Data ini berisi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang - Kumpulan data - OPEN DATA PROVINSI JAWA TENGAH
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya
Publikasi ”Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2015” dapat disajikan.
Publikasi
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
makro
pencapaian
pembangunan manusia di Kota Semarang.
Paparan karakteristik pencapaian IPM di Kota Semarang diuraikan melalui
masing - masing indikator pembentuknya. Indikator tersebut adalah Angka Harapan
Hidup (AHH) untuk pengukuran di bidang kesehatan; Harapan Lama Sekolah (HLS)
dan Rata - rata Lama Sekolah (RLS) untuk pengukuran di bidang pendidikan; dan
Komponen Daya Beli untuk pengukuran di bidang ekonomi.
Publikasi IPM Kota Semarang 2015 ini terwujud berkat kerjasama antara
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang dengan Badan Pusat
Statistik Kota Semarang.
Kami telah mengupayakan untuk menyajikan publikasi ini sebaik-baiknya,
namun disadari mungkin masih terdapat kekurangan, untuk itu tanggapan serta
saran-saran dari semua pihak sangat diharapkan.
Semoga
publikasi
ini
bermanfaat
bagi
evaluasi
dan
perencanaan
pembangunan di Kota Semarang.
Semarang,
2016
KEPALA BAPPEDA
KOTA SEMARANG
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KOTA SEMARANG
TT D
T T D
BAMBANG HARYONO
Pembina Utama Muda
NIP. 19580410 198603 1 010
ENDANG RETNO SRI SUBIYANDANI, S.Si
Pembina Tk. I
NIP. 19641023 198802 2 001
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ..............................................................................................
i
Daftar Isi .........................................................................................................
ii
Daftar Gambar ................................................................................................
iv
Daftar Tabel ....................................................................................................
v
Bab I.
Pendahuluan
1.1.
Latar belakang .....................................................................
1
1.2.
Tujuan ....................................................................................
4
1.3.
Ruang Lingkup dan Sumber Data ........................................
5
Bab II. Metodologi
2.1.
Pengertian Indikator ..............................................................
8
2.2.
Indikator-indikator Pembangunan Manusia .........................
9
2.3.
Perubahan Metodologi IPM ..................................................
11
2.4.
Metode Baru Penghitungan IPM ..........................................
12
2.5.
Rumus Perhitungan IPM ......................................................
18
2.6.
Mengukur Kecepatan IPM ....................................................
21
2.6.
Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait .................
21
Bab III. Gambaran Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Semarang
3.1.
Kependudukan ......................................................................
25
3.2.
Kesehatan .............................................................................
27
3.3.
Pendidikan .............................................................................
34
3.3.1. Rata – rata Lama Sekolah .......................................
35
3.3.2. Tingkat Partisipasi Sekolah .....................................
35
3.3.3. Pendidikan yang Ditamatkan ...................................
41
Ketenagakerjaan ...................................................................
42
3.4.
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
ii
Bab IV. Kemajuan Pencapaian Pembangunan Manusia Kota Semarang
4.1.
Perkembangan Kesehatan ...................................................
50
4.2.
Perkembangan Pendidikan ..................................................
52
4.3.
Perkembangan Paritas Daya Beli (PPP) .............................
54
4.4.
Kemajuan Pembangunan Manusia ......................................
55
4.5.
Klasifikasi IPM .......................................................................
59
4.5.
Reduksi Shortfall ...................................................................
60
Bab V. Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan ...........................................................................
62
5.2.
Saran .....................................................................................
64
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.
Perbandingan Metode Lama dan Metode Baru
Penyusunan IPM .........................................................................
Tabel 2.2.
Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya
Beli (PPP) ....................................................................................
Tabel 2.3.
12
16
Jenis Komoditas Yang Digunakan Dalam Perhitungan
PPP ..............................................................................................
17
Tabel 2.4.
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM .........................
20
Tabel 3.1.
Persentase Penduduk yang Menderita Sakit dalam Satu
Bulan Terakhir menurut Kabupaten / Kota dan Lama
Sakit di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 .............................
Tabel 3.2.
APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ..........................................
Tabel 3.3.
38
APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ...........................................
Tabel 3.4.
33
38
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan dan Jenis kelamin di Kota
Semarang Tahun 2014 – 2015....................................................
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
42
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Semarang Tahun 2015 ...................
26
Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan ......................................................
28
Gambar 3.3. Persentase Balita Berdasarkan Penolong Terakhir
Kelahiran di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ...................
30
Gambar 3.4. Persentase Baduta Menurut Lamanya Diberi ASI di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ........................................
31
Gambar 3.5. Persentase Balita / Baduta yang Pernah Diberi ASI
Menurut Jenis Kelamin di Kota Semaran
Tahun 2014 – 2015 ...................................................................
32
Gambar 3.6. APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2015 ....................................................
37
Gambar 3.7. APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2015 ....................................................
39
Gambar 3.8. Perbandingan APK dan APM Menurut Jenjang
Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2015 .............................
40
Gambar 3.9. TPAK Menurut Jenis Kelamin di Kota Semarang Tahun
2014 - 2015 ...............................................................................
46
Gambar 3.10. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin
di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ....................................
47
Gambar 4.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup Kota Semarang
Tahun 2011 – 2015 ...................................................................
51
Gambar 4.2. Perkembangan Komponen Penyusun Indeks
Pendidikan Kota Semarang Tahun 2011 – 2015 ....................
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
53
v
Gambar 4.3. Perkembangan Paritas Daya Beli (PPP) Kota Semarang
Tahun 2011 – 2015 ...................................................................
54
Gambar 4.4. Perkembangan IPM Kota Semarang Tahun 2011 – 2015 ......
56
Gambar 4.5. Sepuluh IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2015 ...........................................................................................
57
Gambar 4.6. Andil Komponen Pembentuk IPM Kota Semarang
Tahun 2015 ................................................................................
58
Gambar 4.7. Reduksi Shortfall Kota Semarang Periode 2011 – 2015 ........
60
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
vi
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan pembangunan manusia (human development) yang dirumuskan
sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people).
Pembangunan manusia dapat dipandang sebagai proses upaya ke arah
“perluasan pilihan” dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut
(UNDP, 1990). Diantara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah
untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk
mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup
secara
layak.
memperhatikan
Dengan
demikian,
peningkatan
pembangunan
kemampuan
manusia,
manusia
seperti
tidak
hanya
meningkatkan
kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang
bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimilikinya, untuk
menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam
berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik.
Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut.
Tujuan utama dari pembangunan manusia, yaitu untuk memperbanyak pilihanpilihan yang dimiliki manusia. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak
peluang-peluang yang bisa diraih. Manusia harus bebas untuk melakukan apa
yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik.
Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia.
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
1
PENDAHULUAN
BAB I
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi). Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia terdiri dari
tiga komponen utama, yaitu :
(1). Produktivitas
Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan
berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan
pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah
satu bagian dari jenis pembangunan manusia,
(2). Ekuitas
Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang
adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus
agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat
dari kesempatan-kesempatan ini,
(3). Kesinambungan
Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya
untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala
bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi serta
pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk
mereka.
Masyarakat
harus
berpartisipasi
penuh
dalam
mengambil
keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia.
Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat,
pertumbuhan ekonomi,
perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan
politik
ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia
juga
mencakup
isu
penting
lainnya,
yaitu
gender.
Dengan
demikian,
pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi
merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua sektor.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
2
PENDAHULUAN
BAB I
Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia
menjadi hal yang sangat penting. Penekanan terhadap pentingnya peningkatan
SDM dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan. Kualitas manusia (SDM
yang tangguh) disuatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan
keberhasilan pengelolaan pembangunan di wilayahnya.
Pemerintah, dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
SDM) secara berkesinambungan perlu memperhatikan, tiga aspek penting, yaitu
peningkatan kualitas fisik (kesehatan), intelektualitas (pendidikan), maupun
kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat. Hal lain
yang tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan kualitas SDM adalah
pembinaan aspek moral (keimanan dan ketaqwaan), Sinergi pemanfaatan
kemampuan fisik, kecerdasan dan daya beli merupakan perwujudan dari rasa
keimanan dan ketaqwaan.
Tingkat pendidikan dan kesehatan individu penduduk merupakan faktor
dominan yang perlu mendapat prioritas utama dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk yang
tinggi menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber
pertumbuhan
ekonomi
baik
dalam
kaitannya
dengan teknologi
sampai
kelembagaan yang penting dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan
penduduk itu sendiri yang semuanya bermuara pada aktivitas perekonomian
yang maju. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu
pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah.
Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia
hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah lain. IPM
merupakan wujud dari komitmen tujuan nasional yang ingin mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum mencapai masyarakat yang
adil dan makmur.
Agar keberhasilan peningkatan pembangunan menyentuh sasaran dan
terkorelasi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup manusia maka diperlukan
pengukuran
dengan
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM).
Munculnya
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
3
PENDAHULUAN
BAB I
pengukuran ini karena terjadi pergeseran dalam kebijakan pembangunan yang
menyebabkan pengukuran hasil-hasil pembangunan perlu disesuaikan dan
terukur terhadap upaya peningkatan kualitas hidup manusia, dan juga adanya
ketidakjelasan terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai evaluator pembangunan,
karena keberhasilan bukan hanya sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi
tetapi lebih jauh lagi terjadinya manusia kearah hidup yang lebih baik.
Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah Kota
Semarang akan relatif lebih baik jika didukung oleh ketersediaan data yang
berkualitas dan memadai. Sasaran pembangunan akan mencapai hasil yang
tepat dan berkualitas. Keberhasilan pencapaian pembangunan fisik di wilayah
Kota Semarang diharapkan dapat diimbangi dengan upaya peningkatan
pembangunan manusia, sehingga mencapai sasaran ideal.
Sasaran pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Kota Semarang
perlu penjabaran yang lebih jelas, rinci dan terarah. Sehingga memerlukan pula
sistem pemantauan dan pelaporan yang dapat mengidentifikasi kesenjangan
(kondisi obyektif-empiris) dan keadaan yang diharapkan. Pengukuran kemajuan
pencapaian menuju keadaan yang diinginkan memerlukan seperangkat ukuranukuran atau indikator yang dapat dipantau. Sedangkan penentuan indikator yang
relevan memerlukan kerangka pemikiran dan analisis yang beragam tetapi
mampu menggali perbedaan potensi dan masalah yang ada.
1.2.
