Pengaruh Kecepatan Pengadukan Pada Tahap Asidogenesis Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pertambahan jumlah penduduk, perkembangan perekonomian dan
kemajuan teknologi berimplikasi pada peningkatan kebutuhan energi, terutama
energi dari bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbaharui. Disisi lain
data Badan Pusat Statistik (BPS) [1] yang disajikan pada Tabel 1.1 menunjukkan
bahwa produksi energi sejak tahun 1996 sampai tahun 2011 cenderung menurun
secara signifikan. Jika tingkat produksi energi tersebut menurun terus, maka,
dikhawatirkan suatu saat nanti Indonesia akan kehabisan sumber energi. Salah
satu kebijakan antisipatif yang harus dilaksanakan adalah melakukan diversifikasi
energi dengan memanfaatkan berbagai sumber energi alternatif yang justru
tersedia sangat banyak, seperti : angin, air terjun, ombak, biogas dan lain-lain.
Tabel 1.1 Produksi Minyak dan Gas Alam Indonesia tahun 1996-2011 [1]
Tahun
Minyak Mentah
Kondensat
(barel)
(barel)
1996
485,573.80
63,074.50
1997
484,340.60
59,412.00
1998
480,109.70
54,782.30
1999
440,461.60
54,181.40
2000
434,368.80
50,024.50
2001
432,588.00
47,528.10
2002
351,949.60
45,358.90
2003
339,100.00
44,600.00
2004
354,351.90
50,641.00
2005
341,202.60
46,450.90
2006
313,037.20
44,440.20
2007
305,137.40
43,210.60
2008
314,221.70
44,497.00
2009
301,663.40
44,649.60
2010
300,923.30
43,964.70
2011
289,899.00
39,350.30
Universitas Sumatera Utara
Biogas adalah salah satu sumber energi potensial untuk dikembangkan di
Indonesia. Kandungan energi biogas tergantung dari konsentrasi Metana (CH4).
Semakin tinggi kandungan Metana (CH4), maka semakin besar pula kandungan
energinya, dan sebaliknya. Biogas tergolong bahan baku non fosil dan umumnya
berasal dari kotoran ternak pemakan rumput seperti sapi dan kerbau. Dengan
demikian bahan baku biogas lebih terjamin sepanjang masih ada hewan ternak dan
rumput [2].
Seiring dengan kemajuan teknologi, ternyata biogas juga dapat dibuat dari
limbah cair kelapa sawit (LCPKS) atau yang dikenal sebagai palm oil mill effluent
(POME). POME adalah cairan pekat kecokelatan yang memiliki nilai chemical
oxygen demand (COD) dan biological oxygen demand (BOD) masing-masing
sebesar 50.000 dan 25.000 mg/L [3]. POME merupakan sumber pencemar
potensial yang dapat memberikan dampak serius terhadap lingkungan jika tidak
ditangani dengan baik. Oleh karena itu, pemanfaatan POME sebagai bahan baku
biogas akan memberi keuntungan antara lain pengurangan jumlah padatan
organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, dan kandungan racun
dalam limbah [4]. Selain itu biaya operasional untuk pengolahan biogas dari
POME lebih rendah dibandingkan dengan sumber bahan baku yang lain [3],
disebabkan sifat POME yang tidak beracun [5].
Pembuatan biogas merupakan hasil proses digestasi anaerobik. Digestasi
anaerobik adalah proses biokimia tanpa oksigen yang menguraikan
senyawa
organik kompleks oleh berbagai jenis mikroba anaerobik [6]. Proses ini
melibatkan tiga jenis kelompok bakteri yang berbeda (bakteri fermentatif,
asetogenik, dan metanogenik), dan ketiga jenis bakteri tersebut juga memiliki sifat
fisiologi dan kebutuhan nutrisi yang berbeda pula. Jika ketiga bakteri ini bekerja
pada kondisi yang sama, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara
pembentukan asam dan metana sehingga waktu pembentukan biogas akan
semakin lama. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah ini maka banyak
percobaaan dilakukan untuk memisahkan proses digestasi anaerobik ini menjadi
dua tahap yang berbeda, yakni tahap asidogenesis dan metanogenesis [7].
Proses digestasi anaerobik dalam pembuatan biogas dapat dilakukan dalam
sistem reaktor satu tahap atau dua tahap. Sistem satu tahap ini hanya
Universitas Sumatera Utara
menggunakan satu reaktor bagi mikroba untuk mengolah senyawa organik.
