Analisis Ekonomi Padi Sawah dengan Metod

ANALISIS EKONOMI PENGEMBANGAN PADI SAWAH
DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
DI PROVINSI JAMBI
Economic Analysis of the system of rice intensification development
in Jambi Province
Zulkifli, Adlaida Malik dan Zakky Fathoni
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Univeristas Jambi

ABSTRACT
This study aims to learn the techniques of rice cultivation using SRI methods, analyze
the differences in the management of lowland rice farming with SRI methods and the conventional
methods viewed from the aspect of cost, production, and income, and to find out how much the
economic value of the benefits derived from the application of SRI methods on the farm rice
paddies in Jambi Province.
The result of this study showed that the application of SRI method of rice farming
increases the production by 53.5%, save the use of seed, labor, and costs for fertilizer and
pesticides. On the average it can reduce about 50% of the cost of production. For the aspect
of farm revenues, the application of SRI method is able to provide additional revenue by 65.15%
compared to conventional farming system. Economically, the application of SRI method
gives B/C ratio of 3.01. In the macro scale, application of SRI method in 50% of the
technical and semi-technical irrigated farm rice area in Jambi Province will increase the rice

production of about 62,726 tons and the farm revenues ofabout Rp.294.07 billion per year,
assuming the IP-200. From the aspect of the employment absobtion, the SRI method can reduce
the use of labor by 51.3%. This labor savings means the savings of the expenditure for hiring
labor from outside of the farm and consequently become an additional income for
farmers amounting to Rp. 4.866 million per plant season or Rp.9.732.000 per year.

Key word : SRI, development, production, cost, benefit.

PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian tanaman pangan di Provinsi Jambi pada dasarnya
merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian
dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan daerah dan rumah tangga. Salah satu
komoditas pertanian yang sangat strategis dalam perwujudan ketahanan pangan
tersebut adalah padi. Hal ini disebabkan karena konsumsi pangan masyarakat
masih didominasi oleh beras. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, konsumsi per
kapita masyarakat Provinsi Jambi terhadap beras adalah 105.05 kg per kapita per
tahun (BPS, 2009a). Angka ini jauh lebih besar dibandingkan rata-rata konsumsi
komoditas pangan lainnya seperti terigu (10.11 kg/kap/thn), ubi kayu (9.20
kg/kap/thn) dan kentang (8.10 kg/kap/thn).
Berdasarkan data konsumsi beras per kapita diatas dan jumlah penduduk

Provinsi Jambi, maka kebutuhan beras masyarakat Jambi pada tahun 2011
diperkirakan sekitar 305 ribu ton beras, atau setara dengan produksi padi dalam
bentuk gabah kering panen (GKP) sebanyak 678 ribu ton. Sementara pada tahun

1

2008 produksi padi Provinsi Jambi tercatat sebanyak 514ribu ton (BPS, 2009b)
sehingga terjadi defisit sekitar 164 ribu ton.
Pada sisi lain, luas panen padi selama periode 1999 sampai dengan 2008
mengalami penurunan. Secara total terjadi penurunan luas panen padi dari
178.766 hektar pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 143.034 hektar pada tahun
2008 (BPS, 2009b). Secara rata-rata terjadi penurunan sebesar 3.970 hektar per
tahun selama periode tersebut. Penurunan luas panen padi tersebut sebagian besar
disumbang oleh penurunan pada luas panen padi sawah yang selama periode
tersebut mengalami penurunan rata-rata 2.181 hektar per tahun.
Meskipun terjadi penurunan luas panen dari tahun ke tahun, ternyata
produksi padi Provinsi Jambi cenderung mengalami peningkatan. Secara rata-rata
terjadi peningkatan produksi sebesar 12.061 ton gabah kering panen per tahun dari
473.151 ton pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 581.704 ton pada tahun 2008
(BPS, 2009b). Peningkatan produksi tersebut terutama disebabkan oleh

