BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - BAB II ARIF YUDIWIDIYANTORO TE'18

BAB II DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

  Murakarai (1985), melakukan penelitian tentang Flourescent Discharge lampu pelepasan fluoresensi dari keluaran cahaya yang ditingkatkan

  Lamp,

  memiliki sejumlah lapisan fosfor yang ditumpuk pada substrat tabung kaca sehingga konsentrasi aktivator untuk lapisan fosfor yang terletak di dekat substrat kaca kurang dari itu untuk lapisan fosfor yang terletak pada posisi yang jauh dari substrat kaca, sehingga membentuk lapisan fosfor yang memiliki faktor refleksi rendah terhadap sinar ultraviolet pada sisi pelepasan listrik, dan lapisan fosfor untuk meningkatkan efisiensi kuantum dan faktor refleksi tinggi terhadap sinar ultraviolet di sisi substrat kaca. Sinar ultraviolet yang dihasilkan dengan pelepasan listrik disebabkan diserap sebanyak mungkin oleh lapisan fosfor sehingga meningkatkan keluaran cahaya. Lampu yang digunakan dalam, misalnya bidang iluminasi.

  Zhao (2003), melakukan penelitian High Power,High Luminous Flux

  Light Emiting Diode And Method Of Making Same, lampu pancaran cahaya

  beriringan tinggi bercahaya (LED) terdiri dari substrat, struktur pemancar cahaya, elektrode pertama dan elektroda kedua. LED memiliki desain tata letak permukaan atas di mana elektroda pertama memiliki sejumlah kaki yang membentang dalam satu arah, dan elektroda kedua memiliki sejumlah kaki yang membentang ke arah yang berlawanan. Setidaknya sebagian dari kaki elektroda

  5 Pringatun (2011) melakukan serangkaian analisa data terhadap beberapa jenis lampu penerangan jalan Tol Semarang

  pertama diselingi dan dipisahkan terpisah dari bagian kaki elektroda kedua. Ini menyediakan konfigurasi yang meningkatkan penyebaran arus sepanjang kaki kedua elektroda.

  • – Solo yaitu lampu Induksi LVD (THE

  ), lampu HPL

LOW VOLTAGE DIRECT

  • – N, lampu SON – T, lampu HPI – T dan lampu LED dengan daya sesuai yang ada di pasaran maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :

  1. Kuat Penerangan ( Iluminasi ) pada lampu eksisting Tol Semarang

  • – Solo adalah sebagai berikut :

  a. Lampu SON

  • – T 150 W = 19.43 lux

  b. Lampu SON

  • – T 250 W = 36.27 lux sesuai dengan ketentuan dari SNI 7391:2008 hlm. 8 yang memberikan standar iluminasi antara 15 lux – 20 lux.

  2. Karakteristik beberapa jenis lampu penerangan jalan

  a. Peringkat lampu yang memiliki intensitas cahaya, iluminasi, luminasi dan efikasi cahaya dari yang terbaik ke yang terburuk adalah SON

  • – T, LVD, LED, HPI – T, HPL – N.

  b. Peringkat lampu yang memiliki Photopic Luminous fluks dari yang terbaik ke yang terburuk adalah LED, LVD, HPI

  • – T, SON – T, HPL – N.
Dengan kesetaraan intensitas cahaya, iluminasi dan luminasi, total daya lampu SON

  • – T sebesar 19.050 W adalah yang terhemat, dengan kesetaraan Photopic

  Luminous fluks total daya lampu SON – T adalah yang terhemat kedua.

  Muhaimin (2001) Aliran rata

  • – rata energi cahaya adalah arus cahaya atau fluks cahaya. Arus cahaya didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya setiap detik.

  Saputro (2013) melakukan penelitian tentang penggunaan tentang lampu LED pada penerangan rumah maupun jalan. Di Indonesia sendiri penggunaan LED dalam penerangan masih jarang digunakan,ini karena harga dari lampu LED yang cukup mahal jika dibandingkan dengan lampu yang biasa digunakan. Pembuatan LED dilakukan berdasarkan kebutuhan tegangan yang umumnya digunakan oleh konsumen, yaitu pada tegangan 220 V.Maka susunan LED yang paling tepat adalah rangkaian seri, yaitu dengan 36 buah LED, LED ini sendiri disuplai oleh tegangan 220V yang sudah disearahkan sehingga sesuai dengan kebutuhan dari total LED yang dipasang. Sehingga tegangan keluaran dari suplai adalah tegangan searah, bukan lagi tegangan bolak

  • – balik. Pada percobaan dilakukan pengujian menggunakan PQA dan lux meter untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai lumen/watt dari lampu LED adalah nilai binning dari LED tersebut, bahwa semakin besar nilai binning suatu bahan atau produk maka semakin jelek kualitasnya.

