IMPLIKASI REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI D

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

IMPLIKASI REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI
DALAM NUANSA LIBERALISASI PERDAGANGAN
DAN AKTIVITAS EKONOMI GLOBAL: TINJAUAN
TERHADAP PARADIGMA BISNIS SERTA
FENOMENA TRANSFORMASI SOSIAL

PR

oleh: F.X. Kurniawan Tjakrawala

OP

Abstract

ER

TY

One of the major trend business in the last decade is globalization. With the

information technology supporting, globalization creates a global village connecting
people around the world closer together as a virtual community. Anyone with a casual
familiarity with today’s new media knows that information technology is influencing the
whole society, not just in business and/or economy area. Anything with such a pervasive
impact on society is bound to rise social transformation, and information technology is
no exception.
Meanwhile, the business paradigms are turning themselves into global concerns.
A global firm needs information to coordinate and control its diverse business.
Moreover, technology offers the global firm many active tools to help managing
business. Information technology is an important tool in making this transformation and
in planning and designing strategies of global organization.
Many global firms find they need a global network, a technology infrastructure
that ties together far-flung components of the firm. The Internet—as a kind of
information technology application—helps to provide worldwide connectivity,
information sharing, and coordination. Information technology rapidly change our
lives, and this process of change keep on going. The purpose of this article is to review
the implication of information technology especially in changing the way of doing
global business and its strategies, and social transformation phenomenon.

OF


N

WA

IA

RN

KU

RA
AK

TJ

Key words: globalization, information technology, internet, business paradigms, social
transformation phenomenon.
Pendahuluan


WA



Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UNTAR—Jakarta

Artikel Jurnal Ekonomi

-1-

A

,C

LA

Dalam dekade terakhir ini globalisasi telah menjadi salah satu kecenderungan
utama dalam bisnis dan perekonomian dunia. Berkenaan dengan kurun waktu tersebut,
terestimasi 579 perusahaan—mulai dari skala satu milyar dollar hingga 100 milyar
dollar—telah beroperasi secara global dengan kontribusi 25% dari hasil produksi

seluruh dunia. Sebagaimana diketahui, pemerintah Amerika Serikat secara aktif (dan
gencar) mengumandangkan pembebasan dan/atau pengurangan tarif kendati sejumlah
serikat pekerja beserta sejumlah anggota kongres menentang kampanye tersebut.
Demikian pula dengan Jepang—meskipun mengalami surplus perdagangan yang
bertahan secara kronikal—telah lama membidik dan "mencuri" atensi di negara-negara
lain di seluruh dunia, khususnya yang memiliki kendala perdagangan lebih kecil.
Warner (1994) bahkan pernah memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-2-

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

OP

akan berkembang dari US$26 trilyun pada tahun 1994 menjadi US$48 trilyun pada
tahun 2010, sementara aktivitas perdagangan dunia akan tumbuh lebih pesat lagi yakni

dari US$ 4 trilyun pada tahun 1994 menjadi US$ 16 trilyun pada tahun 2010.
European Economic Community (EEC)—yang beranggotakan 15 negara yakni:
Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia,
Luxembourg, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris—telah mengeliminasi
hampir semua pembatasan (barries) perniagaan dan telah mengadopsi suatu mata uang
yang diterima umum yakni Euro. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan
Mexico telah berafiliasi dan mencanangkan pakto perdagangan bebas NAFTA yang
mana akan menghapus semua tarif secara bertahap selama kurun waktu 15 tahun.
Berkembang pula pasar bebas yang disebut Mercosur, dengan anggota Argentina,
Brasilia, Uruguay, Paraguay, Bolivia, serta Venezuela. Konsensus yang tercipta di
kalangan ekonom ialah bahwa pasar bebas pada akhirnya akan memberikan manfaat
bagi semua anggota yang terkait. Adalah mustahil untuk menghentikan arus liberalisasi
perdagangan dan aktivitas ekonomi global, kendati krisis keuangan yang terjadi di
kawasan Asia dan Amerika Latin pada akhir dekade 90-an sedikit meredamnya (Lucas,
2000; Fishburn, 1996).
Demikian halnya dengan skenario perkembangan pasar bebas di kawasan Asia,
di mana Indonesia turut di dalamnya—misalnya melalui AFTA pada tahun 2003
dan/atau APEC untuk tahun 2020 kelak—telah menggiring seluruh elemen ekonomi di
republik ini untuk senantiasa sigap menghadapi perubahan dengan mempersiapkan
berbagai sumber daya dan kompetensi agar unggul bersaing bila tidak ingin terpuruk.

Salah satu sumber daya yang fenomenal karena peran dan dampaknya adalah teknologi
informasi. Globalisasi berdampak secara komplikatif terhadap berbagai tugas
pengelolaan teknologi informasi dalam bisnis.
Era informasi dewasa ini telah menjadi kemutlakan yang harus dihadapi dan
disikapi secara arif oleh setiap insan di belahan dunia manapun. Informasi itu sendiri
adalah ujud abstrak dari suatu produk sebagaimana barang dan/atau jasa lainnya.
Tenaga kerja dan modal yang menjadi sumberdaya terpenting dalam era industri telah
tergantikan dengan pengetahuan/knowledge yang menjadi salah satu aset terpenting
guna mengelola bisnis. Revolusi informasi dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah
menghadirkan abad jejaring/network yang berdampak pada aspek ekonomi makro,
strategi bisnis global, maupun politik dari setiap negara terkait. Walau demikian, hal
yang lebih hakiki ialah imbas revolusi teknologi informasi berupa transformasi sosial
yang meresap di segenap aspek sosial budaya masyarakat (Pattiradjawane, 2001) .
Makalah ini secara khusus akan mengkaji isu dan/atau fenomena yang muncul
sebagai implikasi revolusi teknologi informasi khususnya dampak globalisasi terhadap
operasi bisnis; paradigma dan strategi bisnis berbasis teknologi informasi; serta
fenomena transformasi sosial.

