HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Christina Santi Dwi Prastiwi NIM : 05 8114 049

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERILAKU AKSEPTOR KB TENTANG KONTRASEPSI DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Christina Santi Dwi Prastiwi NIM : 05 8114 049

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  Dedicated to : My First Goal -Jesus Christ -, Bapak, Ibu, Maria Sant i, Libert us Tint us,

  Sahabat -sahabat ku, Almamat erku Ada pribadi yang berjalan di depan kita Tapi sering membuat kita tertinggal. Ada pribadi yang berjalan di sisi kita Tapi sering membuat kita kesepian. Namun ada Pribadi yang berjalan di dalam kita Dan kita pun melangkah dengan berbeda Waktu pepohonan meranggas Tanah mulai kerontang dan retak Waktu lutut ingin menyerah Beri perkasa padaku Karena aku ingin belajar kuat Belajar padaMu, ya Sandaranku

  PRAKATA

  Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman”.

  Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan dunia kefarmasian pada khususnya.

  Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.

  Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :

  1. Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang masih berjuang di dunia ini.

  2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta selaku dosen pembimbing yang telah memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.

  3. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah memberikan banyak masukan tentang cara analisis data pada penelitian ini.

  4. Walikota Yogyakarta c.q BAPPEDA Sleman yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Sleman.

  5. Pihak Puskesmas Kabupaten Sleman yaitu Puskesmas Mlati I, Puskesmas Depok II, Puskesmas Ngaglik I atas kerjasamanya memberikan ijin peneliti untuk mengambil data guna kepentingan penelitian.

  6. Akseptor KB di puskesmas yang telah bersedia meluangkan waktunya mengisi kuisioner dan diwawancarai guna kepentingan data penelitian.

  7. Bapak dan Ibu terkasih, atas kasih sayang, semangat, bantuan, dan doa yang tiada henti untuk penulis.

  8. Maria Santi Astuti, kakakku yang dengan suka duka menemani penulis saat pengambilan data sampai dengan selesainya skripsi ini.

  9. Libertus Tintus H, untuk dukungan, kasih sayang, pertengkaran, air mata, senyuman, canda tawa, dan buat ajaran hidupnya dalam mengatasi setiap masalah.

  10. Keluarga besar di Pangkalpinang atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Yogyakarta.

  11. Olivia Ganeswati, Theresia Elvira, Ade Entyna, Dwi Arunningtyas, Aloysia Dona untuk kebersamaannya di masa lalu dan masa yang akan datang.

  12. Asyen, Meidina, Kak Merry, Dini, Yenni, Ayu, Grace, Sari, Jojo, Livi, Kak Galih, Sifa, Tegal, Eka, Evina, Ita, Ina, Jesti, Putri untuk kebersamaannya dari pagi hingga pagi lagi di Kost Difa.

  13. Alexander Arie Sanata Dharma atas masukan dan bantuan dalam penelitian ini.

  14. Teman-teman FKK angkatan 2005, yang selalu mendukung dan memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

  15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.

  Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.

  Penulis

  

INTISARI

  Sebagai upaya untuk mengendalikan banyaknya penduduk, pemerintah melancarkan program KB. Tujuan utama adalah membatasi jumlah kelahiran dan menjarangkan kelahiran. Di tengah perjalanan, ternyata banyak manfaat yang dapat dipetik dari program KB. Dengan ber-KB ternyata lebih mensejahterakan ibu hamil. Kegiatan KB berhubungan langsung dengan penggunaan alat kontrasepsi. Awalnya teknologi kontrasepsi sejalan dengan kebutuhan untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk. Namun saat ini pemilihan kontrasepsi lebih didasarkan pada bagian dari hak-hak reproduksi. Berhasil tidaknya metode kontrasepsi yang digunakan berkaitan dengan pengetahuan mereka yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pendidikan terhadap perilaku akseptor KB di Puskesmas Kabupaten Sleman. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non eksperimental analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang dilakukan dengan pengisian kuisioner dan wawancara kepada responden yang merupakan pelanggan KB tetap Puskesmas. Hasil wawancara digunakan untuk pendekatan kualitatif. Nilai kuisioner yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan dipakai untuk pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan menghubungkan tingkat pendidikan dengan nilai pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. Pengolahan dilakukan menggunakan metode statistik Chi square.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan tindakan akseptor KB tetapi tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap.