  Agam (2015) Nilai efikasi luminus dari lampu LED paling tinggi sehingga energi buanganya paling rendah. Energi dari lampu jenis pijar paling banyak. Hal ini menunjukan bahwa lampu LED memiliki tingkat efisiensi energi paling besar dibandingkan dengan lampu fluorescent dan lampu pijar, dimana lampu pijar memiliki tingkat efisiensi paling kecil dibandingkan jenis lampu lain. Perbedaan tingkat efisiensi dari ketiga lampu yang diteliti disebabkan oleh cara kerjanya yang berbeda-beda.

  Lampu pijar yang memiliki tingkat efisiensi paling rendah dikarenakan prinsip kerja utama dari lampu pijar agar bisa menyala adalah pemanasan elektron pada

  

filament wolfarm, sehingga sebagian besaran energi listrik yang masuk diubah

  menjadi energi panas (kalor) dan hanya sebagian kecil yang diubah menjadi energi cahaya. Lampu jenis flourescent memiliki tingkat efisiensi lebih besar dibandingkan lampu pijar, hal ini karena cara kerja lampu flourescent untuk bisa menyala tidak hanya memanfaatkan transisi energi dari pemanasan elektron, tetapi juga memanfaatkan pendaran gas kimia. Lampu LED yang memiliki tingkat efisiensi paling besar dikarena kan prinsip kerja utama lampu LED untuk dapat menyala tidak lagi menggunakan pemanasan elektron, melainkan hanya memanfaatkan pelepasan energi dari elektron yang dialirkan oleh dioda, sehingga lebih banyak energi cahaya yang dihasilkan.

  Primadiyono (2015) bagaimana efisiensi daya dari lampu LED Alternatif dengan menggunakan ragkaian pararlel dibandingkan dengan lampu LED dipasaran. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil 2 merk dari total populasi yaitu berjumlah 6 lampu LED yang sudah berstandar SNI. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengukuran dan dokumentasi. Hasil penelitian melalui pengukuran didapat hasil data pengukuran data diperoleh dari percobaan dan pengambilan data dengan waktu yang telah ditentukan, data yang diperoleh dianalisis menggunakan perhitungan efisiensi daya. Simpulan dari penelitian ini yaitu lampu LED alternatif dengan pemasangan lampu LED secara paralel tidak terbukti lebih baik dari lampu dipasaran, lampu LED alternatif kurang efisien daya 40% dibandingkan dengan lampu LED merk philips. Dan Lampu LED Alternatif kurang efisien daya 63% dibandingkan dengan lampu LED merk aoki. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebaiknya diharapkan penelitian kedepan dapat mengembangkan lampu LED dengan rangkaian paralel yang jauh lebih efisien dan tahan lama.

2.2 Pencahayaan

2.2.1 Pengertian Cahaya

  Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu cahaya memancarkan energi. Sebagian dari energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu suatu gejala getaran (Harten dan Setiawan, 1981).

  Cahaya merupakan satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang keangkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut:

  1. Pijar, benda padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu tertentu. Intensitas meningkat dan penampilan menjadi semakin putih jika suhu naik

  2. Muatan Listrik, jika arus listrik dilewatkan melalui gas,maka atom dan molekulnya akan memancarkan radiasi, dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada

  3. Electro Luminescence, cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.

  , radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap,

  Photo luminescence

  biasanya oleh suatu padatan dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat, maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence .

2.2.2 Jenis - Jenis Cahaya

  Cahaya nampak, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet dan energi inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak. Pencahayaan sendiri dapat dibagi menjadi:

  1. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.

  Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:

  1) Variasi intensitas cahaya matahari. 2) Distribusi dari terangnya cahaya. 3) Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan. 4) Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.

  2. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut:

  1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. 2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman` 3) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.

  4) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang. 5) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.

2.2.3 Satuan-Satuan Teknik Pencahayaan

  1. Steradian Menurut P. Van Harten dan Setiawan (1981), misalkan panjang busur suatu lingkaran sama dengan jari-jarinya. Kalau kedua busur itu dihubungkan dengan titik tengah lingkaran, maka sudut antara dua jari-jari ini disebut radian, disingkat rad. Misalkan dari permukaan sebuah bola dengan jari-jari r ditentukan suatu bidang dengan luas r². Kalau ujung suatu jari-jari menjalani tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari ini disebut steradian.

