Evaluasi dan Analisa Desain Kapasitas Saluran Drainase Kawasan Kampus Universitas Darma Agung Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Umum
Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebih dalam suatu konteks
pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan menurut Wesli (2008) adalah
ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat
kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di
kawasan kota tersebut. Dengan demikian kriteria perencanaan drainase perkotaan
memiliki kekhususan, sebab untuk perkotaan ada tambahan variabel perencanaan
seperti: keterkaitan dengan tata guna lahan, master plan drainase kota, sosial budaya
(kurang kesadaran masyarakat dalam ikut memelihara fungsi drainase kota) dan lainlain.
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh air, baik alur alam maupun alur
buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota
tersebut, atau ke laut di tepi kota tersebut. Drainase perkotaan melayani pembuangan
kelebihan air dengan cara mengalirkan melalui permukaan tanah atau lewat bawah
permukaan tanah, untuk dibuang ke sungai, danau atau laut. Kelebihan air tersebut

dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun limbah industri. Oleh karena itu,
drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, pengelolaan sampah, dan
pengendalian banjir kota.

Universitas Sumatera Utara

2.2

Jenis – Jenis Drainase
Jenis drainase dapat dikelompokkan berdasarkan (Wesli, 2008):

2.2.1 Drainase berdasarkan cara terbentuknya drainase
Jenis

drainase

ditinjau

berdasarkan


dari

cara

terbentuknya,

dapat

dikelompokkan menjadi:
a.

Drainase alamiah (natural drainage)
Drainase alamiah adalah drainase yang terbentuk melalui proses alamiah
yang berlangsung lama. Saluran drainase terbentuk akibat gerusan air
sesuai dengan kontur tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi
tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan
sendirinya masuk ke sungai-sungai. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.1
berikut ini:

Gambar 2.1 Drainase Alamiah (natural drainage)

b. Drainase buatan (artifical drainage)
Drainase buatan adalah sistem yang dibuat dengan maksud tertentu dan
merupakan hasil rekayasa berdasarkan hasil hitungan-hitungan yang
dilakukan untuk upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan
sistem drainase alamiah. Pada sistem drainase buatan memerlukan biaya-

Universitas Sumatera Utara

biaya baik pada perencanaannya maupun pada pembuatannya. Drainase
buatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.2 Drainase Buatan (artifical drainage)

2.2.2

Drainase berdasarkan sistem pengalirannya
Jenis

drainase


ditinjau

berdasarkan

sistem

pengalirannya,

dapat

dikelompokkan menjadi:
a. Drainase dengan sistem jaringan
Drainase dengan sistem jaringan adalah suatu sistem pengeringan atau
pengaliran air pada suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan air
melalui sistem tata saluran dengan bangunan-bangunan pelengkapnya.
b. Drainase dengan sistem resapan
Drainase dengan sistem resapan adalah sistem pengeringan atau pengaliran
air yang dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah. Cara resapan ini
dapat dilakukan langsung terhadap genangan air di permukaan tanah ke
dalam tanah atau melalui sumuran/saluran resapan.


Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Drainase berdasarkan tujuan/sasarannya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari tujuan pembuatannya, dapat
dikelompokkan menjadi:

2.2.4

a.

Drainase perkotaaan

b.

Drainase daerah pertanian

c.


Drainase lapangan terbang

d.

Drainase jalan raya

e.

Drainase jalan kereta api

f.

Drainase pada tanggul dan dam

g.

Drainase lapangan olah raga

h.


Drainase untuk keindahan kota

i.

Drainase untuk kesehatan lingkungan

j.

Drainase untuk penambahan areal

Drainase berdasarkan tata letaknya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan tata letaknya, dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Drainase permukaan tanah adalah sistem drainase yang salurannya berada
di atas permukaan tanah yang pengaliran air terjadi karena adanya beda
tinggi permukaan saluran (slope). Hal ini berguna untuk mencegah adanya
genangan. Yang terlihat pada Gambar 2.3 berikut ini:


Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Drainase Permukaan Tanah (surface drainage)

b. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage)
Drainase bawah permukaan tanah adalah sistem drainase yang dialirkan di
bawah tanah (ditanam) biasanya karena sisi artistik atau pada suatu areal
yang tidak memungkinkan untuk mengalirkan air di atas permukaan tanah
seperti pada lapangan olahraga, lapangan terbang, taman dan lainnya.
Drainase bawah permukaan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai
berikut.