ER


TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

Globalisasi menjejalkan kondisi ketidakpastian maupun kompleksitas yang
makin besar terhadap pengoperasian bisnis. Guna menangani tantangan tersebut
organisasi bisnis amat membutuhkan pemrosesan informasi dan komunikasi yang lebih
cepat. Kebutuhan tersebut akan tergantung pada teknologi informasi. Sistem informasi

A


,C

LA

WA

RA
AK

TJ

Pembahasan
Dampak globalisasi terhadap operasi bisnis

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-3-

Artikel Jurnal Ekonomi


PR

OP

yang menghadirkan laporan yang bersifat historis—untuk tujuan pelaporan dan
pengendalian—semata mencerminkan pemanfaatan teknologi informasi secara
tradisional.
Bisnis global membutuhkan berbagai informasi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasikan berbagai operasi yang lokasinya terpencar. Dalam hal ini,
koordinasi menjadi masalah utama bagi bisnis global di samping hal-hal lain yang
menjadi dampak dari globalisasi. Ives dan Jarvenpaa (1992) merinci sejumlah dampak
globalisasi terhadap operasi bisnis yaitu:
1. Rationalized manufacturing. Perusahaan melaksanakan kegiatan manufaktur di
berbagai lokasi dengan suatu keunggulan komparatif untuk setiap kegiatan
pemanufakturan terkait.
2. Worldwide Purchasing. Aktivitas pembelian dapat dilaksanakan di seluruh dunia,
dan memberikan peluang untuk memilih pemasok-pemasok yang tentu akan sangat
beragam.
3. Integrated customer services. Operasi bisnis global dituntut untuk memberikan

layanan prima dengan derajat yang serupa untuk para pelanggan multinasional di
berbagai lokasi yang berbeda.
4. Global economies of scale. Skala ukuran bisnis—bila dikelola dengan tepat—akan
menjadi ekonomis dalam berbagai aktivitas pembelian, manufaktur, maupun
distribusi.
5. Global product. Komoditi tidak lagi menjadi merek domestik semata, namun akan
menjadi menjangkau pasar global.
6. Worldwide roll-out of products and services. Perusahaan dapat menguji produk
dan/atau layanannya di suatu pasar tertentu —dan bersifat lokal—sebelum akhirnya
melepas di pasar seluruh dunia.
7. Subsidizing markets. Dimungkinkan untuk mensubsidi keuntungan yang diperoleh
di suatu negara kepada operasi bisnis di negara lain.
8. Managing risk across currencies. Operasi bisnis global dengan menggunakan teknik
valas mengambang (floating exchange rates) akan mengurangi risiko yang mungkin
terjadi.
9. The growing irrelevance of national borders. Teknologi telah berhasil
mengintegrasikan berbagai budaya yang berbeda. Manakala e-commerce makin
berperan dalam operasi bisnis, maka relatif sulit bagi pemerintah suatu negara untuk
mengendalikan berbagai transaksi yang terjadi melalui e-commerce.
Teknologi informasi menyediakan sejumlah pendekatan untuk menunjang dan

meningkatkan komunikasi dan koordinasi, misalnya e-mail dan faksimili. Kehadiran
aplikasi groupware dan internet teramat penting bagi bisnis global, karena
memampukan para pelakunya—yang berbeda lokasi—untuk menciptakan suatu
lingkungan elektronik guna kepentingan bersama. Kendati demikian, di beberapa negara
berkembang—termasuk Indonesia—kapabilitas infrastruktur komunikasi relatif tidak
mendukung dan/atau memadai bagi jejaring/network swasta. Hal tersebut terjadi karena
pengelolaan dan pengaturan komunikasi—yakni pos, telegraf, dan telepon—dipegang
secara monopoli oleh pemerintah, yang tentu saja membatasi ruang gerak penyaluran
data dan/atau informasi secara elektronik. Dirjen postel (Indonesia)—sebagai
contohnya—membatasi penyelenggaraan aplikasi VoIP(Voice over Internet Protocol)
versi single stage hanya kepada lima perusahaan saja. Sementara untuk VoIP versi

ER

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-4-

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

OP

double stage, pemerintah memberi izin penyelenggaraan kepada sekitar 100 perusahaan
(Bisnis Indonesia, 2002: 17).
Terlepas dari kepentingan politik pemerintah, model monopoli infrastruktur
komunikasi oleh pemerintah cenderung merugikan operasi bisnis global berbasis
teknologi informasi. Sejumlah peraturan yang dirilis oleh pemerintah dalam suatu
negara berikut ini, diyakini menghambat perkembangan sistem informasi global
(Steinbart dan Nath, 1992): (1)persyaratan untuk mengimpor peralatan tertentu—bagi
operasi bisnis di suatu negara—yang mungkin tidak kompatibel dengan peralatan yang
digunakan oleh perusahaan global (di lain negara), (2) persyaratan untuk melaksanakan
pemrosesan tertentu di negara asal terlebih dahulu sebelum data atau informasi tersebut
dikirim secara elektronik ke negara lain, (3) pembatasan penggunaan satelit bagai
penyelenggaraan jejaring/network swasta, (4) akses terbatas terhadap flat-rate leased
lines ataupun persyaratan bahwa seluruh transmisi data dilakukan pada variable cost
lines saja, (4) pembatasan akses internet dan upaya-upaya sensor situs web tertentu.
Dengan menyimak sejumlah dampak globalisasi dan keragaman persoalan yang
semakin kompleks bagi bisnis global berbasis teknologi informasi menggiring para
pelaku bisnis untuk melakukan berbagai penyesuaian terhadap paradigma bisnis untuk
dapat tetap survive. Organisasi bisnis yang akan dan/atau telah memasuki
jejaring/network global niscaya akan terpuruk dalam jurang kehancuran bila tidak
tanggap terhadap perubahan yang terjadi; dan sigap melaksanakan manajemen
perubahan secara berkelanjutan.