Gambar 2.1 Sudut Steradian

  2. Fluks Cahaya Fluks cahaya ialah cahaya per satuan sudut ruang yang di pancarkan ke suatu arah tertentu (Harten, 1981). Menurut Sumardjati (2008) fluks adalah jumlah cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Lambang fluks cahaya adalah F atau Ø dan satuannya dalam lumen (lm). Satu lumen adalah fluks cahaya yang dipancarkan dalam 1 steradian dari sebuah sumber cahaya 1 cd pada pemukaan bola dengan jari-jari R = 1m. Jika fluks cahaya dikaitkan dengan daya listrik maka: Satu watt cahaya dengan panjang gelombang 555mµ sama nilainya dengan 680 lumen. Menurut sejarah, sumber cahaya buatan adalah lilin (candela). Candela dengan singkatan Cd ini merupakan satuan Intensitas Cahaya (I) dari sebuah sumber yang memancarkan energi cahaya ke segala arah (Sumardjati, 2008).

  ........................................................................ (2.1) I = intensitas cahaya (Cd)

  Φ = fluks cahaya (lm)

  ω = omega

  3. Iluminasi Menurut Harten (1981), iluminasi atau intensitas penerangan di suatu bidang ialah fluk cahaya yang jatuh pada 1m² dari bidang itu. Satuan untuk iluminasi ialah lux (lx).jadi 1 lux = 1 lumen per m².

  .................................................................... (2.2) E = iluminasi (lux) = fluks cahaya (lumen) A = luas permukaan bidang ( )

  4. Luminasi Menurut Sumardjati (2008), luminasi adalah suatu ukuran terangnya suatu benda baik pada sumber cahaya maupun pada suatu permukaan.

  Luminasi yang terlalu besar akan menyilaukan mata (contoh lampu pijar tanpa amatur). Luminasi suatu sumber cahaya dan suatu permukaan yang memantulkan cahayanya adalah intensitasnya dibagi dengan luas semua permukaan. Sedangkan luas semua permukaanadalah luas proyeksi sumber cahaya pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, jadi bukan permukaan seluruhnya.

  ............................................................... (2.3) L = luminansi dalam satuan cd/ I = intensitas cahaya dalam satuan cd As = luas semu permukaan dalam satuan

  5. Efikasi Menurut Sumardjati (2008), efikasi adalah rentang angka perbandingan antara fluks cahaya (lumen) dengan daya listrik suatu sumber cahaya (watt), dalam satuan lumen/watt. Efikasi juga disebut fluks cahaya spesifik. Tabel berikut ini menunjukkan efikasi dari macam-macam lampu. Efikasi ini biasanya didapat pada data katalog dari suatu produk lampu.

  ................................................................................... (2.4) K = efikasi cahaya (lm/watt) = fluks cahaya (lm) P = daya listrik (watt)

2.2.4 Pencahayan Lampu 1. Lampu pijar

  Menurut Harten dan Setiawan (1981), cahaya lampu pijar dibangkitkan dengan mengalirnya arus listrik dalam suatu kawat halus. Dalam kawat ini energi listrik diubah menjadi panas dan cahaya. Arus listrik dalam kawat pijar ialah gerakan elektron-elektron bebas. Karena gerakan elektron-elektron ini terjadi benturan-benturan dengan elektron-elektron yang terkait pada inti atom. Supaya sebuah lampu pijar dapat memancarkan sebanyak mungkin cahaya tampak, suhu kawat pijarnya harus ditingkatkan setinggi mungkin. Tentu saja suhu ini tidak dapat melebihi titik lebur bahan kawat pijarnya. Sebagaimana kawat pijar pada umumnya digunakan kawat wolfram. Wolfram ini memiliki i ik le ang inggi ai 3655 k Lampu pijar terdiri atas beberapa bagian utama yaitu: a.

   Brass Base

  Bentuk dari alat ini biasanya bulat spiral yang biasanya terbuat dari bahan yang tahan panas agar tidak leleh jika dialiri arus listrik, dan bagian ini dirancang untuk tahan terhadap korosi bahan ini berfungsi untuk menghubungkan lampu dengan soket lampu/fitting.

  b.

   Filament Stem Base

  Bagian ini berfungsi sebagai pembungkus filament kawat,sebagai isolator,serta sebagai pondasi dasar kawat filament, bagian ini terbuat dari kaca yang meniliki ketahanan panas tinggi dan tidak mudah pecah.

  c.

   Filament Stem

  Berfungsi sebagai penopang posisif filament kawat sehingga tetap tegak berdiri, sehingga performa lampu tetap terjaga.

  d.

   Lamp Gases

  Gas murni yang yang digunakan untuk mengisi ruangan udara di dalam tabung kaca, biasanya diisi oleh gas aragon dan nitrogen, serta gas krypton yang berfungsi sebagai penahan panas dalam tabung lampu.

  e.