  Kata Kunci : KB, kontrasepsi, pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan.

  

ABSTRACT

  As the effort to control the number of population, the government develop Family Planning Program’s. The main purpose of this system is to make a birth limit and spare. And then, a lot of benefit is got by Family Planning Program’s. With Family Planning Program’s the pregnant women is more prosperous. Family Planning Program’s activity is directly related with contraception device. At the beginning, contraception technology is used to solve development problem. Recently, the used of the contraception is based on the reproduction rights. Succesfull of contraception method related with their knowledge which is can be seen by education level.

  The purpose of this research is to find out the correlation between the education level and the behaviour of Family Planning Program’s acceptors towards the contraception in Sleman Local Government Clinic. The method of this research is non experimental analytic with cross sectional program and did it by quiz and interview to a group of respondent who is always use Family Planning Program’s in Sleman Local Government Clinic. The result of interview is used to quality limitation. The score which is consist of knowledge, behaviour, and action are used to quantity limitation. Data of quantity is processed to find the relation between education degree with knowledge, behaviour, and action of the respondent. Data is processed by Chi square method.

  The result of this research show that there is correlation between education level with knowledge and action of the respondent, but there is no correlation between education level with behaviour.

  

Key Word: Family Planning, contraception, knowledge, behaviour, action,

education.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL……………………………………………………... i HALAMAN JUDUL………………………………………………………. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… v PRAKATA………………………………………………………………… vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………… ix

  INTISARI…………………………………………………………………... x

  

ABSTRACT ………………………………………………………………... xi

  DAFTAR ISI……………………………………………………………… xii DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xvi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xvii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xix BAB I. PENGANTAR……………………………………………………...

  1 A. Latar Belakang……………………………………………………...

  1 1. Permasalahan……………………………………………….…...

  4 2. Keaslian penelitian……………………………………………...

  5

  3. Manfaat penelitian………………………………………………

  5 B. Tujuan Penelitian…………………………………………………...

  6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………...

  7 A. Keluarga Berencana………………………………………………...

  7

  2.

  8 Pelayanan kontrasepsi…………………………………………..

  B.

  8 Reproduksi…… …………………………………………………....

  1.

  9 Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita……………………..

  2.

  10 Haid dan fertilisasi……………………………………………...

  C.

  13 Kontrasepsi…………………………………………………………..

  1.

  13 Definisi…………………………………………………………..

  2.

  13 Cara Kerja Kontrasepsi………………………………………….

  D.

  13 Jenis Kontrasepsi…………………………………….........................

  1.

  14 Secara nonfarmakologis………………………………………...

  2. Secara farmakologis………….....................................................

  17 E. Penggunaan Kontrasepsi yang Rasional…………………………….

  26 F. Perilaku……………………………………………………………...

  27 1. Pengetahuan……………………………………………………..

  28 2. Sikap……………………………………………………………..

  29

  3. Tindakan…………………………………………………………

  30 G. Pendidikan…………………………………………………………...

  30 H. Landasan Teori………………………………………………………

  31 I. Hipotesis……………………………………………………………..

  32 BAB III. METODE PENELITIAN……………………………..…………..

  33 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………..

  33 B. Variabel dan Definisi Operasional…………………………………..

  33 1. Variabel………………………………………………………….

  33

  C.

  34 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………… D.

  35 Instrumen Penelitian………………………………………………...

  E.

  35 Subjek Penelitian…………………………………………………….

  F.

  36 Tata Cara Penelitian………………………………………………… 1.

  36 Penentuan lokasi penelitian…………………………………….

  2.

