BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Landasan teori 2.1.1 Minyak Cengkeh - Muhammad Gigih Panji Mahardhika BAB II

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Landasan teori

2.1.1 Minyak Cengkeh

  Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak atsiri yang cukup penting di dunia, bahkan untuk beberapa komoditas tertentu menguasai pangsa pasar di dunia. Diantara minyak atsiri yang terkenal adalah minyak cengkeh (cloves oil). Data ekspor minyak cengkeh, pada tahun 2005 terjadi kenaikan harga sebesar 50% menjadi 25,5 US $. Sedangkan data impor eugenol pada tahun 2005 sebesar 5.473 US $ ( Badan Pusat Statistik, 2005 )

  Komponen terbesar pada minyak cengkeh adalah eugenol sebesar 65,03%, trans-caryophyllene 20,94% dan α-Humulene sebesar 3,04%.

  Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI, 2006), minyak daun cengkeh mempunyai kadar eugenol minimal 78% dan beta-caryophyllene min 17 % (SNI, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Jirovetz tahun 2009(dalam Jayanudin,2011) yang menganalisa komponen yang terkandung minyak atsiri daun cengkeh menggunakan penyulingan uap didapat 23 komponen dengan kadar tertinggi yaitu eugenol 76,8%, β-caryophyllene 17,4%, α-humulene (2.1%), dan eugenyl acetate 1.2% (Jayanudin, 2011).

  Efek minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan mikroba B.

  subtillis, S. aureus dan P. aeruginosa selama pengujian dengan menggunakan

  minyak cengkeh terlihat bahwa ketiga bakteri tersebut tidak ada yang tumbuh selama waktu pengamatan 24, 48 dan 72 jam. Hal ini terlihat dalam hasil pengamatan bahwa laju pertumbuhannya stabil berada di rata-rata pertumbuhan Radiastuti,2009).

  Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo dan losion) dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa dalam industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi dalam industri farmasi atau obat-obatan (anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri) dalam industri bahan pengawet bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena itu, tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.1.2 Minimum inhibitor concentration (MIC)

  Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.

  Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba. (Jawetz et al.,1996).

2.1.3 Penyulingan

  Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Prinsip destilasi ini adalah penguapan dan pengembunan kembali uap tersebut pada suhu titik didih. Sebelum dilakukan penyulingan, tanaman tersebut perlu dilakukan proses pelayuan dan pengeringan bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih singkat (Ketaren, 1985).

  Penyulingan merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponenkomponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen- komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983).

  Teori Dasar Distilasi

   Perpindahan panas ke cairan yang sedang mendidih memegang peranan yang penting pada proses evaporasi dan distilasi atau juga pada proses biologi dan proses kimia lain seperti proses petroleum, pengendalian temperatur suatu reaksi kimia, evaporasi suatu bahan pangan dan sebagainya. Cairan yang sedang dididihnya biasanya ditampung dalam bejana dengan panas yang berasal dari pipa-pipa pemanas yang horizontal atau vertikal. Pipa dan plat-plat tersebut dipanaskan dengan listrik, dengan cairan panas atau uap panas pada sisi yang lain (Geankopolis, 1983).

  Zat cair yang mudah larut kepada suatu cairan dalam keadaan suhu konstan, maka cairan tersebut akan larut sempurna pada larutan yang pertama.

  Kedua larutan tersebut terbentuk fase tunggal dimana bagian permukaan dari campuran lauratn tersebut terutama terdiri dari molekul-molekul cairan jenis pertama. Jumlah molekul cairan jenis pertama yang lolos ke dalam ruang penguapan dalam waktu tertentu tergantung dari jumlah molekul yang berada di lapisan permukaan cairan. Jumlah ini lebih sedikit dibanding dengan larutan murni semula. Akan tetapi bagi molekul yang saling larut sempurna, molekul Karena luas permukaan tidak berubah, sedangkan molekul cairan jenis pertama lebih banyak berkondensasi daripada menguap, maka untuk sementara waktu keadaan keseimbangan akan terganggu. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai tercapai suatu ketimbangan yang mantap, yaitu pada saat kecepatan penguapan dan kondensasi sudah sama besarnya. (Geankopolis, 1983).

2.1.4 Ekstrasi

  Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert kedalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi (Panji, 2005).