   Filament Support

  Bagian yang berfungsi sebagai penyangga filament kawat agar tidak bersentuhan, terdiri atas lima sampai enam kawat penyangga.

  Karena temperatur tabung umumnya mencapai 2700 kelvin, masa kerja lampu ini antara 750-2000 jam.

Gambar 2.2 Lampu Pijar

  Jenis

  • – jenis lampu pijar sebagai berikut :

  1. Lampu benang arang Lampu ini merupakan lampu pijar pertama yang dibuat oleh Thomas Alva

  Edison pada tahun 1879. Pada waktu yang sama , Swan di Inggris juga mencapai hasil yang sama.

  Lampu

  • – lampu pertama itu menggunakan benang arang sebagai sebagai ala pemija S h n a mencapai 2000˚ C Cahaya yang dipancarka kemerah – merahan, dan flux cahaya spesifikasinya 3 lumen

  ∕watt. Kerena menggunakan benang arang, lampu

  • – lampu ini memiliki koefisien suhu negative.

  2. Lampu Vakum Kawat Wolfram Lampu ini merupakan hasil perkembangan dari lampu benang arang.

  Lampu ini diciptakan oleh Coolidge Coil dari Amerika , dia berhasil membuat kawat lampu pijar dari wolfram. Lampu ini bekerja pada temperatur suhu ± 2300˚C dan memp n ai o p caha a ang le ih p ih da i lamp enang arang. Cahaya spesifikasinya sekitar 8 lumen

  ∕watt, pada mulanya bola lampu pijar ini dikosongkan dari gas sehingga disebut lampu vakum.

  3. Lampu Berisi Gas Lampu ini merupakan hasil perkembangan dari lampu vakum. Bola lampu ini diisi dengan gas argon atau nitrogen, sehingga lampu tersebut mempunyai s h ke ja 2700˚C dengan o p caha a spesifikasi kira – kira 12 lumen ∕watt.

  Jenis lampu ini berisi gas dengan tekanan kira

  • – kira 1 atm, akan tetapi gas yang diisikan itu juga mendinginkan kawat pijarnya. Karena itu lalu digunakan kawat pijar spiral. Penemu kawat pijar spiral ini ialah Langmuir yang berasal dari Amerika.

  4. Lampu Bi

  • – arlita

  Lampu ini merupakan hasil perkembangan lampu berisi gas gas, lampu ini mempunyai kawat pijar spiral ganda sehingga panas yang hilang percuma menjadi berkurang, sehingga output cahayanya tinggi. Lampu ini merupakan penemuan dari Dr. W. Geiss Philips. Output cahaya dari lampu ini kira

  • – kira 14 l men ∕wa pada s h ke ja kawa pija an a a 2400˚C - 2700˚C n k mengurangi kesilauan , sebelah dalam lampu ini diburamkan.

  5. Lampu Halogen Lampu halogen tergolong lampu pijar yang kedalam bola lampunya di isi dengan unsur halogen diantaranya iodida. Gelas lampu halogen digunakan jenis gelas keras yang mampu Menahan temperatur hingga 250ºC. disamping itu dengan memakai gelas keras tersebut memungkinkan bola lampu diisi dengan gas tekanan tinggi. Kesulitannya adalah memasukkan iodida kedalam bola lampu karena iodida korsif terhadap pompa yang digunakan untuk mengisikannya. Sehubungan dengan hal tersebut halogen yang kemudian digunakan adalah CH3 Br ( mono bromide metan ) atau CH2Br ( dibromida

  metan ). Lampu halogen berumur rata - rata pemakain 1000 hingga 2000 jam.

  Efekesi lampu halogen mencapai 20 lumen / watt. Umumnya umur lampu pijar biasa hanya sekitar 750 hingga 1.500jam, sementara umur lampu halogen bisa mencapai 2.000 hingga 4.000 Jam.

2. Lampu Flourescent

  Menurut Harten (1981), lampu tabung flouresent pada setiap ujung tabung terdapat elektroda. Elektroda ini terdiri dari kawat pijar dari wolfram dengan sebuah emitter untuk memudahkan emisi elektron-elektron. Tabung

  

flouresent diisi dengan uap air raksa dan gas mulia argon. Dalam keadaan

  menyala uap air raksa dalam tabung sangat rendah. Uap air ini memancarkan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 253,7 mµ. Sinar ini diserap oleh serbuk flouresent dan diubah menjadi cahaya tampak. Dalam tabung selalu ada kelebihan air raksa cair. Karena itu tekana uap air raksa dalam tabung selalu sama dengan uap air raksa jenuh, yang ditentukan oleh suhu tabung di tempat yang paling dingin. Suhu ini disebut suhu kerja, dan kira-k i a sama dengan 40 c

Gambar 2.3 Lampu Flourescent

  Berikut adalah jenis-jenis lampu fluorescent yang dibedakan dari bentuknya:

  1. Linear fluorescent Lampu TL panjang itulah sebagian besar orang menyebut lampu ini.

  Ini adalah lampu fluorescent klasik dan menurut sejarahnya, lampu ini diperkenalkan sejak tahun 1950 lima tahun setelah Indonesia merdeka.