Tujuan
IPM merupakan suatu indeks yang menunjukkan tentang aspek-aspek:
peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan
kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek
ekonomi.
IPM atau Human Development Indeks (HDI) telah dikembangkan oleh
United Nations Development Program (UNDP). IPM sangat perlu dievaluasi
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
4
PENDAHULUAN
BAB I
dalam rangka pembangunan suatu daerah, karena IPM dapat memberikan
kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat
dari
aspek
pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya.
Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output
penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan
urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukur keberhasilan
pembangunan. Dengan dibuatnya IPM Kota Semarang akan dapat dijadikan
sebagai ukuran keberhasilan pembangunan dan sebagai bahan perencanaan
pembangunan dengan segenap intervensinya agar pencapaian pembangunan
memiliki sinergi terhadap peningkatan kualitas masyarakatnya. Agar arah
pembangunan manusia menuju arah yang lebih baik dan terspesifikasi baik
secara sektoral maupun kewilayahan.
Penyusunan
IPM
bertujuan
untuk
memaparkan
sejauh
mana
perkembangan pembangunan manusia di Kota Semarang dan memberi
gambaran yang lebih lengkap dalam melihat sejauh mana dampak pembangunan
yang dilaksanakan terhadap peningkatan kualitas penduduk. Tersedianya
informasi tersebut diharapkan akan dapat membantu pihak-pihak yang
berkepentingan dalam menyusun program dan kebijakan di Kota Semarang,
khususnya yang berkaitan dengan program-program pembangunan manusia di
Kota Semarang.
1.3.
Ruang Lingkup dan Sumber Data
Perencanaan bagi program – program pelaksanaan pembangunan
memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya di lapangan
(represent reality). Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai
penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat
dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas data yang baik
dan dari sumber yang terpercaya, oleh karena itu konsistensi data sangat
diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di
kemudian hari secara dini.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
5
PENDAHULUAN
BAB I
Ruang lingkup Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia ini adalah
mencakup wilayah administratif Kota Semarang. Rentang isu yang dibahas
mencakup aspek kependudukan, sosial budaya, ketenagakerjaan, kesehatan,
dan pendidikan.
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini sebagian besar berasal
dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Juga dilengkapi dengan data hasil
Sensus Penduduk, Perhitungan PDRB dan data lain yang dikumpulkan dari
berbagai dinas/instansi yang ada kaitannya dengan analisis.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
6
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
METODOLOGI
BAB II
METODOLOGI
Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya
dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan
ekonominya. Pembangunan yang dapat mencapai manusia yang berharga dan
diakui kemanusiaanya dan pencapaiannya. Hal penting dalam pembangunan
manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan penduduk
sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar
pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan
mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada
penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;
Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan
kemampuan manusia tersebut secara optimal.
Paradigma pembangunan lama menekankan pada pertumbuhan ekonomi
yang menempatkan pendapatan sebagai acuan dan yang menjadi alat ukurnya
adalah GNP atau GDP per kapita. Alat ukur ini dirasa kurang komprehensip
karena hanya melihat satu sisi kehidupan manusia. Sejak tahun 1990, UNDP
mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut
Paradigma Pembangunan Manusia (PPM), paradigma ini melihat manusia dari
sisi yang lebih kompleks dan komprehensip karena disamping memperhitungkan
keberhasilan
pembangunan
manusia
dari
aspek
non-ekonomi,
juga
memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi,
yang diukur oleh indikator bernama IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
7
METODOLOGI
BAB II
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi).
IPM merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam
perencanaan kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM mencakup tiga bidang
pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup,
pengetahuan, dan hidup layak.
2.1.
Pengertian Indikator
Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan
merupakan refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan
kata lain, indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan.
Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai
tidak dapat diukur secara langsung.
Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
(1)
Sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya
akan diukur oleh indikator tersebut;
(2)
Objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang
sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu
yang berbeda;
(3)
Sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator;
(4)
Spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud.
Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benarbenar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat.
Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari
satu indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator
komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks
Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu angka melek
huruf (AMH), angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup dari anak usia
1 tahun (e1).
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
8
METODOLOGI
BAB II
Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kelompok indikator, yaitu:
(a)
Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program
dan turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru,
rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas.
(b)
Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan
berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni
(APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke
puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun.
(c)
Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output)
dari suatu program kegiatan telah berjalan, seperti: persentase penduduk
dengan pendidikan SMTA ke atas, AKB, angka harapan hidup, TPAK, dan
lain-lain.
2.2.
Indikator - Indikator Pembangunan Manusia
Upaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi seberapa besar kemajuan
pembangunan yang telah dicapai suatu wilayah tentunya diperlukan data-data
yang cukup up to date dan akurat. Data-data yang disajikan diharapkan sebagai
bahan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut.
Apakah pembangunan puskesmas dan puskesmas pembantu telah secara nyata
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Apakah pembangunan gedung SD
juga telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi sekolah di wilayah ini?
Apakah program Kejar Paket telah mampu meningkatkan kemampuan baca tulis
penduduk secara umum? Dalam konteks tersebut diatas diperlukan pula ukuranukuran yang tepat untuk digunakan sebagai indikator. Untuk itu perlu kiranya
diketengahkan mengenai berbagai ukuran – ukuran yang biasa digunakan
sebagai indikator pembangunan.
Berbagai
program
seperti
pengadaan
pangan,
perbaikan
gizi,
peningkatan kesehatan dan peningkatan kegiatan olah raga dilaksanakan dalam
upaya peningkatan taraf kualitas fisik penduduk. Namun demikian seperti
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
9
METODOLOGI
BAB II
dikatakan Azwini, Karomo dan Prijono (1988:469), tolok ukur yang dapat
digunakan untuk menentukan keberhasilan (pembangunan) dalam beberapa hal
agak sulit ditentukan. Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kualitas
hidup selama ini sebenarnya hanya mencakup kualitas fisik, tidak termasuk
kualitas non fisik. Kesulitan muncul terutama karena untuk menilai keberhasilan
pembangunan non-fisik indikatornya relatif lebih abstrak dan bersifat komposit.
Salah satu pengukuran taraf kualitas fisik penduduk yang banyak
digunakan adalah Indeks Mutu Hidup (IMH). Ukuran ini sebenarnya banyak
mendapat kritik (Hicks and Streeten, 1979, Rat, 1982, Holidin, 1993a, dan Holidin
1993b) karena mengandung beberapa kelemahan, terutama yang menyangkut
aspek statistik dari keterkaitan antar variabel yang digunakannya. Terlepas dari
kelemahan tersebut, ada nilai lebih dari IMH yang membuat indikator ini banyak
digunakan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan program pembangunan
pada satu wilayah. Nilai lebih dari IMH ini adalah kesederhanaan didalam
penghitungannya. Disamping itu, data yang digunakan untuk menghitung IMH ini
pada umumnya sudah banyak tersedia. IMH bisa dihitung dengan mudah setiap
tahun untuk setiap wilayah (nasional, provinsi, maupun kabupaten / kota),
sehingga dapat dilakukan perbandingan antar wilayah.
Sejalan
dengan
makin
tingginya
intensitas
dalam
permasalahan
pembangunan, kesederhanaan IMH pada akhirnya kurang mampu untuk
menjawab tuntutan perkembangan pembangunan yang semakin kompleks. Untuk
itu perlu indikator lain yang lebih reprensentatif dengan tuntutan permasalahan.
Dalam kaitan ini, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human
Development Index) merupakan salah satu alternatif yang bisa diajukan. Indikator
ini, disamping mengukur kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; juga
mengukur kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk
bersekolah dan angka melek huruf; juga mempertimbangkan kemampuan
ekonomi masyarakat di wilayah itu; tercermin dari nilai purcashing power parity
index (ppp). Jadi indikator IPM terasa lebih komprehensif dibandingkan dengan
IMH.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
10
METODOLOGI
2.3.
BAB II
Perubahan Metodologi IPM
IPM diperkenalkan oleh UNDP pada tahun 1990 dan dipublikasikan
secara berkala setiap tahun. Komponen penyusun IPM yang digunakan meliputi:
Angka harapan hidup (e0), Angka melek huruf (AMH) dan PDB perkapita. Sejak
saat itu hingga sekarang, metodologi penghitungan IPM telah mengalami
beberapa perubahan bahkan penggantian indikator.
Pada 1991, penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan indikator
rata-rata lama sekolah (RLS), sehingga komponen penyusun IPM menjadi: Angka
harapan hidup (e0), Angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS) dan
PDB perkapita.
Pada
tahun
1995,
penyempurnaan
dilakukan
kembali
dengan
mengkombinasikan Angka partisipasi kasar (APK) ke dalam indikator bidang
pendidikan, sehingga komponen penyusun IPM adalah : Angka harapan hidup
(e0) Angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS), kombinasi APK
serta PDB per kapita.
Pada tahun 2010, UNDP merubah metodologi IPM, beberapa perubahan
yang dilakukan yakni :
1.
Mengganti Angka melek huruf (AMH) dengan Harapan lama sekolah
(HLS).
2.
Mengganti Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita menjadi Produk
Nasional Bruto (PNB) perkapita.
3.
Metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata
geometrik.
Perubahan metodologi IPM tahun 2010 oleh UNDP tersebut diadopsi oleh
BPS dalam penghitungan IPM 2014.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
11
METODOLOGI
2.4.
BAB II
Metode Baru Penghitungan IPM
Perubahan metodologi IPM yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2010
dan disesuaikan dengan kondisi wilayah dan ketersediaan data oleh BPS pada
tahun 2014 adalah karena beberapa alasan:
1. Beberapa
indikator
sudah
tidak
tepat
untuk
digunakan
dalam
penghitungan IPM. Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan
dalam
mengukur
pendidikan
secara
utuh
karena
tidak
dapat
menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena AMH di
sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan
tingkat pendidikan antar daerah dengan baik.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tidak dapat menggambarkan
pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
3. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM
menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat
ditutupi oleh capaian tinggi dimensi lain.
Tabel 2.1. Perbandingan Metode Lama Dan Metode Baru Penyusunan IPM
METODE LAMA
METODE BARU
DIMENSI
UNDP
BPS
UNDP
BPS
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
Kesehatan
Pengetahuan
Standar
Hidup Layak
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
1. Angka Melek
Huruf (AMH)
1. Angka Melek
Huruf (AMH)
1. Harapan Lama
Sekolah (HLS)
1. Harapan Lama
Sekolah (HLS)
2. Kombinasi
Angka Partisipasi
Kasar (APK)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
PDB per kapita
Pengeluaran per
kapita
PNB per kapita
Pengeluaran per
kapita
Rata-rata hitung
Agregasi
�
1
= 3(
ℎ� �
+
�
� �ℎ �
+
�
��� �
)
Rata-rata Geometri
�
3
=√
ℎ� �
×
�
� �ℎ �
×
�
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
��� �
12
METODOLOGI
BAB II
Beberapa keunggulan IPM metode baru antara lain :
1.
Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan
baik (diskriminatif ).
a.
Dengan memasukkan Rata-rata Lama Sekolah dan angka Harapan
Lama Sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam
pendidikan dan perubahan yang terjadi.
b.
PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan
masyarakat pada suatu wilayah.
2.
Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat
diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di
dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang
baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar
karena sama pentingnya.
Indikator komponen penyusun IPM metode baru dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Angka Harapan Hidup saat lahir-AHH (Life Expctancy-e0) didefinisikan
sebagai rata-rata perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh
seseorang sejak lahir, AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu
masyarakat. Angka ini dihitung dari hasil proyeksi penduduk hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 (SP2010).
2.
Rata-rata
Lama
Sekolah-RLS
(Mean
Years
of
Schooling-MYS)
didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam
menjalani pendidikan format, dengan asumsi bahwa dalam kondisi
normal, RLS tidak akan turun. Sedangkan cakupan penduduk yang
dihitung dalam RLS adalah penduduk yang telah berusia 25 tahun atau
lebih. RLS dihitung hanya untuk penduduk berusia 25 tahun keatas
karena diasumsikan bahwa pada usia tersebut mereka telah mengakhiri
proses pendidikan, usia 25 tahun keatas juga merupakan standard yang
digunakan oleh UNDP.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
13
METODOLOGI
3.
BAB II
Harapan Lama Sekolah-HLS (Expected Years of Schooling-EYS)
didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan
akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas
karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Untuk
mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS
dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Sumber data
pesantren yaitu dari Direktorat Pendidikan Islam.
Formula penghitungan HLS:
�
�
�
=
=
=
=
=
=
×∑
=�
�
Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t
Jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t
Jumlah penduduk usia i pada tahun t
Jumlah penduduk usia i pada tahun t
Faktor Koreksi Pesantren
=
ℎ
ℎ
ℎ �
Jumlah santri sekolah dan mukim = rasio santri mukim x jumlah santri sekolah
=
4.
ℎ
ℎ
ℎ
7
+
ℎ
Pengeluaran per Kapita disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per
kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun
diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level
kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan
tahun dasar 2012 = 100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru
menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan
dan
sisanya
merupakan
komoditas
non
makanan.
Metode
penghitungannya menggunakan Metode Rao. Paket komoditas dalam
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
14
METODOLOGI
BAB II
penghitungan PPP dipilih sebanyak 96 jenis. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan share 27 komoditas pada metode lama terus
mengalami penurunan dari 37,52 persen pada 1996 menjadi 24,66
persen pada tahun 2012. Untuk menggambarkan paket komoditas pada
metode baru adalah sebagai berikut :
Makanan:
66
Komoditas
(39,8 %)
Nonmakana
n: 30
Komoditas
(36,9 %)
96
Komoditas
(76,7 %)
Rumus penghitungan Paritas Daya Beli (PPP)
�
���� = ∏ ( )
�
1⁄
=1
� =ℎ �
� =ℎ �
=
ℎ
/
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
15
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.2. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli
(PPP)
Komoditi
(1)
Unit
(2)
Sumbangan Terhadap
Total Konsumsi
(%)
Share
Jumlah
Item
(3)
(4)
MAKANAN
47,29
39,82
66
1.
Padi-padian
8,02
7,89
2
2.
Umbi-umbian
0,42
0,23
2
3.
Ikan/udang/cumi/kerang
3,95
2,30
7
4.
Daging
2,06
1,69
3
5.
Telur dan susu
2,76
2,37
4
6.
Sayur-sayuran
3,56
2,04
7
7.
Kacang-kacangan
1,26
1,17
2
8.
Buah-buahan
2,21
1,22
7
9.
Minyak dan lemak
1,79
1,75
3
10.
Bahan minuman
1,64
1,47
3
11.
Bumbu-bumbuan
0,95
0,40
3
12.
Konsumsi lainnya
1,00
0,61
1
13.
Makanan dan minuman jadi
11,80
10,94
19
14.
Tembakau dan sirih
5,88
5,72
3
NON MAKANAN
52,71
33,81
30
1.
Perumahan dan fasilitas rumah
tangga
20,58
15,74
10
18.
Aneka barang dan jasa
18,79
13,50
12
19.
Pakaian, alas kaki,tutup kepala
3,76
3,35
4
20.
Barang tahan lama
6,15
1,22
4
21.
Pajak, pungutan, asuransi
1,65
0,00
0
22.
Keperluan, pesta, upacara/ kenduri
1,78
0,00
0
100,00
73,63
96
TOTAL
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
16
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.3. Jenis komoditas yang digunakan dalam penghitungan PPP
MAKANAN
NON MAKANAN
1
Beras
34 Pepaya
1
Rumah sendiri/bebas sewa
2
Tepung terigu
35 Minyak kelapa
2
Rumah kontrak
3
Ketela pohon/singkong
36 Minyak goreng lainnya
3
Rumah sewa
4
Kentang
37 Kelapa
4
Rumah dinas
5
Tongkol/tuna/cakalang
38 Gula pasir
5
Listrik
6
Kembung
39 Teh
6
Air PAM
7
Bandeng
40 Kopi
7
LPG
8
Mujair
41 Garam
8
Minyak tanah
9
Mas
42 Kecap
9
Lainnya(batu
baterai,aki,korek,obat nyamuk
dll)
10 Lele
43 Penyedap masakan/vetsin
10 Perlengkapan mandi
11 Ikan segar lainnya
44 Mie instan
11 Barang kecantikan
12 Daging sapi
45 Roti manis/roti lainnya
12
13 Daging ayam ras
46 Kue kering
13 Sabun cuci
14 Daging ayam kampung
47 Kue basah
14 Biaya RS Pemerintah
15 Telur ayam ras
48 Makanan gorengan
15 Biaya RS Swasta
16 Susu kental manis
49 Gado-gado/ketoprak
16 Puskesmas/pustu
17 Susu bubuk
50 Nasi campur/rames
17 Praktek dokter/poliklinik
18 Susu bubuk bayi
51 Nasi goreng
18 SPP
19 Bayam
52 Nasi putih
19 Bensin
20 Kangkung
53 Lontong/ketupat sayur
20
21 Kacang panjang
54 Soto/gule/sop/rawon/cincang
21 Pos dan Telekomunikasi
Perawatan
kulit,muka,kuku,rambut
Transportasi/pengangkutan
umum
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
17
METODOLOGI
MAKANAN
BAB II
NON MAKANAN
22 Bawang merah
55 Sate/tongseng
23 Bawang putih
56
24 Cabe merah
57 Makanan ringan anak
24 Pakaian jadi anak-anak
25 Cabe rawit
58 Ikang (goreng/bakar dll)
25 Alas kaki
26 Tahu
59 Ayam/daging (goreng dll)
26 Minyak Pelumas
27 Tempe
60 Makanan jadi lainnya
27 Meubelair
28 Jeruk
61 Air kemasan galon
28 Peralatan Rumah Tangga
29 Mangga
62 Minuman jadi lainnya
29
30 Salak
63 Es lainnya
30 Alat-alat Dapur/Makan
31 Pisang ambon
64 Roko kretek filter
32 Pisang raja
65 Rokok kretek tanpa filter
33 Pisang lainnya
66 Rokok putih
2.5.
22 Pakaian jadi laki-laki dewasa
Mie bakso/mie rebus/mie
goreng
23
Pakaian jadi perempuan
dewasa
Perlengkapan perabot rumah
tangga
Rumus Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat
disajikan sebagai berikut :
�
Dimana,
Ik
aa :
Ip
apa a
Ip
a
a
= 3√
ℎ� �
×
�
� �ℎ �
×
�
��� �
∶ Indeks harapan hidup
∶ Indeks pendidikan yang meliputi indeks RLS dan indeks HLS
∶ Indeks standar hidup layak
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
18
METODOLOGI
BAB II
Masing-masing indeks komponen pembentuk IPM tersebut merupakan
perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan
selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan.
Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut :
Dimensi kesehatan :
I
=
aa
AHH − AHH
AHH ak − AHH
Dimensi pengetahuan:
IH
=
HLS − HLS
HLS ak − HLS
I
=
RLS − RLS
RLS ak − RLS
IP
a
a
=
IH
+I
Dimensi hidup layak :
�
��� �
=
ln
ln
�
− ln
− ln
Nilai maksimum dan nilai minimum dari masing-masing indikator disajikan pada
Tabel 2.4.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
19
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator
Komponen
IPM (=X(I))
Satuan
Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Catatan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Tahun
85
25
Sesuai standar global
(UNDP)
Harapan Lama Sekolah
(HLS)
Tahun
Tahun
18
Sesuai standar global
(UNDP)
Rata-rata lama sekolah
(RLS)
Tahun
15
0
Sesuai standar global
(UNDP)
26.572.352 a)
1.007.436 b)
Angka Harapan Hidup
( AHH )
Pengeluaran per kapita
yang disesuaikan
Dalam Rupiah.
Catatan:
a) Daya
beli
maksimum
merupakan
nilai
tertinggi
kabupaten
yang
diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per
kapita Jakarta Selatan tahun 2025 Setara dengan dua kali garis
kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun1996 di
Papua.
b) Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten
tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua.
Besaran Skala IPM
Pengklasifikasian
pembangunan
manusia
bertujuan
untuk
mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama
dalam dalam hal pembangunan manusia, pengklasifikasian capaian IPM
dimaksud terkatagori menjadi 4 (empat) level, yaitu :
1.
IPM Sangat Tinggi apabila IPM sama dengan 90,00 atau lebih
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
20
METODOLOGI
2.6.
2.
IPM Tinggi apabila IPM antara 80,00– 89,99
3.
IPM Menengah apabila IPM antara 50,00– 79,99
4.
IPM Rendah apabila IPM kurang dari 50,00
BAB II
Mengukur Kecepatan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun
waktu digunakan ukuran pertumbuhan IPM per tahun. Pertumbuhan IPM
menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan
capaian sebelumnya. Semakin tinggi nilai pertumbuhan, semakin cepat IPM
suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimalnya.