Gambar 2.4 Drainase Bawah Permukaan Tanah (subsurface drainage)

Universitas Sumatera Utara

2.2.5

Drainase berdasarkan Fungsinya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan fungsinya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase single purpose
Drainase single purpose adalah saluran drainase yang berfungsi
mengalirkan satu jenis air buangan misalnya air hujan atau limbah atau
lainnya.
b. Drainase Multi purpose
Drainase Multi purpose adalah saluran drainase yang berfungsi
mengalirkan lebih dari satu air buangan baik secara bercampur maupun
bergantian misalnya campuran air hujan dan limbah.

2.2.6

Drainase berdasarkan konstruksinya
Jenis drainase ditinjau berdasarkan konstruksinya, dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Drainase saluran terbuka
Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran yang permukaan airnya
terpengaruh dengan udara luar (atmosfir). Drainase saluran terbuka
biasanya mempunyai

luasan yang cukup dan digunakan untuk


mengalirkan air hujan atau air limbah yang tidak membahayakan
kesehatan lingkungan dan tidak mengganggu keindahan. Drainase saluran
terbuka dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Saluran Terbuka

b. Drainase saluran tertutup
Drainase saluran tertutup adalah sistem saluran yang permukaan airnya
tidak terpengaruh dengan udara luar (atmosfir). Drainase saluran tertutup
sering digunakan untuk mengalirkan air limbah atau air kotor yang
mengganggu kesehatan lingkungan dan mengganggu keindahan. Drainase
saluran tertutup dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

Gambar 2.6 Saluran Tertutup

Universitas Sumatera Utara


2.3

Pola Jaringan Drainase
Pada sistem jaringan drainase terdiri dari beberapa saluran yang saling

berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Dari bentuk pola jaringan
dapat dibedakan sebagai berikut:
2.3.1 Pola Siku
Pola siku adalah suatu pola di mana saluran cabang membentuk siku-siku pada
saluran utama. Biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih
tinggi dari pada sungai dimana sungai merupakan saluran pembuang utama berada di
tengah kota.
2.3.2 Pola Paralel
Pola paralel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak sejajar dengan
saluran cabang yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju saluran
utama. Pada pola paralel saluran cabang cukup banyak dan pendek-pendek.
2.3.3 Pola Grid Iron
Pola grid iron adalah pola jaringan drainase di mana sungai terletak di pinggir
kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul
kemudian dialirkan pada sungai.
2.3.4 Pola Alamiah
Pola alamiah adalah suatu pola jaringan drainase yang hampir sama dengan
pola siku, di mana sungai sebagai saluran utama berada di tengah kota namun
jaringan saluran cabang tidak selalu berbentuk siku terhadap saluran utama (sungai).

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Pola Radial
Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari pusat
sumber air memencar ke berbagai arah, pola ini sangat cocok digunakan pada daerah
yang berbukit.
2.3.6 Pola Jaring-Jaring
Pola jaring-jaring adalah pola drainase yang mempunyai saluran-saluran
pembuangan mengikuti arah jalan raya. Pola ini sangat cocok untuk daerah yang
topografinya datar.

2.4

Fungsi Saluran Drainase
Dalam sebuah sistem drainase digunakan saluran sebagai sarana pengaliran air

yang terdiri dari saluran interseptor, saluran kolektor, dan saluran konveyor. Masingmasing saluran mempunyai fungsi berbeda yaitu:
2.4.1

Saluran Interseptor
Saluran interseptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya

pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini
biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian sejajar dengan kontur atau garis
ketinggian topografi. Outlet dari saluran ini biasanya berada pada saluran kolektor
atau konveyor atau langsung pada saluran alamiah/sungai.
2.4.2

Saluran Kolektor
Saluran kolektor adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul aliran dari

saluran drainase yang lebih kecil, misalnya saluran interseptor. Outlet saluran ini
berada pada saluran konveyor atau langsung ke sungai. Letak saluran kolektor ini di

Universitas Sumatera Utara

bagian terendah lembah dari suatu daerah sehingga efektif dapat berfungsi sebagai
pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.

