BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kreativitas - EKO HADI MULYONO BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kreativitas

  a. Pengertian Kreativitas Istilah kreativitas mula-mula diambil dari bahasa Inggris. Yaitu dari kata dasar to create yang berarti to cause dan to exist; produce menyebabkan dan megadakan; menghasilkan. Kreativitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal yang berwujud ide-ide dan alat-alat, serta lebih spesifik lagi, keahlian untuk menemukan sesuatu yang baru (Wahyudin, 2007). Menurut Munandar (2009: 12) kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkiungannya. Sedangkan menurut Clark Moustakis dalam (Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan mengartikulasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.

  Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau dan, memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan- kemungkinan yang dikhayalkan seperti pada dalam penelitian ini.

  Dalam penelitian ini lebih menonjolkan kreativitas proses dan produk.

  

8 Menurut Munandar, (2009: 21) definisi kreativitas yang berfokus produk kreatif menekankan orisinalitas. Seperti menurut Barron dalam (Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang muncul dari dalam individu dalam berpikir untuk menghasilkan suatu hal ataupun cara baru yang unik dan berbeda dalam menghadapi suatu permasalahan dan tidak semua orang dapat menghasilkan yang demikian itu.

  b. Penilaian Kreativitas Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dari dalam individu maupun dorongan dari lingkungan.

  Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan kelompoknya didalam kelas dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya. Penelitian ini menggunakan penilaian kreativitas produk. Menurut Besemer dan Treffinger dalam (Munandar, 2009) menyatakan penilaian kreatif produk dapat digolongkan menjadi tiga kategori, kebaruan (novelty), pemecahan (resolution), serta kerincian (elaboration) dan sintesis. Gagasan ketiga kategori tersebut dapat diadaptasi dalam mata pelajaran bahasa indonesia materi memerankan tokoh drama dan dijadikan indikator untuk menilai kreativitas siswa dalam memerankan tokoh drama di kelas.

  Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

  1. Kebaruan (novelty) merupakan sejauh mana produk itu baru dalam hal jumlah, proses yang baru, dan konsep baru yang berdampak pada produk kreatif di masa depan. Merupakan ide-ide yang dibuat dari hasil pemikiran siswa dan kemampuan siswa dalam memerankan tokoh drama.

  2. Pemecahan (resolution) menyangkut sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan kreativitas dalam berkelompok.

  3. Elaborasi dan sintesis mengacu pada sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama/serupa dengan aslinya menjadi keseluruhan yang baru, namun tidak merubah keseluruhan aslinya.

  Indikator-indikator di atas akan dijadikan acuan dalam penilaian memerankan tokoh drama sebagai penilaian produk.

  Hendaknya pendidik menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikanya kepada yang lain, dalam penelitian ini tentunya dengan metode bermain peran siswa akan berperan aktif dalam pembelajaran dengan mempertunjukan dan memerankan karya berupa drama.

  c. Strategi dalam pengembangan kreativitas.

  Menurut Munandar, (2009), setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang berbeda-beda. Bakat kreatif dalam pendidikan yang terpenting ialah bahwa bakat tersebut dapat dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan.

  Sehubungan dengan pengembangan kreativitas siswa, kita perlu meninjau empat aspek dari kreativitas, yaitu : 1). Pribadi

  Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif ialah yang mencerminkan orisinilitas dari individu tersebut. Ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif, oleh karena itu setiap pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat-bakat siswanya.

  2) Pendorong (Press) Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya, maupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri atau motivasi Internal untuk menghasilkan sesuatu. Bakat dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung tetapi dapat pula terhambat dalam lingkungan yang tidak menunjang. Lingkungan keluarga, sekolah, maupun tempat bermain dapat mempengaruhi tingkat kreativitas seseorang dalam bertindak.

  3). Proses Kreativitas dapat dikembangkan, anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidikan hendaknya dapat merangsang anak untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana dan prasarana yang diperlukan. Dalam hal ini yang penting ialah memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif, tentu saja dengan persyaratan tidak merugikan orang lain atau lingkungan.