IPMt
:
IPMt-1 :
2.7.
�
ℎ
�
=
�
− �
� −1
IPM suatu wilayah pada tahun t
−1
×
IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait
Untuk bisa melihat dengan jelas dan terarah beragam permasalahan
pembangunan manusia selama ini dan bagaimana mengimpelmentasikan
program-program pembangunan secara baik dan terukur diperlukan ukuran atau
indikator yang handal. Beberapa indikator yang sering digunakan (Data Statistik
Indonesia, 2010) diantaranya adalah :
Rasio jenis kelamin: Perbandingan antara penduduk laki-laki terhadap
penduduk perempuan, dikalikan 100.
Angka ketergantungan: Perbandingan antara jumlah penduduk usia < 15
tahun ditambah usia > 65 tahun terhadap penduduk usia 15 - 64 tahun,
dikalikan 100.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
21
METODOLOGI
BAB II
Rata-rata Lama Sekolah: Lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun
keatas.
Harapan Lama Sekolah: Lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan
akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Angka Partisipasi Murni SD: Proporsi penduduk usia 7-12 tahun yang
sedang bersekolah di SD
Angka Partisipasi Murni SLTP: Proporsi penduduk usia 13 - 15 tahun yang
sedang bersekolah di SLTP
Angka partisipasi Murni SLTA: Proporsi pendudk usia 16 - 18 tahun yang
sedang bersekolah di SLTA
Persentase penduduk dengan pendidikan SLTP ke atas: Proporsi
penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP atau jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
Jumlah penduduk usia sekolah: Banyaknya penduduk yang berusia antara
7 sampai 24 tahun
Bekerja: Melakukan kegiatan/ pekerjaan paling sedikit 1 (satu) jam berturutturut selama seminggu dengan maksud untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok
penduduk yang bekerja.
Angkatan Kerja: Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja atau mencari
pekerjaan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja: Perbandingan angkatan kerja terhadap
penduduk usia 10 tahun
Angka Pengangguran Terbuka: Perbandingan penduduk yang mencari kerja
terhadap angkatan kerja bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu
Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri: Proporsi penduduk
usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
22
METODOLOGI
BAB II
Persentase pekerja dengan status berusaha dibantu pekerja tidak tetap:
Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status berusaha sendiri
dibantu pekerja tak tetap.
Persentase pekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tetap:
Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang berusaha dengan buruh tetap
Persentase pekerja dengan status pekerja tak dibayar: Proporsi penduduk
usia 10 tahun ke atas dengan status pekerja keluarga
Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis: Proporsi balita
yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis ( dokter, bidan, dan tenaga
medis lainnya )
Angka Harapan Hidup waktu lahir: Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak
lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk
Angka Kematian Bayi: Besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum
mencapai usia satu tahun, dinyatakan dengan perseribu kelahiran hidup.
Persentase rumah tangga berlantai tanah: Proporsi rumah tangga yang
tinggal dalam rumah dengan lantai tanah.
Persentase rumah tangga beratap layak:
Proporsi rumah tangga yang
menempati rumah dengan atap layak (atap selain dari dedaunan ).
Persentase rumah tangga berpenerangan Listrik: Proporsi rumah tangga
yang menggunakan sumber penerangan listrik.
Persentase rumah tangga bersumber air minum leding: Proporsi rumah
tangga dengan sumber air minum leding.
Persentase rumah tangga bersumber air minum bersih: Proporsi rumah
tangga dengan sumber air minum pompa / sumur / mata air yang jaraknya
lebih besar dari 10 meter dengan tempat penampungan limbah / kotoran
terdekat.
Persentase rumah tangga berjamban dengan tangki septic: Proporsi
rumah tangga yang mempunyai jamban dengan tangki septic.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
23
METODOLOGI
BAB II
Pengeluaran: Pengeluaran per kapita untuk makanan dan bukan makanan.
Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi,
minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan,
sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Penduduk Miskin: Penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi
kebutuhan makanan setara 2150 kalori dan kebutuhan non makanan yang
mendasar.
Garis Kemiskinan Suatu batas dimana penduduk dengan pengeluaran
kurang dari batas tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan
terdiri dari dua komponen yaitu komponen batas kecukupan pangan (GKM),
dan komponen batas kecukupan non makanan (GKNM).
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
24
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
IPM merupakan suatu besaran komposit yang dibangun dari berbagai
indikator tunggal di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Oleh karena itu,
intervensi yang dilakukan untuk mengakselerasi indikator IPM harus dilakukan
terhadap indikator-indikator tunggalnya. Uraian berikut akan memaparkan hasil
pembangunan manusia di Kota Semarang yang mencakup berbagai bidang
pembangunan, khususnya yang terkait langsung maupun tak langsung dengan
indikator IPM.
3.1.
Kependudukan
Pada tahun 2015 Kota Semarang memiliki penduduk sebesar 1.595.187
jiwa. Penduduk sejumlah tersebut mendiami wilayah seluas 373,70 km2 sehingga
rata-rata kepadatan penduduk Kota Semarang adalah 4.269 jiwa per km2.
Penduduk Kota Semarang pada lima tahun terakhir menunjukkan tren meningkat
yakni: pada tahun 2011 sebesar 1.544.358 jiwa, tahun 2012 1.559.198 jiwa,
tahun 2013 sebanyak 1.572.105 jiwa, tahun 2014 sebanyak 1.584.906 jiwa dan
tahun 2015 sebanyak 1.595.187 jiwa dengan laju pertubuhan penduduk masingmasing sebesar 1,11 persen, 0.96 persen, 0,83 persen, 0,97 persen dan 0.59
persen pada tahun 2015.
Sebagai daerah tujuan urbanisasi, dimana daya tarik ketersedian
lapangan usaha (terutama sektor manufacture) yang cukup besar, wajar saja
apabila laju pertumbuhan penduduk Kota Semarang relatif lebih besar
dibandingkan kabupaten lain di sekitarnya. Jumlah penduduk yang besar dan
berkualitas adalah aset yang sangat bermanfaat dalam perekonomian. Dan
upaya pengendalian jumlah penduduk hendaknya terus diupayakan dalam
rangka menciptakan tatanan keluarga kecil yang sehat dan berkualitas.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
25
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Piramida penduduk menunjukkan distribusi penduduk menurut umur dan
jenis kelamin, serta tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur
yang berbeda. Komposisi penduduk Kota Semarang menurut struktur umur dan
jenis kelamin digambarkan dengan oleh piramida penduduk berikut ini :
Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Semarang Tahun 2015
65 +
42,500
60 - 64
18,954
55 - 59
45,370
55,640
40 - 44
51,613
61,953
35 - 39
57,976
64,053
30 - 34
15 - 19
33,785
45,403
45 - 49
20 - 24
17,904
30,869
50 - 54
25 - 29
32,673
62,314
70,678
69,952
75,735
75,059
78,683
77,340
75,689
72,127
10 - 14
59,813
5-9
61,042
66,254
0-4
61,357
66,803
63,727
100,000 80,000 60,000 40,000 20,000
Perempuan
0
20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Laki - laki
Secara umum, dari gambaran piramida penduduk Kota Semarang
menunjukkan bahwa komposisi penduduk muda (usia 0 – 15 tahun) semakin
sedikit,
selanjutnya
grafik
menunjukkan
cembung
ditengah,
hal
ini
memperlihatkan bahwa derajat kesehatan penduduk usia produktif yang lahir
sekitar 20 tahun yang lalu semakin baik sehingga mampu bertahan hidup hingga
saat ini, sedangkan penduduk usia 60 keatas ditunjukkan dengan grafik
mengerucut.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
26
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Informasi penting lainnya yang dapat diperoleh dari priramida penduduk
adalah angka beban ketergantungan (Dependency Ratio). Angka beban
ketergantungan
menunjukkan
seberapa
jauh
penduduk
yang
berusia
produktif/aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum
produktif dan pasca produktif. Angka beban ketergantungan merupakan
perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif (usia 0 – 14 tahun dan
usia 65 tahun ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia 15 – 64
tahun).
Angka beban ketergantungan Kota Semarang pada tahun 2015 sebesar
39,80 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 33,21
persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 6,59 persen.
3.2.
Kesehatan
Tujuan dari pembangunan manusia dibidang kesehatan adalah untuk
mencapai umur panjang yang sehat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduknya. Menurut Henrik
L Blum, peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu,
yaitu: Faktor lingkungan berpengaruh sebesar 45 persen, Perilaku kesehatan
sebesar
30
persen,
Pelayanan
kesehatan
sebesar
20
persen
dan
Kependudukan/keturunan berpengaruh sebesar 5 persen. Hubungan derajat
kesehatan dengan keempat faktornya digambarkan sebagai berikut :
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
27
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan
Lingkungan
45 persen
Derajat Kesehatan
Morbiditas dan Mortalitas
Kependudukan/
Keturunan
5 persen
Pelayanan
Kesehatan
20 persen
Perilaku Kesehatan
30 persen
Sumber: Departemen Kesehatan RI
Berdasarkan bagan di atas, maka peningkatan kesehatan lingkungan dan
pelayanan kesehatan merupakan faktor yang sangat memungkinkan untuk
diintervensi
dengan cepat,
Sedangkan
perubahan
dan kontribusinyapun mencapai
perilaku,
meskipun
dapat
65
persen.
diintervensi,
namun
perubahannya memerlukan waktu yang cukup lama.
Departemen
Kesehatan
telah
mencanangkan
visi
pembangunan
kesehatan, yaitu tercapainya p
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya
Publikasi ”Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2015” dapat disajikan.
Publikasi
ini
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
makro
pencapaian
pembangunan manusia di Kota Semarang.
Paparan karakteristik pencapaian IPM di Kota Semarang diuraikan melalui
masing - masing indikator pembentuknya. Indikator tersebut adalah Angka Harapan
Hidup (AHH) untuk pengukuran di bidang kesehatan; Harapan Lama Sekolah (HLS)
dan Rata - rata Lama Sekolah (RLS) untuk pengukuran di bidang pendidikan; dan
Komponen Daya Beli untuk pengukuran di bidang ekonomi.
Publikasi IPM Kota Semarang 2015 ini terwujud berkat kerjasama antara
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang dengan Badan Pusat
Statistik Kota Semarang.
Kami telah mengupayakan untuk menyajikan publikasi ini sebaik-baiknya,
namun disadari mungkin masih terdapat kekurangan, untuk itu tanggapan serta
saran-saran dari semua pihak sangat diharapkan.