2.4.3

Saluran Konveyor
Saluran konveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai saluran pembawa

seluruh air bangunan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan, misalnya ke sungai
tanpa membahayakan daerah yang dilaluinya. Sebagai contoh saluran/kanal banjir
atau saluran bypass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai
ke lokasi pembuangan. Letaknya boleh seperti saluran kolektor atau saluran
interseptor.

2.5

Permasalahan Drainase
Permasalahan drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor

yang mempengaruhinya, antara lain:
a. Peningkatan debit
Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan
pendangkalan/penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan
saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung
debit yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
b. Peningkatan jumlah penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari
pertumbuhan maupun urbanisasi.

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan

jumlah

penduduk

selalu

diikuti

oleh

penambahan

infrastruktur perkotaan, disamping itu peningkatan penduduk juga selalu
diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun padat.
c. Amblesan tanah
Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan
beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
d. Penyempitan dan pendangkalan saluran
e. Reklamasi
f. Limbah sampah dan pasang surut

2.6

Hidrologi
Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek

hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada
sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase
mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk
mengetahui debit pengaliran (Wesli, 2008).

2.6.1

Data Hujan

2.6.1.1 Pengukuran
Hujan (Wesli, 2008) merupakan komponen yang amat penting dalam analisis
hidrologi pada perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan yang
diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Untuk berbagai

Universitas Sumatera Utara

kepentingan perencanaan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya
data harian, akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau menitan. Hal ini akan
membawa konsekuensi dalam pemilihan data, dan diajurkan untuk menggunakan data
hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.

2.6.1.2 Alat Ukur
Dalam praktek pengukuran hujan terdapat dua jenis alat ukur hujan (Wesli, 2008),
antara lain:
a. Alat ukur hujan biasa (manual raingauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ukur ini berupa data
hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini
berupa suatu corong dan sebuah gelas ukur, yang masing-masing berfungsi untuk
menampung jumlah air hujan dalam satu hari. Alat ukur hujan biasa (manual
raingauge) dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut.

Gambar 2.7 Alat Ukur Biasa (manual raingauge)

Universitas Sumatera Utara

b. Alat ukur hujan otomatis (automatic raingauge)
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data
pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur.
Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk memperoleh besaran
intensitas hujan. Alat ukur hujan otomatis (automatic raingauge) dapat dilihat pada
Gambar 2.8 sebagai berikut.

Gambar 2.8 Alat Ukur Hujan Otomatis (Automatic Raingauge)

2.6.2

Analisis Hujan

Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan
(Suripin, 2004) yaitu:
1) Rata-rata aljabar
Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan kawasan. Metode
ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh yang
setara. Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar
tersebar merata/hampir merata, dan harga individu curah hujan tidak terlalu jauh dari
harga rata-ratanya.

Universitas Sumatera Utara

Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:

P  P2  P3  ..... P n i 1 Pi

P 1
n
n
n

.

……………………….(2.1)

di mana P1, P2, ….. Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, ….
n dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.

2) Metode Poligon Thiessen
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara
ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua
pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan
lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan
terdekat. Hujan rata-rata diperoleh dari persamaan 2.2 sebagai berikut:
n

P A  P2 A2  ....  Pn An

P 1 1
A1  A2  ....  An

PA
i 1
n

i

i

 Ai

……………..(2.2)

i 1

di mana P1, P2, ….., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,
……, n. n adalah banyaknya pos penakar hujan.

Universitas Sumatera Utara

Metode Poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.9 sebagai berikut.

Gambar 2.9 Metode Poligon Thiessen
3) Metode Ishoyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan ratarata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara
aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain, asumsi metode
Thiessen yang secara membabi buta menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar
mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Hujan ratarata diperoleh dari persamaan 2.3 sebagai berikut:

 P  Pn 
 P  P3 
 P  P2 
A1  1

  ..... An1  n1
  A2  2
2 
2 
2




P
A1  A2  .... An1

….(2.3)

di mana P1, P2, ….., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,
……, n. n adalah banyaknya pos penakar hujan.

Universitas Sumatera Utara

Metode Ishoyet dapat dilihat pada Gambar 2.10 sebagai berikut.