  36 Pengurusan izin penelitian……………………………………… 3.

  37 Sampling frame………………………………………………… 4.

  37 Penetapan besar sampel………………………………………...

  5.

  39 Pembuatan transkrip wawancara dan kuisioner………………

  6. Pengujian reliabilitas dan validitas kuisioner…………………

  40 G. Pengambilan Data…………………………………………………...

  42 H. Tata Cara Analisis Data……………………………………………..

  42 I. Kesulitan dan Kelemahan…………………………………………...

  46 1. Kesulitan penelitian……………………………………………..

  46 2. Kelemahan penelitian…………………………………………...

  46 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………...

  47 A. Karakteristik Responden…………………………………………….

  47 1. Usia responden………………………………………………….

  47 2. Jumlah anak……………………………………………………...

  49 3. Pekerjaan responden…………………………………………….

  51 4. Tingkat pendidikan responden………………………………….

  52 5. Jenis kontrasepsi yang digunakan……………………………….

  55

  7.

  58 Pernah atau tidak mengganti jenis kontrasepsi………………….

  B.

  Kejadian Efek Samping dan Penggantian Jenis Kontrasepsi yang Pernah Dialami Akseptor KB………………………………………

  59 1.

  61 Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi suntik...

  2.

  62 Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi pil…….

  3.

  63 Efek samping yang muncul dari pemakaian kontrasepsi IUD…..

  4.

  64 Kejadian penggantian jenis kontrasepsi………………………… C. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Akseptor KB

  (Pendekatan Kuantitatif)…………………………………………

  67

  1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi………………………………...

  68

  2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap akseptor KB tentang kontrasepsi………………………………………………

  70

  3. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan akseptor KB tentang kontrasepsi………………………………………….

  72 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….

  75 A. KESIMPULAN……………………………………………………...

  75 B. SARAN……………………………………………………………...

  76 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….

  77 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………… 105

  DAFTAR TABEL Tabel I. Kontrasepsi hormonal yang sering dipakai di Indonesia………..

  20 Tabel II. Skor berdasarkan kategori jawaban……………………………

  40 Tabel III. Persentase usia akseptor KB di Puskesmas Sleman……………

  48 Tabel IV. Frekuensi efek samping dari kontrasepsi yang digunakan Akseptor KB di Puskesmas Sleman……………………………

  60 Tabel V. Frekuensi alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB Puskesmas Sleman……………………………………………..

  65

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Anatomi alat reproduksi wanita……………………………..

  9 Gambar 2. Metode Billings……………………………………………..

  15 Gambar 3. Skema teori Parsons………………………………………..

  28 Gambar 4. Skema teori Weber…………………………………………

  30 Gambar 5. Analisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku….

  45 Gambar 6. Persentase jumlah anak akseptor KB di Puskesmas Sleman………………………………………………………

  49 Gambar 7. Persentase jenis pekerjaan akseptor KB di Puskesmas Sleman………………………………………………………

  51 Gambar 8. Persentase tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas Sleman………………………………………………………

  53 Gambar 9. Persentase dua tingkat pendidikan akseptor KB di Puskesmas Sleman…………………………………………..

  54 Gambar 10. Persentase jenis kontrasepsi yang disediakan dan digunakan akseptor KB di Puskesmas Sleman………………………….

  55 Gambar 11. Persentase kejadian efek samping pada akseptor KB di Puskesmas Sleman…………………………………………..

  57 Gambar 12. Persentase kejadian penggantian jenis kontrasepsi pada akseptor KB di Puskesmas Sleman…………………………

  58 Gambar 13. Persentase efek samping dari kontrasepsi yang digunakan akseptor KB di Puskesmas Sleman…………………………

  61 Gambar 14. Persentase alasan penggantian kontrasepsi oleh akseptor KB Puskesmas Sleman……………………………………...

  66

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner…………………………………………………..

