat (1990), terdiri atas aspek psikologis dan aspek fisiologis. hal ini dapat
diketahui dari gejala-gejala yang muncul. Konsep lainnya juga berasal dari
Blackburn & Davidson (1994), yaitu aspek psikologis. Serta dari hasil wawancara
dengan subjek penelitian.

Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
korelasi. Teknik ini dipilih karena menurut Hadi (2000) teknik korelasi adalah
salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua
variable. Teknik korelasi yang dipilih adalah korelasi product-moment dari
PEARSON. Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer yaitu dengan
program SPSS 10,0 for windows XP Professional.

xxiv

Pelaksanaan dan Hasil Penelitian
Deskripsi Subyek Penelitian
No
Jenis Kelamin
1 Laki-laki
2 Perempuan
Total

Jumlah
8
6
14

Deskripsi Data Penelitian
Hipotetik
Empirik
min maks µ
s
min maks µ
s
Manajemen Diri
49 196 122,5 24,5 126 179 164,50 13,24
Tingkat Kecemasan
33 132 82,5 16,5 54 123 87,50 15,68
Keterangan : µ = mean ; s = standar deviasi
Variabel

Kriteria Kategori Skala
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

Nilai
X > (µ + 1,8 s )
(µ + 0,6s ) < x = (µ + 1,8s )
(µ - 0,6s ) < x = (µ + 0,6s )
(µ - 1,8s ) = x = (µ - 0,6s )
x < (µ - 1,8s )

Kategorisasi Variabel Manajemen Diri
Kategori

Nilai

Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

X > 166,6
137,2 < x = 166,6
107,8 < x = 137,2
78,4 < x = 107,8
x < 107,8

Jumlah

%

8
5
1
0
0

57,14
35,71
7,14
0
0

Jumlah

%

0
1
9
3
1

0
7,14
64,29
21,43
7,14

Kategorisasi Variabel Kecemasan
Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

Nilai
X > 112,2
92,5 < x = 112,2
72,6 < x = 92,5
52,8 = x = 72,6
x < 52,8

xxv

Variabel Manajemen Diri termasuk dalam kategori Tinggi. Variabel
Tingkat Kecemasan termasuk kategori Sedang.
Hasil uji normalitas dan linearitas menunjukkan bahwa data yang
diperoleh normal tetapi tidak linear. Karena tidak linear maka teknik korelasi
product-moment dari PEARSON tidak bisa digunakan. Maka dari itu dilanjutkan
dengan uji korelasi Spearmans’s rho pada program komputer SPSS versi 10,0 for
windows XP, menghasilkan hubungan yang negatif, r = -0,306; p = 0,144 (p >
0,05). Hasil analisis korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi,
dengan demikian hipotesis penelitian tidak terbukti.

Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita
hipertensi. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan
negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi
tidak terbukti, karena dari penelitian ini membuktikan bahwa antara kedua
variabel tersebut tidak berhubungan. Tidak adanya korelasi ini ditunjukkan
dengan koefisien, r= -0,306; p = 0,144 (p > 0,01). Sehingga manajemen diri yang
dilakukan oleh penderita hipertensi tidak berpengaruh pada tingkat kecemasannya.
Hasil deskripsi data penelitian menunjukkan bahwa mean empirik
manajemen diri (µ =164,50) > mean hipotetik manajemen diri (µ =122,5), yang
berarti manajemen diri tergolong tinggi. Pada deskripsi data penelitian tingkat

xxvi

kecemasan menunjukkan bahwa mean empirik (µ =77,43) < mean hipotetik (µ
=82,5), yang berarti tingkat kecemasan tergolong sedang.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun manajemen diri sangat baik, tetapi
kebanyakan subjek memiliki kecemasan yang sedang. Hal ini berarti tidak hanya
manajemen diri yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan, ada faktor-faktor
lain yang lebih berpengaruh. Salah satu faktor yang bisa diindikasikan
berpengaruh terhadap hasil penelitian adalah metode pengambilan data untuk
kedua variabel menggunakan skala. Bagi subjek penelitian dalam hal ini adalah
penderita hipertensi untuk mengisi skala, pada dasarnya masih ada kesulitan.
Mereka bisa saja tidak mengerti apa yang dimaksudkan, sebab pemahaman
terhadap aitem dipengaruhi oleh kognitif subjek, dan juga karena subjek kelelahan
mengisi skala yang dirasakan terlalu banyak. Hal lain yang terjadi adalah kondisi
fisik subjek yang tidak mendukung untuk mengisi skala dengan konsentrasi, hal
ini disebabkan faktor usia penderita hipertensi yang mayoritas diatas 50 tahun.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa dalam pengambilan data subjek cenderung ingin
dibacakan oleh peneliti dan terkadang mereka meminta penjelasan dari beberapa
aitem yang kurang mereka pahami. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Gunarsa
(1998) yang mengemukakan bahwa hipertensi yang dialami pada usia lanjut
banyak dipengaruhi oleh proses perubahan, baik perubahan kemunduran fisik,
perubahan fisiologis maupun perubahan sosial. Perubahan-perubahan fisik bagi
usia lanjut sebagai penurunan terhadap fungsi organ yaitu dalam beraktivitas,
sedangkan perubahan sosial mempunyai dampak terhadap aktivitas sosial dalam
kehidupannya. Peneliti menyimpulkan bahwa pengambilan data dengan pengisian