Gambar 2.10 Metode Ishoyet

Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase perkotaan dari aspek
hidrologi, sebelum dilakukan analisa frekuensi untuk mendapatkan besaran hujan
dengan periode ulang tertentu, harus dipersiapkan rangkaian data hujan berdasarkan
pada durasi hari, jam atau menit. Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia
dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain ; E.J. Gumbel, Log Pearson III,
Log Normal dan sebagainya.
Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang yang digunakan tergantung
dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.
Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan:
 Saluran kwarter

: periode ulang 1 tahun

 Saluran tersier

: periode ulang 2 tahun

Universitas Sumatera Utara

 Saluran sekunder

: periode ulang 5 tahun

 Saluran primer

: periode ulang 10 tahun

2.6.3

Analisa distribusi frekuensi
Untuk perencanaan pengendalian banjir diperlukan besarnya debit banjir

rencana pada lokasi yang akan direncanakan. Debit banjir rencana adalah suatu debit
banjir terbesar dengan periode ulang tertentu. Debit banjir rencana dihitung
berdasarkan data curah hujan yang diambil dari beberapa lokasi stasiun pencatat
hujan yang terdapat di sekitar lokasi penelitian.

Metode perhitungan curah hujan rancangan yang dipakai dalam penelitian ini
yaitu Metode Log Pearson Type III.
2.6.3.1 Distribusi Log Person III
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Person III,
mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut:
- Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata:
n

log X 

 log X
i 1

i

n

……………………………………………….(2.4)

- Hitung Harga Simpangan Baku

 n
2
  log X i  log X  

s   i 1
n 1





0.5

…………………………………….(2.5)

Universitas Sumatera Utara

- Hitung Koefisien Kemencengan:



n

G

n log X i  log X
i 1

n  1n  2s

3



3

....................................................................(2.6)

- Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

log X T  log X  K .s

……………………………………………..(2.7)

di mana:
n

= Jumlah data

K

= Variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya
tergantung koefisien kemencengan G. Koefisien kemencengan G dapat
dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Nilai K untuk distribusi Log-Person III

Sumber: Suripin 2004

2.6.2. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test)
distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distibusi peluang yang diperkirakan
dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian

Universitas Sumatera Utara

parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
Soewarno (1995), berpendapat bahwa Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof, sering
juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya
tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.

2.6.4

Karakteristik Hujan

2.6.4.1 Durasi hujan
Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman dan harian)
diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam
perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi,
khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat
akan toleransi terhadap lamanya genangan.

2.6.4.2. Intensitas hujan
Menurut Wesli (2008), Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang
dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya
intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan
baik secara statistik maupun secara empiris. Intensitas ialah ketinggian hujan yang
terjadi pada suatu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Biasanya intensitas hujan
dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60
menit dan jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya diperoleh dengan
menggunakan alat pencatat hujan otomatis.

Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia, alat ini sangat sedikit dan jarang, yang banyak digunakan
adalah alat pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan
harian. Apabila data yang tersedia hanya data hujan harian maka intensitas hujan
dapat diestimasi dengan menggunakan rumus Mononobe pada persamaan 2.8 sebagai
berikut:


2

R  24  3
I  24  
……………………..........………...…….……..……...(2.8)
24  tc 
di mana:
I

= Intensitas curah hujan (mm/jam)

tc

= Lamanya hujan (jam)

R24

= Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena hujan

terjadi secara alamiah, namun kita dapat melakukan perkiraan berdasarkan pencatatan
data-data hujan sebelumnya maka dalam mendesain bangunan- bangunan air kita
dapat memperkirakan hujan rencana berdasarkan periode ulangnya.

2.6.4.3 Waktu Konsentrasi

Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran
(titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka
setiap bagian saluran secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik

Universitas Sumatera Utara

kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus
yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis pada persamaan 2.9
sebagai berikut:

0 , 385

 0,87  L2 
…………………...........…………...……..…………...(2.9)
tc  

 1000  S 
di mana:
tc

= Waktu konsentrasi (Jam)

L

= Panjang saluran utama (Km)

S

= Kemiringan rata-rata saluran utama (m/m)

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua
komponen (Wesli, 2008), yaitu:
a)

Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase.

b) Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.