  80 Lampiran 2 Contoh kuisioner dengan jawaban………………………..

  83 Lampiran 3 Pedoman wawancara………………………………………

  86 Lampiran 4 Ijin penelitian……………………………………………...

  88 Lampiran 5 Daftar puskesmas………………………………………….

  89 Lampiran 6 Hasil uji reliabiitas dan validitas kuisioner……………….

  89 Lampiran 7 Hasil kuisioner……………………………………………

  92 Lampiran 8 Statistik deskriptif jumlah anak………………………….

  96 Lampiran 9 Statitistik deskriptif tingkat pendidikan…………………

  96 Lampiran 10 Median perilaku…………………………………………...

  97 Lampiran 11 Pembagian nilai pendidikan, pengetahuan, sikap dan tindakan…………………………………………………..

  97 Lampiran 12 Nilai statistik frekuensi……………………………...…… 100 Lampiran 13 Chi square pendidikan dengan pengetahuan…………….. 100 Lampiran 14 Chi square pendidikan dengan sikap……………….......... 101 Lampiran 15 Chi square pendidikan dengan tindakan………………… 102 Lampiran 16 Alur pemilihan metode chi square...................................... 103

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Problem mendasar yang selalu dialami oleh negara-negara berkembang,

  yaitu masalah kependudukan. Di Indonesia masalah ini sudah menjadi masalah nasional, mengingat kondisinya yang masih dalam perkembangan. Sejak lama Indonesia mempunyai potensi penduduk yang termasuk empat besar di dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia.

  Sejak lama pula potensi tersebut sudah disadari oleh bangsa kita. Menurut Hasil Sementara Sensus Penduduk Indonesia tahun 2004 dan proyeksi secara sederhana menghasilkan jumlah penduduk pada akhir tahun 2004 sebanyak 214 – 215 juta jiwa. Pertumbuhannya tinggi dengan ditandai tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang tinggi pula. Melihat situasi seperti ini mengakibatkan kesehatan ibu dan anak sangat rendah. Tidak semua penduduk produktif dan dana yang berhasil dikumpulkan oleh keluarga habis untuk memelihara kesehatan dan kehidupan keluarga yang kurang sejahtera (Haryono, 2008).

  Usaha pemerintah dalam hal ini adalah menciptakan suatu program yang dikenal sebagai program Keluarga Berencana (KB). Tujuan program KB di Indonesia, antara lain melembagakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Selama 20 tahun pelaksanaan program KB, angka kelahiran kasar menurun dari 44 menjadi 29 per 1000 penduduk. Kesuksesan program KB berkaitan erat dengan penggunaan kontrasepsi (Soeradi, 1994).

  Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu didalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan KB berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Telah berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan yang awalnya pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi, maka pelayanan KB harus menjadi lebih berkualitas serta memperhatikan hak-hak klien atau masyarakat dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan (Soeradi, 1994).

  Masalah konkrit yang dihadapi pasangan suami istri dalam melaksanakan program KB adalah bagaimana memilih metode kontrasepsi yang paling baik, tidak hanya soal cara mana yang paling gampang untuk mencegah kehamilan, akan tetapi banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih cara ber- KB (Gieles, 2001). Salah satu analisis tentang program Keluarga Berencana Indonesia yang sangat luas menunjukkan bahwa sebagian besar pengurangan fertilitas berkaitan dengan peningkatan jenjang pendidikan.

  Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya program KB diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor pendukung lainnya. Untuk mempunyai sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program KB berkurang (Notoatmojo, 2003). Melihat hal ini, maka faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan menerima informasi yang lebih daripada seseorang yang berpendidikan rendah (Broewer, 1993). Masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, ditakutkan akan membuat pelaksanaan program KB yang kurang berhasil.

  Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru (Anonim ,1980).