Sedangkan dalam sistem dua tahap mikroba hidrolisis-asidogenesis dan mikroba
metanogenesis ditempatkan di dalam dua reaktor terpisah. Selain itu terdapat juga
sistem temperatur-fasa yang menggunakan dua reaktor terpisah, tetapi
dikondisikan pada temperatur yang berbeda [8]. Sebagai contoh, hasil penelitian
limbah cair olahan keju yang dilakukan oleh Wust [8] menggunakan reaktor
metanogenik dalam sistem dua fasa dihasilkan biogas dengan kandungan metana
yang lebih tinggi dibandingkan dengan biogas yang dihasilkan dalam sistem satu
tahap.
Beberapa penelitian pembuatan biogas yang telah dilakukan disajikan pada
Tabel 1.2.
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 1.2 Beberapa Hasil Penelitian Pembuatan Biogas
Nama
Bahan baku, Proses dan Hasil
Khursheed Karim, Rebecca
Bahan baku berupa kotoran sapi.
Hoffman, Thomas Klasson,
Konsentrasi bahan baku pada 5 dan 10 %.
M.H. Al-Dahlan, 2005 [9]
Dilakukan perlakuan dengan pengadukan
dan tanpa pengadukan.
Pada umpan dengan konsentrasi 5 %, hasil
pengolahan tidak ada perbedaan.
Pada umpan dengan konsentrasi 10 %, hasil
dengan adanya pengadukan lebih baik yaitu
pada TS sekitar 53 g/l, VS sekitar 31 g/l, dan
produksi biogas sebanyak 1,14 l/ld
sedangkan hasil dengan tanpa adanya
pengadukan yaitu pada TS sekitar 59 g/l, VS
sekitar 34 g/l, dan produksi biogas sebanyak
0.92 l/ld.
Wanna Choorit, Pornpan
Bahan baku berupa Palm Oil Mill Effluent.
Wisaranwan,
Pada kecepatan pengadukan 70 rpm, suhu
2007 [10]
55 °C, OLR pada 17,01 g[COD]/l/hari, HRT
5 hari, penurunan COD 70,32%, produksi
biogas 4,66 L gas/l[reaktor]/hari dengan
konsentrasi CH4 69,53%.
Q. Yuan, R. Sparling, J. A.
Bahan baku dari pengolahan limbah lokal.
Oleszkiewicz, 2008 [11]
Pada kecepatan pengadukan 50 rpm, suhu
24,6 °C diperoleh jumlah VFA tertinggi
yaitu sebanyak 355 gVFA-COD/ gVSS.
Rebecca A. Hoffmann, Marcelo
L. Garcia, Mehul Veskivar,
Khursheed Karim, Muthanna H.
Al-Dahlan, Largus T.
Angenent. 2007 [12]
Bahan baku berupa kotoran sapi.
Produksi biogas tertinggi pada kecepatan
pengadukan 500 rpm yaitu sebesar 48 %
Produksi VFA tertinggi pada 50 rpm sebesar
200 %.
Universitas Sumatera Utara
Irvan, Bambang Trisakti,
Michael Vincent, Yohannes
Tandean, 2012 [13]
5.
Bahan baku berupa limbah cair kelapa sawit.
Proses
aerobik
dengan
kecepatan
pengadukan pada 10 rpm dan 20 rpm.
Hasil diperoleh pada HRT 10 hari pada 10
rpm lebih baik dengan penurunan TSS
mencapai 150 mg/l, sedangkan pada 20 rpm
sekitar 170 mg/l.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa adanya pengaruh yang ditimbulkan dengan dilakukannya pengadukan pada
proses pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik maupun digestasi
aerobik. Adapun pengaruh yang ditimbulkan dengan dilakukannya pengadukan
yaitu penurunan konsentrasi padatan [9] [13], penurunan konsentrasi chemical
oxygen demand (COD) [10], peningkatan tingkat produksi senyawa volatile fatty
acid (VFA) [12], tingkat produksi biogas [9] [10] [12] [4].
Dengan adanya pengaruh yang ditimbulkan pengadukan pada proses
pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik maupun digestasi aerobik
maka dilakukan penelitian dengan baku limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)
yang bertujuan untuk mengolah limbah cair tersebut untuk memproduksi volatile
fatty acid (VFA) yang kemudian akan diubah menjadi biogas disebabkan limbah
cair tersebut masih banyak mengandung bahan organik. Penelitian tersebut
menggunakan cara digestasi anaerobik, dan dilakukan variasi tingkat kecepatan
pengadukan agar mendapatkan tingkat kecepatan yang baik pada proses tersebut.