ER

TY

OF

IA

RN

KU

Paradigma bisnis berbasis teknologi informasi

WA

N

Konsep manajemen modern senantiasa bergeser dan bereposisi di tengah arus
liberalisasi perdagangan dan akitivitas ekonomi global. Beberapa isu yang relevan
dengan paradigma bisnis meliputi: BPR/Business Process Reengineering; Business
quality improvement (BQI); serta Knowledge Management Systems (KMS). Masingmasing isu memiliki karakteristik tersendiri (dan akan dibahas secara berurutan).
Dewasa ini, organisasi bisnis telah mengenal istilah BPR/Business Process
Reengineering—sering hanya disebut perekayasaan/reengineering—yang menjadi salah
satu pendekatan paradigma bisnis penting demi keunggulan bersaing. Pendekatan BPR
lebih dari sekedar pengotomatisasian proses bisnis yang semata menghasilkan
perbaikan-perbaikan sederhana guna pengefisienan proses bisnis.
BPR pada hakikatnya merupakan suatu proses pemikiran fundamental dan
perancangan kembali secara radikal terhadap berbagai proses bisnis guna mendapatkan
perbaikan-perbaikan dramatis dalam hal biaya; kualitas; kecepatan; serta layanan. BPR
mengkombinasikan strategi promosi inovasi bisnis dengan strategi perbaikan proses
bisnis. Oleh karenanya, perusahaan mampu menjadi lebih kuat dan sukses dibandingkan
dengan para pesaing dalam industrinya. Namun demikian, kendati banyak perusahaan
melaporkan berbagai keuntungan yang bersifat impresif, banyak pula yang gagal
mencapai perbaikan yang diinginkan melalui proyek-proyek reengineering (Frye, 1994;
O'brien, 2002).
Berbeda dengan BPR, Business quality improvement (BQI) merupakan suatu
pendekatan yang "kurang" dramatis guna memampukan keberhasilan bisnis. Satu
pendekatan yang telah lama dikenal—dalam kategori BQI—adalah apa yang disebut
dengan Total Quality Management (TQM). TQM menekankan pada perbaikan kualitas

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-5-

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

OP

yang berfokus pada kebutuhan maupun harapan pelanggan terhadap produk dan/atau
jasa perusahaan. Hal ini, menurut Davenport,etal (1993), dapat berupa fitur dan atribut
seperti kinerja, reliabilitas, durabilitas, keresponsifan, dan sebagainya (lihat Tampilan 1
yang menelaahkan perbandingan antara kedua pendekatan tersebut).
TQM menggunakan beragam piranti dan metoda untuk menyediakan: (1)
berbagai produk dan/atau jasa yang berkualitas serta menarik, (2) perputaran yang lebih
cepat dari proses produksi menuju distribusi, (3) fleksibilitas yang lebih besar dalam
menyesuaikan kebiasaan belanja maupun preferensi dari pelanggan, (4) biaya yang
lebih rendah melalui pengurangan rework serta peniadaan operasi yang tak bernilai
tambah.

ER

TY

B u s in e s s R e e n g in e e r in g a n d Q u a lity M a n a g e m e n t
B
B uu ss iinn ee ss ss Q
Q uu aa lliittyy
IIm
m pp rr oo vv ee m
m ee nn tt

OF

D
D ee ff iinn iitt iioo nn
TT aa rr gg ee tt

R
R aa dd iicc aa llllyy R
R ee dd ee ss iigg nn iinn gg
B
B uu ss iinn ee ss ss SS yy ss ttee m
m ss

A
A nn yy PP rr oo cc ee ss ss

SS ttrr aa ttee gg iicc B
B uu ss iinn ee ss ss
PP rr oo cc ee ss ss ee ss

W
W hh aa tt C
C hh aa nn gg ee ss ??

11 00 --FF oo lldd IIm
m pp rr oo vv ee m
m ee nn ttss

LL oo w
w

H
H iigg hh

SS aa m
m ee JJ oo bb ss -- M
M oo rr ee EE ffffiicc iiee nn tt

B
B iigg JJ oo bb C
C uu ttss ;; N
N ee w
w JJ oo bb ss ;;
M
M aa jjoo rr JJ oo bb R
R ee dd ee ss iigg nn

IA

P
P rr iim
m aa rr yy
E
E nn aa bb llee rr ss

11 00 %
% --55 00 %
% IIm
m pp rr oo vv ee m
m ee nn ttss

RN

R
R iiss kk

IInn cc rr ee m
m ee nn ttaa llllyy IIm
m pp rr oo vv iinn gg
EE xx iiss ttiinn gg PP rr oo cc ee ss ss ee ss

KU

P
P oo tt ee nn ttiiaa ll
P
P aa yy bb aa cc kk

B
B uu ss iinn ee ss ss
R
R ee ee nn gg iinn ee ee rr iinn gg

IITT aa nn dd W
W oo rr kk SS iim
m pp lliiffiicc aa ttiioo nn

IITT aa nn dd O
O rr gg aa nn iizz aa ttiioo nn aa ll
R
R ee dd ee ss iigg nn

WA

Tampilan 1. Perbandingan Business Quality Improvement dengan Business Reengineering
Sumber: O'Brien (2002:60)

