BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS KORBAN KECELAKAAN AIR ASIA QZ8501 UNTUK MENDAPATKAN GANTI KERUGIAN 3.1 Perjanjian Asuransi dalam Perjanjian Pengangkutan Udara - TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA TERHADAP JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NO

BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS KORBAN KECELAKAAN AIR ASIA QZ8501 UNTUK MENDAPATKAN GANTI KERUGIAN

3.1 Perjanjian Asuransi dalam Perjanjian Pengangkutan Udara

  Definisi asuransi diungkapkan oleh Muhammad Muslehuddin adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut

  30

  akan disebarkan ke seluruh kelompok. Dari definisi asuransi sebagaimana tersebut di atas terkandung makna bahwa asuransi adalah suatu peralihan risiko berupa kerugian yang mungkin menimpa akibat suatu peristiwa yang sebelumnya tidak diduga terjadi. Dalam KUHD mendefinisikan asuransi terdapat dalam Pasal 246 KUHD, yang menentukan sebagai berikut:

  Pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal-balik) dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya, suatu peristiwa tak tentu.

  Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU No. 40 Tahun 2014), mengartikan asuransi sebagai berikut:

  Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk : 30 Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, Lentera Basritama, Jakarta, 2009, hal. 3. a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

  b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

  Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2014 jo

  Pasal 246 KUHD, bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, namun kedua peraturan perundang-undangan tersebut tidak mengatur lebih lanjut tentang definisi perjanjian. Oleh karena itu sebagaimana Pasal 1 KUHD, yang menentukan bahwa ”Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang- undang ini”. Hal ini berarti bahwa perjanjian yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Buku III BW tentang Perikatan.

  Asuransi sebagai suatu perjanjian, maka agar mengikat pihak-pihak harus dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian. Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 BW, namun dalam perjanjian asuransi selain syarat umum sebagaimana Pasal 1320 BW juga ada syarat khusus, sehingga syarat- syarat sahnya asuransi adalah sebagai berikut :

  31

  1. Adanya persetujuan kehendak. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada kesesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Perihal sepakat dalam perjanjian, tunduk pada asas konsensual, maksudnya sepakat kedua belah pihak telah melahirkan perjanjian. 31 Abdulkadir Muhammad 2, Hukum Asuransi Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011

  hal. 49-54

  2. Wewenang melakukan perbuatan hukum. Cakap untuk membuat suatu perikatan. Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus telah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Sebagaimana Pasal 1329 BW, bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Menurut Pasal 1330 BW, bahwa yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah; anak yang belum dewasa; orang yang ditaruh di bawah pengampuan.

  3. Ada benda yang di pertanggungkan. Suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah adanya barang yang dijadikan obyek perjanjian.

  Menurut Pasal 1333 BW, barang yang menjadi obyek suatu perjanjian harus tertentu, setidak-tidaknya harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja dikemudian hari dapat ditentukan atau diperhitungkan.

  4. Ada kausa yang diperbolehkan. Suatu sebab yang diperkenankan. Suatu sebab yang diperkenankan maksudnya bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Hal ini berarti bahwa dalam perjanjian yang dibuat mungkin terjadi yaitu perjanjian tanpa sebab, perjanjian dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, dan perjanjian dengan suatu sebab yang diperkenankan.

  5. Kewajiban pemberitahuan. Kewajiban pemberitahuan, sebagai syarat khusus dalam perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 251 KUHD, yang menentukan: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak ditutup atau tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

  Kewajiban pemberitahuan pada Pasal 251 KUHD jo Pasal 31 UU No. 40 Tahun 2014 baik tertanggung maupun penanggung mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, tidak palsu atau tidak menyesatkan. Polis dalam perjanjian asuransi adalah ”dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan perusahaan asuransi. ia dapat berupa secarik kertas kecil,

  32

  suatu perjanjian singkat tidak rumit Polis berupa dokumen yang memuat ”. kontrak yang berarti bahwa dalam polis terdapat suatu klausula-klausula yang 32 Muhammad Muslehuddin, Op. Cit., hal. 110. berhubungan dengan hak dan kewajiban serta risiko yang dijamin maupun risiko yang tidak dijamin dan penyelesaian sengketa jika terjadi. Mengenai keberadaan

  33

  polis dalam asuransi, Purwosutjipto mengemukakan sebagai berikut: Perjanjian pertanggungan itu bersifat konsensual, tetapi Pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis.jadi polis merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan, tetapi bukan merupakan unsur dari perjanjian pertanggungan. Dengan tidak adanya polis perjanjian pertanggungan tidak menjadi batal, kecuali beberapa jenis pertanggungan misalnya: Pasal 272, 280, 603, 606 dan 615 KUHD.