Pengaruh kecepatan pengadukan pada penguraian POME menjadi senyawa
volatile fatty acid (VFA) ditinjau terhadap penurunan konsentrasi chemical
oxygen demand (COD) dan penurunan konsentrasi padatan.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap penguraian LCPKS menjadi senyawa volatile fatty acid
(VFA) pada proses asidogenesis.
Universitas Sumatera Utara
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji bagaimana pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap degradasi konsentrasi chemical oxygen demand (COD) dan
degradasi padatan yang terkandung di dalam LCPKS dan proses penguraian
LCPKS menjadi senyawa volatile fatty acid (VFA) pada tahap asidogenesis
pengolahan LCPKS.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian adalah :
1.
Memperoleh informasi mengenai pengaruh kecepatan pengadukan
khususnya terhadap proses asidogenesis.
2.
Memperoleh informasi mengenai bilangan Reynold yang baik pada
pengadukan tahap asidogenesis dalam pengolahan LCPKS agar dapat
digunakan sebagai scale up reactor.
1.5
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan terdiri dari karakterisasi limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS) dan loading up dengan memvariasikan HRT (hydraulic retention time ).
Sedangkan pada penelitian utama dilakukan variasi kecepatan pengadukan.
Penelitian
dilakukan
dengan
proses
asidogenesis
digestasi
anaerobik
menggunakan digester jenis continous stirred tank reactor (CSTR) dengan
volume 2 liter. Variabel dari penelitian adalah sebagai berikut:
I. Penelitian Pendahuluan
A. Karakterisasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Parameter analisa : Analisa cairan berupa pH, chemical oxygen demand
(COD),
kadar padatan (TS, VS, TSS, dan VSS),
kadar oil and grase, kadar protein, kadar karbohidrat
dan kandungan volatile fatty acid (VFA).
B. Loading Up
1. Variabel konstan:
a. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : limbah cair kelapa
sawit dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV
Universitas Sumatera Utara
b. Kecepatan pengadukan tangki umpan: 100-110 rpm
c. Temperatur fermentor pada suhu kamar
d. Keadaan fermentor diatur pada pH 6,0 dengan penambahan
NaHCO3 hingga pH yang dinginkan tercapai.
e. Kecepatan pengadukan fermentor : 50 rpm
2. Variabel yang divariasikan pada HRT : 6,7, 5, dan 4
3. Parameter analisa: Analisa cairan berupa M-alkalinity, kadar padatan
(TS, VS, TSS, dan VSS), chemical oxygen demand (COD),
kandungan volatile fatty acid (VFA), dan pH.
II. Penelitian Utama
1. Variabel konstan:
a. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : limbah cair kelapa
sawit dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV
b. Kecepatan pengadukan tangki umpan: 100-110 rpm
c. Temperatur fermentor : 55oC
d. Keadaan fermentor diatur pada pH 5,5-6,0 dengan penambahan
NaHCO3 hingga pH yang dinginkan tercapai.
4. Variabel divariasikan pada kecepatan pengadukan fermentor : 25, 50,
100 dan 200 rpm
5. Parameter analisa: Analisa cairan berupa M-alkalinity, kadar padatan
(TS, VS, TSS, dan VSS), chemical oxygen demand (COD),
kandungan volatile fatty acid (VFA), dan pH.
Analisa cairan yang digunakan meliputi metode berikut :
1. Analisa M-Alkalinity (Metode Titrasi)
2. Analisa kadar total solid (TS) (Metode Analisa Proksimat)
3. Analisa volatile solid (VS) (Metode Analisa Proksimat)
4. Analisa kadar total suspended solid (TSS) (Metode Analisa
Proksimat)
5. Analisa volatile suspended solid (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
6. Analisa COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode Reflux Terbuka)
7. Analisa volatile fatty acid (VFA) (Metode Kromatografi)
8. Analisa pH
Universitas Sumatera Utara
Analisa M-Alkalinity, kadar total solid (TS), volatile solid (VS), kadar
total suspended solid (TSS), volatile suspended solid (VSS), chemical oxygen
demand (COD), dan volatile fatty acid (VFA) ini dilakukan tiga kali dalam
seminggu, sedangkan untuk analisa pH dilakukan setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pertambahan jumlah penduduk, perkembangan perekonomian dan
kemajuan teknologi berimplikasi pada peningkatan kebutuhan energi, terutama
energi dari bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbaharui. Disisi lain
data Badan Pusat Statistik (BPS) [1] yang disajikan pada Tabel 1.1 menunjukkan
bahwa produksi energi sejak tahun 1996 sampai tahun 2011 cenderung menurun
secara signifikan. Jika tingkat produksi energi tersebut menurun terus, maka,
dikhawatirkan suatu saat nanti Indonesia akan kehabisan sumber energi. Salah
satu kebijakan antisipatif yang harus dilaksanakan adalah melakukan diversifikasi
energi dengan memanfaatkan berbagai sumber energi alternatif yang justru
tersedia sangat banyak, seperti : angin, air terjun, ombak, biogas dan lain-lain.