N

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

Knowledge Management Systems (KMS) merupakan sistem yang dipakai guna
mengelola pembelajaran organisasi/organizational learning serta pengetahuan
bisnis/business know-how. Knowledge management telah menjadi salah satu ujud
penggunaan teknologi informasi secara stratejik. Adapun tujuan dari sistem knowledge
management yakni membantu para knowledge workers untuk senantiasa menciptakan,
mengorganisasikan, serta menyediakan pengetahuan bisnis yang penting, kapan pun dan
dimanapun dibutuhkan (Sawy & Bowles, 1997). Sistem knowledge management
divisualisasikan dalam Tampilan 2.
Pengetahuan bisnis yang dimaksudkan meliputi baik yang bersifat eksplisit—
misalkan: referensi pekerjaan, formula, maupun proses—ataupun yang bersifat implisit,
misalkan pengetahuan tentang praktek-praktek yang sering dilakukan. Teknologi
internet dan intranet, beserta berbagai aplikasi lain seperti: groupware, penambangan
data/data mining, maupun kelompok diskusi online diterapkan dalam KMS untuk
mengumpulkan, menyunting, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi dalam tubuh
organisasi bisnis.
KMS terkadang disebut sistem pembelajaran adaptif/adaptive learning, sebab
KMS menciptakan siklus pembelajaran organisasi yang disebut adaptive learning loops,
yang memungkinkan perusahaan secara berkelanjutan membangun dan
mengintegrasikan pengetahuan ke dalam proses bisnis, produk dan/atau jasa. Dengan
demikian, KMS membantu organisasi untuk menjadi lebih inovatif dan tanggap untuk
menyediakan produk dan/atau jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-6-

Artikel Jurnal Ekonomi

K n o w le d g e M a n a g e m e n t S y s te m s
S o lu tio n
K n o w le d g e

T e c h n ic a l
S u p p o rt
S ta ff

PR

C u s to m e rs
D e v e lo p m e n t
E n g in e e r s

OP

In tr a n e t

The
Internet

ER

P ro d u c t
M a n a g e rs

O th e r
V e n d o rs

TY

OF

Tampilan 2. Sistem Knowledge Management
Sumber: Sawy & Bowles (1997:467)

N

WA

IA

RN

KU

Model rantai nilai/value chain ala Michael Porter dapat diadaptasi untuk
memposisikan secara stratejik terhadap berbagai aplikasi perusahaan berbasis internet
guna memperoleh keunggulan kompetitif. Model rantai nilai yang diimplementasikan
terhadap teknologi internet memberikan sejumlah kerangka panduan agar koneksi
antara internet suatu perusahaan dengan lingkungannya/business environment dapat
memberikan manfat dan peluang bisnis guna keunggulan kompetitif. Pencetus model
tersebut menganjurkan agar newsgroup dan chat rooms dipakai untuk menunjang riset
pasar, pengembangan produk, serta penjualan secara langsung (Cronin, 1995).
Dalam implementasi riil, misalkan koneksi internet perusahaan dengan
pemasoknya digunakan untuk menunjang pengapalan/shipping maupun penjadualan
secara online. Disamping itu, berbagai katalog multimedia dapat pula dipakai guna
mendukung transaksi E-Commerce. Seluruh model tersebut mengindikasikan
bagaimana teknologi internet diterapkan guna membantu perusahaan memperoleh
keunggulan kompetitif dalam relung pasar/marketplace. Salah satu bentuk implementasi
model rantai nilai divisualisasikan dalam Tampilan 3 berikut.

RA
AK

TJ

T h e In te r n e t V a lu e C h a in

C re a te N e w
B u s in e s s
O p p o r t u n itie s

Tampilan 3. Implementasi konsep rantai nilai dalam teknologi internet
Sumber: Cronin (1995:61)

•A c c e s s to
c u s to m e r
•c o m m e n ts
o n lin e
• Im m e d ia t e
re s p o n s e to
c u s to m e r
p r o b le m s

M a in t a in V a lu a b le
C u s to m e r s a n d
R e la t io n s h ip s

A

Enhance
E ffic ie n c y

•L o w c o s t
d is tr ib u t io n
•R e a c h e s n e w
c u s to m e rs
• M u ltip lie s
c o n ta c t p o in ts

S u p p o rt a n d
C u s to m e r
Feedback

,C

O p p o rt u n it y
fo r
A d va n ta ge

D a ta fo r
m a rk e t
re s e a rc h ,
e s ta b lis h e s
consum er
re s p o n s e s