Semoga
publikasi
ini
bermanfaat
bagi
evaluasi
dan
perencanaan
pembangunan di Kota Semarang.
Semarang,
2016
KEPALA BAPPEDA
KOTA SEMARANG
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KOTA SEMARANG
TT D
T T D
BAMBANG HARYONO
Pembina Utama Muda
NIP. 19580410 198603 1 010
ENDANG RETNO SRI SUBIYANDANI, S.Si
Pembina Tk. I
NIP. 19641023 198802 2 001
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ..............................................................................................
i
Daftar Isi .........................................................................................................
ii
Daftar Gambar ................................................................................................
iv
Daftar Tabel ....................................................................................................
v
Bab I.
Pendahuluan
1.1.
Latar belakang .....................................................................
1
1.2.
Tujuan ....................................................................................
4
1.3.
Ruang Lingkup dan Sumber Data ........................................
5
Bab II. Metodologi
2.1.
Pengertian Indikator ..............................................................
8
2.2.
Indikator-indikator Pembangunan Manusia .........................
9
2.3.
Perubahan Metodologi IPM ..................................................
11
2.4.
Metode Baru Penghitungan IPM ..........................................
12
2.5.
Rumus Perhitungan IPM ......................................................
18
2.6.
Mengukur Kecepatan IPM ....................................................
21
2.6.
Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait .................
21
Bab III. Gambaran Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Semarang
3.1.
Kependudukan ......................................................................
25
3.2.
Kesehatan .............................................................................
27
3.3.
Pendidikan .............................................................................
34
3.3.1. Rata – rata Lama Sekolah .......................................
35
3.3.2. Tingkat Partisipasi Sekolah .....................................
35
3.3.3. Pendidikan yang Ditamatkan ...................................
41
Ketenagakerjaan ...................................................................
42
3.4.
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
ii
Bab IV. Kemajuan Pencapaian Pembangunan Manusia Kota Semarang
4.1.
Perkembangan Kesehatan ...................................................
50
4.2.
Perkembangan Pendidikan ..................................................
52
4.3.
Perkembangan Paritas Daya Beli (PPP) .............................
54
4.4.
Kemajuan Pembangunan Manusia ......................................
55
4.5.
Klasifikasi IPM .......................................................................
59
4.5.
Reduksi Shortfall ...................................................................
60
Bab V. Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan ...........................................................................
62
5.2.
Saran .....................................................................................
64
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.
Perbandingan Metode Lama dan Metode Baru
Penyusunan IPM .........................................................................
Tabel 2.2.
Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya
Beli (PPP) ....................................................................................
Tabel 2.3.
12
16
Jenis Komoditas Yang Digunakan Dalam Perhitungan
PPP ..............................................................................................
17
Tabel 2.4.
Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM .........................
20
Tabel 3.1.
Persentase Penduduk yang Menderita Sakit dalam Satu
Bulan Terakhir menurut Kabupaten / Kota dan Lama
Sakit di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 .............................
Tabel 3.2.
APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ..........................................
Tabel 3.3.
38
APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ...........................................
Tabel 3.4.
33
38
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan dan Jenis kelamin di Kota
Semarang Tahun 2014 – 2015....................................................
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
42
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Semarang Tahun 2015 ...................
26
Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan ......................................................
28
Gambar 3.3. Persentase Balita Berdasarkan Penolong Terakhir
Kelahiran di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ...................
30
Gambar 3.4. Persentase Baduta Menurut Lamanya Diberi ASI di
Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ........................................
31
Gambar 3.5. Persentase Balita / Baduta yang Pernah Diberi ASI
Menurut Jenis Kelamin di Kota Semaran
Tahun 2014 – 2015 ...................................................................
32
Gambar 3.6. APK Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2015 ....................................................
37
Gambar 3.7. APM Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan di
Kota Semarang Tahun 2015 ....................................................
39
Gambar 3.8. Perbandingan APK dan APM Menurut Jenjang
Pendidikan di Kota Semarang Tahun 2015 .............................
40
Gambar 3.9. TPAK Menurut Jenis Kelamin di Kota Semarang Tahun
2014 - 2015 ...............................................................................
46
Gambar 3.10. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin
di Kota Semarang Tahun 2014 – 2015 ....................................
47
Gambar 4.1. Perkembangan Angka Harapan Hidup Kota Semarang
Tahun 2011 – 2015 ...................................................................
51
Gambar 4.2. Perkembangan Komponen Penyusun Indeks
Pendidikan Kota Semarang Tahun 2011 – 2015 ....................
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
53
v
Gambar 4.3. Perkembangan Paritas Daya Beli (PPP) Kota Semarang
Tahun 2011 – 2015 ...................................................................
54
Gambar 4.4. Perkembangan IPM Kota Semarang Tahun 2011 – 2015 ......
56
Gambar 4.5. Sepuluh IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2015 ...........................................................................................
57
Gambar 4.6. Andil Komponen Pembentuk IPM Kota Semarang
Tahun 2015 ................................................................................
58
Gambar 4.7. Reduksi Shortfall Kota Semarang Periode 2011 – 2015 ........
60
I ndeks Pembangunan M anusia K ota Semarang Tahun 2015
vi
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan pembangunan manusia (human development) yang dirumuskan
sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people).
Pembangunan manusia dapat dipandang sebagai proses upaya ke arah
“perluasan pilihan” dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut
(UNDP, 1990). Diantara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah
untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk
mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup
secara
layak.
memperhatikan
Dengan
demikian,
peningkatan
pembangunan
kemampuan
manusia,
manusia
seperti
tidak
hanya
meningkatkan
kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang
bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimilikinya, untuk
menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam
berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik.
Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut.
Tujuan utama dari pembangunan manusia, yaitu untuk memperbanyak pilihanpilihan yang dimiliki manusia. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak
peluang-peluang yang bisa diraih. Manusia harus bebas untuk melakukan apa
yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik.
Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia.
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
1
PENDAHULUAN
BAB I
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi). Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia terdiri dari
tiga komponen utama, yaitu :
(1). Produktivitas
Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan
berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan
pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah
satu bagian dari jenis pembangunan manusia,
(2). Ekuitas
Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang
adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus
agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat
dari kesempatan-kesempatan ini,
(3). Kesinambungan
Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya
untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala
bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi serta
pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk
mereka.
Masyarakat
harus
berpartisipasi
penuh
dalam
mengambil
keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan manusia.
Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat,
pertumbuhan ekonomi,
perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan
politik
ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia
juga
mencakup
isu
penting
lainnya,
yaitu
gender.
Dengan
demikian,
pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi
merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua sektor.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
2
PENDAHULUAN
BAB I
Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia
menjadi hal yang sangat penting. Penekanan terhadap pentingnya peningkatan
SDM dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan. Kualitas manusia (SDM
yang tangguh) disuatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan
keberhasilan pengelolaan pembangunan di wilayahnya.
Pemerintah, dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
SDM) secara berkesinambungan perlu memperhatikan, tiga aspek penting, yaitu
peningkatan kualitas fisik (kesehatan), intelektualitas (pendidikan), maupun
kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh komponen masyarakat. Hal lain
yang tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan kualitas SDM adalah
pembinaan aspek moral (keimanan dan ketaqwaan), Sinergi pemanfaatan
kemampuan fisik, kecerdasan dan daya beli merupakan perwujudan dari rasa
keimanan dan ketaqwaan.
Tingkat pendidikan dan kesehatan individu penduduk merupakan faktor
dominan yang perlu mendapat prioritas utama dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk yang
tinggi menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber
pertumbuhan
ekonomi
baik
dalam
kaitannya
dengan teknologi
sampai
kelembagaan yang penting dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan
penduduk itu sendiri yang semuanya bermuara pada aktivitas perekonomian
yang maju. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu
pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah.
Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia
hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah lain. IPM
merupakan wujud dari komitmen tujuan nasional yang ingin mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum mencapai masyarakat yang
adil dan makmur.
Agar keberhasilan peningkatan pembangunan menyentuh sasaran dan
terkorelasi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup manusia maka diperlukan
pengukuran
dengan
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM).
Munculnya
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
3
PENDAHULUAN
BAB I
pengukuran ini karena terjadi pergeseran dalam kebijakan pembangunan yang
menyebabkan pengukuran hasil-hasil pembangunan perlu disesuaikan dan
terukur terhadap upaya peningkatan kualitas hidup manusia, dan juga adanya
ketidakjelasan terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai evaluator pembangunan,
karena keberhasilan bukan hanya sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi
tetapi lebih jauh lagi terjadinya manusia kearah hidup yang lebih baik.
Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah Kota
Semarang akan relatif lebih baik jika didukung oleh ketersediaan data yang
berkualitas dan memadai. Sasaran pembangunan akan mencapai hasil yang
tepat dan berkualitas. Keberhasilan pencapaian pembangunan fisik di wilayah
Kota Semarang diharapkan dapat diimbangi dengan upaya peningkatan
pembangunan manusia, sehingga mencapai sasaran ideal.
Sasaran pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Kota Semarang
perlu penjabaran yang lebih jelas, rinci dan terarah. Sehingga memerlukan pula
sistem pemantauan dan pelaporan yang dapat mengidentifikasi kesenjangan
(kondisi obyektif-empiris) dan keadaan yang diharapkan. Pengukuran kemajuan
pencapaian menuju keadaan yang diinginkan memerlukan seperangkat ukuranukuran atau indikator yang dapat dipantau. Sedangkan penentuan indikator yang
relevan memerlukan kerangka pemikiran dan analisis yang beragam tetapi
mampu menggali perbedaan potensi dan masalah yang ada.
1.2.
Tujuan
IPM merupakan suatu indeks yang menunjukkan tentang aspek-aspek:
peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang memadai, serta hidup layak. Secara tegas IPM tersebut merupakan
kemudahan dalam memperoleh akses terhadap aspek sosial, budaya dan aspek
ekonomi.
IPM atau Human Development Indeks (HDI) telah dikembangkan oleh
United Nations Development Program (UNDP). IPM sangat perlu dievaluasi
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
4
PENDAHULUAN
BAB I
dalam rangka pembangunan suatu daerah, karena IPM dapat memberikan
kontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat dilihat
dari
aspek
pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya.