  2. Non-Linear fluorescent

  Jenis yang satu ini bentuknya ada yang lingkaran,

  letter “U”, dan ada juga yang berbentuk panel modul seperti papan.

  3. Compact Fluorescent (CFL)

  Lampu ini dibagi dua jenis lagi yakni self-ballasted atau ballast yang sudah terinstall di dalam rangkaian lampu sehingga tinggal pakai seperti yang sekarang banyak kita jumpai sebagai lampu SL yang dapat langsung dipasang pada fitting ulir biasa. Satu lagi lampu CFL yang haris memasangkan dengan ballast sendiri dan fitting khusus seperti linear fluorescent / TL namun yang satu ini bentuknya sangat ringkas dan kecil.

3. LED

  Menurut Saputro (2013), cahaya pada LED adalah energi elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat.

  Cahaya yang tampak merupakan hasil kombinasi panjang

  • –panjang gelombang yang berbeda dari energi yang dapat terlihat, mata bereaksi melihat pada panjang
  • –panjang gelombang energi elektromagnetik dalam daerah antara radiasi ultraviolet dan inframerah. Cahaya terbentuk dari hasil pergerakan elektron pada sebuah atom. Dimana pada sebuah atom, elektron bergerak pada suatu orbit yang mengelilingi sebuah inti atom. Elektron pada orbit yang berbeda memiliki jumlah energi yang berbeda. Elektron yang berpindah dari orbit dengan tingkat energi lebih tinggi ke orbit dengan tingkat energi lebih rendah perlu melepas energi yang dimilikinya. Energi yang dilepaskan ini merupakan bentuk dari foton sehingga menghasilkan cahaya. Semakin besar energi yang dilepaskan, semakin besar energi yang terkandung dalam foton.

Gambar 2.4 Lampu LED Banyak jenis-jenis Led yang terdapat dipasaran, Berikut ini adalah jenis LED dan definisinya : a.

   Miniature LED

  terbagi atas tiga kategori, yakni low current,

  Miniature LED

  standard dan ultra high output. Jenis lampu LED ini digunakan sebagai indikator pada handphone atau kalkulator. Miniature LED bisa langsung digunakan tanpa tambahan casing atau packaging. Biasanya lampu LED yang tidak dipak hanya berupa chip semikonduktor sederhana yang dihubungkan dengan kabel kabel konduktif.

  b.

   High Power LED (HPL)

  Jenis High Power LED memproduksi intensitas cahaya lampu yang lebih kuat, atau bisa dibilang yang paling kuat diantara semua jenis lampu LED yang ada.Sayangnya lampu ini juga dapat menghantarkan panas lebih cepat jika dibandingkan dengan LED jenis lain. Dalam penggunaan lampu

  High Power LED perlu mempehatikan lokasi pemasangan, dimana area

  pemasangan tersebut harus berasal dari bahan penyerap panas, sehingga lampu LED bisa menjadi dingin selama proses konveksi. Dalam pemakaian High Power LED dihimbau agar lampu ini tidak mengalaim overheating yang akan mengakibatkan terbakarnya komponen lampu.

  c.

   Superflux LED

  Tidak seperti lampu LED jenis lain yang mengkonsumsi energi listrik rendah, Super Flux diklaim memakai energi listrik cukup besar. Hal ini dikarenaka lampu tersebut terdiri dari dua kutub negatif dan dua kutub positif, dan juga membuat Super Flux LED tertancap kokoh pada PCB.

  d.

   Flashing LED

  Lampu Flashing LED merupakan lampu LED yang bisa berkedip dalam interval tertentu dan biasanya juga digunakan sebagai lampu indikator. Agar lampu LED bisa berkedip sepersekian detik, maka digunakanlah vibrator yang disambungkan pada sirkuit yang menginterupsi aliran cahaya lampu dalam interval yang sudah ditentukan.

  e.

   Bi Color LED

  Kombinasi dua jenis sumber cahaya yang dipusatkan menjadi satu, sehingga masing-masing lampu mempunyai warna berbeda yang akan menyala secara bergantian.

  f.