  Jadi selama tidak dikecualikan oleh Pasal 272, 280, 603, 606 dan 615 KUHD, maka perjanjian asuransi meskipun belum ada polisnya adalah mengikat kedua belah pihak. Polis itu hanya merupakan bukti tertulis, tanpa adanya polis-pun selama tertanggung dapat membuktikan bahwa telah terikat dalam suatu perjanjian asuransi, misalnya bukti pembayaran premi asuransi, maka asuransi tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

  Dengan demikian fungsi polis adalah sebagai bukti telah terjadi suatu perjanjian asuransi. Hal ini sesuai pula dengan Pasal 257 KUHD yang menentukan sebagai berikut:

  Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung berjalan. Pengadaan perjanjian itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani polis itu dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. Sebagai suatu perjanjian, maka tidak bedanya dengan perjanjian pada umumnya yaitu terjadi pada saat kedua belah pihak mencapai kata sepakat, bahkan dalam

33 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum Pertanggungan), Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 62.

  asuransi, bahwa asuransi telah terjadi dan mengikat pada saat ditutup, meskipun polis belum ditandatangani dan diserahkan oleh penanggung kepada tertanggung.

  Memperhatikan definisi asuransi yang terdapat pada uraian Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2014 sebagaimana diatas dapat

  34

  dijelaskan bahwa terkandung empat unsur yang terlibat dalam asuransi, yaitu : 1. ada pihak-pihak; 2. peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung; 3. peristiwa yang tidak tentu (evenement); 4. ganti kerugian.

  Dalam asuransi terdapat pihak-pihak, pihak penanggung yaitu perusahaan asuransi dan pihak tertanggung. Adanya dua pihak tersebut, berarti perjanjian asuransi termasuk perjanjian timbal balik. Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui pialang asuransi. Pengertian risiko dalam asuransi adalah

  “ketidakpastian akan terjadinya suatu

  35 peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis”.

  Dengan demikian tujuan asuransi adalah untuk mengalihkan risiko adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan atau terhadap obyek pertanggungan

  36

  sesuai dengan yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut: Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomis kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan 34 Abdulkadir Muhammad 3, Pokok-pokok Hukum Pertanggungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 28-29.

  diakses tanggal 31 Mei 2015. 36 Abdulkadir Muhammad 1, Op. cit., hal. 12.

  mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Untuk mengurangi atau menghilangkan risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi.

  Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 179 UU No. 1 Tahun 2009 dimana pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut, maka pihak pengangkut mengalihkan sebagian resiko tanggung jawabnya kepada perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi yang telah bekerja sama dengan maskapai AirAsia dan akan menanggung kompensasi pengganti kerugian atas jiwa penumpang adalah PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) yang melakukan kerja sama dengan PT Asuransi Sinar Mas dan PT. Asuransi Dayin Mitra. Selain tiga perusahaan asuransi lokal itu, ada juga Allianz Global

  37 Assistance sebagai perusahaan reasuransi. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa

  Keuangan (OJK), pesawat AirAsia QZ8501 mendapatkan perlindungan asuransi untuk kerugian atas badan dan mesin pesawat, jiwa penumpang, serta pihak ketiga (baik barang maupun jiwa) dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) yang melakukan koasuransi dengan PT Asuransi Sinar Mas. AirAsia bekerja sama dengan PT Asuransi Dayin Mitra Tbk dengan memberikan perlindungan melalui asuransi perjalanan bagi penumpang yang sudah membeli asuransi perjalanan