S a le s a n d
D is tr ib u t io n

LA

B e n e fit s
to
C o m pa ny

M a r k e tin g a n d
P ro d u c t
R e s e a rc h

WA

In te rn e t
C a p a b ilit y

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-7-

Artikel Jurnal Ekonomi

Strategi pengelolaan teknologi informasi dalam lingkungan global

PR

OP

Teknologi informasi maupun aplikasi terkait seyogyanya mendapatkan perhatian
lebih oleh perusahaan bisnis yang memanfaatkannya. Dalam kerangka penyempurnaan
berkelanjutan, pengelolaan teknologi informasi serta aplikasinya diperuntukan bagi
target stratejik. Strategi bisnis dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam
lingkungan
global—menurut
Roche
(1992)—meliputi:
concentrate
on
interorganizational lingkages; establish global systems development skills; build an
infrastructure; take advantage of liberalized telecommunications; strive for uniform
data; develop guidelnes for shared versus local systems.
Concentrate on interorganizational lingkages bermakna sebagai strategi untuk
menciptakan keterkaitan dengan pelanggan dan pemasok internasional secara efektif.
Demikian sulit penerapan strategi ini dikarenakan perbedaan kapabilitas telekomunikasi
di sejumlah negara. Internet menjadi sebuah solusi percepatan koneksi yang diinginkan.
Establish global systems development skills dapat diinterpretasikan bahwa kesenjangan
dalam segi ketrampilan penguasaan teknologi informasi perlu dieliminir dengan upaya
berkelanjutan untuk meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia di bidang teknologi
informasi. Tidak semua negara memiliki program pendidikan yang mengarah pada
analis sistem dan/atau pemrogram sistem. Dalam hal ini sarana groupware dapat
digunakan untuk membangun suatu team yang unggul dalam ketrampilan pengembangan sistem.
Build an infrastructure bermakna bahwa infrastruktur komunikasi sangat perlu
diperhatikan demi keefektifan penyelenggaraan jejaring komunikasi global. Patut
disadari bahwa infrastruktur merupakan bagian dari teknologi yang tidak memberikan
manfaat segera. Oleh karenanya sering terdapat pertentangan antara kriteria kelayakan
ekonomi dengan teknologi. Strive for uniform data mengandung pengertian bahwa
untuk meraih manfaat dalam skala ekonomi atas distribusi dan alokasi data, maka
perusahaan seyogyanya memiliki berbagai terminologi dan definisi yang bersifat umum
dan global.
Take advantage of liberalized telecommunications memuat pengertian bahwa
dengan liberalisasi infrastruktur telekomunikasi, model monopoli telkom oleh
pemerintah sudah saatnya diakhiri demi efisiensi serta peningkatan kapabilitas
jejaring/network secara internasional. Perancis—sebagai salah satu contoh—telah
merubah badan usaha France Telecom dari monopoli pemerintah menjadi organisasi
quasi-public. France Telecom juga telah menggantikan semua sistem telepon yang telah
usang dan menggantikannya dengan jejaring komunikasi massa yang dikenal dengan
"Minitel System" sejak dua dekade lalu.
Develop guidelnes for shared versus local systems mengandung makna bahwa
semua perusahaan yang telah memasuki jejaring global menghadapi masalah dalam
penyebaran data dan informasi. Masing-masing sistem memiliki keunggulan, oleh
karenanya manajemen perlu jeli mengidentifikasi permasalahan dan mengembangkan
suatu panduan umum dalam memilih alternatif sistem yang lebih efektif dalam
penyaluran data dan/atau informasi.
Strategi pengelolaan teknologi informasi dalam lingkungan global berimbas
lanjut terhadap aplikasi teknologi informasi. Aplikasi teknologi informasi teramat
fenomenal adalah teknologi internet. Keberadaan internet saat ini secara dramatis
merubah pola bisnis dan perekonomian suatu negara. Dalam konteks mikro, demi

ER

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-8-

Artikel Jurnal Ekonomi

OP

Strategic Positioning of Internet Technologies
High

ER

Globa l M a rk e t
Pe ne t ra t ion

Produc t a nd Se rvic e s
T ra nsform a t ion

E-Commerce Website
Value-added IT Services

Cost a nd
Effic ie nc y
I m prove m e nt s

KU

E-Mail, Chat Systems

Solution

Intranets and Extranets

E-Business Processes Connectivity

RN

Low

E-Business; Extensive
Intranets and Extranets

Strategy

Pe rform a nc e
I m prove m e nt s in
Busine ss
Effe c t ive ne ss

OF

External Drivers

TY

Customer Competition Connectivity

PR

pengaplikasian secara stratejik, maka organisasi bisnis pengguna teknologi internet
seyogyanya memperhatikan sejumlah hal yang dapat mengoptimalkan pemanfaatannya.
Cronin (1996) menjabarkan matriks posisi stratejik atas aplikasi teknologi internet yang
mampu mengoptimalkan dampak stratejiknya bagi oragnisasi bisnis (divisualisasikan
dalam Tampilan 4).

Internal Drivers

High

IA

Tampilan 4. Matriks posisi stratejik teknologi internet
Sumber: Cronin (1996:20)

WA

N

Berdasarkan Tampilan 4, tampak bahwa matriks tersebut membagi dua
kelompok besar driver yakni: (a)internal drivers yaitu jumlah konektivitas, kolaborasi,
serta penggunaan teknologi informasi oleh pemakai, (b)external drivers yaitu jumlah
konektivitas kolaborasi, maupun penggunaan teknologi informasi oleh pelanggan;
pemasok; rekanan bisnis, bahkan pesaing. Kedua jenis driver ini memilah matriks
menjadi empat posisi/kuadran.
Adapun empat kuadran yang dimaksudkan meliputi: pertama, kuadran dengan
penekanan pada cost and efficiency improvements. Pada kuadran ini, terdapat derajat
yang rendah dalam konektivitas, kolaborasi, dan penggunaan teknologi antara
perusahaan, pelanggan, pemasok, dan pesaing. Dalam hal ini, perusahaan seyogyanya
berfokus pada perbaikan efisiensi dan penurunan biaya dengan menggunakan teknologi
internet—misalnya e-mail dan chating system—guna memampukan komunikasi antara
perusahaan dengan pelanggan maupun pemasok. Kedua, kuadran yang memberi
penekanan pada performance improvement in business effectiveness. Di kuadran ini,
terdapat derajat yang tinggi dalam konektivitas internal namun konektivitas eksternal
oleh pelanggan dan pesaing masih berlangsung rendah. Oleh karenanya, perusahaan
seyogyanya berfokus pada penggunaan teknologi internet—contohnya intranet dan
extranet—guna melakukan perbaikan besar dalam efektivitas bisnis.
Kuadran ketiga dengan penekanan pada global market penetration. Pada
kuadran ini, terdapat suatu derajat yang tinggi dari konektivitas oleh pelanggan dan
pesaing, sementara konektivitas internalnya rendah. Oleh karenanya, perusahaan
seyogyanya berfokus pada pengembangan aplikasi berbasis internet—misal, ecommerce—guna
mengoptimalkan berbagai interaksi dengan pelanggan dan