  4) Produk Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses kegiatan yang kreatif. Dengan demikian dapat dimiliki ciri-ciri pribadi yang kreatif. Hendaknya guru menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikanya kepada yang lain, misal dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak.

  Hal ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, setiap individu mempunyai bakat kreatif dan setiap prosenya membutuhkan interaksi dengan orang lain. Kreativitas dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung yaitu, lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Tentunya setiap individu memiliki tingkat kadar kreatif yang berbeda-beda dan tidak mungkin sama.

  d. Alat ukur kreativitas di Indonesia Menurut Munandar, (2009), tes kreativitas pertamayang dikonstruksi di

  Indonesia pada tahun 1977, ialah tes kreativitas verbal dan skala sikap kreatif. Pengertian dari kedua tes tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Tes kreativitas Verbal Konstruksi tes kreativitas verbal berlandaskan model struktur intelek dari Guilford sebagai kerangka teoretis. Tes ini terdiri dari enam sub-tes yang semuanya mengukur dimensi operasi berpikir divergen, dengan dimensi kontan verbal, tetapi masing-masing berbeda dalam dimensi produk. Setiap sub-tes mengukur aspek yang berbeda dari berpikir kreatif, yang tercermin dari proses kelancaran, kelenturan, dan orisinilitas dalam berpikir. Enam sub-tes kreativitas verbal diantaranya, pemulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan, apa akibatnya.

  2. Skala sikap kreatif Berdasarkan pertimbangan bahwa perilaku kreatif tidak hanya memerlukan kemampuan berpikir kreatif, tetapi juga sikap Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, kreativitas dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes maupun non-tes. Adapun dengan tes kreativitas verbal dan juga skala sikap kreatif yang dapat digunakan dalam penilaian kreativitas siswa.

  Kegunaan prestasi belajar adalah sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar dan keperluan diagnostik siswa. Menurut Arifin (2011: 12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing, prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan. Menurut Syah (2010: 148) prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

  kreatif (afektif). Sikap kreatif dioperasionalkan dal;am dimensi sebagai berikut:

  • Keretbukaan dalam pengalaman baru
  • Kelenturan dalam berpikir
  • Kebebasan dalam ungkapan diri
  • Menghargai fantasi
  • Minat dalam kegiatan kreatif
  • Kepercayaan dalam gagasan sendiri, dan - Kemandirian dalam memberikan pertimbangan.

2. Prestasi Belajar

  Menurut Arifin (2011: 12-13) prestasi belajar (achivement) semakin terasa penting untuk dibahas. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.

  5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Menurut Cronbach (Arifin, 2011: 13) bahwa kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya. Kegunaan prestasi belajar antara lain sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan dan penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

  Berdasarkan beberapa definisi prestasi belajar dan fungsi prestasi belajar para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar diartikan sebagai hasil dari kegiatan belajar. Prestasi belajar merupakan hasil dan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dari proses belajar atau usaha-usaha belajar yang sudah dilakukan dan dikerjakan. Prestasi belajar tidak hanya berfungsi sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Prestasi belajar sangat besar manfaatnya bagi guru dalam mengajar, yaitu sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan terhadap siswa.

3. Bahasa Indonesia SD

  1) Pengertian Bahasa Secara singkat bahwa “ metodologi adalah ilmu mengenai

  metode

  ”. Agaknya perlu dicamkan benar benar bahwa setiap metode pengajaran bahasa pada dasarnya menginginkan hasil yang sama yaitu agar para pembelajar dapat membaca, berbicara, memahami, menerjemahkan, dan mengenali penerapan-penerapan tatabahasa bahasa [asing] yang dipelajari (Tarigan, 1988: 6). Bahasa adalah salah satu alat untuk berkomunikasi dan salah satu alat untuk melahirkan suatu keinginan atau pendapat. Bahasa sebagai alat komunikasi bisa berbentuk: lisan, tertulis, isyarat, mimik, lukisan dan lain-lain.

  Bahasa merupakan sarana belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan pengetahuan intelektual dan kesusasteraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, serta menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.