Waktu konsentrasi untuk drainase perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan
air untuk mengalir melalui permukaan tanah dari tempat terjauh ke saluran terdekat
(inlet time) ditambah waktu untuk mengalir di dalam saluran ke tempat pengukuran
(conduit time), waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan 2.10 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

tc  to  td

………………………………………………….….…......(2.10)

di mana:
tc

= Waktu konsentrasi (jam)

to = Inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir di permukaan tanah
dari titik terjauh ke saluran terdekat (jam)
td

= Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam
saluran sampai ke tempat pengukuran (jam)
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor

berikut ini:
a. Luas daerah pengaliran
b. Panjang saluran drainase
c. Kemiringan dasar saluran
d. Debit dan kecepatan aliran

Harga to, td, dan tc dapat diperoleh dari rumus-rumus empiris, salah satunya adalah
rumus Kirpich, seperti persamaan 2.11 dan 2.12 berikut:

 Lo 
to  0.0195

So



0 , 77

……………………………………(2.11)

atau

n 
2
to   .3,28.Lo.

So 
3

0 ,167

……………….....…………………(2.12)

di mana:

Universitas Sumatera Utara

to

= Inlet time ke saluran terdekat (menit)

Lo

= Jarak aliran terjauh di atas tanah hingga saluran terdekat (m)

So

= Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran di atasnya

n

= Koefisien kekasaran, untuk aspal dan beton adalah 0,013; untuk tanah
bervegetasi adalah 0,020 dan tanah perkerasan adalah 0,100

Harga td ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan kecepatan aliran di
dalam saluran seperti ditunjukkan oleh persamaan 2.13 berikut ini:

td 

1 L1
3600 V

…………………………………………...............…..(2.13)

di mana:
td

= Conduit time sampai ke tempat pengukuran (jam)

L1

= Jarak yang ditempuh aliran di dalam saluran ke tempat pengukuran (m)

V

= Kecepatan aliran di dalam saluran (m/dtk)
Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan

nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy atau lainnya. Perkiraan
kecepatan aliran dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Perkiraan Kecepatan Aliran
Kemiringan rata-rata dasar saluran (%)

Kecepatan rata-rata (m/dtk)

Kurang dari 1

0,40

1–2

0,60

2–4

0,90

4–6

1,20

6 – 10

1,50

10 – 15

2,40

Sumber : Wesli, 2008.
Harga tc ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan kemiringan saluran,
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.14 sebagai berikut.

L0, 7
tc  0,00013 0,385
S

………………...……………………..………....(2.14)

di mana:
tc

= Waktu konsentrasi (jam)

L

= Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai tempat
pengamatan, diukur menurut jalannya sungai (km).

S

= Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat
pengamatan, diperkirakan sama dengan kemiringan rata-rata dari daerah
aliran

Universitas Sumatera Utara

2.6.4.4 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang
mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang jatuh
dari atmosfer. Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan
bergantung dari jenis tanah, jenis vegetasi, karakteristik tata guna lahan dan
konstruksi yang ada di permukaan tanah seperti jalan aspal, atap bangunan dan lainlain yang menyebabkan air hujan tidak dapat sampai secara langsung ke permukaan
tanah sehingga tidak dapat berinfiltrasi maka akan menghasilkan limpasan permukaan
hampir 100%.
Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan
adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Harga C berbagai tipe tanah dan
penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Koefisien Limpasan Rata-rata Untuk Daerah Perkotaan
Deskripsi lahan/karakter permukaan
Business:
Perkotaan
Pinggiran
Perumahan:
Rumah tinggal
Multiunit, terpisah
Multiunit, tergabung
Perkampungan
Apartemen
Industri:
Ringan
Berat
Perkerasan:
Aspal dan beton
Batu bata, paving
Atap
Halaman, tanah berpasir
Datar 2%
Rata-rata, 2 – 7%
Curam, 7%
Halaman, tanah berat
Datar 2%
Rata-rata, 2 – 7%
Curam, 7%
Halaman kereta api
Taman tempat bermain
Taman, perkuburan
Hutan
Datar, 0 – 5%
Bergelombang, 5 – 10%
Berbukit, 10 – 30%

Koefisien aliran (C)
0,70 – 0.95
0,50 – 0,70
0,30 – 0,50
0,40 – 0,60
0,60 – 0,75
0,75 – 0,40
0,50 – 0,70
0,50 – 0,80
0,60 – 0,90
0,70 – 0,95
0,50 – 0,70
0,75 – 0,95
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 – 0,20
0,13 – 0,17
0,18 – 0,22
0,25 – 0,35
0,10 – 0,35
0,20 – 0,35
0,10 – 0,25
0,10 – 0,40
0,25 – 0,50
0,30 – 0,60