  Kalau kita berbicara tentang KB, tentu tidak akan lepas akan pembicaraan tentang kontrasepsi. Hal ini karena metode kontrasepsi merupakan sarana vital guna mensukseskan gerakan KB, sehingga penggunaan kontrasepsi sangat penting untuk diinformasikan dan dimengerti oleh masyarakat luas. Demikian pula informasi tentang sarana dan prasarana pendukung lainnya, seperti tempat pelayanan kontrsepsi, tenaga medis yang melayani, tempat merujuk jika terjadi kegagalan atau komplikasi serta upaya penanggulangan efek samping pemakaian kontrasepsi secara mandiri.

  Saat ini masih terjadi penggunaan alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan tujuan pengaturan maupun kondisi fisik pengguna. Hal tersebut disebabkan oleh belum tersosialisasinya penggunaan kontrasepsi secara rasional. Pemakaian alat kontrasepsi secara rasional, efektif dan efisien akan meningkatkan keberlanjutan pemakaian kontrasepsi.

  Berdasarkan data BPS tahun 2005, Kabupaten Sleman mempunyai Yogyakarta yaitu 318.423 rumah tangga dengan jumlah akseptor KB mencapai 113.296 peserta, sehingga akan mendukung dalam penyebaran kuisioner.

  Responden yang digunakan adalah akseptor KB yang merupakan pelanggan tetap di Puskesmas Kabupaten Sleman. Sesuai dengan tiga fungsi puskesmas sendiri yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama, sehingga diharapkan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang mempunyai kesadaran tinggi akan gerakan KB.

  Untuk mendukung gerakan KB ini mutu pelaksana, pengelola dan peserta KB harus ditingkatkan. Untuk petugas klinik, dokter, dan penyuluh KB yang merupakan ujung tombak harus lebih dahulu menguasai materi untuk mendukung gerakan KB, sehingga dengan bekal tersebut diharapkan petugas KB dapat memberikan informasi dan motivasi yang jelas dan benar kepada para PUS secara dini. Pelayanan KB diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kontrasepsi. Peningkatan tersebut dalam hal pemakaian kontrasepsi serta kemandirian dalam kegiatan pelayanan kontrasepsi maupun mengikuti cara- cara kontrasepsi (Rukanda, Ryanto, Syarief, Hasjim, Saleng, Muhasjim, 1993).

1. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: a) Seperti apakah karakteristik akseptor KB di Puskesmas Sleman? b) Seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis kontrasepsi yang pernah dialami akseptor KB ? c)

  Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan akseptor KB di Puskesmas Sleman?

  2. Keaslian penelitian

  Di Daerah Istimewa Yogyakarta, penelitian sejenis mengenai “Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Akseptor KB Tentang Kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman” yang sudah pernah dilakukan seperti: Perilaku Akseptor Di Kota Yogyakarta: Kajian Motivasi, Pengetahuan Dan Pola Penggunaan oleh Kusuma (2006), Pengetahuan dan Motivasi Tentang Kontrasepsi pada Akseptor KB Di 4 Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Sleman oleh Erny (2007), Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Penggunaan Metode Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran di Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Jawa Tengah oleh Kuswati (2007). Perbedaannya terletak pada subyek penelitian, tempat dan waktu pengambilan data.

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang perilaku akseptor KB tentang kontrasepsi di Puskesmas Kabupaten Sleman.

  b. Manfaat praktis Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pelayanan tentang kontrasepsi di puskesmas.

B. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian yang dilakukan, yaitu: 1.

  Untuk mengetahui seperti apakah karakteristik akseptor KB di Puskesmas Sleman.

  2. Untuk mengetahui seperti apakah kejadian efek samping dan penggantian jenis kontrasepsi yang pernah dialami akseptor KB.

  3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan akseptor KB di Puskesmas Sleman.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Definisi Definisi Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation

  (WHO) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak (Hartanto, 2004).

  Program KB berrfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis, serta ferundity yaitu kemungkinan kembalinya fase kesuburan (Anonim,2001).

