BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Pengertian - RESTU ARDIYANTO BAB II

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

  rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata (Direja, 2011).

  Halusinasi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsangan tersebut di sadari dan di mengerti penginderaan/sensasi. Gangguan persepsi : ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Rusdi, 2013).

  Halusinasi penglihatan stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan (Kusumawati& Hartono 2011).

  Dari beberapa pengertian halusinasi diatas yang diungkapkan oleh para ahli maka penulis dapat menyimpulkan bahwa halusinasi penglihatan adalah kesalahan stimulus yang nyata oleh indera penglihatan klien melihat gambar yang jelas atau samar dan oranglain tidak melihat.

  7

B. Etiologi 1. Faktor Predisposisi menurut Yosep, (2011)

  a. Faktor Perkembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisasian keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri.

  b. Faktor Sosiologi Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

  c. Faktor Biokimia Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia buffofenom dan dimetytranfenase sehingga terjadi keseimbangan acetrycolin & Dofamine.

  d. Faktor Psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif, klien lebih memilih kesenangan sesaat & lari dari alam nyata menuju alam khayal.

  e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

  Menurut Stuart, (2006) yang termasuk faktor

  • – faktor penyebab dari halusinasi adalah sebagai berikut :

  1. Faktor presipitasi

  a. Biologis Gangguan dalam berkomunikasi dan putaran baik otak , yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi Stimulus.

  b. Stress Lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

  c. Sumber Koping Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.

C. Jenis-jenis Halusinasi

  Menurut Trimelia, (2011) :

  1. Halusinasi Pendengaran (audiotori) Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab menutup telinga, mulut komat- kamit, dan ada gerakan tangan.

  2. Halusinasi Penglihatan (Visual) Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.

  3. Halusinasi Penciuman (olfactory) Tercium bau busuk,amis dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum.

  Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu, menutup hidung.

  4. Halusinasi Pengecapan (gustatori) Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah , urine atau feses.

  Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.

  5. Halusinasi Perabaan (taktil) Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan mahluk halus.

  Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba- raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.

  6. Halusinasi Sinestetik Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pemebentukan urine, perasaan tubuhnya melayang diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

D. Tanda dan Gejala

  Data subjektif dan objektif menurut Trimelia, (2011) adalah sebagai berikut :

  1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

  2. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara

  3. Gerakan mata cepat

  4. Respon verbal lamban atau diam

  5. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan

  6. Terlihat bicara sendiri

  7. Menggerakan bola mata dengan cepat

  8. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

  9. Duduk terpaku,memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain

  10. Disorientasi (waktu, tempat, orang)

  11. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

  12. Perubahan perilaku dan pola komunikasi

  13. Gelisah, ketakutan, ansietas

  14. Peka rangsang E.

   Psikopatologi

  Proses terjadinya halusinasi menurut Stuart, (2006) :

  1. Faktor predisposisi : faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stres

  2. Stressor presipitasi : stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan dan yang membutuhkan energi ekstra untuk koping

  3. Penilaian terhadap stresor : evaluasi tentang makna stressor bagi kesejahteraan individu yang didalamnya stresor memiliki arti, intensitas, dan kepentingan

  4. Sumber koping : evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi individu

  5. Mekanisme koping : tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri.

6. Rentang respon koping- rentang : respon manusia yang adaptif sampai

  maladaptif 7.

   aktivitas tahap pengobatan : rentang fungsi keperawatan yang

  berhubungan dengan tujuan pengobatan, pengkajian keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil yang diharapkan.

  Faktor predisposisi Biologis psikologis sosiokultural

  Stressor presipitasi Biologi Tekanan lingkungan gejala

  Penilaian terhadap stresor Mekanisme koping

  Menarik diri proyeksi regresi Konstruktif destruktif

Gambar 2.1 Psikopatologis Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Stuart, ( 2006).

F. Rentang respon

  Konstruktif restruktif

  Adaptif mal adaptif

  Pikiran logis Kadang-kadang proses pikir terganggu Waham

  Perseps iakurat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten dengan pengalaman

  Emosi berlebihan Kesukaran proses emosi perilaku cocok Perilaku yang tidak terbiasa

  Perilaku tidak terorganisasi hubungan sosial harmonis

  Menarik diri Isolasi sosial

Gambar 2.2 Rentang Respon Halusinasi Penglihatan

  (Direja, 2011)

G. Fase-fase halusinasi

  Fase halusinasi menurut Direja, (2011) yaitu: 1.

   Fase pertama Disebut juga Fase Comforting, yaitu fase yang menyenangkan.

  Pada tahap ini masuk dalam golongan non psikotik. Karakteristik : klien mengalami cemas , kesepian , perasaan berdosa dan tidak dapat diselesaikan.Klien mulai melamun dan memikirkan hal

  • – hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

  2. Fase ke dua

  Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan, termasuk psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat melamun, dan berfikir sendiri menjadi domainan mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda

  • – tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realistis.

  3. Fase ke tiga

  Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori berkuasa termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan di kendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase ke empat

  Fase ke empat adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya termasuk psikotik berat.

  Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

  Perilaku klien potensi bunuh diri, perilaku kekerasaan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

H. Sumber Koping

  Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kriativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan Fitria, (2012).