Sumber: McGuen, 1989 dalam Suripin 2004

Universitas Sumatera Utara

2.6.5

Debit banjir rencana
Debit banjir rencana dihitung dengan menggunakan metode rasional dengan

faktor parameternya antara lain koefisien limpasan, intensitas hujan daerah dan luas
daerah aliran.
Persamaan yang digunakan:
Q = 0.002778 C.I.A

....................................................................(2.15)

di mana:
C

= Koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan (dari tabel)

I

= Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A

= Luas daerah aliran (ha)

Q

= Debit maksimum (m3/detik)

Intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe seperti pada persamaan 2.16
sebagai berikut:

R
I  24
24

 24 
 
 tc 

2

3

.........................................................................(2.16)

di mana:
I

= Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)

R24

= Curah Hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

tc

= Waktu konsentrasi curah hujan (jam)

Universitas Sumatera Utara

Waktu konsentrasi hujan (tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich
seperti pada persamaan 2.17 sebagai berikut:

 0,87  L2 
tc  

 1000  S 

0 , 385

....................................................................(2.17)

di mana:

2.7

tc

= Waktu konsentrasi curah hujan (jam)

L

= Panjang saluran (m)

S

= Kemiringan saluran

Hidrolika Saluran Drainase
Wesli (2008) berpendapat bahwa tersedianya lahan merupakan hal yang perlu

dipertimbangkan, maka penampang saluran drainase perkotaan dan jalan raya
dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu penampang yang
memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki basah terkecil dengan
hantaran

maksimum.

Unsur-unsur

geometris

penampang

hidrolis

terbaik

diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Unsur Geometrik Penampang Hidrolis Terbaik
No

1.
2

3
4
5
6

Penampang
Melintang
Trapesium (setengah
segi enam)
Persegi Panjang
(setengah bujur
sangkar)
Segitiga (setengah
bujur sangkar)
Setengah lingkaran
Parabola
Lengkung Hidrolis

Luas
(A)
3/3.Y2

Keliling
Basah
(P)
6/3.Y

Jari-jari
Hidrolis
(R)
½.Y

Lebar
Puncak
(T)
4/3.Y

2.Y2

4Y

½.Y

2Y

Y2

4/2.Y

¼.2.Y

2Y

/2.Y2
4/3.2.Y2
1,3959.Y2

½.Y
Y
½.Y
8/3.2.Y
2,9836.Y 0,46786.Y

2Y
2.2.Y
1,917532.Y

Sumber: Wesli, 2004

Gambar penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegi panjang
dan penampang melintang trapesium dapat dilihat pada Gambar 2.11 sebagai berikut.

a. Persegi Panjang
di mana:

b. Trapesium

B = Lebar bawah saluran
Y = Kedalaman saluran
F = Freeboard (daerah jagaan)

Gambar 2.11 Penampang Hidrolis Terbaik Penampang Melintang Persegi
Panjang dan Penampang Melintang Trapesium

Universitas Sumatera Utara

2.7.1

Kecepatan Aliran
Karena betapa sulitnya menentukan tegangan geser dan distribusi kecepatan

dalam aliran turbulen, maka digunakan pendekatan empiris untuk menghitung
kecepatan rata-rata. Beberapa rumus empiris kecepatan rata-rata akan kita bahas pada
bagian berikut ini (Suripin 2004).

Chezy (1769)
Seorang insinyur Prancis yang bernama Antoine Chezy pada tahun 1769 merumuskan
kecepatan untuk aliran seragam yang sangat terkenal yang masih banyak dipakai
sampai sekarang (Wesli, 2008).
V = C √RI …………………………………………………………..........………(2.18)
di mana:
V = Kecepatan rata-rata (m/dtk)
C = Koefisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis
I = Kemiringan dari permukaan air atau dari gradient energi atau dari dasar
saluran, garis-garisnya sejajar untuk aliran yang mantap.