   Lampu SMD (Surface Mount Device) LED

  Lampu SMD (Surface Mount Device) LED merupakan jenis lampu LED yang memiliki ukuran kecil dengan chip yang kecil juga dan sangat ringan. Cahaya yang dihasilkan SMD LED termasuk lampu LED yang memiliki tingkat kecerahan tinggi. Lampu SMD LED ini juga sering digunakan untuk penggunaan lampu emergency.

  g.

   Lampu COB (Chip On Board) LED Chip On Board LED atau yang dikenal dengan COB LED

  merupakan sebuah hamparan ratusan bahkan ribuan chip LED yang tersusun pada satu papan. COB LED bisa dibilang merupakan jenis lampu

  LED yang disempurnakan dari SMD LED, karena kelemahan yang ada pada SMD LED sudah tidak ada di COB LED. Jenis lampu ini memiliki sumber cahaya yang dibuat merata dan memungkinkan dapat diperluas.

  h.

   LED Straw Hat

  Bentuk LED Straw Hat hampir mirip dengan lampu sorot namun lebih pendek mirip seperti topi sehingga sinarnya menyebar lebih lebar antara 120 sampai 160 derajat, banyak digunakan pada lampu penerangan utama, lampu senter dan lampu LED emergency.

2.3 Alat Ukur Intensitas Cahaya

  Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Besarnya intensitas cahaya ini perlu untuk diketahui karena pada dasarnya manusia juga memerlukan penerangan yang cukup. Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya ini maka diperlukan sebuah sensor yang cukup peka dan linier terhadap cahaya. Semakin jauh jarak antara sumber cahaya ke sensor maka akan semakin kecil nilai yang ditunjukkan lux meter. Ini membuktikan bahwa semakin jauh jaraknya maka intensitas cahaya akan semakin berkurang. Alat ini didalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format digital yang terdiri dari rangka, sebuah sensor. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya yang akan diukur intensitasnya.

  Lux meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi. Hampir semua lux meter terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto, dan layer panel. Sensor diletakkan pada sumber cahaya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan lebih besar. Kunci untuk mengingat tentang cahaya adalah cahaya selalu membuat beberapa jenis perbedaan warna pada panjang gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, pembacaan merupakan kombinasi efek dari semua panjang gelombang.

  Standar warna dapat dijadikan referensi sebagai suhu warna dan dinyatakan dalam derajat Kelvin. Standar suhu warna untuk kalibrasi dari hampir semua jenis cahaya adalah 2856 derajat Kelvin, yang lebih kuning dari pada warna putih. Berbagai jenis dari cahaya lampu menyala pada suhu warna yang berbeda. Pembacaan lux meter akan berbeda, tergantung variasi sumber cahaya yang berbeda dari intensitas yang sama. Hal ini menjadikan, beberapa cahaya terlihat lebih tajam atau lebih lembut dari pada yang lain.

Gambar 2.5 Lux Meter.

2.4 Faktor Daya

  Istilah faktor daya atau power factor (PF) atau cos phi merupakan istilah yang sering sekali dipakai di bidang-bidang yang berkaitan dengan pembangkitan dan penyaluran energi listrik. Faktor daya merupakan istilah penting, tidak hanya bagi penyedia layanan listrik, namun juga bagi konsumen listrik terutama konsumen level industri. Penyedia layanan listrik selalu berusaha untuk menghimbau konsumennya agar berkontribusi supaya faktor daya menjadi lebih baik, pun para konsumen industri juga berusaha untuk mendapatkan faktor daya yang baik agar tidak sia-sia bayar mahal kepada penyedia layanan.

  Asumsi yang digunakan adalah sistem listrik menggunakan sumber tegangan berbentuk sinusoidal murni dan beban linier. Beban linier adalah beban yang menghasilkan bentuk arus sama dengan bentuk tegangan. Pada kasus sumber tegangan berbentuk sinusoidal murni, beban linier mengakibatkan arus yang mengalir pada jaringan juga berbentuk sinusoidal murni. Beban linier dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, beban resistif, dicirikan dengan arus yang sefasa dengan tegangan; beban induktif, dicirikan dengan arus yang tertinggal terhadap tegangan sebesar 90°; beban kapasitif, dicirikan dengan arus yang mendahului terhadap tegangan sebesar 90°, dan beban yang merupakan kombinasi dari tiga jenis tersebut, dicirikan dengan arus yang tertinggal/mendahului tegangan sebesar sudut, katakan,

  ɸ. Gambar 2.6 menunjukkan tegangan dan arus pada berbagai beban linier.