  Menurut Sugihastuti, (2009: 70) jika cerita anak disebut saja sastra anak, wujud sastra pertama-tama dilihat dari bahasanya, yaitu bahasa. Ketrampilan berbahasa atau (language atrs skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu: keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills ), ketrampilan membaca (reading skills ), ketrampilan menulis (writing skills).

  Jadi, dari pengertian di atas bahwa bahasa adalah suatu alat yang dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi setiap orang.

  Mulai dari berpendapat, mengucapkan keinginan, maupun berdialog dengan orang lain. Ketrampilan berbahasa disekolah mencakup menyimak, bebicara, membaca dan menulis. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia mempunyai tujuan agar siswa dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan benar dan dapat membantu siswa dalam mengembangkan kaya sastra melalui pembenlajaran Bahasa Indonesia di kelas. 2) Ruang Lingkup Bahasa Indonesia SD

  Ruang lingkup standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD dan MI terdiri dari aspek: 1) Mendengarkan; seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, bunyi atau suara, bunyi bahasa, lagu, kaset pesan penjelasan, laporan, ceramah, khotbah, pidato, pembicara narasumber, dialog dan percakapan, pengumuman serta perintah yang didengar dengan memberikan respon secara tepat serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, pantun dan menonton drama anak.

  2) Berbicara; seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan; menyampaikan sambutan, dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, pengalaman, gambar tunggal, gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tatatertib, petunjuk dan laporan serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita binatang, puisi anak, syair lagu pantun, dan drama anak.

  3) Membaca; seperti membaca huruf, suku katam kata, kalimat, paragraph berbagi teks bacaan, denah, petunjuk, tatatertib, pengumuman, kamus, ensiklopedia, serta mengapresiasi dan berkreasi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak kompetensi membaca juga diarahkan menumbuhkan budaya membaca. 4) Menulis; seperti menulis karangan naratif dan non naratif dengan tulisan rapi dan jelas dengan memperlihatkan tujuan dan ragam pembaca, pemakaian ejaan dan tanda baca, dan kosakata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menulis hasil sastra berupa cerita dan puisi, kompetensi menulis juga diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis.

  Jadi, dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat aspek tersebut memiliki keterkatian yang erat dalam praktik pembelajaranya.

  Dengan demikian, dalam drama nantinya sangat erat hubungannya dengan kebahasaan. Kompetensi siswa yang diharapkan dalam penelitian ini tidak hanya apresiasi sastra saja yang ditampilkan, melainkan pembentukan karakter kretivitas siswa di dalamnya.

4. Materi Pembelajaran Drama

  a. Pengertian Drama Menurut Waluyo, (2003: 1) drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan diatas pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia.

  Perkataan “drama” berasal dari bahasa yunani “draomai” yang berarti: berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Dalam kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu sebagai cabang kesenian yang mandiri Waluyo, (2003: 2).

  Berdasarkan pengertian di atas bahwa drama merupakan cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Dalam drama akan melukiskan sifat dan sikap manusia, sehingga melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilakunya dalam pementasan.

  b. Berbicara 1) Pengertian Berbicara

  Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (H.G Tarigan, 1998: 15). Berbicara merupakan ketrampilan memyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Bahasa lisan dengan berbicara sangat erat hubungannya.

  Berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi dengan sesama manusia, agar tercapai keinginan dan maksud dari perasaan. Sedangkan menurut Nurgiyantoro, (1988: 54) kegiatan berbahasa merupakan tindakan mempergunkakan bahasa secara nyata untuk maksud berkomunikasi.

  2) Bicara: Alat Berkomunikasi

  Menurut Hurlock, (1978: 176) komunikasi berarti suatu pertukaran pikiran dan perasaan. Pertukaran tersebut dapat dilaksanakan dengan setiap bentuk bahasa seperti: isyarat, ungkapan emosi, bicara, atau bahasa tulis, tetapi komunikasi yang paling efektif dilakukan dengan bicara.