Manning (1889)
Seorang insinyur Irlandia bernama Robert Manning (1889), mengemukakan sebuah
rumus yang akhirnya diperbaiki menjadi rumus yang sangat terkenal (Wesli, 2008).
V = 1/n . (R) 2/3 . S ½ ………………..………..…………………………..………(2.19)

Universitas Sumatera Utara

di mana:
V

= Kecepatan rata-rata (m/dtk)

n

= Koefisien Manning

R

= Jari-jari hidrolis

S

= Kemiringan dari permukaan air

Nilai koefisien n Manning untuk berbagai macam saluran secara lengkap dapat dilihat
di berbagai referensi, disini hanya ditampilkan beberapa yang dianggap paling sering
dipakai dalam perencanaan praktis seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Tipikal harga koefisien kekasaran Manning, n, yang sering digunakan
No
1

2

3

Tipe saluran dan jenis bahan
Beton
 Gorong-gorong lurus dan
bebas dari kotoran
 Gorong-gorong dengan
lengkungan dan sedikit
kotoran /gangguan
 Beton dipoles
 Saluran pembuang dengan bak
kontrol
Tanah, lurus dan seragam
 Bersih baru
 Bersih telah melapuk
 Berkerikil
 Berumput pendek, sedikit
tanaman pengganggu
Saluran alam
 Bersih lurus
 Bersih, berkelok-kelok
 Banyak tanaman pengganggu
 Dataran banjir berumput
pendek dan tinggi
 Saluran di belukar

Harga n
Normal

Maksimum

0,010

0,011

0,013

0,011

0,013

0,014

0,011
0,013

0,012
0,015

0,014
0,017

0,016
0,018
0,022
0,022

0,018
0,022
0,025
0,027

0,020
0,025
0,030
0,033

0,025
0,033
0,050
0,025

0,030
0,040
0,070
0,030

0,033
0,045
0,080
0,035

0,035

0,050

0,070

Minimum

Sumber: Suripin 2004

Universitas Sumatera Utara

3.7.2

Kemiringan saluran
Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan

kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran adalah kemiringan dasar
saluran arah memanjang dimana umumnya dipengaruhi kondisi topografi, serta tinggi
tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang
diinginkan.
Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 –
0,008 tergantung pada bahan saluran yang digunakan. Kemiringan yang lebih curam
dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat akan
menyebabkan erosi (penggerusan).

2.7.3 Kecepatan minimum yang diijinkan
Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak
menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic serta
lumut. Pada umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,6 – 0,9 m/dtk dapat
digunakan dengan aman apabila persentase lumpur yang ada di air cukup kecil.
Kecepatan 0,75 m/dtk bisa mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat
memperkecil daya angkut saluran.

3.7.4

Jagaan (Freeboard)
Yang dimaksud jagaan (freeboard) adalah jarak vertikal dari puncak sampai

permukaan air pada kondisi perencanaan.

Universitas Sumatera Utara

Jagaan direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang
serta fluktuasi permukaan air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang
surut. Jagaan tersebut direncanakan sebesar 5% - 30% dari dalamnya aliran.

3.7.5

Perencanaan saluran drainase
Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus

diketahui adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana, perlu
diketahui berapa luas daerah yang harus dikeringkan oleh saluran tersebut.
Berapa besar air yang dibuang berdasarkan tata guna lahan. Jadi langkah
pertama adalah merencanakan tata letak. Tata letak direncanakan berdasarkan peta
kota dan peta topografi. Tentukan letak saluran-saluran, kemudian hitung beban
saluran-saluran tersebut, dari yang terkecil sampai ke saluran induk.
Setelah besarnya debit untuk masing-masing saluran diketahui, barulah dilakukan
perhitungan dimensi saluran.
Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran terbuka maupun
saluran tertutup tergantung dari kondisi daerahnya. Rumus kecepatan rata-rata pada
perhitungan dimensi penampang saluran menggunakan rumus Manning, karena
rumus ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana tetapi memberikan hasil yang
memuaskan, oleh karena itu rumus ini dapat luas penggunaannya sebagai rumus
aliran seragam dalam perhitungan saluran.
2

V  1 .R 3 .S
n

1

2

…………………..………………......…....(2.20)
2

Q  A.V  A. 1 .R 3 .S
n

1

2

……………….………......…….....(2.21)

Universitas Sumatera Utara

di mana:
V

= Kecepatan aliran (m/dtk)

n

= Angka kekasaran saluran

R

= Jari-jari hidrolis saluran

S

= Kemiringan dasar saluran

Q

= Debit saluaran (m3/dtk)