membaiknya pelaksanaan teknologi budidaya oleh petani serta didukung oleh
kondisi prasarana dan sarana produksi produksi yang juga semakin membaik. Hal
ini terlihat dari terjadinya peningkatan produktivitas padi, khususnya pada padi
sawah dari 34.01 kuintal per hektar pada tahun 1999 (BPS, 2000) menjadi 40.67
kuintal per hektar pada tahun 2008 (BPS, 2009b) atau terjadi peningkatan rata-rata
sebesar 0.74 kuintal per hektar per tahun selama periode tersebut.
Salah satu teknologi budidaya yang sangat mendukung terhadap
peningkatan produktivitas padi sawah adalah System of Rice Intensificationatau
yang dikenal dengan metode SRI. Metode SRI merupakan metode yang
dikembangkan dengan tujuan menghemat penggunaan benih dan air, serta
menerapkan penanaman padi sawah secara alami atau tanpa penggunaan pestisida
dan bahan kimia lainnya. Jika dibandingkan dengan metode biasa (konvensional),
hasil produksi yang diperoleh dari usahatani padi sawah menggunakan metode
SRI jauh lebih tinggi (Anugrah dkk., 2009; Didit, 2010; Mutakin, 2009; Uphoff,
2002). Di Indonesia, uji coba metode SRI pertama dilaksanakan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim
kemarau tahun 1999 dengan hasil 6,2 tonper hektar dan pada musim hujan tahun
1999/2000 menghasilkan padi rata-rata 8,2 tonper hektar (Uphoff, 2002; Sato,
2007). Di Nusa Tenggara Barat, penerapan metode SRI dapat menghasilkan
produksi antara 6 sampai 8 ton per hektar, sedangkan di Indramayu dan Ciamis

provinsi Jawa Barat SRI telah meningkatkan hasil dari 5,6 tonper hektar menjadi
9,5 tonper hektar per hektar (Didit, 2010).
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan analisis ekonomi
pengembangan padi metode SRI di Provinsi Jambi. Sedangkan secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui penerapan teknologi budidaya padi
metode SRI di Provinsi Jambi, (2) menganalisis biaya, produksi dan pendapatan
usahatani padi metode SRI,
dan (3) menganalisis manfaat ekonomi
pengembangan padi metode SRI di Provinsi Jambi.

2

METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Bungo,
dan Kabupaten Sarolangun. Kedua kabupaten ini dipilih dengan pertimbangan
bahwa di daerah ini terdapat pengembangan usahatani padi sawah dengan metode
SRI . Lingkup substansi penelitian mencakup pelaksanaan teknik budidaya
dengan metode SRI, biaya, produksi dan pendapatan usahatni serta manfaat
ekonomi dari pelaksanaan metode SRI di Provinsi Jambi.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer

dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara observasi dan
indepth-interview kepada petani untuk memperoleh informasi yang berhubungan
dengan penelitian ini. Untuk data sekunder, data dikumpulkan dengan
menggunakan metode dokumentasi, studi pustaka, dan mengutip dari berbagai
literature, serta hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan dalam
penelitian.
Gambaran penerapan usahatani padi sawah dengan metode SRI dan
metode Konvensional dianalisis secara kualitatif. Keuntungan dari penerapan
metode SRI dianalisis menggunakan analisis usahatani dengan menghitung biaya,
penerimaan dan pendapatan usahatani, yang dilanjutkan dengan menilai kelayakan
ekonomi dari penerapan metode SRI menggunakan B/C rasio.
Untuk mengetahui manfaat ekonomi yang diperoleh dari usahatani padi
sawah dengan metode SRI akan dilihat dari tambahan produksi gabah, pendapatan
dan penyerapan atau penghematan penggunaan tenaga kerja, baik pada tingkat
usahatani maupun pada skala yang lebih luas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan Metode SRI pada Usahatani Padi Sawah
Penerapan metode SRI pada dasarnya tidak telalu berbeda dengan teknik
budidaya padi sawah umumnya. Perbedaan mendasar terletak dari sisi
penggunaan air pada petakan sawah dan jumlah bibit yang ditanam. Meskipun

menggunakan pupuk dan pestisida organik, tetapi hal ini bukan merupakan
karakteristik mutlak yang membedakan metode SRI dengan metode lainnya,
karena pada usahatani padi sawah konvensional, umumnya akan lebih baik juga
menggunakan pupuk dan pestisida organik.
Pengolahan tanah dilakukan sama seperti pada pengolahan tanah untuk padi
sawah umumnya, akan tetapi bedanya dengan konvensional adalah pada
pembuatan parit kecil sekeliling dalam dari petak sawah dan melintang di tengah
sawah. Parit ini fungsinya untuk pengendalian air (drainase) dalam petak sawah.
Lebar parit 20 cm dengan kedalam minimal 30cm. Petak sawah diari 2 hari sekali
hanya hingga macak-macak dengan tujuan agar mikroba memperoleh udara
(oksigen) yang cukup untuk berfungsi secara maksimal .
Sebelum melakukan persemaian, benih yang akan digunakan perlu
dipersiapkan dengan baik untuk mendapatkan benih bernas dan berkualitas.
Langkah pertama yang dilakukan petani adalah melakukan pengujian benih

3

dengan menggunakan air garam. Dalam hal ini, benih yang akan digunakan
direndam dalam air garam selama lebih satu menit, kemudian dipilih benih yang
baik untuk disemaikan yaitu benih yang tenggelam di dalam air garam tersebut.