Tabel 1.1 Produksi Minyak dan Gas Alam Indonesia tahun 1996-2011 [1]
Tahun
Minyak Mentah
Kondensat
(barel)
(barel)
1996
485,573.80
63,074.50
1997
484,340.60
59,412.00
1998
480,109.70
54,782.30
1999
440,461.60
54,181.40
2000
434,368.80
50,024.50
2001
432,588.00
47,528.10
2002
351,949.60
45,358.90
2003
339,100.00
44,600.00
2004
354,351.90
50,641.00
2005
341,202.60
46,450.90
2006
313,037.20
44,440.20
2007
305,137.40
43,210.60
2008
314,221.70
44,497.00
2009
301,663.40
44,649.60
2010
300,923.30
43,964.70
2011
289,899.00
39,350.30
Universitas Sumatera Utara
Biogas adalah salah satu sumber energi potensial untuk dikembangkan di
Indonesia. Kandungan energi biogas tergantung dari konsentrasi Metana (CH4).
Semakin tinggi kandungan Metana (CH4), maka semakin besar pula kandungan
energinya, dan sebaliknya. Biogas tergolong bahan baku non fosil dan umumnya
berasal dari kotoran ternak pemakan rumput seperti sapi dan kerbau. Dengan
demikian bahan baku biogas lebih terjamin sepanjang masih ada hewan ternak dan
rumput [2].
Seiring dengan kemajuan teknologi, ternyata biogas juga dapat dibuat dari
limbah cair kelapa sawit (LCPKS) atau yang dikenal sebagai palm oil mill effluent
(POME). POME adalah cairan pekat kecokelatan yang memiliki nilai chemical
oxygen demand (COD) dan biological oxygen demand (BOD) masing-masing
sebesar 50.000 dan 25.000 mg/L [3]. POME merupakan sumber pencemar
potensial yang dapat memberikan dampak serius terhadap lingkungan jika tidak
ditangani dengan baik. Oleh karena itu, pemanfaatan POME sebagai bahan baku
biogas akan memberi keuntungan antara lain pengurangan jumlah padatan
organik, jumlah mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, dan kandungan racun
dalam limbah [4]. Selain itu biaya operasional untuk pengolahan biogas dari
POME lebih rendah dibandingkan dengan sumber bahan baku yang lain [3],
disebabkan sifat POME yang tidak beracun [5].
Pembuatan biogas merupakan hasil proses digestasi anaerobik. Digestasi
anaerobik adalah proses biokimia tanpa oksigen yang menguraikan
senyawa
organik kompleks oleh berbagai jenis mikroba anaerobik [6]. Proses ini
melibatkan tiga jenis kelompok bakteri yang berbeda (bakteri fermentatif,
asetogenik, dan metanogenik), dan ketiga jenis bakteri tersebut juga memiliki sifat
fisiologi dan kebutuhan nutrisi yang berbeda pula. Jika ketiga bakteri ini bekerja
pada kondisi yang sama, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara
pembentukan asam dan metana sehingga waktu pembentukan biogas akan
semakin lama. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah ini maka banyak
percobaaan dilakukan untuk memisahkan proses digestasi anaerobik ini menjadi
dua tahap yang berbeda, yakni tahap asidogenesis dan metanogenesis [7].
Proses digestasi anaerobik dalam pembuatan biogas dapat dilakukan dalam
sistem reaktor satu tahap atau dua tahap. Sistem satu tahap ini hanya
Universitas Sumatera Utara
menggunakan satu reaktor bagi mikroba untuk mengolah senyawa organik.