  Ekstraksi tergantung dari beberapa faktor antara lain yaitu :

  1. Ukuran partikel

  2. Jenis partikel

  3. Suhu

  4. Pengadukan

  Ekstraksi termasuk proses pemisahan melalui dasar operasi difusi. Secara difusi, proses pemisahan terjadi karena adanya perpindahan solute, searah fasa yang saling kontak sedemikian, hingga pada suatu saat, sistem berada dalam keseimbangan.

  Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar:

  1. Langkah pencampuran, dengan menambahkan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah (MSA).

  2. Langkah pembentukan fasa kedua atau fasa ekstrak yang diikuti dengan pembentukan keseimbangan.

  3. Langkah pemisahan kedua fasa seimbang.

  Sebagai tenaga pemisah, solven harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya dengan diluen adalah terbatas atau bahkan sama sekali tidak melarutkan, karena, ketika sejumlah massa solven ditambahkan ke dalam larutan (solute dalam diluen), maka akan terbentuk dua fasa cairan yang tidak saling melarut (Treybal,1981).

  Pemisahan kedua fasa seimbang, dengan mudah dapat dilakukan jika

  densitas fasa Rafinat dan fasa Ekstrak memiliki perbedaan yang cukup. Tetapi

  jika densitas kedua fasa hampir sama, maka pemisahan menjadi semakin sulit, karena campuran cenderung membentuk emulsi. Lebih jauh, sebagai tenaga pemisah, Solven diharapkan dapat melarutkan solute cukup baik, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara kimia dengan solute maupun diluen, murah dan mudah diperoleh secara kimia dengan solute maupun diluen, murah dan mudah diperoleh secara kimia dengan solute maupun diluen, murah dan mudah diperoleh (Guenther,1987) . (Guenther,1987) . (Guenther,1987) . yang digunakan sebagai tenaga pemisah. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak yang digunakan sebagai tenaga pemisah. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak yang digunakan sebagai tenaga pemisah. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain seperti proses pengambilan berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain seperti proses pengambilan berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain seperti proses pengambilan kembali solven dari fasa ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai kembali solven dari fasa ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai kembali solven dari fasa ekstrak sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara dapat dilakukan, misalnya tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara dapat dilakukan, misalnya tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara dapat dilakukan, misalnya dengan cara distilasi pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan untuk dengan cara distilasi pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan untuk dengan cara distilasi pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya (Guenther, 1987). mengurangi sifat kelarutannya (Guenther, 1987). mengurangi sifat kelarutannya (Guenther, 1987).

  2.1.5 n-Hexane 2.1.5 n-Hexane 2.1.5 n-Hexane n-Hexane adalah senyawa yang memiliki berat molekul 86,18 g/mol n-Hexane adalah senyawa yang memiliki berat molekul 86,18 g/mol n-Hexane adalah senyawa yang memiliki berat molekul 86,18 g/mol

  dengan rumus molekul dengan rumus molekul dengan rumus molekul dengan rumus struktur : dengan rumus struktur : dengan rumus struktur :

Gambar 2.1. Strukutur n-Heksane Gambar 2.1. Strukutur n-Heksane Gambar 2.1. Strukutur n-Heksane n-Hexane mempunyai sifat fisik yaitu cair dan mudah terbakar. n-Hexane mempunyai sifat fisik yaitu cair dan mudah terbakar. n-Hexane mempunyai sifat fisik yaitu cair dan mudah terbakar.

  Sedangkan kegunaan nya adalah sebagai pelarut organik. (Nurramdhani,2012). Sedangkan kegunaan nya adalah sebagai pelarut organik. (Nurramdhani,2012). Sedangkan kegunaan nya adalah sebagai pelarut organik. (Nurramdhani,2012).

  Menurut Guenther, 1987, pelarut sangat mempengaruhi proses Menurut Guenther, 1987, pelarut sangat mempengaruhi proses Menurut Guenther, 1987, pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnyadipengaruhi oleh faktor-faktor antara ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnyadipengaruhi oleh faktor-faktor antara ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnyadipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : lain : lain :

  1. Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna. diuapkan tanpa menggunakansuhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak.

  3. Pelarut tidak larut dalam air

  4. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain 5. Harga pelarut semurah mungkin.

  6. Pelarut mudah terbakar.

  n-Hexane Merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat

  minyak yang terkandung dalam tumbuh tumbuhan dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk. Pelarut ini memiliki titik didih antara 65–70 °C.