xxvii

skala hanya sebagai penunjang karena kondisi kesehatan subjek tidak mendukung
untuk mengisi skala dan metode pengambilan data yang lebih efektif menurut
peneliti adalah metode wawancara dan observasi.
Tidak terbuktinya hipotesis pada penelitian ini mungkin juga disebabkan
karena menggunakan subjek penelitian berjumlah 14, peneliti menyimpulkan
lebih baik jika menggunakan sampel subjek yang lebih banyak dari penelitian ini.
Sebagai analisis tambahan, dilakukan analisis terhadap hasil wawancara
terhadap tiga orang subjek. Dari hasil wawancara dengan tiga subjek dari 14
subjek yang dua diantaranya memiliki kecemasan tertinggi dan satu subjek
dengan kecemasan terendah, dilihat bahwa kecemasan justru muncul dari faktor
lingkungan khususnya lingkungan keluarga dibanding dengan cara subjek
memanajemen diri.
Dukungan dari keluarga sangat berpengaruh bagi kondisi fisik dan
psikologis subjek, untuk itu diharapkan subjek lebih terbuka jika sedang
menghadapi masalah karena dengan keterbukaan itu akan meringankan beban
subjek dan berdampak baik untuk kesehatan fisik maupun psikologis. Hal ini
sesuai dengan teknik manajemen diri untuk mengendalikan konflik menurut
Kartono (1989) yaitu mengeluarkan dan membicarakan kesulitan pada sahabat
atau keluarga dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Sahabat atau keluarga bisa berbagi cerita tentang
masalahnya, sehingga bisa dicari pemecahan atau jalan keluar. Manz (1986)
mengemukakan bahwa untuk dapat mengendalikan diri sendiri secara langsung
maka individu dapat menciptakan atau mengubah isyarat berapa benda, barang,

xxviii

hal yang ada di sekitar individu tersebut untuk mempengaruhi perilakunya. Dasar
yang dibuat bagi diri kita sendiri adalah informasi yang kita punyai tentang diri
kita sendiri dengan mengamati perilaku diri sendiri dan alasan-alasan yang
melatarbelakanginya, individu akan mendapatkan informasi yang perlu untuk
mengatur dirinya sendiri secara efektif.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini,
selain manajemen diri kemungkinan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan adalah faktor lingkungan khususnya faktor keluarga pada penderita
hipertensi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal selain prosedur pengambilan data
juga adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan
penderita hipertensi.

Penutup
Kesimpulan
Hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Spearman’s rho
menunjukkan r = -0,306; p = 0,144 (p > 0,05), sehingga hipotesis yang berbunyi
“ada hubungan negatif antara manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada
penderita hipertensi”, tidak terbukti. Hasil deskripsi data penelitian manajemen
diri dan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi menunjukkan bahwa mean
empirik > mean hipotetik yang berarti manajemen diri dan tingkat kecemasan
tergolong sedang. Analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara manajemen diri dan tingkat kecemasan,
sehingga didapatkan bahwa baik atau buruknya seorang penderita hipertensi

xxix

memanajemen dirinya tidak berpengaruh terhadap tingkat kecemasan yang
dialaminya.

Saran
Ada beberapa saran yang ingin dikemukakan peneliti berkaitan dengan
hasil penelitian. Beberapa saran tersebut antara lain :
1. Bagi Subjek Penelitian
Penelitian ini menunjukkan data bahwa manajemen diri tidak berpengaruh
pada tingkat kecemasan penderita hipertensi, tetapi tingkat kecemasannya
disebabkan karena faktor lainnya. Diharapkan subjek untuk tidak memendam
sendiri masalah yang dihadapi sebab akan berpengaruh besar pada kesehatannya.
Peneliti mengharapkan agar subjek tidak terlalu banyak berpikir dalam
menghadapi masalah dan terbuka menceritakan masalah yang dihadapi kepada
anggota keluarganya.