  Akseptor adalah pasangan usia subur yang menggunakan satu atau lebih cara kontrasepsi. Pasangan Usia Subur adalah pasangan yang istrinya berumur 15- 49 tahun, dalam hal ini termasuk pasangan yang istrinya berumur di bawah 15 tahun atau lebih 49 tahun dan tetap mendapatkan menstruasi (Anonim,1990).

  Pengertian sekarang oleh pemerintah, bahwa KB tidak lagi diartikan sebagai upaya pengaturan kelahiran semata, tetapi lebih untuk itu yaitu diartikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan NKKBS (Mardiya, 1999).

2. Pelayanan kontrasepsi

  Pelayanan kontrasepsi diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan maupun pemakaian kontrasepsi Untuk itu dikembangkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

  a. Pola pelayanan kontrasepsi rasional yang berpedoman pada masa reproduksi sehat.

  b. Pelayanan kontrasepsi ditujukan agar cara-cara KB baik bagi wanita maupun pria lebih mengarah pada metode yang efektif dan terpilih.

  c. Mengusahakan pemerataan tempat dan tenaga pelayanan kontrasepsi (Rukanda dkk, 1993).

  Dalam konseling pelayanan KB sebaiknya dilakukan secara dua arah. Hal ini untuk membahas berbagai pilihan kontrasepsi, membantu akseptor memilih metode kontrasepsi yang sesuai, dan memberikan informasi mengenai konsekuensi pilihannya. Calon peserta KB yang sebelum memakai kontrasepsi melakukan konseling yang baik, maka kelangsungan pemakaian kontrasepsi akan lebih tinggi (Hartanto, 2004).

B. Reproduksi

  Usia menikah yang umum dianjurkan sekurang-kurangnya 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun bagi laki-laki. Anjuran ini didasarkan pemikiran pada usia tersebut wanita dan pria sudah mempunyai kesiapan batin dan jasmani untuk dan persalinan adalah umur 20-30 tahun, dengan memperhitungkan jarak kelahiran tiap anak ± 4 tahun diharapkan ibu hanya akan melahirkan dua kali.

  Waktu 20-30 tahun itu disebut saat reproduksi sehat (Rukanda dkk, 1993).

  Masa reproduksi adalah masa antara awal seorang wanita mendapat haid (menorrhea) sampai akhir pubertas atau tidak haid lagi (menopause). Menopause atau mati haid adalah masa seorang wanita tidak mendapat haid lagi, dan biasanya terjadi sesudah umur 46-50 tahun (Anonim, 1990a).

1. Anatomi fisiologi alat reproduksi wanita

  Alat reproduksi wanita terdiri ada 5 macam, yaitu vagina, uterus, tuba fallopi , ovarium, dan ovum.

  

Gambar 1. Anatomi alat reproduksi wanita (Anonim, 2003)

  a. Vagina Merupakan saluran penghubung antara introitus vaginae di vulva dengan uterus dan merupakan bagian yang langsung digunakan untuk senggama. b.

  Rahim (uterus) Letaknya di rongga panggul, di belakang kandung kencing, di depan rektum, besarnya sebesar telur ayam. Uterus terdiri atas fundus uretri yang merupakan bagian proksimal tempat masuknya kedua falopii, corpus uretri (badan) berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin, cervix uretri (leher) dan bagian cervix yang menonjol ke dalam vagina disebut mulut rahim (portio).

  c.

  Saluran telur (tuba fallopi) Saluran telur ini bermuara dalam uterus bagian atas dan panjangnya ±10 cm. Saluran ini merupakan tempat terjadinya konsepsi, mempunyai fimbriae yang akan menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium.

  d. Indung telur (ovarium) Pada tiap wanita umumnya ada dua indung telur kanan dan kiri. Pada wanita dewasa selama masa hidupnya akan mengeluarkan kira-kira 400 butir sel telur. Setiap bulannya indung telur akan mengeluarkan satu sel telur yang matang, kadang-kadang dua sel telur. Lepasnya sel telur dari indung telur disebut ovulasi.

  e. Sel telur (ovum) Garis tengah 0,2 mm. Lama daya tahan sel telur untuk dapat dibuahi kira- kira 12 jam. Tidak lama setelah keluarnya sel telur, di sekelilingnya banyak menempel sel-sel yang akhirnya terlepas pada waktu melalui saluran telur (Mardiya, 1999).