  38

  melalui AirAsia. Terdapat juga beberapa penumpang yang memiliki asuransi pribadi, ada beberapa yang tertanggung di SequisLife, Panin Dai-ichi, Generali, Jiwasraya, AXA, AIA, di Allianz, di Prudential, di Sinar Mas dan perusahaan asuransi di tanah air lainnya.

  iakses tanggal 12 Juni 2015 diakses tanggal 12 Juni 2015 Berdasarkan penjelasan diatas juga diketahui prinsip-prinsip di dalam

  39

  asuransi yaitu:

  1. Prinsip Indemnitas (Indemnity) : Adanya keseimbangan antara risiko yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya. Tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan penanggung. Arah tujuan dan perjanjian Asuransi (khususnya Asuransi Kerugian) :

  Perjanjian Asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah - memberikan suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung. Pengertian kerugian itu tidak boleh menyebabkan posisi keruangan - pihak tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari posisi sebelum menderita kerugian.

  2. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest).

  Prinsip ini dijabarkan dalam Pasal 250 KUHD, yaitu : setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi, harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan artinya bahwa tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menderita kerugian.

  3. Prinsip Itikad Baik (Utmost Goodfaith) Prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 251

  KUHD (Kewajiban memberikan keterangan), kewajiban sepihak, hanya pada tertanggung). Memberikan keterangan/ informasi yang benar/tidak keliru dan tidak memberikan keterangan/informasi mengenai keadaan- keadaan yang diketahui menyebabkan batalnya pertanggungan. Dalam Perjanjian Asuransi unsur saling percaya sangat penting

  a. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangan dengan benar, dilain pihak, b. Tertanggung juga percaya bahwa apabila terjadi peristiwa (evenemen), penanggung akan membayar ganti rugi.

  4. Prinsip Subrogasi pada penanggung Subrogasi bagi penanggung

  • – Pasal 284 KUHD Suatu asas yang merupakan Konsekuensi logis dari asas indemnitas. Mengingat tujuan perjanjian asuransi adalah untuk memberikan ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari
  • 39 penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga.

    A. Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 93- 104.

      Terkait dengan prinsip asuransi diatas, dalam kasus Air Asia QZ8501 pihak perusahaan asuransi sudah beritikad baik untuk memberikan santunan terhadap ahli waris dari korban-korban Air Asia yang merupakan nasabahnya.

      Asuransi digolongkan menjadi 3, yaitu Asuransi Sejumlah Uang, Asuransi Kerugian, dan Asuransi Wajib/Sosial. Berikut adalah definisi dan penjelasan dari :

      1. Asuransi Sejumlah Uang Suatu perjanjian, dimana penanggung mengikatkan diri dengan menerima premi, untuk membayar sejumlah uang tertentu, manakala terjadi peristiwa

      40 yang belum pasti yang berhubungan dengan hidup atau kesehatan seseorang.

      2. Asuransi Kerugian Suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menerima pembayaran premi, mengikatkan diri untuk membayar ganti rugi kepada pengambil asuransi atau tertunjuk, menakala terjadi peristiwa yang menyebabkan timbulnya

      41 kerugian.

      3. Asuransi Wajib/Sosial Merupakan program asuransi pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah. Ada unsur keharusan dari partisipasi asuransi sehingga asuransi jenis ini disebut dengan asuransi wajib. Tujuan asuransi sosial adalah menyediakan program-program untuk menjamin kesejahteraan sosial, baik bagi masyarakat umum, maupun bagi

      42

      masyarakat yang tidak diuntungkan. Sesuai dengan Pasal 1 angka 32 UU No. 40 Th. 2014 yaitu : 40 41 Sentosa Sembiring, Hukum Asuransi, Nuansa Mulia, Bandung, 2014, hal. 35 42 Ibid, hal. 35

      Ibid , hal. 101

      “Program asuransi wajib adalah program yang diwajibkan peraturan perundang-undangan bagi seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan perlindungan dan risiko tertentu, tidak termasuk program yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan perlindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau Kontribusi.