  Setiap manusia berkomunikasi akan membantu dalam setiap tindakan dan apa yang harus dilakukan. Dalam drama tentunya berbicara antar tokoh merupakan sarana untuk mengungkapkan apa yang ada dalam cerita. Tidak mudah setiap manusia mampu berbicara baik didepan umum. Pastinya memerlukan latihan dalam membentuk bicara yang baik dengan sesama manusia agar dapat membentuk karakter baik pada siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang mengucapkan bunyi artikulasi dari kata-kata untuk saling berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan individual setiap orang. Dalam berkomunikasi setiap orang akan saling bertukar pendapat, gagasan, perasaan, keinginan, dalam bentuk pembicaraan atau dialog.

  c. Klasifikasi Drama Menurut Waluyo, (2003: 38) klasifikasi drama didasarkan atas jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan. Pada abad XVIII ada berbagai jenis naskah drama, diantaranya adalah: lelucon, banyolan, opera balada, komedi sentimental, komedi tinggi, tragedi borjuis, dan tragedi neoklasik. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis drama, yaitu sebagai berikut.

  1. Tragedi (duka cerita)

  2. Komedi (drama ria)

  3. Melodrama

  4. Dagelan (farce) Diantara tragedi dengan komedi terdapat klasifikasi tragikomedia (drama dukaria), tetapi klasifikasi tersebut dapat dibicarakan dalam menelaah tragedi dan komedi.

  Berdasarkan paparan di atas klasifikasi drama dalam penelitian ini adalah drama tragedi (duka cerita), namun peneliti akan merekonnstruksi drama tragedi yang berakhir duka dalam cerita menjadi berbeda. Dalam penelitian ini akan menggunakan drama rekonstruksi, namun tidak seutuhnya cerita itu direkontruksi.

  Kata rekonstruksi berasal dari bahasa inggris ’to

  reconstruct’. menurut kamus Meriam-Webster, kata itu berarti to

estabilish untuk membentuk atau to assemble again merakit

  kembali. Berdasarkan arti rekontruksi yang diberikan kamus, Citraningtyas, (2013) menyimpulkan bahwa rekonstruksi adalah membangun dari yang sesuatu yang sudah ada, untuk menjadikanya lebih baik atau memperbaiki bagian yang rusak atau tidak berfungsi. Apabila diterapkan dalam sebuah cerita, maka rekonstruksi cerita berarti mengganti atau membangun kembali sebuah cerita berdasarkan cerita yang sudah ada, dengan tujuan untuk membetulkan sebuah kesalahan dan memperbaiki bagian- bagian yang tidak membangun sehingga menjadikannya lebih baik.

  d. Jenis-jenis Drama Menurut Endraswara, (2008) karya sastra menurut pandangan psikologis merupakan karya sastra yang mampu menggambarkan batin manusia dalam kehidupan. Karya sastra Secara pokok ada enam jenis drama, yaitu: drama pendidikan, drama duka (Tragedy), drama ria (Comedy), sosio drama, melodrama, dan drama tragikomedi. Drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama didaktis. Drama duka (Tragedy) adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya mengalami kedukaan. Drama ria (Comedy) adalah drama yang menyenangkan, cara memperoleh kesenangan pembaca tidak dengan mengorbankan struktur dramatik. Sosio drama adalah bentuk pendramatisan peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam masyarakat. Melo drama seringkali disebut juga drama melodis. Drama tragikomedi adalah drama gabungan antara tragedi dan komedi Waluyo, (2003).

  e. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama

  Unsur-unsur dalam drama dapat dikelompokan dalam dua kategorisasi, yaitu unsur-unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.

  Unsur-unsur intrinsik drama adalah berbagai unsur yang secara langsung terdapat dalam karya sastra yang berujud teks drama seperti: plot atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, dialog (percakapan), setting/landasan/tempat kejadian, tema, amanat. 1) Unsur-unsur Intrinsik Drama

  a. Plot atau kerangka cerita Menurut Waluyo, (2003: 8) plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua tokoh utama itu bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh ksatria kontra penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh tidak bermoral, dan sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik klimaks. Setelah klimaks lakon menuju penyesalan.

  b. Penokohan dan Perwatakan Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan.

