1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Nanda Prima Rakhma Febryta BAB I

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu

  yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka butuhkan. Sarafino (1998) juga mengatakan bahwa kelebihan berat badan adalah sebagai suatu simpanan yang berlebih dalam bentuk lemak yang berdampak buruk bagi kesehatan.

  Istilah obesitas dan overweight sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan, akan tetapi sesungguhnya obesitas dan

  overweight memiliki arti yang berbeda. Obesitas (kegemukan) adalah

  ketidakseimbangan antara jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan pengeluaran energy oleh tubuh. Orang yang kegemukan memiliki berat badan yang berlebih yang diakibatkan oleh penimbunan lemak tubuh yang berlebih (Wikipedia, 2007). Sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat ideal yang terjadi penimbunan jaringan lemak atau nonlemak meliputi otot, tulang, lemak, dan air (Indonesian Nutrion Network, 2005).

  Penelitian yang dilakukan oleh Padmiari, dkk (2001) di kota Denpasar Bali menunjukkan prevalensi obesitas pada anak sekolah cukup tinggi 13,6%.

  1 Banyaknya macam makanan cepat saji yang dimakan berhubungan dengan naiknya risiko obesitas (OR = 6,5, 95% CI : 1,4 - 30,7). Penelitian yang dilakukan oleh Asmini Asti (2008) mengenai pengetahuan gizi seimbang dengan status gizi remaja pada siswa Madrasah Tsanawiyah didapatkan bahwa yang mempunyai pengetahuan gizi baik 54,21% dan status gizi baik 57,31%. Penelitian lain yang dilakukan Nurbaety Junus (2003) yang berhubungan dengan status gizi di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai status gizi baik 64,9% sedangkan status gizi kurang 31,1% dan status gizi buruk 4,1%.

  Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari berat badan normal dianggap mengalami overweight. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dan berat badan adalah sekitar 25-30% bagi wanita dan 18-23% pada pria (Wikipedia, 2007). Berdasarkan World Health Organization (WHO) seorang dikatakan overweight jika hasil IMT (Indeks massa tubuh) sebesar 25,0-29,9 sedangkan seseorang dikatakan obesitas jika hasil IMT sebesar 30.0-34,9 (Sudoyo, 2006).

  Penelitian dari Indika (2010) menyatakan bahwa berat badan yang ideal merupakan dambaan dari setiap orang baik wanita maupun pria, remaja atau orang dewasa karena baik untuk segi penampilan fisik maupun dari segi kesehatan. Terutama kaum muda atau remaja lebih banyak yang mendambakan karena dengan berat yang ideal penampilan fisik akan menjadi lebih menarik. Bila penampilan fisik bagus (cantik dan tidak gemuk) akan meningkatkan percaya diri pada remaja, terlebih remaja putri, maka penampilan fisik yang terlalu gemuk adalah hal yang paling ditakuti.

  Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam. sebagai contoh di Kawasan Asia Pasifik, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obesitas. Di Thailand 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas. Didaerah perkotaan Cina prevalensi overweight adalah 12% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang didaerah pedesaan prevalensi overweight pada laki- laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8% (Katie, 2010). Di Indonesia prevelensi kelebihan berat badan pada penduduk di usia 18 tahun 2010 menunjukkan angka cukup tinggi. Terdapat 21,7% penduduk di usia 18 tahun yang masuk golongan gemuk dan obesitas. Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas lebih banyak diderita oleh perempuan. Laki-laki memiliki prevalensi 16,3 sedangkan perempuan memiliki prevalensi 26,9 tingkat prevalensi obesitas pada remaja 12-17 tahun ditemukan 6,2% dan overweight 11,4%. Kasus obesitas pada remaja ini banyak ditemukan pada remaja putri (10,2%) dibandingkan dengan remaja putra (3,1%) (Depkes, 2010).

  Berdasarkan data Depkes tahun 2004 di Jawa Tengah khususnya di Semarang, angka prevalensi gizi lebih menunjukkan dari 1730 remaja diketahui 9% overweight dan 20% menderita obesitas (Risnaningsih, 2007).

  Menurut hasil Rekapitulasi Laporan Program Kesehatan Remaja Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2011, dari 102.142 remaja usia 10-19 tahun yang baru dilayani program kesehatan remaja 2,26% diantaranya mengalami overweight. Berdasarkan dari Rekapitulasi Hasil Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Tingkat SMA/MA Semarang tahun 2011 menunjukkan dari 16.579 remaja usia 16 tahun sebanyak 18,83% mengalami status overweight.