Benih yang diperoleh lalu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa
air garam. Benih yang sudah bersih di rendam selama 24 jam dan kemudian
diperam menggunakan kain basah selama dua hari hingga muncul tunas.
Penyemaian dilakukan didalam baskom besar yang dilapisi dengan daun
pisang. Media semai adalah campuran tanah dan kompos yang sudah dihaluskan
dengan komposisi satu berbanding satu. Benih yang sudah dipersiapkan disebar
secara merata kemudian disirami dengan sedikit air agar persemaian tetap lembab.
Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan penyaplakan lahan
menggunakan caplak dengan pengaturan untuk jarak tanam 30x30cm.
Pemindahan bibit dari persemaian ke sawah dilakukan setelah bibit berumur 15
hari. Penanaman dilakukan dengan cara bibit ditanam satu bibit per lubang dengan
penanaman sangat dangkal antara 0,5 sampai 1 cm dan posisi akar bibit sejajar
dengan permukaan tanah.
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan pupuk organik dan
pestisida nabati diperoleh dari bahan alami. Untuk pembuatan pupuk
trichokompos bahan yang digunakan adalah jerami padi, kotoran hewan sapi dan
sekam padi kering, serta ditambahkan dengan MOL (Mikro Organisme Lokal)
yaitu trichoderma. Jerami yang sudah dicacah di lapisi dengan kotoran hewan
yang telah dicampurkan trichoderma dan sekam padi kering, pelapisan jerami dan
kotoran hewan dibuat sebanyak 5 lapisan. Untuk 1 ha lahan sawah digunakan

1.500 kg trichokompos dengan komposisi bahan 4 liter trichoderma, 1 ton kotoran
hewan, 30 kubik jerami, 500 kg sekam padi kering serta 15 liter air. Bahan yang
sudah tercampur kemudian difermentasi selama dua minggu
Sedangkan bahan baku untuk pembuatan pestisida nabati adalah labu,
bawang putih, tembakau dan serai. Untuk satu ha lahan sawah pestisida yang
digunakan sebanyak 20 tangki dengan ukuran 16 liter, pestisida yang digunakan
untuk 1 tangki adalah 250 ml yang dicampur dengan air biasa. Proses pembuatan
pesisida nabati diawali dengan merebus semua bahan baku yang telah dibersihkan
dan dihancurkan atau diparut kemudian air rebusan tersebut diendapkan selama 1
minggu, air rebusan yang telah diendap tersebut dicampurkan dengan air biasa
untuk disemprotkan pada tanaman padi sawah.
Teknik budidaya lainnya seperti pemberian pupuk, permeliharaan tanaman
seperti penyisipan/penyulaman tanaman, pemberantasan hama dan penyakit dan
penyiangan tanaman dari gulma serta panen dan penanganan pasca panen tidak
terlalu berbeda dengan teknik budidaya padi sawah konvensional. Perbedaan pada
pengairan tanaman terletak pada pemberian air yang sangat sedikit pada metode
SRI karena prinsip yang digunakan adalah pemberian air dilakukan secara
intermitten atau terputus-putus dengan tetap mempertahan kondisi lahan dalam
keadaan macak-macak atau dengan tinggi air maksimal sekitar 2 cm.
Analisis Biaya Produksi

Biaya produksi dalam penelitian ini meliputi biaya benih, pupuk, obatobatan, dan tenaga kerja yang terdiri dari pengolahan lahan, penanaman,
4

pemeliharaan dan pemanenan. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani
usahatani padi sawah dengan metode SRI dan metode konvensional dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Biaya Usahatani Padi Sawah dengan Metode SRI dan Konvensional Per
Musim Tanam Tahun 2011
Uraian
Benih
Pupuk
Obat-obatan
Tenaga Kerja
Penyusutan alat
Total
Sumber: Data Primer