      ” Perihal besarnya tanggung jawab penyelenggara angkutan dalam hal ini

      Air Asia untuk memberikan ganti kerugian kepada penumpang. Besarnya pertanggungan asuransi sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170 UU No. 1 Tahun 2009. Sekurang-kurangnya dalam ketentuan ini yang dimaksud adalah tanggung jawab ganti kerugian yang harus diberikan oleh pengangkut tidak boleh kurang dari yang ditetapkan oleh Menteri, tetapi penumpang dapat menuntut ganti kerugian lebih tinggi apabila dapat membuktikan kecelakaan yang terjadi yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pengangkut sebagaimana Pasal 180 UU No. 1 Tahun 2009.

      Dalam hal setiap penumpang pengangkutan memperoleh asuransi wajib,

      Pasal 2 Undang

    • – Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang menentukan bahwa hubungan hukum pertanggungan wajib kecelakaan penumpang diciptakan antara pembayar iuran dan penguasa dana. Penguasa dana sebagai penanggung memikul risiko kecelakaan yang mungkin dialami oleh pembayar iuran sebagai tertanggung. Penguasa dana sebagai penanggung ditentukan dalam pasal 1 huruf (e) dan huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 yang menentukan bahwa pertanggungan adalah hubungan hukum antara penanggung, yaitu perusahaan Negara yang dimaksud dalam pasal 8 dan penumpang alat angkutan penumpang umum yang sah. Perusahaan Negara yang dimaksud dalam pasal 8 PP nomor 17
    tahun 1965 adalah perusahaan Negara menurut Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 yang khusus ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk itu. Perusahaan Negara yang ditunjuk itu adalah Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1965.

      Perusahaan Negara ini berubah menjadi badan usaha milik Negara yang berbentuk

      43 perusahaan Perseroan, yaitu PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero).

      Dalam kasus Air Asia QZ8501 seluruh penumpang korban kecelakaan tidak berhak medapatkan santunan ganti rugi dari PT. Jasa Raharja, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani menyatakan bahwa PT Jasa Raharja tidak memiliki kewajiban untuk mengganti rugi dan membayar asuransi kepada para korban kecelakaan. PT.

      Jasa Raharja tidak mengutip premi di Air Asia, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.37/PMK.010/2008 tentang Iuran Wajib Santunan terhadap Kecelakaan Penumpang, dan rute penerbangan pesawat Air Asia QZ8501

      44

      termasuk untuk rute penerbangan Internasional. Hal ini sesuai yang diatur dalam

      Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No.37/PMK.010/2008 tentang Iuran Wajib Santunan terhadap Kecelakaan Penumpang. Disamping itu, dari 155 penumpang Air Asia QZ8501 terdapat beberapa penumpang yang membeli Asuransi Opsional yang ditawarkan oleh AirAsia. Perusahaan Asuransi tersebut adalah PT. Dayin Mitra Tbk, yang memberikan produk asuransi perjalanan (travel insurance). Penumpang yang membeli asuransi tersebut berjumlah 25 orang. 10 diantaranya membeli asuransi sekali jalan (one

      way) yang memiliki nilai pertanggungan sebesar Rp. 750.000.000,- per-orang, 43 Abdulkadir Muhammad 2, Op. Cit., hal. 206 diakses pada tanggal 1 Juni 2015.

      dan 15 orang lainnya membeli asuransi pulang-pergi (return) yang memiliki nilai

      45 pertanggungan sebesar Rp. 315.000.000,- per-orang.

      Selain asuransi opsional tersebut, terdapat pula beberapa penumpang yang memiliki asuransi pribadi. Dalam asuransi ini terjadi perikatan secara langsung antara tertanggung dengan penanggung yaitu korban dengan perusahaan asuransi yaitu seperti pada Perusahaan Asuransi Sequislife yang mengidentifikasi 16 dari 155 penumpang yang menjadi korban merupakan pemegang polis di perusahaan asuransi jiwa tersebut. Presiden Direktur Sequislife Tatang Widjaja menyatakan bahwa perusahaannya siap membayar klaim senilai Rp10,45 miliar kepada ahli

      46

      waris. PT. Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Life akan membayar klaim asuransi senilai Rp4,8 miliar untuk 7 ahli waris nasabah yang diidentifikasi sebagai penumpang pesawat tersebut. PT. Panin Dai-ichi Life akan membayar klaim kepada ahli waris senilai Rp. 1,2 miliar untuk empat nama penumpang Airasia

      47 QZ8501 yang merupakan nasabahnya. Asuransi Jiwasraya menemukan bahwa 2

      dari 155 korban kecelakaan pesawat Airasia QZ8501 merupakan nasabahnya. PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia menyalurkan santunan bagi enam korban yang merupakan nasabah perusahan mereka, nilai klaim yang dibayar mencapai Rp.