A

= Luas penampang basah saluran (m2)

2.7.6 Bentuk Saluran yang Paling Ekonomis
Suripin (2004), mengungkapkan bahwa potongan melintang saluran yang
paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas
penampang basah, kekasaran, dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan
kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit
maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun
Chezy, dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan
maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik, R, maksimum. Selanjutnya, untuk luas
penampang tetap, jari-jari hidraulik maksimum jika keliling basah, P, minimum.
Kondisi seperti yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan
dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk,
seperti berikut (Suripin, 2004):

Universitas Sumatera Utara

2) Penampang Berbentuk Persegi yang Ekonomis
Untuk penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar, B,
dan kedalaman air, h, luas penampang basah, A, keliling basah, P, dapat dituliskan
sebagai berikut:
2

V  1 .R 3 .S
n

1

………………………....……………......…......(2.22)

2

2

Q  A.V  A. 1 .R 3 .S
n


1

2

…………………………...……......…….......(2.23)

Angka kekasaran (n) dapat ditentukan berdasarkan jenis bahan yang
dipergunakan.



Kemiringan tanah asli = kemiringan dasar saluran (S) dapat diketahui
berdasarkan topografinya.



Luas penampang (A) = B x h

……………………...……….....................(2.24)



Keliling basah (P) = B + 2h

…………………....………........................(2.25)



Jari-jari hidrolis (R) = A/P

....................................................................(2.26)



Kecepatan aliran V = 1/n . R2/3. S1/2 dapat ditentukan.



Debit Q = A.V, dimana Q = Qrencana telah didapat dalam perhitungan hidrologi.



Tinggi jagaan (Freeboard) = 25% . h



Jadi tinggi saluran (H) = h + tinggi jagaan

Universitas Sumatera Utara

Gambar penampang persegi panjang dapat dilihat pada gambar 2.12 sebagai
berikut.

Gambar 2.12 Penampang Persegi Panjang

2). Penampang Berbentuk Trapesium yang Ekonomis
Luas penampang melintang, A, dan keliling basah, P, saluran dengan
penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar, B, kedalaman
aliran, h, dan kemiringan dinding, 1 : m , dapat dituliskan sebagai berikut:
2

V  1 .R 3 .S
n

1

2

………………………………………..……………..…....(2.27)

Q  A.V , dimana Q = Qrencana



....................................................................(2.28)

Angka kekasaran (n) dapat ditentukan berdasarkan jenis bahan yang
dipergunakan.



Kemiringan dasar saluran (S) ditentukan berdasarkan data topografi.



Luas penampang A =Bmhh



Keliling basah (P) = B  2h m  1



Jari-jari hidrolis (R) = A/P



Kecepatan aliran V = V = 1/n . R2/3. S1/2 dapat ditentukan.

……………………….……..…….(2.29)
2

............................................(2.30)
........................................................(2.31)

Universitas Sumatera Utara



Debit Q = A.V, dimana Q = Qrencana telah didapat dalam perhitungan hidrologi.



Tinggi jagaan = 25% . h



Jadi tinggi saluran (H) = h + tinggi jagaan

Gambar penampang melintang saluran berbentuk trapesium dapat dilihat pada
gambar 2.13 sebagai berikut.

di mana:
B

= Lebar bawah saluran

h

= Kedalaman saluran

Mh

= Lebar sisi miring

Ɵ

= Sudut Kemiringan
Gambar 2.13 Penampang Melintang Saluran Berbentuk Trapesium

Universitas Sumatera Utara

2.7.7. Dimensi Saluran
Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata
lain debit yang dialirkan oleh saluran (Qs) sama atau lebih besar dari debit rencana
(Qr) (Wesli, 2008). Hubungan ini ditunjukkan pada persamaan 2.32:
Qs ≥ Qr

……………………………………………………..……..………(2.32)

Debit suatu penampang saluran (Qs) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
seperti persamaan 2.33:
Qs = A.V

…………………………………...…………...………..…………(2.33)

di mana:
Qs

= Debit saluran (m3/dtk)

A

= Luas penampang (m2)

V

= Kecepatan aliran (m/dtk)

Universitas Sumatera Utara