Konvensional
(Rp/ Hektar)
107.333

1.163.833
390.885
5.833.255
6.152
7.501.458

(Rp/ Hektar)
70.000
690.500
150.300
4.620.000
72.036
5.602.836

SRI
% thdp Konvensional
65,22
59,33
38,45
79,20

1.170,94
74,69

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa total biaya pada usahatani padi
sawah dengan metode SRI lebih rendah (74.69%) dibandingkan dengan metode
konvensional. Komponen biaya produksi terbesar adalah komponen biaya tenaga
kerja dimana untuk metode SRI sebesar Rp. 4.620.000,- dan untuk metode
konvensional sebesar Rp. 5.833.255,- per hektar per musim tanam.
Kecuali pada biaya penyusutan, terjadi penghematan pada semua
komponen biaya produksi pada metode SRI. Hal ini disebabkan karena
penggunaan benih yang lebih sedikit yaitu 10 kg per hektar, penggunaan bahanbahan organik yang tersedia secara lokal, baik untuk pembuatan pupuk organic
maupun pestisida nabati. Sementara tingginya biaya penyusutan alat pada metode
SRI disebabkan karena alat-alat yang digunakan lebih banyak dibandingkan
dengan metode konvensional. Alat-alat tersebut terutama digunakan untuk
pembuatan pupuk organik, pestisida nabati, dan pemeliharaan ternak.
Biaya tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar dalam
pelaksanaan usahatani padi sawah baik itu dengan menggunakan metode
konvensional maupun SRI. Namun demikian, dari jumlah penggunaan tenaga
kerja pada metode SRI lebih rendah (49%) dari metode konvensional, seperti
terlihat pada table berikut.
Tabel 2. Alokasi Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Sawah dengan Metode
Konvensional dan Metode SRI Per Musim Tanam, Tahun 2011.
Proses Produksi
Pengolahan Lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan
Jumlah
Sumber: Data Primer

Konvensional
(HOK/ha)
8,0
13,3
117,0
19,8
158.1

(HOK/ha)
6,0
15,0
40,0
16,0
77,0

SRI
% thdp Konvensional
75.0
112.8
34.2
80.8
48.7

5

Biaya tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi sawah meliputi
biaya penanaman, biaya pemeliharaan, biaya penggantian benih rusak, dan biaya
pemanenan. Untuk metode SRI terlihat penghematan penggunaan tenaga kerja
pada kegiatan pengolahan lahan, pemeliharaan tanaman dan panen. Sedangkan
penggunaan tenaga kerja pada kegiatan penanaman metode SRI lebih banyak
(112.8%) dibandingkan metode konvensional. Hal ini disebabkan karena ada
tambahan perlakuan akibat penanaman bibit satu batang per lobang.
Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah
Produksi yang dihasilkan dalam usahatani yaitu berupa gabah kering
panen (GKP). Produksi padi sawah yang dihasilkan dengan menggunakan metode
SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Untuk padi sawah
dengan metode SRI rata-rata produksi sebesar 6.600 kg GKP per hektar per
musim tanam, sedangkan metode konvensional rata-rata sebesar 4.300 kg GKP
per hektar per musim tanam. Tingkat produksi padi sawah yang cukup tinggi pada
metode SRI disebabkan oleh jenis bibit yang digunakan yaitu varietas Micongga.
Jenis varietas ini telah diuji coba dan dibandingkan dengan varietas-varietas lain
mampu memberikan produksi yang cukup tinggi dan tahan terhadap serangan
hama penyakit.
Tingginya tingkat produksi padi sawah dengan menggunakan metode SRI
juga disebabkan oleh jumlah anakan padi lebih banyak. Jumlah anakan pada
metode SRI berkisar 30-40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar
25-30 anakan/rumpun. Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan
produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil
gabah lebih tinggi.
Tingginya tingkat produksi yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap
besarnya penerimaan yang diperoleh petani. Para petani di daerah penelitian
menjual langsung gabah yang dihasilkan dalam bentuk GKP kepada koperasi
ataupun penampung dengan harga Rp. 2.300 per kg. Berdasarkan data tingkat
produksi yang diperoleh dan tingkat harga jual maka penerimaan yang diperoleh
dari usahatani padi sawah dengan menggunakan metode SRI adalah sebesar Rp.
15.180.000,- per hektar per musim tanam, sedangkan penerimaan usahatani padi
sawah dengan metode konvensional hanya sebesar Rp. 9.890.000,- per hektar per
musim tanam. Dengan demikian, penerimaan yang diterima petani dengan metode
konvensional lebih besar (153,5%) dibandingkan metode konvensional. Secara
rinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah dengan
Metode SRI dan Metode Konvensional per Musim Tanam. Tahun 2011.
Proses Produksi
Biaya
Penerimaan
Pendapatan
Sumber: Data Primer