Gambar 2.6 Jenis Beban Linier.

  Pada listrik, daya bisa diperoleh dari perkalian antara tegangan dan arus yang mengalir. Pada kasus sistem AC dimana tegangan dan arus berbentuk sinusoidal, perkalian antara keduanya akan menghasilkan daya tampak (apparent power), satuan volt-ampere (VA)) yang memiliki dua buah bagian. Bagian pertama adalah oleh konsumen, bisa menjadi gerakan pada motor, bisa

  daya yang termanfaatkan

  menjadi panas pada elemen pemanas, dsb; daya yang termanfaatkan ini sering disebut sebagai daya aktif (real power) memiliki satuan watt yang mengalir dari sisi sumber ke sisi beban bernilai rata-rata tidak nol. Bagian kedua adalah daya

  yang tidak termanfaatkan oleh konsumen, namun hanya ada di jaringan, daya ini

  sering disebut dengan daya reaktif (reactive power) memiliki satuan volt-ampere- (VAR) bernilai rata-rata nol. Untuk pembahasan ini, arah aliran daya

  reactive

  reaktif tidak didiskusikan saat ini. Beban bersifat resistif hanya mengonsumsi daya aktif; beban bersifat induktif hanya mengonsumsi daya reaktif; dan beban bersifat kapasitif hanya memberikan daya reaktif.

  Un k memahami is ilah “da a e manfaa kan” dan “da a idak e manfaa kan” analogi di nj kkan pada Gam a 2.7. Pada analogi tersebut, orang menarik kereta ke arah kiri dengan memberikan gaya yang memiliki sudut terhadap bidang datar, dengan asumsi kereta hanya bisa bergerak ke arah kiri saja tetapi tidak bisa ke arah selainnya. Gaya yang diberikan dapat dipecah menjadi dua bagian gaya yang saling tegak lurus, karena kereta berjalan ke kiri maka gaya ang “ e manfaa ” pada kas s ini han alah agian ga a ang mendatar sedangkan agian ga a ang egak l s “ idak e manfaa ” Dengan ka a lain idak sem a gaya yang diberikan oleh si orang terpakai untuk menggerakkan kereta ke arah kiri, ada sebagian gaya yang diberikannya namun tidak bermanfaat (untuk menggerakkan ke arah kiri). Apabila dia menurunkan tangannya hingga tali mendatar maka semua gaya yang dia berikan akan termanfaatkan untuk menggerakan kereta ke arah kiri.

Gambar 2.7 Analogi Usaha Untuk Menggerakkan Kereta Ke Arah Kiri.

  Sama halnya dengan listrik, bergantung pada kondisi jaringan, daya tampak yang diberikan oleh sumber tidak semuanya bisa dimanfaatkan oleh konsumen sebagai daya aktif, dengan kata lain terdapat porsi daya reaktif yang merupakan bagian yang tidak memberikan manfaat langsung bagi konsumen. Rasio besarnya daya aktif yang bisa kita manfaatkan terhadap daya tampak yang dihasilkan sumber inilah yang disebut sebagai faktor daya. Ilustrasi segitiga daya pada

Gambar 2.8 memberikan gambaran yang lebih jelas. Daya tampak (S) terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Antara S dan P dipisahkan oleh sudut

  ɸ, yang merupakan sudut yang sama dengan sudut ɸ antara tegangan dan arus yang telah disebutkan di awal. Rasio antara P dengan S tidak lain adalah nilai cosinus dari sudut

  ɸ. Apabila kita berusaha untuk membuat sudut ɸ semakin kecil maka S akan semakin mendekat ke P artinya besarnya P akan mendekati besarnya S. Pada kasus ekstrim dimana

  ɸ = 0° cos ɸ = 1 S = P artinya semua daya tampak yang diberikan sumber dapat kita manfaatkan sebagai daya aktif, sebaliknya ɸ = 90, cosɸ = 0 S = Q artinya semua daya tampak yang diberikan sumber tidak dapat kita manfaatkan dan menjadi daya reaktif di jaringan saja.

Gambar 2.8 Segitiga Daya Faktor daya bisa dikatakan sebagai besaran yang menunjukkan seberapa efisien jaringan yang kita miliki dalam menyalurkan daya yang bisa kita manfaatkan. Faktor daya dibatasi dari 0 hingga 1, semakin tinggi faktor daya (mendekati 1) artinya semakin banyak daya tampak yang diberikan sumber bisa kita manfaatkan, sebaliknya semakin rendah faktor daya (mendekati 0) maka semakin sedikit daya yang bisa kita manfaatkan dari sejumlah daya tampak yang sama Di sisi lain fak o da a j ga men nj kkan “ esa pemanfaa an” da i peralatan listrik di jaringan terhadap investasi yang dibayarkan. Seperti kita tahu, semua peralatan listrik memiliki kapasitas maksimum penyaluran arus, apabila faktor daya rendah artinya walaupun arus yang mengalir di jaringan sudah maksimum namun kenyataan hanya porsi kecil saja yang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pemilik jaringan.