Pembangunan manusia harus dipahami sebagai salah satu output
penting dalam suatu proses perencanaan pembangunan karena IPM merupakan
urutan skala kualitas pembangunan manusia yang mengukur keberhasilan
pembangunan. Dengan dibuatnya IPM Kota Semarang akan dapat dijadikan
sebagai ukuran keberhasilan pembangunan dan sebagai bahan perencanaan
pembangunan dengan segenap intervensinya agar pencapaian pembangunan
memiliki sinergi terhadap peningkatan kualitas masyarakatnya. Agar arah
pembangunan manusia menuju arah yang lebih baik dan terspesifikasi baik
secara sektoral maupun kewilayahan.
Penyusunan
IPM
bertujuan
untuk
memaparkan
sejauh
mana
perkembangan pembangunan manusia di Kota Semarang dan memberi
gambaran yang lebih lengkap dalam melihat sejauh mana dampak pembangunan
yang dilaksanakan terhadap peningkatan kualitas penduduk. Tersedianya
informasi tersebut diharapkan akan dapat membantu pihak-pihak yang
berkepentingan dalam menyusun program dan kebijakan di Kota Semarang,
khususnya yang berkaitan dengan program-program pembangunan manusia di
Kota Semarang.
1.3.
Ruang Lingkup dan Sumber Data
Perencanaan bagi program – program pelaksanaan pembangunan
memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya di lapangan
(represent reality). Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai
penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat
dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas data yang baik
dan dari sumber yang terpercaya, oleh karena itu konsistensi data sangat
diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di
kemudian hari secara dini.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
5
PENDAHULUAN
BAB I
Ruang lingkup Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia ini adalah
mencakup wilayah administratif Kota Semarang. Rentang isu yang dibahas
mencakup aspek kependudukan, sosial budaya, ketenagakerjaan, kesehatan,
dan pendidikan.
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini sebagian besar berasal
dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional. Juga dilengkapi dengan data hasil
Sensus Penduduk, Perhitungan PDRB dan data lain yang dikumpulkan dari
berbagai dinas/instansi yang ada kaitannya dengan analisis.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
6
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
METODOLOGI
BAB II
METODOLOGI
Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya
dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan
ekonominya. Pembangunan yang dapat mencapai manusia yang berharga dan
diakui kemanusiaanya dan pencapaiannya. Hal penting dalam pembangunan
manusia diantaranya adalah: Pembangunan harus mengutamakan penduduk
sebagai pusat perhatian; Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar
pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan
mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada
penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;
Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan
kemampuan manusia tersebut secara optimal.
Paradigma pembangunan lama menekankan pada pertumbuhan ekonomi
yang menempatkan pendapatan sebagai acuan dan yang menjadi alat ukurnya
adalah GNP atau GDP per kapita. Alat ukur ini dirasa kurang komprehensip
karena hanya melihat satu sisi kehidupan manusia. Sejak tahun 1990, UNDP
mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut
Paradigma Pembangunan Manusia (PPM), paradigma ini melihat manusia dari
sisi yang lebih kompleks dan komprehensip karena disamping memperhitungkan
keberhasilan
pembangunan
manusia
dari
aspek
non-ekonomi,
juga
memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi,
yang diukur oleh indikator bernama IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh
kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya
(pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
7
METODOLOGI
BAB II
hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis
dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan
ekonomi).
IPM merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam
perencanaan kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM mencakup tiga bidang
pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup,
pengetahuan, dan hidup layak.
2.1.
Pengertian Indikator
Petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan dan
merupakan refleksi dari keadaan tersebut disebut juga sebagai Indikator. Dengan
kata lain, indikator merupakan variabel penolong dalam mengukur perubahan.
Variabel-variabel ini terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai
tidak dapat diukur secara langsung.
Indikator yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
(1)
Sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya
akan diukur oleh indikator tersebut;
(2)
Objektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang
sama pula, walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu
yang berbeda;
(3)
Sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator;
(4)
Spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud.
Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benarbenar dapat mengukur tingkat kesejahteraan seseorang atau masyarakat.
Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri dari
satu indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator
komposit) yang merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks
Mutu Hidup (IMH) yang merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu angka melek
huruf (AMH), angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup dari anak usia
1 tahun (e1).
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
8
METODOLOGI
BAB II
Menurut jenisnya, indikator dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kelompok indikator, yaitu:
(a)
Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program
dan turut menentukan keberhasilan program, seperti: rasio murid-guru,
rasio murid-kelas, rasio dokter, rasio puskesmas.
(b)
Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan
berjalan, seperti: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni
(APM), rata-rata jumlah jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke
puskesmas, persentase anak balita yang ditolong dukun.
(c)
Indikator Output/Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output)
dari suatu program kegiatan telah berjalan, seperti: persentase penduduk
dengan pendidikan SMTA ke atas, AKB, angka harapan hidup, TPAK, dan
lain-lain.
2.2.
Indikator - Indikator Pembangunan Manusia
Upaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi seberapa besar kemajuan
pembangunan yang telah dicapai suatu wilayah tentunya diperlukan data-data
yang cukup up to date dan akurat. Data-data yang disajikan diharapkan sebagai
bahan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut.
Apakah pembangunan puskesmas dan puskesmas pembantu telah secara nyata
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Apakah pembangunan gedung SD
juga telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi sekolah di wilayah ini?
Apakah program Kejar Paket telah mampu meningkatkan kemampuan baca tulis
penduduk secara umum? Dalam konteks tersebut diatas diperlukan pula ukuranukuran yang tepat untuk digunakan sebagai indikator. Untuk itu perlu kiranya
diketengahkan mengenai berbagai ukuran – ukuran yang biasa digunakan
sebagai indikator pembangunan.
Berbagai
program
seperti
pengadaan
pangan,
perbaikan
gizi,
peningkatan kesehatan dan peningkatan kegiatan olah raga dilaksanakan dalam
upaya peningkatan taraf kualitas fisik penduduk. Namun demikian seperti
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
9
METODOLOGI
BAB II
dikatakan Azwini, Karomo dan Prijono (1988:469), tolok ukur yang dapat
digunakan untuk menentukan keberhasilan (pembangunan) dalam beberapa hal
agak sulit ditentukan. Alat ukur yang sering digunakan untuk menilai kualitas
hidup selama ini sebenarnya hanya mencakup kualitas fisik, tidak termasuk
kualitas non fisik. Kesulitan muncul terutama karena untuk menilai keberhasilan
pembangunan non-fisik indikatornya relatif lebih abstrak dan bersifat komposit.
Salah satu pengukuran taraf kualitas fisik penduduk yang banyak
digunakan adalah Indeks Mutu Hidup (IMH). Ukuran ini sebenarnya banyak
mendapat kritik (Hicks and Streeten, 1979, Rat, 1982, Holidin, 1993a, dan Holidin
1993b) karena mengandung beberapa kelemahan, terutama yang menyangkut
aspek statistik dari keterkaitan antar variabel yang digunakannya. Terlepas dari
kelemahan tersebut, ada nilai lebih dari IMH yang membuat indikator ini banyak
digunakan sebagai ukuran untuk menilai keberhasilan program pembangunan
pada satu wilayah. Nilai lebih dari IMH ini adalah kesederhanaan didalam
penghitungannya. Disamping itu, data yang digunakan untuk menghitung IMH ini
pada umumnya sudah banyak tersedia. IMH bisa dihitung dengan mudah setiap
tahun untuk setiap wilayah (nasional, provinsi, maupun kabupaten / kota),
sehingga dapat dilakukan perbandingan antar wilayah.
Sejalan
dengan
makin
tingginya
intensitas
dalam
permasalahan
pembangunan, kesederhanaan IMH pada akhirnya kurang mampu untuk
menjawab tuntutan perkembangan pembangunan yang semakin kompleks. Untuk
itu perlu indikator lain yang lebih reprensentatif dengan tuntutan permasalahan.
Dalam kaitan ini, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human
Development Index) merupakan salah satu alternatif yang bisa diajukan. Indikator
ini, disamping mengukur kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; juga
mengukur kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk
bersekolah dan angka melek huruf; juga mempertimbangkan kemampuan
ekonomi masyarakat di wilayah itu; tercermin dari nilai purcashing power parity
index (ppp). Jadi indikator IPM terasa lebih komprehensif dibandingkan dengan
IMH.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
10
METODOLOGI
2.3.
BAB II
Perubahan Metodologi IPM
IPM diperkenalkan oleh UNDP pada tahun 1990 dan dipublikasikan
secara berkala setiap tahun. Komponen penyusun IPM yang digunakan meliputi:
Angka harapan hidup (e0), Angka melek huruf (AMH) dan PDB perkapita. Sejak
saat itu hingga sekarang, metodologi penghitungan IPM telah mengalami
beberapa perubahan bahkan penggantian indikator.
Pada 1991, penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan indikator
rata-rata lama sekolah (RLS), sehingga komponen penyusun IPM menjadi: Angka
harapan hidup (e0), Angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS) dan
PDB perkapita.
Pada
tahun
1995,
penyempurnaan
dilakukan
kembali
dengan
mengkombinasikan Angka partisipasi kasar (APK) ke dalam indikator bidang
pendidikan, sehingga komponen penyusun IPM adalah : Angka harapan hidup
(e0) Angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS), kombinasi APK
serta PDB per kapita.
Pada tahun 2010, UNDP merubah metodologi IPM, beberapa perubahan
yang dilakukan yakni :
1.
Mengganti Angka melek huruf (AMH) dengan Harapan lama sekolah
(HLS).
2.
Mengganti Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita menjadi Produk
Nasional Bruto (PNB) perkapita.
3.
Metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata
geometrik.
Perubahan metodologi IPM tahun 2010 oleh UNDP tersebut diadopsi oleh
BPS dalam penghitungan IPM 2014.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
11
METODOLOGI
2.4.
BAB II
Metode Baru Penghitungan IPM
Perubahan metodologi IPM yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2010
dan disesuaikan dengan kondisi wilayah dan ketersediaan data oleh BPS pada
tahun 2014 adalah karena beberapa alasan:
1. Beberapa
indikator
sudah
tidak
tepat
untuk
digunakan
dalam
penghitungan IPM. Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan
dalam
mengukur
pendidikan
secara
utuh
karena
tidak
dapat
menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena AMH di
sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan
tingkat pendidikan antar daerah dengan baik.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tidak dapat menggambarkan
pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
3. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM
menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat
ditutupi oleh capaian tinggi dimensi lain.