Konvensional
(Rp/ha)
7,501,458

(Rp/ha)
5,602,836

SRI
% thdp Konvensional
74.7

9,890,000

15,180,000

153.5

2,388,542

9,577,164

401.0

6

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara jumlah penerimaan yang
diperoleh dengan biaya produksi usahatani. Seperti terlihat pada Tabel 3,
berdasarkan biaya produksi dan penerimaan usahatani, pendapatan usahatani padi
sawah dengan metode SRI sebesar Rp. 9.577.164,- per hektar per musim tanam
atau setara dengan Rp. 2.394.291,- per hektar per bulan. Angka ini jauh lebih
tinggi (401%) dibandingkan dengan pendapatan usahatani dengan metode
konvensional yaitu Rp.2.388.542,- per hektar per musim tanam atau sebesar Rp.
597.135,5 per hektar per bulan.
Berdasarkan hasil analisis pendapatan diatas maka diperoleh kenyataan
bahwa penerapan metode SRI dapat meningkatkan pendapatan petani rata-rata
sebesar Rp. 1.797.155,- per hektar per bulan, dengan asumsi satu musim tanam,
mulai dari pengolahan tanah sampai panen, selama 4 (empat) bulan. Apabila
dilakukan perbandingan antara selisih pendapatan usahatani padi sawah dengan
selisih biaya produksi masing-masing metode usahatani padi sawah, maka
diperoleh rasio manfaat biaya (B/C) sebesar 3,01. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dari teknologi dari
metode konvensional menjadi metode SRI, akan memperoleh manfaat ekonomi
(keuntungan) sebesar Rp. 3,01. Angka ini mengindikasikan bahwa penerapan
teknologi SRI layak untuk dikembangkan.
Analisis Manfaat Ekonomi Pengembangan Metode SRI
Berdasarkan hasil analisis usahatani yang disajikan pada uraian terdahulu,
diperoleh kenyataan bahwa penerapan metode SRI pada usahatani padi sawah
memberikan manfaat ekonomi yang menguntungkan. Paling tidak ada dua aspek
manfaat ekonomi yang diperoleh yaitu (1) peningkatan produksi usahati per
hektar per musim tanam, dan (2) penghematan penggunaan tenaga kerja.
Secara total, penerapan metode SRI memberikan manfaat ekonomi berupa
peningkatan pendapatan petani sebesar Rp.1.797.155,- per hektar per bulan.
Peningkatan pendapatan ini, terutama disebabkan oleh peningkatan produksi padi
sebesar sebesar 2,3 ton GKP per hektar per musim tanam, dan penghematan biaya
produksi sebesar Rp.1.899.000 per hektar per musim tanam.
Nilai ini memberikan kontribusi yang sangat besar (sekitar 301%)
terhadap rata-rata pendapatan usahatani padi sawah konvensional sebesar
Rp.597.000,- per hektar per bulan. Dengan kata lain pengembangan metode SRI
pada usahatani padi sawah merupakan alternatif yang tepat untuk memperbaiki
pandangan (image) negatif terhadap kelayakan ekonomi usahatani padi sawah.
Hal ini diperkuat oleh nilai benefit cost ratio (B/C) sebesar 3.01 seperti diuraikan
diatas.
Jika dikaitkan secara makro, dengan sawah irigasi teknis dan semi teknis
seluas 13.636 hektar di Provinsi Jambi (BPS, 2010), penerapan metode SRI paling
tidak pada 50% dari luas sawah tersebut, akan dapat diperoleh peningkatan
produksi padi sebesar 31.363 ton GKP atau setara dengan 62.726 ton GKP per
tahun dengan asumsi frekuensi tanam dengan IP 200. Sementara jika dihitung dari

7

tambahan pendapatan usahatani yang diperoleh, maka penerapan metode SRI
tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar Rp.294,07 miliar per
tahun.
Berdasarkan analisis terhadap pencurahan tenaga kerja pada usahatani padi
sawah baik secara konvensional maupun dengan metode SRI, diperoleh bahwa
penerapan metode SRI dapat menghemat penggunaan tenaga kerja sebesar 81.1
HOK (51.3%) dibandingkan metode konvensional sebesar 158.1 HOK per hektar
per musim tanam. Jika dilihat dari komposisi penggunaan tenaga kerja, dimana
53.1% tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga, maka
penghematan penggunaan tenaga kerja tersebut akan merupakan pengehematan
pengeluarga dan menjadi tambahan pendapatan bagi keluarga.
Dengan harga upah rata-rata sebesar Rp.60.000,- per HOK, maka
tambahan pendapatan keluarga yang diperoleh dari penghematan penggunaan
tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp.4.866.000,- per hektar per musim tanam
atau sebesar Rp.1.216.500,- per hektar per bulan. Jika diasumsikan penerapan
metode SRI dapat dilaksanakan pada 50% sawah irigasi teknis dan semi teknis
seluas 13.636 hektar di Provinsi Jambi, maka tambahan pendapatan masyarakat
akibat penghematan pengeluaran untuk tenaga kerja keluarga pada usahatani padi
sawah metoda SRI sebesar Rp.66.35 miliar per tahun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana disajikan pada
uraian terdahulu, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan
metode SRI pada usahatani padi sawah memberikan manfaat ekonomi yang
positif sebagai berikut:
1. Meningkatkan produksi padi sawah sebesar 53,5% dibandingkan produksi
dengan metode konvensional.
2. Menghemat biaya produksi hingga 25.3% dengan penggunaan benih yang
lebih sedikit, penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati yang bahannya
tersedia secara lokal
3. Akibat kenaikan produksi dan penurunan biaya produksi maka memberikan
tambahan pendapatan hingga lebih empat kali lipat dibandingkan dengan
metode konvensional.
4. Penerapan metode SRI pada 50% dari total luas sawah irigasi teknis dan semi
teknis di Provinsi Jambi dapat meningkatkan produksi padi sebesar 62.726 ton
dan meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp.294,07 miliar per tahun
dengan asumsi frekuensi tanam dilakukan dua kali dalam setahun (IP 200).
Saran
Berdasarkan manfaat ekonomi yang diperoleh dari penerapan metode SRI,
maka perlu disarankan (1) Perlu pengembangan metode SRI pada skala yang lebih
luas dalam upaya peningkatan produksi padi sejalan dengan kenaikan konsumsi
masyarakat yang makin bertambah, dan (2) Perlu adanya komitmen dan dukungan

8

yang kuat dari pemerintah untuk mempromosikan pengembangan metode SRI dan
memfasilitasi pemasaran produk yang dihasilkan sebagai produk organik.

9

DAFTAR PUSTAKA
Anugrah, Iwan Setiajie, Sumedi dan I Putu Wardana. 2009. Gagasan Dan
Implementasi System of Rice Intensification (SRI) Dalam Kegiatan
Budidaya Padi Ekologis (BPE).
http://www.Lecture.brawijaya.ac.id/tatiek/2009/Sri-2.pdf. Bogor. (diakses
November 2011)
Badan Pusat Statistik. 2000. Jambi Dalam Angka 1999. Badan Pusat Statistik.
Provinsi Jambi.
Badan Pusat Statistik. 2008. Jambi Dalam Angka 2007. Badan Pusat
Statistik.Provinsi Jambi.
_________________. 2009a. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
_________________. 2009b. Jambi Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik.
Provinsi Jambi.
_________________. 2010. Jambi Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik.
Provinsi Jambi.
Didit. 2010. Sistem Intensifikasi Padi.
http://tani.blog.fisip.uns.ac.id/2010/11/24/sistem-intensifikasi-padi/
(diakses bulan November 2011)
Mutakin, J. 2009. Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System
of Rice Intensification). http://www.garutkab.go.id/..../ARTIKEL_SRI.pdf
Bandung. (diakses November 2011)
Uphoff, N. 2002. Development of The SRI In Madagascar.
http://sri.ciifad.cornell.edu/aboutsri/CIP_UPWARD_SRICase.pdf (diakses
November 2011)
Sato, S. 2007. SRI Mampu Tingkatkan Produksi Padi Nasional.
http://www.kapanlagi.com/h/0000182474.html. (diakses November 2011)

10

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5