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

-9-

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

membangun segmen pasar. Adapun kuadran keempat menekankan pada product and
service transformation. Pada kuadran ini, baik perusahaan, pelanggan, pemasok,
maupun pesaing telah terjaring/networked secara luas. Oleh karena itu, teknologi
internet dan extranet seyogyanya dipakai secara ekstensif untuk mengembangkan dan
menyebarluaskan produk dan/atau jasa secara stratejik dalam relung pasar/marketplace
(Cronin, 1996).

OP

Fenomena transformasi sosial

ER

Sebagaimana diketahui, apa pun yang berdampak secara pervasif bagi masyarakat
madani akan menggulirkan berbagai isu penting, tak terkecuali dengan teknologi
informasi. Dalam artikel ini, isu yang hadirkan berkenaan dengan fenomena
transformasi sosial. Fenomena transformasi sosial sebagai implikasi dari revolusi
teknologi informasi menyangkut sektor pendidikan; kesenjangan teknologi; lapangan
kerja; privasi; security; serta model bisnis dotcom, yang masing-masing akan dibahas
secara berurutan.
Pendidikan. Revolusi teknologi informasi menyebabkan penggunaan temuan teknologi
dan telekomunikasi dalam bentuk komputer maupun konektivitas ke jejaring internet.
Teknologi informasi menjadi media yang sangat kuat untuk memberikan bekal kepada
sivitas akademika edukatif akan berbagai keahlian yang dibutuhkan guna menyongsong
dan menggeluti ekonomi baru (Pattiradjawane, 2001). Keahlian dibidang teknologi
informasi dan aplikasi internet saat ini banyak dicari orang. Sebagian besar ilmu internet
memang dapat dipelajari sendiri via internet dalam mailing list, bahkan sejumlah media
cetak—di Indonesia, contohnya: Chip; Infokomputer; Neotek; PCPlus—turut berperan
dalam menyebarkan ilmu internet dan teknologi informasi (Purbo, 2001).
Di negara-negara maju, teknologi online telah merasuk dalam aktivitas belajar
mengajar pada level dasar, menengah hingga tinggi. Beberapa penerbit buku-buku teks
ternama—antara lain: McGraw-Hill; Prentice Hall; John Wiley; ThomsonSWCollege—telah membangun situs web yang memberikan keleluasaan kepada siswa
dan instruktur (guru dan/atau dosen) untuk berinteraksi melalui sejumlah modul-modul
elektronik. Dengan situs tersebut, guru dan/atau dosen dapat memberikan materi
belajar—tutorial elektronik; bacaan elektronik; diskusi online; studi kasus; dan latihan
soal—kepada siswa dan/atau mahasiswa dengan berbantuan media elektronik dan
infrastruktur jejaring yang mendukungnya.
Sementara itu, di Indonesia saat ini telah berkembang model SMK plus TI (smkti@yahoogroups.com) yang dimotori oleh Dikmenjur (direktorat menengah kejuruan)
yang membuktikan keberhasilannya mengintegrasikan sekitar 400 SMK di Indonesia.
Pendidikan jarak jauh pun menjadi mungkin. Kini telah terdapat sekitar 20
perpustaakaan digital yang dikembangkan oleh Indonesia Digital Library Network
(http://idln.ac.id) serta Indonesia Cyberlibrary Network (alamat e-mail pada
i_c_s@yahoogroups.com) (Purbo,2001).
Peran menantang di bidang teknologi informasi memacu dunia pendidikan (baik
formal maupun informal) untuk menghasilkan individu yang dapat memegang posisi
yang dimaksudkan, mulai dari knowledge-worker; interface personnel; hingga
information system profesional. Penjabaran singkat untuk setiap tingkat sebagai berikut
(Lucas, 2000):

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

- 10 -

Artikel Jurnal Ekonomi

PR
OP

ER

1. Tingkat knowledge-worker mungkin menjadi posisi yang paling banyak,
karena sebagian besar individu pengguna teknologi dalam perusahaan
bukanlah bertanggungjawab dalam bidang sistem informasi. Para pekerja yang
dimaksud perlu untuk memiliki kemampuan menggunakan komputer sebagai
bagian dalam pekerjaannya.
2. Tingkat interface personnel, para pelakunya telah memiliki pengetahuan
fungsional tentang bagaimana komputer dan piranti lunaknya bekerja namun
tidak memiliki kemampuan teknis secara rinci.
3. Tingkat information system professional, para pelakunya berkerja dengan
memepergunakan teknologi informasi dengan pemahaman yang mendalam
akan teknologi informasi dan aplikasinya. Beberapa dari mereka dalam
kelompok ini, bahkan mampu mengembangkan paket piranti keras dan lunak
yang dapat digunakan untuk menunjang operasi dan solusi masalah bisnis.
Mereka yang tergolong dalam level ini mencakup: programmer, Web
programmer, system designer, system analyst, database administrator.