2. Haid dan fertilisasi

  Haid atau menstruasi adalah pendarahan rahim yang fisiologik, terjadi dihitung saat hari pertama menstruasi sampai hari pertama menstruasi berikutnya. Menstruasi berlangsung rata-rata 4-5 hari yang terjadi secara berkala, dengan selang waktu kurang lebih 4 minggu. Lebih kurang satu minggu sebelum ovulasi dinding rahim menebal dan jaringan pembuluh darah bertambah, bila tidak terjadi kehamilan dinding rahim yang menebal akan lepas dan keluar sebagai menstruasi.

  Panjangnya siklus menstruasi tidak sama pada setiap wanita, rata-rata panjang siklus menstruasi adalah 28 hari (Mardiya, 1999). Pada setiap siklus menstruasi dikenal 3 fase yang mempengaruhi siklus seorang wanita (DiPiro, 2005). Fase ini adalah: a. Fase follicular Sistem reproduksi diatur oleh poros Hipotalamus-Pituitari-Gonad.

  

Follicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan kelenjar pituitari yang

distimulasi oleh Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH).

  Empat hari pertama siklus menstruasi, FSH akan meningkat dan menstimulasi perkembangan folikel-folikel di indung telur. Antara hari ke -5 dan ke- 7 ada yang telah menjadi folikel yang dominan, yang nantinya akan pecah dan melepaskan sel telur. Folikel-folikel dominan ini akan meningkatkan jumlah estradiol dan inhibin yang dapat menyebabkan feed back negative.

  Estradiol menghentikan menstruasi dari siklus sebelumnya, menebalkan endometrium di rahim untuk mempersiapkan tempat untuk implanasi embrio.

  Estrogen bertanggung jawab meningkatkan produksi mucus pada leher rahim yang dapat memudahkan transport sperma selama fertilisasi. b.

  Fase ovulasi Terjadinya mekanisme feed back negative meyebabkan hipotalamus memproduksi Follicle Stimulating Hormone Inhibiting Hormone (FSHIH) yang berfungsi untuk mengurangi produksi hormon FSH. Pada saat yang bersamaan hipotalamus menstimulasi Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH) sehingga kelenjar pituitari mengeluarkan Luteinizing Hormone (LH). LH ini menstimulasi maturasi folikular dan ovulasi. LH muncul 28 – 32 jam sebelum folikel pecah, ini merupakan parameter ovulasi. Kira-kira pada hari ke-14 tiba-tiba kadar LH menjadi tinggi menyebabkan folikel yang paling masak pecah dan melepaskan sel telur. Pembuahan paling berhasil ketika pembuahan dilakukan 2 hari sebelum ovulasi sampai hari ovulasi. Sel folikel yang pecah tersebut membentuk corpus luteum. Corpus luteum menghasilkan hormon progesteron (Notodihardjo, 2002).

  c. Fase luteal Corpus luteum mensintesis androgen, estrogen dan progesteron.

  Progesteron membantu mempertahankan dinding rahim, yang menopang implanasi embrio dan mempertahankan kehamilan. Progesteron juga menghambat pelepasan gonadotropin, mencegah perkembangan folikel yang baru. Jika pembuahan tidak terjadi, maka terjadi degenerasi corpus luteum dan produksi pergeseran progesteron. Penurunan progesteron akan menyebabkan menstruasi. Pada akhir fase luteal, dengan tingkat estrogen dan progesterone yang rendah, FSH mulai meningkat dan pelepasan folikular pada siklus berikutnya dimulai.