      48

      1,25 miliar. AXA Mandiri mengidentifikasi 6 korban yang merupakan nasabahnya. Total klaim yang telah dipenuhi AXA Mandiri kepada 4 nasabahnya

      49

      adalah Rp. 1,49 miliar. Para ahli waris dari korban-korban yang mempunyai

      iakses pada tanggal 12 Juni 2015 diakses tanggal 17 juni 2015 47 Ibid. diakses tanggal 17 juni 2015 iakses tanggal 7 juni 2015 dalam Zahry Vandawati, Op.Cit., hal 13

      asuransi pribadi tersebut dapat melakukan pengurusan klaim sesuai prosedur yang tercantum dalam polis.

      Diantara penumpang yang menjadi korban Air Asia QZ8501 terdapat 2 orang yang merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yaitu Yuni Indah TKI asal Ponorogo dan Yuni Astuti, TKI asal Blitar Jawa Timur. Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyerahkan santunan dan asuransi sebesar Rp. 80 juta kepada ahli waris almarhumah Yuni Indah. Santunan tersebut terdiri dari santunan biaya pemakaman Rp. 5 juta dari Kementrian Ketenagakerjaan dan asuransi TKI sebesar

      50 Rp. 75 juta dari konsorsium asuransi Mitra TKI.

      Selain itu PT Jasaraharja Putera Cabang Mataram, Nusa Tenggara Barat, telah menyelesaikan pembayaran santunan kepada ahli waris Thirza Aurelia, siswi Sekolah Dasar Kristen Aletheia Mataram yang menjadi korban kecelakaan pesawat AirAsia. Santunan yang diberikan bukan sebagai pembayaran atas klaim asuransi penerbangan, melainkan santunan sebagai kepesertaan asuransi anak didik. Nilai uang santunan yang diberikan terhadap ahli waris korban sebesar Rp 2,5 juta sesuai dengan kesepakatan kerja sama dengan pihak sekolah yang mengasuransikan seluruh siswanya di PT JP. Kepesertaan tersebut sebagai wujud kerja sama PT. JP dengan SDK Aletheia Mataram, di mana seluruh anak didik terdaftar dalam kepesertaan asuransi kecelakaan diri. Dalam program kerja sama tersebut, peserta asuransi selama 24 jam terus menerus dalam masa pertanggungan. Jika terjadi kecelakaan pada setiap anak didik akan mendapat

      51

      santunan. Asuransi anak didik tersebut termasuk asuransi tidak langsung karena

      diakses tanggal 7 juni 2015 dalam Zahry Vandawati, Op.Cit., hal.14 51 diakses tanggal 17 juni 2015 perikatan yang terjadi adalah antara pihak sekolah dengan perusahaan asuransi yang dalam hal ini adalah SDK Aletheia Mataram dengan PT. Jasaraharja Putera.

      Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melansir, sebanyak 79 dari total 155 korban kecelakaan Air Asia tercatat sebagai pemegang polis individu dari 21 perusahaan asuransi jiwa di Tanah Air. Baru 20 dari total 79 ahli waris pemegang polis asuransi jiwa individu yang mencairkan klaim dari peristiwa jatuhnya Air Asia QZ850. Nilai 20 polis yang diklaim mencapai Rp 6,657 miliar dari total

      52 klaimnya sebesar Rp 78,7 miliar.

      Untuk badan pesawat, perusahaan yang menanggung asuransinya adalah Jasindo dan Asuransi Sinar Mas. Air Asia akan mendapatkan klaim armadanya dari pihak Jasindo sebagai penanggung aviation hull insurance atau asuransi untuk rangka pesawat. Sahata L Tobing, Direktur Jasindo belum bisa memperkirakan berapa besar nilai klaim badan pesawat itu. Tetapi, jika merujuk harga pesawat saat ini, nilainya antara 36 juta hingga 50 juta dollar AS. Namun, khusus untuk pesawat, Sahata mengatakan bahwa pihaknya mereasuransikan

      53 pesawat tersebut kepada Allianz Global.