Sedangkan dalam sistem dua tahap mikroba hidrolisis-asidogenesis dan mikroba
metanogenesis ditempatkan di dalam dua reaktor terpisah. Selain itu terdapat juga
sistem temperatur-fasa yang menggunakan dua reaktor terpisah, tetapi
dikondisikan pada temperatur yang berbeda [8]. Sebagai contoh, hasil penelitian
limbah cair olahan keju yang dilakukan oleh Wust [8] menggunakan reaktor
metanogenik dalam sistem dua fasa dihasilkan biogas dengan kandungan metana
yang lebih tinggi dibandingkan dengan biogas yang dihasilkan dalam sistem satu
tahap.
Beberapa penelitian pembuatan biogas yang telah dilakukan disajikan pada
Tabel 1.2.
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 1.2 Beberapa Hasil Penelitian Pembuatan Biogas
Nama
Bahan baku, Proses dan Hasil
Khursheed Karim, Rebecca
Bahan baku berupa kotoran sapi.
Hoffman, Thomas Klasson,
Konsentrasi bahan baku pada 5 dan 10 %.
M.H. Al-Dahlan, 2005 [9]
Dilakukan perlakuan dengan pengadukan
dan tanpa pengadukan.
Pada umpan dengan konsentrasi 5 %, hasil
pengolahan tidak ada perbedaan.
Pada umpan dengan konsentrasi 10 %, hasil
dengan adanya pengadukan lebih baik yaitu
pada TS sekitar 53 g/l, VS sekitar 31 g/l, dan
produksi biogas sebanyak 1,14 l/ld
sedangkan hasil dengan tanpa adanya
pengadukan yaitu pada TS sekitar 59 g/l, VS
sekitar 34 g/l, dan produksi biogas sebanyak
0.92 l/ld.
Wanna Choorit, Pornpan
Bahan baku berupa Palm Oil Mill Effluent.
Wisaranwan,
Pada kecepatan pengadukan 70 rpm, suhu
2007 [10]
55 °C, OLR pada 17,01 g[COD]/l/hari, HRT
5 hari, penurunan COD 70,32%, produksi
biogas 4,66 L gas/l[reaktor]/hari dengan
konsentrasi CH4 69,53%.
Q. Yuan, R. Sparling, J. A.
Bahan baku dari pengolahan limbah lokal.
Oleszkiewicz, 2008 [11]
Pada kecepatan pengadukan 50 rpm, suhu
24,6 °C diperoleh jumlah VFA tertinggi
yaitu sebanyak 355 gVFA-COD/ gVSS.
Rebecca A. Hoffmann, Marcelo
L. Garcia, Mehul Veskivar,
Khursheed Karim, Muthanna H.
Al-Dahlan, Largus T.
Angenent. 2007 [12]
Bahan baku berupa kotoran sapi.
Produksi biogas tertinggi pada kecepatan
pengadukan 500 rpm yaitu sebesar 48 %
Produksi VFA tertinggi pada 50 rpm sebesar
200 %.
Universitas Sumatera Utara
Irvan, Bambang Trisakti,
Michael Vincent, Yohannes
Tandean, 2012 [13]
5.
Bahan baku berupa limbah cair kelapa sawit.
Proses
aerobik
dengan
kecepatan
pengadukan pada 10 rpm dan 20 rpm.
Hasil diperoleh pada HRT 10 hari pada 10
rpm lebih baik dengan penurunan TSS
mencapai 150 mg/l, sedangkan pada 20 rpm
sekitar 170 mg/l.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa adanya pengaruh yang ditimbulkan dengan dilakukannya pengadukan pada
proses pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik maupun digestasi
aerobik. Adapun pengaruh yang ditimbulkan dengan dilakukannya pengadukan
yaitu penurunan konsentrasi padatan [9] [13], penurunan konsentrasi chemical
oxygen demand (COD) [10], peningkatan tingkat produksi senyawa volatile fatty
acid (VFA) [12], tingkat produksi biogas [9] [10] [12] [4].
Dengan adanya pengaruh yang ditimbulkan pengadukan pada proses
pengolahan limbah cair dengan cara digestasi anaerobik maupun digestasi aerobik
maka dilakukan penelitian dengan baku limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)
yang bertujuan untuk mengolah limbah cair tersebut untuk memproduksi volatile
fatty acid (VFA) yang kemudian akan diubah menjadi biogas disebabkan limbah
cair tersebut masih banyak mengandung bahan organik. Penelitian tersebut
menggunakan cara digestasi anaerobik, dan dilakukan variasi tingkat kecepatan
pengadukan agar mendapatkan tingkat kecepatan yang baik pada proses tersebut.