  Fertilisasi adalah bertemunya sel telur dan sel sperma di saluran telur (Mardiya, 1999). Fertilisasi dapat terjadi dengan syarat: pertama, adanya sel telur dan sel sperma yang subur. Kedua, cairan sperma harus ada di vagina sehingga sel sperma dapat menuju cervix kemudian ke rahim, lalu ke saluran oviduk untuk membuahi sel telur. Ketiga, sel telur yang sudah dibuahi harus mampu turun ke rahim, di rahim sel telur tersebut akan melakukan nidasi. Keempat, endometrium atau dinding rahim harus siap untuk menerima nidasi (Notodihardjo, 2002).

C. Kontrasepsi 1. Definisi

  Secara umum kontrasepsi mengandung arti pencegahan kehamilan setelah hubungan seksual. Prinsipnya dengan menghambat sperma bertemu dengan ovum yang matang, atau dengan mencegah ovum yang matang dari penanaman yang sukses pada endometrium (DiPiro, 2005).

2. Cara kerja kontrasepsi

  Cara kerja kontrasepsi adalah dengan mencegah masuknya sperma ke dalam uterus, membunuh atau melemahkan sperma sehingga tidak dapat masuk ke dalam rahim, menghambat terjadinya ovulasi, mengganggu terjadinya nidasi, mencegah masuknya sel telur ke dalam rahim (Rukanda dkk, 1993).

D. Jenis Kontarsepsi

  Strategi terapi yang digunakan didasarkan pada penggolongan jenis kontrasepsi yaitu secara non farmakolgis dan farmakologis (DiPiro, 2005).

1. Secara nonfarmakologis

  Kata nonfarmakologis, artinya pada metode kontrasepsi ini tidak digunakan obat-obatan sebagai sarana pencegah kehamilan. Dasar metode kontrasepsi ini adalah mencegah bertemunya sperma dengan sel telur. Terapi non- farmakologis terdiri dari beberapa metode seperti pantang periodik (metode kalender, metode mukus serviks, metode Basal Body Temperature), metode barrier, dan tubektomi.

  a.

  Sistem kalender Untuk menggunakan metode ini wanita harus mengetahui jumlah hari pada siklus pendek menstruasi dan jumlah hari pada siklus panjang. Kemudian jumlah hari siklus pendek dikurang 18 untuk mengetahui hari subur pertama dan jumlah hari pada siklus panjang dikurang 11 untuk mengetahui hari subur terakhir. Angka kegagalan metode ini adalah 14.4 – 47 kehamilan pada 100 wanita per tahun (Hartanto, 2004).

  b. Metode pengamatan mukus serviks (Billings) Metode ini mempredikisi masa subur dengan mengukur lendir serviks.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DENGAN ANGKA KEJADIAN LEUKOREA PATOLOGIS PADA AKSEPTOR KB HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DENGAN ANGKA KEJADIAN LEUKOREA PATOLOGIS PADA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS KLEGO II KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLA

0 1 12

PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS BANYUDONO I KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 16

PENDAHULUAN PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS BANYUDONO I KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 14

HUBUNGAN AKSES KB DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN NON HORMONAL PADA AKSEPTOR KB AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN SIABU KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016 SKRIPSI

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG AKSEPTOR KB DENGAN PEMILIHANALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS PERAWATAN LASUNG KECAMATAN KUSAN HULU KABUPATEN TANAH BUMBU

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL AKSEPTOR KB AKTIF DENGAN KEMANDIRIAN KB DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

0 0 30

View of HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN KONTRASEPSI DENGAN TINGKAT KEPUASAN AKSEPTOR KB

1 1 6

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KECAMATAN TOPOYO KABUPATEN MAMUJU TENGAH

0 0 135

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KB HORMONAL TENTANG EFEK SAMPING KONTRASEPSI HORMONAL DI PUSKESMAS GENTUNGAN KABUPATEN GOWA TAHUN 2016

0 0 122

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TENTANG KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DI 4 TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN SLEMAN SKRIPSI

0 2 120