    3.2 Upaya Hukum yang Ditempuh Oleh Ahli Waris Korban Kecelakaan

      

    Pesawat Air Asia QZ8501 Untuk Mendapatkan Ganti Kerugian

      Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Pengertian ahli waris menurut BW adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Seseorang

       diakses tanggal 17 juni 2015 diakses pada tanggal 12 Juni 2015 yang akan menerima sejumlah harta peninggalan terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

      54

      a. Harus ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 BW);

      b. Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna Pasal 2 B.W., yaitu: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya“. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris; c. Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi ahli waris.

      Di dalam ketentuan pasal 874 B.W., dijelaskan bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. Uraian pasal 874 B.W., sebagaimana tersebut di atas bahwa terjadi peralihan hak keperdataan dalam arti harta kekayaan orang yang meninggal dunia atau pewaris kepada ahli warisnya terjadi dengan sendirinya. Segala harta peninggalan tersebut yang beralih adalah termasuk hak- 54 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,

      Refika Aditama, Bandung, 2013, hal.31 hak korban yang diperoleh akibat dari kecelakaan, dalam hal ini termasuk kecelakaan pesawat udara Air Asia QZ8501. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1370 B.W., bahwa dalam hal kematian seseorang karena kurang hati-hatinya orang lain, suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orangtua korban yang lazimnya mendapat nafkah dan pekerjaan korban, berhak menuntut ganti rugi yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. Perihal ahli waris yang berhak untuk mendapatkan bagian warisan berupa klaim asuransi atau hak-hak lain yang timbul akibat jatuhnya pesawat Air Asia, di dalam pasal 831 B.W., menentukan bahwa apabila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dan yang seorang kepada yang lainnya. Pada kecelakaan pesawat Air Asia terdapat penumpang yang meninggal dunia satu keluarga, namun belum secara keseluruhan ditemukan korbannya, pada kondisi yang demikian dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dari yang seorang kepada yang lainnya.

      Ahli Waris menurut Undang - Undang berdasarkan hubungan darah terdapat 4 (empat) golongan, yaitu : a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi anak- anak beserta keturunan mereka beserta suami atau istri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.

      b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus keatas, meliputi orangtua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. c. Golongan ketiga, meliputi kakek nenek dan leluhur-leluhur selanjutnya keatas dari pewaris.

      d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis kesamping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

      Maka pada kasus kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 korban kecelakaan yang meninggal dunia satu keluarga, yang menjadi Ahli waris adalah orangtua korban dan saudara baik laki-laki maupun perempuan, yang dikategorikan sebagai Golongan kedua. Dalam hal ini untuk mendapatkan ganti kerugian seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, Perusahaan Air Asia mengeluarkan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh ahli waris korban meninggal dunia. Korban-korban ini merupakan penduduk dari beberapa macam golongan keturunan yang berbeda- beda. Persyaratan tersebut juga tercantum dalam PermenHub Nomor 77 Tahun 2011 pada pasal 22 yaitu pihak keluarga korban perlu menyerahkan bukti dokumen terkait yang membuktikan sebagai ahli waris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tiket, bukti bagasi tercatat atau surat muatan udara atau bukti lain yang mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan. Perlu dilengkapi juga dengan surat keterangan dari pihak yang berwenang mengeluarkan bukti telah terjadinya kerugian jiwa dan raga dalam bentuk akta kematian. Akta kematian ini diterbitkan oleh catatan sipil, hal ini sesuai yang diatur dalam Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU No. 23 Tahun 2006) jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Peubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU No. 24 Tahun 2013). Kemudian setelah diperolehnya akta kematian, pihak keluarga korban perlu menyerahkan dokumen yang membuktikan sebagai ahli waris berupa Surat Keterangan Waris. Tidak hanya golongan pribumi saja, melainkan terdapat golongan Tionghoa yang turut menjadi korban. Atas hal tersebut terdapat perbedaan upaya untuk memperoleh Surat Keterangan Waris, sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 111 huruf c angka 4 yang dijelaskan sebagai berikut :

      1. Untuk golongan pribumi, Surat Keterangan Waris dibuat dibawah tangan, ditandatangani oleh semua ahli waris, dengan disaksikan atau turut ditandatangani oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui dan dikuatkan oleh Lurah dan Camat.