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

Kesenjangan teknologi. Kesenjangan yang menonjol antara "si kaya" dengan "si
miskin" tampaknya menjadi perhatian serius berkenaan dengan keberadaan komputer
dan teknologi komunikasi, baik dalam persepsi individu sampai pada jenjang suatu
bangsa. Adalah hal yang mungkin bila terdapat suatu segmen dalam populasi
masyarakat yang secara signifikan tidak memiliki kemampuan untuk berkiprah banyak
dalam perekonomian yang demikian tergantung pada teknologi informasi.
Di Amerika Serikat sendiri, tidak banyak rumah tangga yang memiliki PC dan
terkoneksi dengan internet. Oleh karena itu, dapat dimaklumi bila sebagian besar dari
rumah tangga yang memiliki PC dan terakses internet memiliki keunggulan dalam
informasi dan hal-hal lain dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki hal itu.
Informasi tentang properti, sekolah, dengan mudah diakses via internet. Dan hal ini
akan menjadi salah satu panduan bagi perencanaan di masa depan. Hal yang sama
mungkin tidak dapat dinikmati oleh mereka dalam kategori "si miskin" tadi (Lucas,
2000). Sedangkan untuk kondisi di negara berkembang—seperti Indonesia—
kesenjangan teknologi tersebut bahkan lebih besar.
Kendati demikian untuk kasus Indonesia, secara bertahap telah muncul
komunitas di masyarakat yang peduli dengan kesenjangan teknologi ini. Kendati belum
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, namun patut dihargai upaya yang
dilakukan oleh asosiasi warnet di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang. Mereka
bahu-membahu membangun jaringan warnet broadband—melalui asosiasiwarnet@yahoogroups.com—menindaklanjuti sulit dan mahalnya penyewaan leasedline
broadband ISDN maupun DSL 1-2 Mbps milik Telkom (Purbo, 2001).

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

Lapangan kerja. Peningkatan jumlah pengangguran menjadi masalah serius berkenaan
dengan revolusi teknologi informasi. Dengan semakin cangihnya teknologi informasi
menuntut semakin trampilnya seorang pekerja. Sebagian besar penduduk di negara
berkembang "buta" terhadap komputer dan teknologi aplikasinya. Adalah tidak
mungkin bagi masyarakat dari lapisan ini untuk bersaing dalam bisnis berbasis
teknologi informasi. Di sisi lain, kemunculan aplikasi GDSS/Group Decision Support
System dan groupware sedikit-banyak mengancam posisi manajer level madya,
sebagaimana terjadi di Amerika Serikat pada awal tahun 90-an (Lucas, 2000).

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

- 11 -

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

OP

Privasi. Sebagian besar aplikasi internet, e-mail, chatting, dan newsgroup rentan
terhadap masalah privasi, karena belum adanya aturan yang tegas yang berlaku secara
internasional mengenai informasi yang bersifat personal dan/atau berlaku publik.
Informasi tentang pengguna internet akan diperoleh secara otomatis setiap kali yang
bersangkutan mengakses suatu situs Web ataupun newgroup, dan hal ini akan terekam
di cookie file dalam harddisk. Data yang ada pada cookie file inilah yang sering
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kerentanan masalah
privasi ini dapat diantisipasi dengan melakukan perlindungan melalui metode
encryption (pada e-mail); anonymous remailer (pada newsgroup).
Di Amerika Serikat terdapat aturan hukum yang disebut Electronic
Communication Privacy Act serta Computer Fraud and Abuse act yang melarang keras
penyabotan pesan-pesan komunikasi; pencurian dan pengrusakan data; akses tanpa izin
terhadap sistem komputer federal. Selain itu, terdapat aturan yang menuntut perolehan
persetujuan dari karyawan terlebih dahulu apabila pihak manajemen perusahaan berniat
memantau penggunaan internet dan/atau e-mail mereka (O'Brien, 2002).

ER

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

System security. Fenomena ini terkait erat dengan masalah privasi. Patut disadari bahwa
terdapat banyak sekali kemungkinan ancaman terhadap masalah keamanan dan
integritas sistem komputer khususnya bila memungkinkan akses terbuka bagi pihak
eksternal organisasi.
Ancaman yang umum datang dari para hacker dan/atau virus internet. Hacker
dengan kecanggihan peralatan dapat menembus pertahanan sistem komputer suatu
perusahaan dan mengacak-acak sistem dan/atau melepaskan virus komputer. Digital
cash semacam kartu kredit sangat rentan dengan masalah keamanan ini. Berbagai virus
terbaru yang mengancam aktivitas internet dan aplikasi teknologi informasi, antara lain:
virus melissa, virus chernobyl, virus W32 (O"brien, 2002). Oleh sebab itu, sensitivitas
keberadaan online database maupun aktivitas pembayaran dengan kartu kredit ditindak
lanjuti dengan upaya perlindungan yang antara lain berupa encryption, SSL (Secure
Electronic Layer), SET (Secure Electronic Transaction), dan firewall.

RA
AK

TJ

A

,C

LA

WA

Model bisnis dotcom. APEC sangat aktif menginternetisasi negara anggotanya. Ecommerce menjadi salah satu media yang paling gencar, terlebih dengan diselenggarakannya "APEC High Level Symposium on E-Commerce and Paperless Trading" di
Beijing pada tanggal 9-10 Februari 2001 yang lalu.
Dengan berkembangnya akses dan massa pengguna internet, memicu
kemunculan perusahaan dotcom. Kehancuran dotcom di awal tahun 2000 menjadi
pelajaran berharga bagi para dotcommer di dunia. Kendati demikian dengan model dan
fokus bisnis yang tepat, sejumlah dotcommer tetap mampu bertahan dan terus berkiprah.
Komunitas yang fokus memang menjadi karakter utama model bisnis ini.Pola hybrid
antara aktivitas perdagangan riil dengan dunia cyber menghasilkan sinergi dagang yang
memukau.
Pada kasus Indonesia, dengan model bisnis yang tepat sejumlah dotcommer
seperti: detik.com dan kompas.com sampai saat ini mampu bertahan. Media online
memang telah menjadi primadona model dotcommer tersebut, yang telah (terbukti)
sukses di banyak negara. Disamping itu, para dotcommer Indonesia yang sukses dengan
strategi fokus, antara lain terdapat: indoexchange.com;balionline.com;lipposhop.com;
dagang2000.com;indopage.com;searchindonesia.com;bluebookdirectory.com.