  Susunan tokoh (drama personae) adalah daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dalam susunan tokoh nitu, yang terlebih dulu dijelaskan adalah nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya itu. Penulis lakon sudah menggambarkan perwatakan tokoh- tokohnya. Watak para tokoh itu harus konsisten dari awal sampai akhir. Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya menjalin pertikaian dan pertikaian itu berkemungkinan untuk berkembang mencapai klimaks (Waluyo, 2003: 14).

  c. Dialog (percakapan) Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Ragam bahasa dalam dialog tokoh- tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis.hal ini disebabkan karena drama adalah potret kenyataan. Drama adalah kenyataan yang diangkat keatas pentas. Nuansa-nuansa dialog mungkin tidak lengkap dan akan dilengkapi oleh gerakan, musik, ekspresi wajah, dan sebagainya dan dalam hal ini, kesempurnaan sebuah drama akan terlihat setelah dipentaskan Waluyo, (2003: 20).

  d. Setting/Landasan/Tempat Kejadian Menurut Waluyo, (2003: 23) setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Penentuan ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasanya meliputi tega dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu.

  e. Tema Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya. Sudut pandang ini sering dihubungkan dengan aliran yang dianut oleh pengarang tersebut (Waluyo, 2003: 24).

  f. Amanat/Pesan Pengarang Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Pesan biasanya berisi sebuah nasihat atau perbuatan-perbuatan bijak. 2) Unsur Ekstrinsik Drama

  Unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada diluar teks drama, tetapi ikut berperan dalam keberadaan teks drama tersebut. Unsur-unsur itu antara lain biografi atau riwayat hidup pengarang, falsafah hidup pengarang, dan unsur sosial budaya masyarakat yang dianggap dapat memberikan masukan yang menunjang penciptaan karya drana tersebut. Menurut Hasanudin, (2009: 87) aspek utama dalam unsur ekstrinsik ini dapat dikatakan sebagai semua yang berkaitan dengan pemberian makna yang tertuang melalui bahasa sedangkan aspek penunjangadalah segala upaya yang digunakan dalam memanfaatkan bahasa. Menurut Hariyanto, (2012) peran fungsional guru dalam pembelajaran aktif yang utama yaitu sebagai fasilitator. Jadi, dari uraian di atas bahwa unsur-unsur dalam drama dibagi menjadi dua kategorisasi, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

  Dari kedua unsur tersebut tidak dapat terpisahkan dari drama. Unsur instrinsik drama merupakan unsur yang secara langsungn terdapat dalam drama, sedangkan unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berada di luar teks drama, namun sangat berperan dalam keberadaan teks drama yang akan diperankan.

5. Struktur Drama Naskah

  a. Pengertian Naskah Drama Menurut Waluyo, (2003: 6) drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genresastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur. Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Dalam naskah drama yang perlu dipahami yaitu pesan-pesan dan nilai-nilai yang dibawakan oleh pemain. Dalam membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain akan terlibat dalam konflik atau pertentangan. Konflik manusia biasanya terbangun oleh pertentangan antara tokoh- tokohnnya.

  Menurut Teeuw dalam Waluyo, (2003: 7) ragam sastra meliputi tiga hal yaitu:

  1. Teks Sastra memiliki unsur atau struktur batin atau intern

  structure relation, yang bagian-bagianya saling menentukan dan saling berkaitan.

  2. Naskah sastra juga memiliki nstruktur luar atau exstern structure relation, yang terikat oleh bahasa pengarangnya.

  3. Sistem satra juga merupakan model dunia skunder yang sangat kompleks dan bersusun-susun. Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan tiga ciri khas karya sastra, yaitu sebagai berikut:

  a. Teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasnya ditentukan dengan kebulatan makna.

  b. Dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disematiskan segala aspeknya, barang atau persoalan yang dalam kehidupan sehari-hari tidak bermakna, diberi makna.

  c. Dalam memberi makna itu disatu pihak karya sastra terikat oleh konvensi, tetapi di lain pihak menyimpang dari konvensi. Karya sastra menunjukan ketegangan antara konvensi dengan pembeharuan, antara mitos dengan kontra mitos.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam naskah drama memiliki unsur-unsur yang membentuknya. Unsur- unsur itu saling menjalin membentuk kesatuan dan saling terikat satu dengan yang lainya. Dalam naskah drama berbentuk teks dialog yang menggambarkan setiap tokoh-tokonya.

  b. Membaca Dialog Drama Menurut Waluyo, (2003: 159) teks drama adalah wacana dialog yang yang berbeda-beda dengan teks prosa. Wacana dialog lebih sulit dibaca (dipahami) karena dialog tokoh-tokoh yang satu dilengkapi oleh tokoh lain. Wacana dialog seseorang tokoh belum tentu merupakan kalimat utuh yang memiliki maksud lengkap. Demikian juga jawaban tokoh lainya bukan merupakan kalimat lengkap. Disamping itu membaca dialog dalam naskah drama harus jelas dan lancar. Selain itu, dialog harus diucapkan sesuai dengan situasi dan karakter tokoh yang diperankan.Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat membaca dialog dalam naskah drama yaitu: Lafal, Intonasi, Jeda, Volume Suara, Mimik dan Gerak Anggota Tubuh

  Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membaca teks drama harus jelas dan lancar. Disamping itu perlu adanya penghayatan dari pemain peran drama dan juga ekspresi mimik wajah serta gerak anggota tubuh yang dapat menggambarkan isi cerita.

6. Persiapan Memerankan Tokoh Drama

  Menurut Stanislavsky dalam Waluyo, (2003) dalam berperan aktor harus menyadari bahwa berperan merupakan ekspresi seni. Peran yang dibawakan harus meyakinkan dan juga ada unsur keindahan harus menjadi perhatian. Dalam seni unsur kreativitas, imajinasi dan hal-hal yang ditampilkan dalam pentas, walaupun dalam kejidupan sehari-hari kurang bermakna, namun dalam drama dapat menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Ada beberapa langkah yang harus perhatikan dalam memerankan tokoh drama, antara lain: a. Membaca dialog dalam naskah drama. Dalam membaca tersebut diperlukan penghayatan watak atau karakter tokoh dan juga harus memahami seluruh isi naskah.

  b. Mendengarkan Drama Teks drama juga dibaca di depan kelas oleh siswa. Siswa lain mendengarkan, mencatat tema dan isinya, dan berusaha untuk dapat menanggapi hasil yang didengarkan dari teman di depan kelas.

  c. Menulis Teks Drama Menulis yang berkaitan dengan pembelajaran drama dapat berupa menulis teks drama (sederhana), menulis sinopsis drama, dan menulis resensi drama. Dalam tugas menulis kepada siswa dapat secara individual dan dapat juga kelompok.

  d. Berbicara dan actting Berbicara dalam drama dapat dilaksanakan dengan menceritakan isi singkat drama di depan kelas dan pendramaan teks drama.

  Dengan pendramaan itu dapat dibina kelancaran berbicara siswa.

  e. Babak Babak merupakan bagian dari lakon drama. Satu lakon drama mungkin saja terdiri dari satu, dua, atau tiga babak. Mungkin juga lebih.

  f. Adegan Adegan adalah bagian dari babak. Sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana yang merupakan bagian dari rangkaian suasana-suasana dalam babak.

  g. Prolog Prolog adalah kata pendahuluan dalam lakon drama. Prolog memainkan peran yang besar dalam menyiapkan pikiran penonton agar dapat mengikuti lakon (cerita) yang akan disajikan.

  h. Kramagung Kramagung adalah petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung dituliskan dalam tanda kurung (biasanya dicetak miring) Jadi, dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam memerankan tokoh diperlukan persiapan terlebih dahulu.

  Mulai dari penghayatan terhadap cerita yang dibawakan serta mampu menghayati karakter tokoh yang diperankan melalui membaca. Apabila dalam pementasan, akting setiap tokoh yang baik akan menghasilkan cerita yang mudah dipahami oleh penonton dan penguasaan panggung merupakan kunci dalam sebuah pementasan drama.