Tabel 2.1. Perbandingan Metode Lama Dan Metode Baru Penyusunan IPM
METODE LAMA
METODE BARU
DIMENSI
UNDP
BPS
UNDP
BPS
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
Kesehatan
Pengetahuan
Standar
Hidup Layak
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
Angka Harapan
Hidup saat Lahir
(AHH)
1. Angka Melek
Huruf (AMH)
1. Angka Melek
Huruf (AMH)
1. Harapan Lama
Sekolah (HLS)
1. Harapan Lama
Sekolah (HLS)
2. Kombinasi
Angka Partisipasi
Kasar (APK)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
2. Rata-rata Lama
Sekolah (RLS)
PDB per kapita
Pengeluaran per
kapita
PNB per kapita
Pengeluaran per
kapita
Rata-rata hitung
Agregasi
�
1
= 3(
ℎ� �
+
�
� �ℎ �
+
�
��� �
)
Rata-rata Geometri
�
3
=√
ℎ� �
×
�
� �ℎ �
×
�
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
��� �
12
METODOLOGI
BAB II
Beberapa keunggulan IPM metode baru antara lain :
1.
Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan
baik (diskriminatif ).
a.
Dengan memasukkan Rata-rata Lama Sekolah dan angka Harapan
Lama Sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam
pendidikan dan perubahan yang terjadi.
b.
PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan
masyarakat pada suatu wilayah.
2.
Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat
diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di
dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang
baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar
karena sama pentingnya.
Indikator komponen penyusun IPM metode baru dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Angka Harapan Hidup saat lahir-AHH (Life Expctancy-e0) didefinisikan
sebagai rata-rata perkiraan banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh
seseorang sejak lahir, AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu
masyarakat. Angka ini dihitung dari hasil proyeksi penduduk hasil Sensus
Penduduk tahun 2010 (SP2010).
2.
Rata-rata
Lama
Sekolah-RLS
(Mean
Years
of
Schooling-MYS)
didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam
menjalani pendidikan format, dengan asumsi bahwa dalam kondisi
normal, RLS tidak akan turun. Sedangkan cakupan penduduk yang
dihitung dalam RLS adalah penduduk yang telah berusia 25 tahun atau
lebih. RLS dihitung hanya untuk penduduk berusia 25 tahun keatas
karena diasumsikan bahwa pada usia tersebut mereka telah mengakhiri
proses pendidikan, usia 25 tahun keatas juga merupakan standard yang
digunakan oleh UNDP.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
13
METODOLOGI
3.
BAB II
Harapan Lama Sekolah-HLS (Expected Years of Schooling-EYS)
didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan
akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas
karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Untuk
mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS
dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Sumber data
pesantren yaitu dari Direktorat Pendidikan Islam.
Formula penghitungan HLS:
�
�
�
=
=
=
=
=
=
×∑
=�
�
Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t
Jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t
Jumlah penduduk usia i pada tahun t
Jumlah penduduk usia i pada tahun t
Faktor Koreksi Pesantren
=
ℎ
ℎ
ℎ �
Jumlah santri sekolah dan mukim = rasio santri mukim x jumlah santri sekolah
=
4.
ℎ
ℎ
ℎ
7
+
ℎ
Pengeluaran per Kapita disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per
kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun
diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level
kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan
tahun dasar 2012 = 100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru
menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan
dan
sisanya
merupakan
komoditas
non
makanan.
Metode
penghitungannya menggunakan Metode Rao. Paket komoditas dalam
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
14
METODOLOGI
BAB II
penghitungan PPP dipilih sebanyak 96 jenis. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan share 27 komoditas pada metode lama terus
mengalami penurunan dari 37,52 persen pada 1996 menjadi 24,66
persen pada tahun 2012. Untuk menggambarkan paket komoditas pada
metode baru adalah sebagai berikut :
Makanan:
66
Komoditas
(39,8 %)
Nonmakana
n: 30
Komoditas
(36,9 %)
96
Komoditas
(76,7 %)
Rumus penghitungan Paritas Daya Beli (PPP)
�
���� = ∏ ( )
�
1⁄
=1
� =ℎ �
� =ℎ �
=
ℎ
/
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
15
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.2. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli
(PPP)
Komoditi
(1)
Unit
(2)
Sumbangan Terhadap
Total Konsumsi
(%)
Share
Jumlah
Item
(3)
(4)
MAKANAN
47,29
39,82
66
1.
Padi-padian
8,02
7,89
2
2.
Umbi-umbian
0,42
0,23
2
3.
Ikan/udang/cumi/kerang
3,95
2,30
7
4.
Daging
2,06
1,69
3
5.
Telur dan susu
2,76
2,37
4
6.
Sayur-sayuran
3,56
2,04
7
7.
Kacang-kacangan
1,26
1,17
2
8.
Buah-buahan
2,21
1,22
7
9.
Minyak dan lemak
1,79
1,75
3
10.
Bahan minuman
1,64
1,47
3
11.
Bumbu-bumbuan
0,95
0,40
3
12.
Konsumsi lainnya
1,00
0,61
1
13.
Makanan dan minuman jadi
11,80
10,94
19
14.
Tembakau dan sirih
5,88
5,72
3
NON MAKANAN
52,71
33,81
30
1.
Perumahan dan fasilitas rumah
tangga
20,58
15,74
10
18.
Aneka barang dan jasa
18,79
13,50
12
19.
Pakaian, alas kaki,tutup kepala
3,76
3,35
4
20.
Barang tahan lama
6,15
1,22
4
21.
Pajak, pungutan, asuransi
1,65
0,00
0
22.
Keperluan, pesta, upacara/ kenduri
1,78
0,00
0
100,00
73,63
96
TOTAL
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
16
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.3. Jenis komoditas yang digunakan dalam penghitungan PPP
MAKANAN
NON MAKANAN
1
Beras
34 Pepaya
1
Rumah sendiri/bebas sewa
2
Tepung terigu
35 Minyak kelapa
2
Rumah kontrak
3
Ketela pohon/singkong
36 Minyak goreng lainnya
3
Rumah sewa
4
Kentang
37 Kelapa
4
Rumah dinas
5
Tongkol/tuna/cakalang
38 Gula pasir
5
Listrik
6
Kembung
39 Teh
6
Air PAM
7
Bandeng
40 Kopi
7
LPG
8
Mujair
41 Garam
8
Minyak tanah
9
Mas
42 Kecap
9
Lainnya(batu
baterai,aki,korek,obat nyamuk
dll)
10 Lele
43 Penyedap masakan/vetsin
10 Perlengkapan mandi
11 Ikan segar lainnya
44 Mie instan
11 Barang kecantikan
12 Daging sapi
45 Roti manis/roti lainnya
12
13 Daging ayam ras
46 Kue kering
13 Sabun cuci
14 Daging ayam kampung
47 Kue basah
14 Biaya RS Pemerintah
15 Telur ayam ras
48 Makanan gorengan
15 Biaya RS Swasta
16 Susu kental manis
49 Gado-gado/ketoprak
16 Puskesmas/pustu
17 Susu bubuk
50 Nasi campur/rames
17 Praktek dokter/poliklinik
18 Susu bubuk bayi
51 Nasi goreng
18 SPP
19 Bayam
52 Nasi putih
19 Bensin
20 Kangkung
53 Lontong/ketupat sayur
20
21 Kacang panjang
54 Soto/gule/sop/rawon/cincang
21 Pos dan Telekomunikasi
Perawatan
kulit,muka,kuku,rambut
Transportasi/pengangkutan
umum
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
17
METODOLOGI
MAKANAN
BAB II
NON MAKANAN
22 Bawang merah
55 Sate/tongseng
23 Bawang putih
56
24 Cabe merah
57 Makanan ringan anak
24 Pakaian jadi anak-anak
25 Cabe rawit
58 Ikang (goreng/bakar dll)
25 Alas kaki
26 Tahu
59 Ayam/daging (goreng dll)
26 Minyak Pelumas
27 Tempe
60 Makanan jadi lainnya
27 Meubelair
28 Jeruk
61 Air kemasan galon
28 Peralatan Rumah Tangga
29 Mangga
62 Minuman jadi lainnya
29
30 Salak
63 Es lainnya
30 Alat-alat Dapur/Makan
31 Pisang ambon
64 Roko kretek filter
32 Pisang raja
65 Rokok kretek tanpa filter
33 Pisang lainnya
66 Rokok putih
2.5.
22 Pakaian jadi laki-laki dewasa
Mie bakso/mie rebus/mie
goreng
23
Pakaian jadi perempuan
dewasa
Perlengkapan perabot rumah
tangga
Rumus Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dikutip dari Arizal Ahnaf dkk (1998;129) dapat
disajikan sebagai berikut :
�
Dimana,
Ik
aa :
Ip
apa a
Ip
a
a
= 3√
ℎ� �
×
�
� �ℎ �
×
�
��� �
∶ Indeks harapan hidup
∶ Indeks pendidikan yang meliputi indeks RLS dan indeks HLS
∶ Indeks standar hidup layak
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
18
METODOLOGI
BAB II
Masing-masing indeks komponen pembentuk IPM tersebut merupakan
perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan
selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan.
Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut :
Dimensi kesehatan :
I
=
aa
AHH − AHH
AHH ak − AHH
Dimensi pengetahuan:
IH
=
HLS − HLS
HLS ak − HLS
I
=
RLS − RLS
RLS ak − RLS
IP
a
a
=
IH
+I
Dimensi hidup layak :
�
��� �
=
ln
ln
�
− ln
− ln
Nilai maksimum dan nilai minimum dari masing-masing indikator disajikan pada
Tabel 2.4.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
19
METODOLOGI
BAB II
Tabel 2.4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Indikator
Komponen
IPM (=X(I))
Satuan
Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Catatan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Tahun
85
25
Sesuai standar global
(UNDP)
Harapan Lama Sekolah
(HLS)
Tahun
Tahun
18
Sesuai standar global
(UNDP)
Rata-rata lama sekolah
(RLS)
Tahun
15
0
Sesuai standar global
(UNDP)
26.572.352 a)
1.007.436 b)
Angka Harapan Hidup
( AHH )
Pengeluaran per kapita
yang disesuaikan
Dalam Rupiah.
Catatan:
a) Daya
beli
maksimum
merupakan
nilai
tertinggi
kabupaten
yang
diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per
kapita Jakarta Selatan tahun 2025 Setara dengan dua kali garis
kemiskinan untuk propinsi yang memiliki angka terendah tahun1996 di
Papua.
b) Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten
tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua.
Besaran Skala IPM
Pengklasifikasian
pembangunan
manusia
bertujuan
untuk
mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama
dalam dalam hal pembangunan manusia, pengklasifikasian capaian IPM
dimaksud terkatagori menjadi 4 (empat) level, yaitu :
1.