  Indika (2010) menyampaikan remaja adalah usia yang identik dengan pertumbuhan dan perubahan fisik, yang sering dikenal dengan istilah pubertas.

  Ketika memasuki pubertas tersebut remaja menjadi lebih peduli terhadap penambahan berat badan mereka, terutama bagi remaja putri yang mengetahui bahwa tubuhnya sedang mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga menjadikan lebih mudah mengalami kenaikan apabila mengkonsumsi makanan berkalori tinggi.

  Masa remaja merupakan periode peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan yang pesat pada berbagai aspek yang disebut pubertas. Selama masa pubertas, terjadi percepatan pertumbuhan tinggi badan, berat badan, perkembangan ciri kelamin primer (organ seks), dan sekunder serta perubahan psikologi (WHO, 1995). perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan : perubahan tinggi dan berat badan, perubahan dalam proporsi tubuh, perubahan pubertas, ciri – ciri seks primer, ciri – ciri seks sekunder.

  Pada remaja putri, pertambahan tinggi badan terjadi 2 tahun lebih dini dibandingkan dengan remaja putra. Hal tersebut kemudian diikuti perubahan proporsi tubuh. Pada remaja putri terjadi peningkatan lemak tubuh dan perubahan kontur tubuh dengan adanya penimbunan lemak pada pelvis, payudara, ekstremitas tubuh, tubuh bagian belakang dan paha bagian belakang. Saat puncak pertumbuhan pada remaja putri terjadi penimbunan lemak 2 kali dibandingkan remaja putra (Rebar, 2007).

  Menurut Kopelman (2002) Kegemukan dan kenaikan berat badan disebabkan oleh faktor yang kompleks meliputi faktor genetik dan lingkungan.

  Faktor lingkungan termasuk konsumsi pangan, sosial-budaya, aktivitas fisik atau olahraga, dan metabolik. Selanjutnya, perkembangan faktor lingkungan lain, seperti sosial-ekonomi dan teknologi, berperan penting dalam menggeser gaya hidup yang semula sehat menjadi tidak sehat, yang dapat memicu kejadian kegemukan. Pada faktor lingkungan sebagai penyebab kegemukan, konsumsi pangan (sayuran & buah, makanan berlemak) dan aktivitas fisik memainkan peran yang sangat penting.

  Prevalensi overweight dan obesitas mengalami peningkatan yang diakibatkan dua faktor yaitu gaya hidup dan genetik (Semiardji, 2008). Salah satu peneyebab kenaikan berat badan adalah Gaya hidup. Adanya perubahan gaya hidup pada remaja saat ini mengakibatkan terjadinya kenaikan pada berat badan (Heryanti, 2009). Remaja sekarang jarang bergerak, berolahraga, beraktivitas dan juga jarang mengatur pola makan. Mereka cenderung lebih suka mengemil duduk didepan televisi, laptop, notebook atau computer untuk menonton film atau bermain game dan lain sebagainya. Peningkatan kejadian kegemukan dan kenaikan berat badan juga dipengaruhi secara signifikan oleh peningkatan kecenderungan konsumsi fast food berlemak tinggi (Asche, 2005). Asupan makanan berenergi tinggi tanpa diimbangi dengan cukup aktivitas fisik akan meningkatkan simpanan energi berupa lemak pada jaringan adiposa dalam tubuh (Wahlqvis, 2002). Secara Klinis kenaikan berat badan dapat di kenali dengan mudah antara lain wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relative pendek, perut membuncit dinding perut yang berlipat-lipat (Purnamawati, 2009).

  Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara terhadap 15 orang siswi MA Al-Hidayah, 7 orang mengatakan dalam satu minggu berolahraga 3- 4 kali. Sedangkan 5 orang berolahraga 2 kali, dan 3 orang berolahraga 1 kali. Pada pola makan, 6 orang siswi mengatakan makan lebih dari 3x dalam sehari. 5 orang siswi mengatakan makan secara teratur yaitu 3 kali dalam sehari dan 4 orang siswi menyatakan makan hanya 2 kali sehari dan 15 siswi semua mengatakan bahwa mereka mengemil pada saat menonton televisi. Berat badan masing-masing individu yaitu sekitar 36-53 Kg, 7 orang mengatakan bahwa merasakan berat badanya naik dan 8 orang mengatakan biasa-biasa saja. Terakhir mereka di timbang berat badanya pada bulan agustus tahun 2013.

  Gaya hidup seperti itu menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarahkan pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam keadaan negatif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stress yang dialami (lisnawati, 2001)

  Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang gaya hidup terhadap kecenderungan kenaikan berat badan khususnya pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah “apakah terdapat hubungan gaya hidup (lifestyle) dengan kecenderungan kenaikan berat badan pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara”.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan Umum : Mengetahui hubungan gaya hidup dengan kenaikan berat badan pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

  Tujuan Khusus : 1.