7. Metode Bermain Peran

  Menurut Zuchdi, (2013: 53) metode adalah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode merupakan tingkat yang menerapkan teori-teori pada tingkat pendekatan. Di dalam pembelajaran bahasa, metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses pembelajaran. Proses itu tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis, dikembangkan sesuai dengan pendekatan yang digunakan sebagai landasan.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode bermain peran atau role-play. Metode bermain peran merupakan salah satu metode yang termasuk dalam pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa. Menurut Zuchid, (2013: 54) pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang menekankan kesesuaian konteks. Pembelajaran bahasa dimulai dari bagaimana bahasa itu digunakan dalam konteks sehari-hari dengan penekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi.

  Menurut Waluyo, (2003: 188) metode bermain peran merupakan pementasan drama yang sangat sederhana. Bermain peran merupakan metode yang digunakan sebagai suatu aktivitas pembelajaran terencana yang dirancanng untuk mencapai tujuan pendidikan yang spesifik.

  Adapun langkah-langkah pembelajaran bahasa Indonesia melalui metode bermain peran menurut Zuchid, (2013: 66) antara lain: a. Pembukaan

  Guru dan murid mendiskusikan tentang skenario dan pembagian peran serta mempertimbangkan konteks dan karakteristik peran b. Menentukan pemain

  Guru memilih murid yang akan memerankan tokoh tertentu dan mendorong mereka untuk untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas bermain peran.

  c. Mempersiapkan penonton/pengamat.

  Guru mendiskusikan dengan murid menganai konteks dari bermain peran dan menjelaskan struktur ontuk observasi serta mengadakan diskusi lanjutan.

  d. Pelaksanaan bermain peran Guru memastikan bahwa skenario bermain peran ringkas dan jelas. Murid memainkan peran dengan tepat sesuai perananya di depan penonton. e. Diskusi dan evaluasi Siswa yang menjadi penonton mendiskusikan aspek-aspek dari bermain peran dan mengekspresikan gagasan-gagasan dari reaksimereka tergadap situasi yang telah ditampilkan.

  f. Pelaksanaan bermain peran berdasarkan hasil diskusi dan evaluasi.

  Setelah dilakukan diskusi tentang berbagai strategi alternatif yang mungkin dilakukan, murid yang sama atau lainya memerankan kembali skenarionya.

  g. Diskusi dan evaluasi Semua elemen yang terdapat dalam skenario permainan peran didiskusiskan oleh semua pertisipan/sukarelawan yang ikut berperan dalam skenario bermain peran dan penonton. Alternatif penempatan nilai dan pendekatan, perilaku dan ootcame ditelaah dan diklasifikasi.

  h. Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan. Tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung, kegiatan pokoknya adalah saling tukar pengalaman. Pada tahap ini para murid saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman, dan sebagainya. Semua pengalaman murid dapat diungkap atau muncul secara spontan. Berdasarkan paparan di atas melalui metode bermain peran, siswa dapat melihat sesuatu presfektif lain dengan cara memainkan peran tertentu dan melakonkan apa yang dipikirkan oleh orang lain (karakter yang dilakonkan). Dengan cara demikian siswa akan merasakan bagaimana jika siswa berpikir, berkeyakinan, dan berperilaku seperti karakter tersebut. Pada proses ini, siswa mengetahui, merasakan, dan mengalami apa dan bagaimana jika siswa berperilaku seperti yang diperankan.

8. Teknik Memerankan Drama

  Berperan adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama (Waluyo, 2003: 109). Dalam pementasan drama ketrampilan seorang aktor dalam berperan ditentukan oleh kemampuanya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki serta mengekspresikan tokoh lain yang dibawakan.

  Berperan dalam drama memerlukan latihan terlebih dahulu agar peran yang dijalankan sesuai. Dalam drama seorang pemeran bisa saja memerankan tokoh sebagai dirinya sendiri maupun menjadi orang lain. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam berperan: 1. Kreasi yang dilakukan oleh aktor atau aktris.

  2. Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah dan wajar.

  3. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan tipe, gaya, jiwa dan tujuan dari pementasan.

  4. Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan periode tertentu dan watak yang harus dipresentasikan Waluyo, (2003: 110).