Pengaruh kecepatan pengadukan pada penguraian POME menjadi senyawa
volatile fatty acid (VFA) ditinjau terhadap penurunan konsentrasi chemical
oxygen demand (COD) dan penurunan konsentrasi padatan.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap penguraian LCPKS menjadi senyawa volatile fatty acid
(VFA) pada proses asidogenesis.
Universitas Sumatera Utara
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji bagaimana pengaruh kecepatan
pengadukan terhadap degradasi konsentrasi chemical oxygen demand (COD) dan
degradasi padatan yang terkandung di dalam LCPKS dan proses penguraian
LCPKS menjadi senyawa volatile fatty acid (VFA) pada tahap asidogenesis
pengolahan LCPKS.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian adalah :
1.
Memperoleh informasi mengenai pengaruh kecepatan pengadukan
khususnya terhadap proses asidogenesis.
2.
Memperoleh informasi mengenai bilangan Reynold yang baik pada
pengadukan tahap asidogenesis dalam pengolahan LCPKS agar dapat
digunakan sebagai scale up reactor.
1.5
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian terbagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan terdiri dari karakterisasi limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS) dan loading up dengan memvariasikan HRT (hydraulic retention time ).
Sedangkan pada penelitian utama dilakukan variasi kecepatan pengadukan.
Penelitian
dilakukan
dengan
proses
asidogenesis
digestasi
anaerobik
menggunakan digester jenis continous stirred tank reactor (CSTR) dengan
volume 2 liter. Variabel dari penelitian adalah sebagai berikut:
I. Penelitian Pendahuluan
A. Karakterisasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Parameter analisa : Analisa cairan berupa pH, chemical oxygen demand
(COD),
kadar padatan (TS, VS, TSS, dan VSS),
kadar oil and grase, kadar protein, kadar karbohidrat
dan kandungan volatile fatty acid (VFA).
B. Loading Up
1. Variabel konstan:
a. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : limbah cair kelapa
sawit dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV
Universitas Sumatera Utara
b. Kecepatan pengadukan tangki umpan: 100-110 rpm
c. Temperatur fermentor pada suhu kamar
d. Keadaan fermentor diatur pada pH 6,0 dengan penambahan
NaHCO3 hingga pH yang dinginkan tercapai.
e. Kecepatan pengadukan fermentor : 50 rpm
2. Variabel yang divariasikan pada HRT : 6,7, 5, dan 4
3. Parameter analisa: Analisa cairan berupa M-alkalinity, kadar padatan
(TS, VS, TSS, dan VSS), chemical oxygen demand (COD),
kandungan volatile fatty acid (VFA), dan pH.
II. Penelitian Utama
1. Variabel konstan:
a. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : limbah cair kelapa
sawit dari Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV
b. Kecepatan pengadukan tangki umpan: 100-110 rpm
c. Temperatur fermentor : 55oC
d. Keadaan fermentor diatur pada pH 5,5-6,0 dengan penambahan
NaHCO3 hingga pH yang dinginkan tercapai.
4. Variabel divariasikan pada kecepatan pengadukan fermentor : 25, 50,
100 dan 200 rpm
5. Parameter analisa: Analisa cairan berupa M-alkalinity, kadar padatan
(TS, VS, TSS, dan VSS), chemical oxygen demand (COD),
kandungan volatile fatty acid (VFA), dan pH.
Analisa cairan yang digunakan meliputi metode berikut :
1. Analisa M-Alkalinity (Metode Titrasi)
2. Analisa kadar total solid (TS) (Metode Analisa Proksimat)
3. Analisa volatile solid (VS) (Metode Analisa Proksimat)
4. Analisa kadar total suspended solid (TSS) (Metode Analisa
Proksimat)
5. Analisa volatile suspended solid (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
6. Analisa COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode Reflux Terbuka)
7. Analisa volatile fatty acid (VFA) (Metode Kromatografi)
8. Analisa pH
Universitas Sumatera Utara
Analisa M-Alkalinity, kadar total solid (TS), volatile solid (VS), kadar
total suspended solid (TSS), volatile suspended solid (VSS), chemical oxygen
demand (COD), dan volatile fatty acid (VFA) ini dilakukan tiga kali dalam
seminggu, sedangkan untuk analisa pH dilakukan setiap hari.
Universitas Sumatera Utara