  Diketahui karakteristik siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara

  2. Diketahui kenaikan berat badan siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara 3. Diketahui pola makan siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

  4. Diketauhi aktivitas fisik siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

  5. Diketahui gaya hidup siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara

  6. Diketahui hubungan pola makan dengan kenaikan berat badan pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

  7. Diketahui hubungan aktifitas fisik dengan kenaikan berat badan pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

  8. Ada hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan kenaikan berat badan pada siswi MA Al-Hidayah Purwareja Klampok, kabupaten Banjarnegara.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi institusi Pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai kontribusi untuk menambah wawasan, pengetahuan dan informasi tentang gaya hidup terhadap kenaikan berat badan.

  2. Bagi Subyek peneliti Sebagai bahan informasi, menambah wawasan dan memberi gambaran siswi mengenai hubungan gaya hidup terhadap kenaikan berat badan.

  3. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan gaya hidup terhadap kenaikan berat badan.

E. Penelitian terkait

  Pada penelitian sebelumnya terdapat penelitian yang mendukung yaitu Penelitian dari Humayrah Fakultas Ekologi Manusia Institusi Pertanian Bogor tentang Faktor gaya hidup dalam hubunganya dengan resiko kegemukan orang dewasa di provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo dengan desain cross sectional study tahum 2009. Hasil penelitian menunjukan Kebiasaan konsumsi makanan manis (-) berhubungan nyata dengan kegemukan di Sulawesi Utara dan tidak berhubungan nyata di DKI Jakarta dan Gorontalo. Kebiasaan makanan berlemak (+) berhubungan nyata di Sulawesi Utara dan tidak berhubungan nyata di DKI Jakarta dan Gorontalo.

  Kemudian kebiasaan konsumsi jeroan berhubungan nyata di DKI Jakarta (hubungan negatif) dan di Sulawesi Utara (hubungan positif) namun tidak berhubungan nyata di Gorontalo. konsumsi sayuran dan buah, minum minuman beralkohol, aktivitas fisik berat berhubungan nyata (p<0.05) dengan kejadian kegemukan sampel di Sulawesi Utara. Kemudian di Gorontalo jenis kelamin, status kawin, wilayah, minum minuman beralkohol, aktivitas fisik berat berhubungan nyata (p<0.05) dengan kegemukan sampel. Berbeda dengan DKI Jakarta, jenis kelamin, status kawin, konsumsi sayuran dan buah, minuman beralkohol, aktivitas fisik berat dan kondisi mental emosional berhubungan nyata (p<0.05). Perbedaan dari yang diteliti adalah Humayrah meneliti kegemukan pada orang dewasa. Sedangkan peneliti kenaikan berat badan pada remaja putri. Persamaann dari yang diteliti yaitu menggunakan metode cross sectional.

  Penelitian dari Sartika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan judul Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia tahun 2011 dengan metode deskriptif kuantitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan obesitas pada anak usia 5-15 tahun adalah tingkat pendidikan anak setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, riwayat obesitas ayah, kebiasaan olah raga dan merokok serta asupan protein. Perbedaan dari yang diteliti adalah Sartika menggunakan variabel bebas yaitu umur, jenis kelamin, riwayat obesitas orang tua, tingkat pendidikan, kebiasaan olah raga dan merokok, perilaku konsumsi makan. Sedangkan peneliti menggunakan variabel bebas yaitu gaya hidup. Persamaan dari yang diteliti yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian desain cross sectional.

  Penelitian dari Mappaompo Fakultas Ilmu Keguruan Universitas Negeri Makasar tentang Obesitas dan Olahraga dengan metode deskriptif Kualitatif.

  Hasil penelitian Mappaompo menunjukan bahwa Pengaruh yang ditimbulkan sebagai akibat dari obesitas adalah sebagai berikut: kegemukan memberikan beban psikologis, menambah tekanan darah, menambah hiperkolesterolemia, menambah kemungkinan diabetes, menambah resiko kanker, menambah resiko kematian, menambah resiko penyakit pembuluh jantung koroner. Aktivitas fisik (olahraga) sangat berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh. Dengan penimbunan lemak dan asam laktat yang sedikit maka akan dapat mengurangi terjadinya obisitas. Perbedaan dari yang diteliti adalah Mappaompo menggunakan metode deskriptif kualitatif.

  Sedangkan peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitaif.