BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL - DOCRPIJM 1502076921BAB 8 RPI2JM

BAB VIII ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL RPI2JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan

  dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan social, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

8.1 Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam pengusunan RPI2JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan

  Lingkungan Hidup: ” instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

  2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

  Jangka Panjang Nasional: ” Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan

  Jangka Menengah Nasional Tahun 2010

  • – 2014: ” Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”. 4)

  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  e.

  Pemerintah Provinsi a.

  Menetapkan standar pelayanan minimal. 2)

  Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i.

  h.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  f.

  Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai AMDAL dan UKL-UPL.

  5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang

  d.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  c.

  Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  b.

  Menetapkan kebijakan nasional.

  Pemerintah Pusat a.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu: 1)

  Penyusunan Dokumen Lingkungan: Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen AMDAL, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan AMDAL atau UKL dan UPL.

  Menetapkan kebijakan tingkat provinsi. b.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai AMDAL dan UKL-UPL.

  d.

  Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f.

  Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3)

  Pemerintah Kabupaten/Kota a.

  Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b.

  Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c.

  Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai AMDAL dan UKL-UPL.

  d.

  Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e.

  Melaksanakan standar pelayanan minimal.

8.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  MenurutUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, meneluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsi pembangunan berkelanjutan dan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2JM antara lain karena: 1)

  RPI2JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. 2)

  KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2JM adalah karena KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehatia-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas/Kantor Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dn fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten/Kota. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

  Tahap selanjutnya setelah penapisan yakni jika tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan, maka Tim Satgas RPI2JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2JM. Namun jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan, maka Satgas RPI2JM didukung Dinas Lingkungan Hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS, dengan Tahapan: (1) Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah perbaikan KRP dan pengintegrasian hasil KLHS.

8.1.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

  Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Amdal dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

  a) Proyek wajib AMDAL

  b) Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

  Jenis kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.

c) Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH.

  Jenis kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).

8.2 Aspek Sosial

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca embangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait sesuai dengan isu- isu yang sedang menjadi prioritas pembangunan, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemusian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakan keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut bahwa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial masyarakat sekitarnya.

  Kemiskinan

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga diketahui dan direncanakan kebutuhan penanganannya.

  Pengarusutamaan Gender

  Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat Bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga ermasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa datang di daerah.