      2. Untuk golongan Tionghoa pembuatan Surat Keterangan Warisnya dilakukan oleh notaris dengan didahului pengecekan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat di Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah pewaris memiliki wasiat atau tidak.

      3. Untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dibuat oleh Balai Harta Peninggalan. Tetapi dalam kecelakaan ini tidak ditemukan adanya korban yang berasal dari golongan Timur Asing bukan Tionghoa.

      Untuk korban yang sudah ditemukan dan sudah teridentifikasi dapat dengan mudah memperoleh akta kematian dan surat keterangan waris. Sedangkan untuk korban yang hilang atau belum berhasil ditemukan, mengacu pada Pasal 44 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2006 jo UU No. 24 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh pejabat pencatatan sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan, sehingga akta kematian baru bisa didapatkan oleh ahli waris setelah adanya penetapan pengadilan. Untuk korban yang meninggal satu keluarga, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan bahwa untuk menetapkan ahli waris korban yang meninggal satu keluarga adalah

      55

      dengan melalui jalur hukum di pengadilan. Hingga saat ini, baru 8 ahli waris korban AirAsia QZ8501 sudah menerima asuransi penuh dari pihak maskapai sesuai dengan PermenHub No. 77 Tahun 2011 sebesar Rp 1,25 miliar. Sementara asuransi awal baru diberikan kepada 80 pihak keluarga korban sebesar Rp 300 juta, angka ini menjadi bagian dari asuransi penuh senilai Rp 1,25 miliar. Asuransi awal tersebut diberikan kepada pihak keluarga korban yang belum memenuhi persyaratan berupa dokumen-dokumen seperti akta kematian dan surat

      56 keterangan waris yang masih harus menunggu penetapan pengadilan.

       diakses tanggal 15 Juni 2015

    diakses tanggal 17 juni 2015

Dokumen yang terkait

HAK WARIS ANAK DALAM KANDUNGAN YANG DITITIPKAN PADA AHLI WARIS YANG TELAH DITUNJUK OLEH PEWARIS (PERBANDINGAN KUHPERDATA DENGAN HUKUM ISLAM)

0 2 16

INSIP-PRINSIP HUKUM TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT DENGAN KAPAL LAYAR

1 28 17

KAJIAN VIKTIMOLOGI TERHADAP UPAYA GANTI KERUGIAN KEPADA KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

0 8 17

BAB II PRINSIP-PRINSIP ANGKUTAN UDARA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG A. Perjanjian Pengangkutan Udara dan Penumpang Menurut Hukum - Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia

0 0 35

UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP TUNTUTAN GANTI RUGI DALAM PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BARANG ANTARA EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA DAN PENGANGKUT DALAM PENERBANGAN DOMESTIK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 55

BAB II TANGGUNG GUGAT MASKAPAI PENERBANGAN ATAS HILANG, MUSNAH, DAN RUSAKNYA BARANG KONSUMEN DI BAGASI PESAWAT UDARA 2.1. Hubungan Hukum antara Maskapai Penerbangan dengan Konsumen 2.1.1. Perjanjian Pengangkutan sebagai Dasar Perjanjian antara Maskapai Pe

0 0 49

BAB III TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DAN TERTANGGUNG DALAM PERJANJIAN ASURANSI APABILA ADA PENGAJUAN KLAIM 3.1 Tanggung Jawab Dalam Perjanjian Asuransi Apabila Ada Klaim - INDIKASI ADANYA PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP INDEMNITAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI Repo

0 0 18

BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN LIKUIDATOR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 148 AYAT (2) UU PT 3.1. Kerugian Dalam Hukum - TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS ATAS KERUGIAN PIHAK KET

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA TERHADAP JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 11

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 2.1. Dasar Hukum Pengangkutan Udara - TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA TERHADAP JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 19