  Baik penyedia layanan maupun konsumen berupaya untuk membuat jaringannya memiliki faktor daya yang bagus (mendekati 1). Bagi penyedia layanan, jaringan dengan faktor daya yang jelek mengakibatkan dia harus menghasilkan daya yang lebih besar untuk memenuhi daya aktif yang diminta oleh para konsumen. Apabila konsumen didominasi oleh konsumen jenis residensial maka mereka hanya membayar sejumlah daya aktif yang terpakai saja, artinya penyedia layanan harus menanggung sendiri biaya yang hanya menjadi daya reaktif tanpa mendapatkan kompensasi uang dari konsumen. Sebaliknya bagi konsumen skala besar atau industri, faktor daya yang baik menjadi keharusan karena beberapa penyedia layanan kadang membebankan pemakaian daya aktif dan daya reaktif (atau memberikan denda faktor daya) tentu saja konsumen tidak akan ma mem a a mahal n k da a ang “ idak e manfaa kan” agi me eka

2.4.1 Perbaikan Faktor Daya

  Salah satu cara untuk memperbaiki faktor daya adalah dengan memasang kompensasi kapasitif menggunakan kapasitor pada jaringan tersebut. Kapasitor adalah komponen listrik yang justru menghasilkan daya reaktif pada jaringan dimana dia tersambung. Pada jaringan yang bersifat induktif dengan segitiga daya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8, apabila kapasitor dipasang maka daya reaktif yang harus disediakan oleh sumber akan berkurang sebesar Q koreksi (yang merupakan daya reaktif berasal dari kapasitor). Karena daya aktif tidak berubah sedangkan daya reaktif berkurang, maka dari sudut pandang sumber, segitiga daya yang baru diperoleh; ditunjukkan pada Gambar 2.9 garis oranye. Terlihat bahwa sudut

  ɸ mengecil akibat pemasangan kapasitor tersebut sehingga faktor daya jaringan akan naik.

Gambar 2.9 Perbaikan Faktor Daya. Setiap beban pasti memiliki daya, daya ini dihasilkan oleh beban pada saat terhubung dengan suplai, begitu pula dengan lampu. Lampu bisa menghasilkan cahaya karena dia mengkonsumsi daya dalam jumlah tertentu sesuai dengan standart dari masing

  • – masing produsen lampu tersebut. Daya tersebut biasanya sudah dicantumkan pada setiap produk, tetapi daya ini
  • – juga bisa didapat dengan melalui pengukuran secara langsung pada masing masing lampu. Daya sendiri ada 3 jenis, yaitu daya aktif, daya reaktif dan daya nyata.

  1. Daya aktif

  Daya aktif merupakan daya yang berupa daya kerja seperti daya mekanik, panas, cahaya, dan lainnya. Daya ini diperlukan supaya mesin dapat melakukan kerja real sesuai kapasitas dayanya. Daya aktif dinyatakan dalam satuan watt (W).

  .............................................................. (2.5) P = Daya aktif (W) V = Tegangan listrik (V) I = Arus listrik (A) cos = Faktor daya

  2. Daya Reaktif

  Daya reaktif merupakan daya yang diperlukan oleh listrik yang bekerja dengan system elektromagnet. Daya ini dibutuhkan oleh mesin untuk mempertahankan medan magnetnya agar mesin dapat beroperasi dengan baik.

  Daya ini dinyatakan dalam satuan VAR.

  ........................................................ (2.6) Q = Daya reaktif (VAR) V = Tegangan (V) I = Arus listrik (A) sin = Faktor reaktif

3. Daya Semu

  Daya semu merupakan penjumlahan vektor dari daya aktif dan daya reaktif. Daya ini dinyatakan dalam satuan VA. Dari rumus diatas, maka daya listrik dapat digambarkan sebagai segitiga siku

  • – siku, yang secara vektor adalah penjumlahan daya aktif dan reaktif dan sebagai resultannya adalah daya semu.

  ........................................................................... (2.7) S = Daya semu (VA) V = Tegangan (V) I = Arus listrik (A) Dari rumus diatas, maka daya listrik dapat digambarkan sebagai segitiga siku- siku, yang secara vektor adalah penjumlahan daya aktif dan reaktif dan sebagai resultannya adalah daya semu.