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam berperan harus menghayati setiap situasi yang diperankan dan mampu menyelami jiwa tokoh yang dibawakan serta menghidupkan jiwa tokoh itu sebagai jiwa dirinya, sehingga penonton yakin bahwa yang ada dipentas bukan diri sang aktor tetapi dari tokoh yang diperankan. Selain itu imajinasi tokoh sangat penting dalam berperan, seorang pemeran akan berpura-pura menjadi orang lain. Pemeran harus memiliki kepekaan emosi yang baik, agar mampu menghayati isi cerita dalam pementasan suatu drama.

B. Penelitian yang Relevan

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu (2013) Universitas Negeri Medan yang berjudul “Efektivitas Metode Bermain Peran terhadap Kemampuan Mengekspresikan Dialog dalam pementasan Drama pada Siswa Kelas XI SMA Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2013/2014

  ”. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan model desain penelitian one group pre-test

  post-test design yang dilakukan sebanyak satu kelas (kelompok)

  saja.Didalam desain ini pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.Pengukuran yang dilakukan sebelum eskperimen disebut pre-test dan pengukuran sesudah ekserimen disebut post-test.

  Menyatakan metode bermain peran/role-playing dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa. Dari pengolahan data

  pre-test memiliki rata-rata 63,25, standar deviasi 6,85 dan termasuk

  kedalam empat kategori sangat baik sebanyak 0%, kategori baik sebanyak 30%, cukup sebanyak 62,5% dan kategori kurang sebanyak 0%. Hasil

  post-test memiliki rata-rata 79,5, standar deviasi 7,14 dan termasuk

  kedalam empat kategori, yaitu kategori sangat baik sebanyak 35 %, kategori baik sebanyak 60 %, kategori cukup 5 % dan kategori kurang sebanyak 0%.

  Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan bermain drama dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan uji normalitas pre-

  test diperoleh harga= 0,11. Ternyata < yaitu 0,11< 0,14. Ini membuktikan

  bahwa data hasil pembelajaran mengekspresikan dialog dalam pementasan drama dengan metode bermain peran berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas pada post-testdiperoleh = 0,13. Ternyata < yaitu 0,13< 0,14. Ini membuktikan bahwa data hasil pembelajaran mengekspresikan dialog dalam pementasan drama dengan metode bermain peran berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas pre-test yang diteliti oleh = 1,08 dan = 1,69. Hal ini dibuktikan sampel dari populasi yang homogen. Hasil perhitungan uji “t” diperoleh>yaitu 10,3 > 2,03. Pengujian hipotesis nihil ) ditolak dan hipotesis alternatif ) diterima. Hal ini membuktikan bahwa Metode Pembelajaran Bermain Peran berpengaruh positif dalam kemampuan mengekspresikan dialog dalam pementasan drama siswa kelas

  XI SMA Laksamana Martadinata Medan Tahun Ajaran 2013/2014.

  Perbedaan penelitian relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dipakai menggunakan Penelitian Tindakan Kelas dan adanya penekanan pada aspek karakter yang dipakai. Dalam penelitian ini menekankan pada aspek karakter kreativitas dan prestasi belajar.

  Sedangkan untuk penelitian relevan menggunakan metode eksperimen dan hanya pada prestasi belajar tanpa aspek karakter kreativitas .

C. Kerangka Berpikir

  Guru menempati kedudukan sentral dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya adalah pelaksanaan kurikulum oleh guru. Dalam pelaksanaannya guru harus memiliki strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.

  Metode pembelajaran yang selama ini dilakukan di SD Negeri 1 Kejawar tepatnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V masih kurang melibatkan peran aktif siswa. Oleh karena itu metode pembelajaran yang masih bersifat klasikal perlu ditingkatkan kembali.

  Dalam pembelajaran materi drama akan lebih menarik apabila disajikan dalam bentuk pementasan, siswa dapat berperan secara langsung dalam penyampaian isi materi. Sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami dan selalu mengingat materi yang telah dipelajari.

  Untuk itu diharapkan penerapan metode pembelajaran melalui bermain peran pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar Bahasa Indonesia materi memerankan tokoh drama pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kejawar.

D. Hipotesis Tindakan

  Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu diharapkan melalui metode bermain peran dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar Bahasa Indonesia materi memerankan tokoh drama pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kejawar.