2. Bagi Puskesmas dan Klinik Kesehatan
Puskesmas dan Klinik Kesehatan diharapkan memperhatikan peningkatan
pelayanan, sebab pelayanan yang baik adalah yang mampu menurunkan tingkat
kecemasan pasien yang berobat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai
manajemen diri dengan tingkat kecemasan pada penderita hipertensi, untuk lebih
memperhatikan alat ukur yang akan digunakannya. Untuk penderita hipertensi

xxx

sebaiknya menggunakan skala dengan jumlah aitem yang tidak banyak, karena
penderita hipertensi bisa saja tidak memahami dan kondisi fisik penderita yang
tidak mendukung dan apa yang akan diungkap masih kurang bila hanya
menggunakan skala, pengambilan data yang lebih efektif menurut peneliti adalah
dengan metode wawancara dan observasi sedangkan menggunakan skala hanya
sebagai penunjang. Aspek-aspek kecemasan pada penderita hipertensi yang
digunakan untuk metode wawancara adalah aspek psikologis yang mencakup
seasana hati, pikiran, perilaku, dan motivasi, dan aspek fisiologis yang mencakup
gejala biologis. Aspek fisiologis juga dapat diamati misalnya nafas terengahengah, tremor, raut wajah dan keluhan yang dikatakan subjek. Aspek manajemen
diri yang digunakan untuk metode wawancara adalah adalah kontrol perilaku;
kontrol kognitif; kontrol keputusan; aspek konatif; dan aspek emosi.
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang tingkat
kecemasan pada penderita hipertensi disarankan untuk menghubungkannya
dengan variabel lain selain manajemen diri dan menggunakan sampel subjek yang
lebih banyak dari penelitian ini

xxxi

DAFTAR PUSTAKA

Averill, J.R 1973., Personal Control Over Stimulie and it’s Relationship to Stress
Psychological Buletin. No. 80.p 286-303
Bagozzi, R, D,. 1992. The Self Regulation of Attitudes, Intensions and Behavior.
Journal of Personality and Social Psychology. Vol 55. No 2. 183-194
Blackburn, I. M., & Davidson, K. M. 1994. Terapi Kognitif Untuk Depresi dan
Kecemasan: Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. (Dra. Rusda Koto Sutadi,
Pengalih bhs.). Semarang: IKIP Semarang Press.
Daradjat, Z., 1995, Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Gunung Agung

Gie, T.L. 1996 Strategi Hidup Sukses. Yogyakarta:Penerbit Liberty

Hadi, S. 1995. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset.
I Nyoman Gunarsa, 1998. Kecemasan Pada Usia Lanjut Yang Mengalami
Hipertensi, Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Wangsa Manggala.
Jatno, 1995. Pengaruh Stress Pada Sistem Kardiovaskuler, Jurnal Psikologi
Anima, Surabaya.
Kartono, K., 1989. Hygiene Mentaldan Kesehatan Mental Dalam Islam.. Bandung
: CV. Mandar Maju.
Lazarrus,

R.S. 1976. Patterns of
Kogakusha.Ltd

Adjusment.

Tokyo:

McGraww

Hill

Manz. CC 1986. Seni Manajemen Diri Sendiri, Penerbit:kanisius.
Muchlas,

M., 1997, Hubungan antara Penyakit-penyakit Infeksi dan
Kardiovaskular dengan Depresi, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.
13, 75-82

xxxii

Prawirohardjo, S.R., Nugroho, Giarto, 1984. Pengalaman Pengobatan Hipertensi
dengan Bromazepam, Majalah Farmako Bagi Indonesia dan Terapi,
Jakarta: IAFI, No. 1 Vol. 3
Prawirohusodo, S., 1988, Stress dan Kecemasan, Kumpulan Makalah Simposium
Stress dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada,
Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia Cabang Yogyakarta, Yogyakarta
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Penerbit Balai Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Suhartini, H. 1992. Pengaruh Metode Pengertian Diri Sendiri Terhadap Prestasi
Kerja Praktek Harian, Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada,
Tahun XIX No 1 Desember 1992.
www.google.com

xxxiii

xxxiv