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

- 12 -

Artikel Jurnal Ekonomi

PR

Indoexchange.com berfokus pada masyarakat industri finansial/bursa. Informasi
keuangan, berita bisnis, indeks saham, dan portofolio menjadi transparan sehingga
menarik minat pemain bursa. Adapun balionlineindo.com berfokus pada para traveller.
LippoShop.com berfokus pada B2C(Business to Customer) dengan sasaran awal pada
captive market Lippo sendiri yang telah ada sebelumnya. Sementara itu, dagang
2000.com—yang bekerjasama dengan meetchina.com—berfokus pada fasilitasi
perdagangan B2B(Business to Business).

OP

Penutup

ER

Perkampungan global/global village memicu kondisi yang serba tak pasti dan
kompleks. Guna menangani hal tersebut organisasi membutuhkan komunikasi yang
lebih cepat serta pemrosesan informasi dengan berpijak pada kecanggihan teknologi.
Dunia telah memasuki suatu peradaban di mana informasi menjadi faktor kunci penentu
kesuksesan ekonomi. Era jejaring/network yang mampu mengkoneksikan orang
dan/atau organisasi secara elektronik bagai “pisau bermata dua” yang berdampak
positif—bagi pihak-pihak yang mampu memetik manfaat darinya—sekaligus juga
negatif.
Dunia bisnis semakin marak dengan kecanggihan teknologi informasi. Paradigma
bisnis "dipaksa bergeser" mengikuti perubahan radikal ini. Konsep manajemen modern
berkembang dan dunia bisnis menghadapi sejumlah pilihan untuk mengadopsi atau
mengadaptasikan sesuai kebutuhan. Business process Reenginering, business quality
improvement, knowledge management tidak hanya sekedar wacana, namun telah
menjadi piranti pokok untuk dapat bertahan dalam bisnis global berbasisi teknologi
informasi.
Revolusi teknologi informasi menggiring berlangsungnya perubahan dalam semua
tatanan kehidupan manusia. Sebagaimana diketahui, apa pun yang berdampak secara
pervasif bagi masyarakat madani akan menggulirkan berbagai isu penting, tak terkecuali
dengan teknologi informasi. Dalam hal ini, Isu yang dihadirkan menyangkut transformasi sosial pada askpek pendidikan, kesenjangan teknologi, lapangan kerja, privasi,
system security, serta model bisnis dotcom.
Kendati demikian, hal hakiki yang patut dipahami dan disadari adalah bahwa
teknologi informasi—sebagaimana juga teknologi lainnya—semata merupakan piranti
bantu manusia guna mencapai tujuan. Manusia dengan kekuatan otaknya yang akan
menentukan kesejahteraan bangsa ini. Pendidikan menjadi faktor kunci, dan bukannya
kekuasaan dan/atau kekuatan (power). Sinergi yang tercipta dari ketiganya mungkin
akan berdampak lebih baik.

TY

OF

N

WA

IA

RN

KU

A

,C

LA

WA

RA
AK

TJ

---------

JURNAL EKONOMI/FE-UNTAR/JANUARI/2003

- 13 -

Artikel Jurnal Ekonomi

Daftar Rujukan
Cronin, Mary. (1995). Doing more business on the internet, 2nd Edition, New York: Van
Nostrand Rinehold.
. (1996). The internet strategy handbook, Boston: Harvard Business School Press.

PR

Davenport, Thomas H., et al. (1993). Process inovation: Reenginering work through
information technology, Boston: Harvard Business Scholl Press.

OP

ER

El Sawy, Omar, dan Gene Bowles. (1997). Redesigning the customer support process for the
electronic economy: Insight from storage dimensions, MIS Quarterly, December, hal.467473.

TY

Fishburn, D. (1996). The world in 1997, London:The Economist Group.
Frye, Colleen. (1994). Imaging process catalyst for reengineering, Client/Server Computing,
November, hal. 32-38.

OF

Ives, B., dan S. Jarvenpaa. (1992). Global information tachnology: Some lessons from practice,
International Information Systems, 1, No. 3, July, hal. 1-15.

KU

Lucas, Henry C. (2000). Information technology for management, International Edition, 7th
Edition, Irwin/McGraw-Hill.

RN

O’brien, James A. (2002). Management information systems: Managing information technology
in the e-business enterprises,5th Edition, Singapore:Irwin/McGraw-Hill.

WA

IA

Pattiradjawane, Rene L. (2001). Revolusi informasi dan teknologi: Abad jaringan berdampak
transformasi masyarakat. Kompas, 6 Februari, hal. 25.
"Pemerintah buka 100 izin VoIP metode double stage," (2002). Bisnis Indonesia, 3 April, hal.
17.

N

TJ

Purbo, Onno W. (2001). Menang karena pandai, bukan karena berkuasa. Kompas, 6 Februari,
hal. 27.

RA
AK

Roche, E. (1992). Managing information technology in multinational corporation. NewYork:
Macmillan.
Steinbart, P., dan R. Nath. (1992). Problems and issues in the management of international data
communication networks: The experiences of american companies, MIS Quarterly, 16,
no. 1 (March), hal. 55-76.

A

,C

LA

WA

Warner, J. (1994). 21st Century capitalism: Snapshot of the next century, Business Week, 18
November, hal.194.