2.1.6 Bakteri Patogen

2.1.6.1 Salmonella tiphymurium

Gambar 2.2 Koloni Salmonella tiphymurium

  Salmonella tiphymurium (gambar 2.2) adalah bakteri batang lurus,

  gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x

  0.5-0,8 μm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z,dkk, 2005),

  Merujuk pada penelitian dari WHO Salmonella sp hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa,membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memproduksi hidrogen sulfide atau H2S, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak cembung, jernih, pada media tidak menyebabkan hemolisis, pada media Mac Conceykoloni Salmonella sp. Tidak memfermentasi laktosa Salmonella sp tahan hidup dalam air yang dibekukan dalamwaktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut berguna untuk ditambahkan pada media isolasi. (WHO, 2003)

2.1.6.2 Escherichia coli

Gambar 2.3 Koloni Escherichia coli

  Bakteri E. coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor

  Escherichia coli dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 μm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, Wise, 2004).

  Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein . Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel (Tizard,2004).

  Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela.

  Dinding sel E. coli berupa lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O. Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E. coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H. Faktor virulensi E.

  coli juga disebabkan oleh enterotoksin, hemolisin kolisin, siderophor, (Quinn et al. 2002).

2.1.6.3 Vibrio cholerae

Gambar 2.4 Bakteri Vibrio cholerae

  Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk pada family Vibrioneceae. Vibrio cholerae termasuk dalam bakteri gram negatif berbentuk

  µm (gambar 2.4). Bakteri ini dapat bergerak aktif karena mempunyai satu buah flagella polar (monotrikh) dan tidak membentuk spora. Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 18-37

  °C dan dapat tumbuh di berbagai media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan aspargin sebagai sumber karbon dan nitrogen. Salah sati ciri khas dari Vibrio cholerae ini adalah dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-9,5) dan cepat mati karena asam dan pertumbuhan sangat baik pada pH 7,0. (Amelia,2005).

2.1.6.4 Bacillus subtilis

Gambar 2.5 Koloni Bacillus subtilis

  Bacillus subtilis (gambar 2.5) digolongkan ke dalam kelas bakteri

  heterotrofik, yaitu protista bersifat uniseluler, termasuk dalam golongan mikroorganisme redusen atau yang lazim disebut sebagai dekomposer. Sebagian besar bakteri laut termasuk dalam kelompok bakteri bersifat heterotrofik dan saprofitik (Rheinheimer 1980).

  Marga Bacillus merupakan salah satu dari enam bakteri penghasil endospora. Endospora tersebut berbentuk bulat, oval, elips atau silinder, yang terbentuk di dalam sel vegetatif. Endospora tersebut membedakan Bacillus dari tipe-tipe bakteri pembentuk eksospora (Salle, 1984). Marga Bacillus mampu tumbuh pada temperatus 10-50° C, merupakan saprofit ringan yang tak berbahaya, mudah tumbuh dalam kerapatan tinggi dan mampu membentuk endospora yang tahan panas (Salle 1984).

  Marga Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasil enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.

  Bacillus spp membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan

  adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta bersifat katalase positif (Pelczar et al. 1976).

  Bacillus mampu tumbuh pada temperatus 10-50° C, merupakan

  saprofit ringan yang tak berbahaya, mudah tumbuh dalam kerapatan tinggi dan mampu membentuk endospora yang tahan panas (Salle, 1984).

2.1.6.5 Staphylococcus aureus

Gambar 2.6 Koloni Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus (gambar 2.6) merupakan bakteri Gram Positif,

  tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. (Boyd,1980).

  Menurut Schlegel,1994, Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus

  aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah

  merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit

2.1.7 Penelitian terdahulu tentang aktifitas anti bakteri minyakl atsiri

  Telah dilakukan penelitian efek antibakteri ekstrak etanol daun cengkeh (Eugenia aromatica) dengan menggunakan penyari etanol 96% terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella paratyphi) dengan menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun cengkeh menunjukkan efek antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus

  subtilis, Escherichia coli, dan Salmonella paratyphi. Efek antibakteri dimulai pada konsentrasi 10%, sedangkan pada konsentrasi 1% tidak memberikan efek.

  Hasil penelitian menunjukkan diameter daerah hambat yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diameter daerah hambat dari antibiotika ampisilin yang digunakan sebagai kontrol positif.. Dari analisis data dalam penelitian menggunakan perhitungan analisis statistik anova satu arah, hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara konsentrasi ekatrak daun cengkeh dengan diameter daerah hambat terhadap masingmasing bakteri (Shirly dan Dian, 2008 ).