IPM Sangat Tinggi apabila IPM sama dengan 90,00 atau lebih
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
20
METODOLOGI
2.6.
2.
IPM Tinggi apabila IPM antara 80,00– 89,99
3.
IPM Menengah apabila IPM antara 50,00– 79,99
4.
IPM Rendah apabila IPM kurang dari 50,00
BAB II
Mengukur Kecepatan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun
waktu digunakan ukuran pertumbuhan IPM per tahun. Pertumbuhan IPM
menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan
capaian sebelumnya. Semakin tinggi nilai pertumbuhan, semakin cepat IPM
suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimalnya.
IPMt
:
IPMt-1 :
2.7.
�
ℎ
�
=
�
− �
� −1
IPM suatu wilayah pada tahun t
−1
×
IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
Beberapa Definisi Operasional Indikator Terkait
Untuk bisa melihat dengan jelas dan terarah beragam permasalahan
pembangunan manusia selama ini dan bagaimana mengimpelmentasikan
program-program pembangunan secara baik dan terukur diperlukan ukuran atau
indikator yang handal. Beberapa indikator yang sering digunakan (Data Statistik
Indonesia, 2010) diantaranya adalah :
Rasio jenis kelamin: Perbandingan antara penduduk laki-laki terhadap
penduduk perempuan, dikalikan 100.
Angka ketergantungan: Perbandingan antara jumlah penduduk usia < 15
tahun ditambah usia > 65 tahun terhadap penduduk usia 15 - 64 tahun,
dikalikan 100.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
21
METODOLOGI
BAB II
Rata-rata Lama Sekolah: Lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun
keatas.
Harapan Lama Sekolah: Lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan
akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Angka Partisipasi Murni SD: Proporsi penduduk usia 7-12 tahun yang
sedang bersekolah di SD
Angka Partisipasi Murni SLTP: Proporsi penduduk usia 13 - 15 tahun yang
sedang bersekolah di SLTP
Angka partisipasi Murni SLTA: Proporsi pendudk usia 16 - 18 tahun yang
sedang bersekolah di SLTA
Persentase penduduk dengan pendidikan SLTP ke atas: Proporsi
penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP atau jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
Jumlah penduduk usia sekolah: Banyaknya penduduk yang berusia antara
7 sampai 24 tahun
Bekerja: Melakukan kegiatan/ pekerjaan paling sedikit 1 (satu) jam berturutturut selama seminggu dengan maksud untuk memperoleh pendapatan atau
keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok
penduduk yang bekerja.
Angkatan Kerja: Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja atau mencari
pekerjaan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja: Perbandingan angkatan kerja terhadap
penduduk usia 10 tahun
Angka Pengangguran Terbuka: Perbandingan penduduk yang mencari kerja
terhadap angkatan kerja bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu
Persentase pekerja dengan status berusaha sendiri: Proporsi penduduk
usia 10 tahun keatas dengan status berusaha sendiri
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
22
METODOLOGI
BAB II
Persentase pekerja dengan status berusaha dibantu pekerja tidak tetap:
Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas dengan status berusaha sendiri
dibantu pekerja tak tetap.
Persentase pekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tetap:
Proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang berusaha dengan buruh tetap
Persentase pekerja dengan status pekerja tak dibayar: Proporsi penduduk
usia 10 tahun ke atas dengan status pekerja keluarga
Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga medis: Proporsi balita
yang kelahirannya ditolong oleh tenaga medis ( dokter, bidan, dan tenaga
medis lainnya )
Angka Harapan Hidup waktu lahir: Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak
lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk
Angka Kematian Bayi: Besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum
mencapai usia satu tahun, dinyatakan dengan perseribu kelahiran hidup.
Persentase rumah tangga berlantai tanah: Proporsi rumah tangga yang
tinggal dalam rumah dengan lantai tanah.
Persentase rumah tangga beratap layak:
Proporsi rumah tangga yang
menempati rumah dengan atap layak (atap selain dari dedaunan ).
Persentase rumah tangga berpenerangan Listrik: Proporsi rumah tangga
yang menggunakan sumber penerangan listrik.
Persentase rumah tangga bersumber air minum leding: Proporsi rumah
tangga dengan sumber air minum leding.
Persentase rumah tangga bersumber air minum bersih: Proporsi rumah
tangga dengan sumber air minum pompa / sumur / mata air yang jaraknya
lebih besar dari 10 meter dengan tempat penampungan limbah / kotoran
terdekat.
Persentase rumah tangga berjamban dengan tangki septic: Proporsi
rumah tangga yang mempunyai jamban dengan tangki septic.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
23
METODOLOGI
BAB II
Pengeluaran: Pengeluaran per kapita untuk makanan dan bukan makanan.
Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi,
minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan,
sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Penduduk Miskin: Penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi
kebutuhan makanan setara 2150 kalori dan kebutuhan non makanan yang
mendasar.
Garis Kemiskinan Suatu batas dimana penduduk dengan pengeluaran
kurang dari batas tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan
terdiri dari dua komponen yaitu komponen batas kecukupan pangan (GKM),
dan komponen batas kecukupan non makanan (GKNM).
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
24
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
IPM merupakan suatu besaran komposit yang dibangun dari berbagai
indikator tunggal di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Oleh karena itu,
intervensi yang dilakukan untuk mengakselerasi indikator IPM harus dilakukan
terhadap indikator-indikator tunggalnya. Uraian berikut akan memaparkan hasil
pembangunan manusia di Kota Semarang yang mencakup berbagai bidang
pembangunan, khususnya yang terkait langsung maupun tak langsung dengan
indikator IPM.
3.1.
Kependudukan
Pada tahun 2015 Kota Semarang memiliki penduduk sebesar 1.595.187
jiwa. Penduduk sejumlah tersebut mendiami wilayah seluas 373,70 km2 sehingga
rata-rata kepadatan penduduk Kota Semarang adalah 4.269 jiwa per km2.
Penduduk Kota Semarang pada lima tahun terakhir menunjukkan tren meningkat
yakni: pada tahun 2011 sebesar 1.544.358 jiwa, tahun 2012 1.559.198 jiwa,
tahun 2013 sebanyak 1.572.105 jiwa, tahun 2014 sebanyak 1.584.906 jiwa dan
tahun 2015 sebanyak 1.595.187 jiwa dengan laju pertubuhan penduduk masingmasing sebesar 1,11 persen, 0.96 persen, 0,83 persen, 0,97 persen dan 0.59
persen pada tahun 2015.
Sebagai daerah tujuan urbanisasi, dimana daya tarik ketersedian
lapangan usaha (terutama sektor manufacture) yang cukup besar, wajar saja
apabila laju pertumbuhan penduduk Kota Semarang relatif lebih besar
dibandingkan kabupaten lain di sekitarnya. Jumlah penduduk yang besar dan
berkualitas adalah aset yang sangat bermanfaat dalam perekonomian. Dan
upaya pengendalian jumlah penduduk hendaknya terus diupayakan dalam
rangka menciptakan tatanan keluarga kecil yang sehat dan berkualitas.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
25
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Piramida penduduk menunjukkan distribusi penduduk menurut umur dan
jenis kelamin, serta tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur
yang berbeda. Komposisi penduduk Kota Semarang menurut struktur umur dan
jenis kelamin digambarkan dengan oleh piramida penduduk berikut ini :
Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kota Semarang Tahun 2015
65 +
42,500
60 - 64
18,954
55 - 59
45,370
55,640
40 - 44
51,613
61,953
35 - 39
57,976
64,053
30 - 34
15 - 19
33,785
45,403
45 - 49
20 - 24
17,904
30,869
50 - 54
25 - 29
32,673
62,314
70,678
69,952
75,735
75,059
78,683
77,340
75,689
72,127
10 - 14
59,813
5-9
61,042
66,254
0-4
61,357
66,803
63,727
100,000 80,000 60,000 40,000 20,000
Perempuan
0
20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Laki - laki
Secara umum, dari gambaran piramida penduduk Kota Semarang
menunjukkan bahwa komposisi penduduk muda (usia 0 – 15 tahun) semakin
sedikit,
selanjutnya
grafik
menunjukkan
cembung
ditengah,
hal
ini
memperlihatkan bahwa derajat kesehatan penduduk usia produktif yang lahir
sekitar 20 tahun yang lalu semakin baik sehingga mampu bertahan hidup hingga
saat ini, sedangkan penduduk usia 60 keatas ditunjukkan dengan grafik
mengerucut.
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
26
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Informasi penting lainnya yang dapat diperoleh dari priramida penduduk
adalah angka beban ketergantungan (Dependency Ratio). Angka beban
ketergantungan
menunjukkan
seberapa
jauh
penduduk
yang
berusia
produktif/aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum
produktif dan pasca produktif. Angka beban ketergantungan merupakan
perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif (usia 0 – 14 tahun dan
usia 65 tahun ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia 15 – 64
tahun).
Angka beban ketergantungan Kota Semarang pada tahun 2015 sebesar
39,80 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 33,21
persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 6,59 persen.
3.2.
Kesehatan
Tujuan dari pembangunan manusia dibidang kesehatan adalah untuk
mencapai umur panjang yang sehat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduknya. Menurut Henrik
L Blum, peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu,
yaitu: Faktor lingkungan berpengaruh sebesar 45 persen, Perilaku kesehatan
sebesar
30
persen,
Pelayanan
kesehatan
sebesar
20
persen
dan
Kependudukan/keturunan berpengaruh sebesar 5 persen. Hubungan derajat
kesehatan dengan keempat faktornya digambarkan sebagai berikut :
Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2015
27
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
KOTA SEMARANG
BAB III
Gambar 3.2. Analisis Derajat Kesehatan
Lingkungan
45 persen
Derajat Kesehatan
Morbiditas dan Mortalitas
Kependudukan/
Keturunan
5 persen
Pelayanan
Kesehatan
20 persen
Perilaku Kesehatan
30 persen
Sumber: Departemen Kesehatan RI
Berdasarkan bagan di atas, maka peningkatan kesehatan lingkungan dan
pelayanan kesehatan merupakan faktor yang sangat memungkinkan untuk
diintervensi
dengan cepat,
Sedangkan
perubahan
dan kontribusinyapun mencapai
perilaku,
meskipun
dapat
65
persen.
diintervensi,
namun
perubahannya memerlukan waktu yang cukup lama.
Departemen
Kesehatan
telah
mencanangkan
visi
pembangunan
kesehatan, yaitu tercapainya p