I. Mekanisme koping

  Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif Stuart, (2006) :

  1. Regresi berhubungan dengan masalh proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.

  2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi

  3. Menarik diri

  J. Pohon Masalah

  Risiko perilaku kekerasan......................................................Akibat Gangguan sensori persepsi : halusinasi................................Core Problem

  Isolasi sosial................................................................Penyebab

Gambar 2.3 Pohon Masalah

  (Fitria, 2009)

  K. Diagnosa Keperawatan

  1. Risiko Perilaku Kekerasan

  2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi

  3. Isolasi sosial

  L. Penatalaksanaan gangguan jiwa

  Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan dengan farmakologi, teteapi juga pemberian psikoterapi,serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit pasien yang akan mendukung penyembuhan pasien jiwa. Pada terapi diatas juga dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa disingkirkan dengan penyakit yang dialaminya Kusumawati & Hartono , ( 2011)

  1. Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat-obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka sama dengan psikotropika sama dengan phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmaterapi medikasi psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental Penderita karena kerjanya pada otak/ sistem saraf pusat.

  2. Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien.walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien ,tetapi target terapi adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi.

  a. Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi moilitas fisik klienyang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.

  b. Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.

  c. Isolasi adalah bentuk teraapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta perilaku yang menyimpang.

  d. terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan pada klien dengan depresi.

  M. Intervensi

  1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi menurut Direja (2011) Tum : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

  Tuk : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria hasil :

  a. Klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat

  b. Menunjukan rasa sayang

  c. Ada kontak mata

  d. Mau berjabat tangan

  e. Mau menjawab salam

  f. Mau menyebut nama

  g. Mau berdampingan dengan perawat

  h. Mau mengutrakan masalh yang dihadapi Tindakan keperawatan

  a. Bina hubungan saling percaya dengan prisip terapeutik

  b. Sapa klien dengan ramah

  c. Tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai

  d. Jelaskan tujuan pertemuan

  e. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya

  f. Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien

  Klien dapat mengenal halusinasinya : Kriteria hasil:

  a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi b. Klien dapat mengngkapkan perasaan terhadap halusinasinya Tindakan keperawatan

  a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda- tandanya b. Adakan kontak singkat dan sering secara bertahap

  c. Observasi perilaku verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasinya d. Terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat e. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi,isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi f. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya ketika halusinasi muncul g. Diskusikan dengan klien mengenai perasaanya saat terjadi halusinasi

  h. Berikan reinforcment positif atau pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaanya.

  Klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria hasil :

  a. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya b. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasinya

  c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya

  d. Klien dapat memilih cara mengen dalikan halusinasinya Tindakan keperawatan

  a. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan jika halusinasi muncul b. Beri pujian dan penguatan terhadap tindkan positif

  c. Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah halusinasi

  d. Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi e. Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi f. Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar

  g. Diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah dilakukan Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sisitem pendukung untuk mengendalikan halusinasinya Kriteria hasil:

  a. Keluarga dapat saling percaya dengan perwat

  b. Keluarga dapat menjelaskan perasaanya

  c. Keluarga dapat menjelaskan cara merwat klien halusinasi

  d. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien halusinasi dirumah e. Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien halusinasi

  Tindakan keperawatan:

  a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga (ucapkan salam, perkenalkan diri sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi perasaan

  b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: 1) perilaku halusinasi 2) akibat yang akan terjadi jika perilaku halusinasi 3) cara keluarga menghadapi klien halusinasi 4) cara keluarga meerawat klien halusinasi 5) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk mengontrol halusinasinya c. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan berganntian menjenguk klien miminal seminggu sekali d. Berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah dicapai keluarga Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Kriteria hasil:

  a. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat

  b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar

  c. Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat d. Klien dapat meneyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat

  Tindakan keperawatan :

  a. Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat minum obat b. Anjurkan klienminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar f. Berikan reinforcement positif atau pujian.

  2. Isolasi sosial menurut Direja (2011) Tum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

  Tuk : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

  2. Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungn dengan orang lain.

  3. Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.

  4. Klien dapat berkenalan.

  5. Klien dapat menentukan topik pembicaraan.

  6. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap berkenalan dengan orang pertama (perawat).

  7. Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan dengan orang kedua (pasien lain). Intervensi : a. Beri salam dan panggil nama klien.

  b. Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan.

  c. Jelaskan tujuan interaksi.

  d. Jelaskan kontrak yang akan dibuat.

  e. Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati.

  f. Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.

  g. Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah sakit.

  h. Beri kesempatan klien mangatakan keuntungan berhubungan atau berinteraksi. i. Beri kesempatan klien untuk mengatakan kerugian berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. j. Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan. k. Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan. l. Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topik pembicaraan. m. Latih berhubungan sosial secara bertahap dengan perawat. n. Masukkan dlam jadwal kegiatan klien. o. Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan teman satu ruangan atau sesama pasien. p. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien.

  3. Risiko perilaku kekerasan menurut Direja (2011) Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual.

  Tuk : 1. Bina hubungan saling percaya.

  2. Klien dapat mengidentifikasi perilku kekerasan.

  3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. 4. klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Intervensi :

  a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi terapeutik.

  b. Bantu klien mengungkapkan perasaan.

  c. Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan.

  d. Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku kekerasan.

  e. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.

  f. Anjurkan klien memprktekan latihan.

  4. Harga diri rendah menurut Direja (2011) Tum : Klien mampu meningkatkan harga dirinya.

  Tuk : 1. Klien mampu membina hubungan saling percaya.

  2. Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki.

  3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

  4. Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  5. Klien dapat melakukan kegiatan. Intervensi : a. Bina hubungan terapeutik.

  b. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.

  c. Beri kesempatan klien untuk mencoba.

  d. Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif.

  e. Utamakan memberikan pujian realistik.

  f. Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa digunakan.

  g. Rencanakan bersama.

  h. Beri reinforcement positif atas usaha klien.