1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hilda Febrianti Renasari BAB I
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (End Stage Renal Disease/ESRD ) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)(Smeltzer & Bare, 2008). Penyakit ginjal tahap akhir ( End Stage Renal Disease/ESRD) merupakan tahap akhir dari CKD yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal mempertahankan homeostasis tubuh ( Ignatavicius & Workman,2006).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya sebanyak 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014). Pasien yang menderita penyakit ginjal kronik stadium akhir atau end-stage, yaitu pada Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 ml/mnt memerlukan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).
1 Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada pada darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas,2003). Menurut Smeltzer & Bare (2010),pada hemodialisa,aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus.
Pasien gagal ginjal kronik harus menjalani terapi hemodialisis sepanjang hidupnya. Proses hemodialisis dapat dilakukan 2 hingga 3 kali dalam seminggu dalam 3 hingga 5 jam setiap kali hemodialisis untuk dapat mempertahankan kadar urea, kreatinin, asam urat, dan fosfat dalam kadar normal walaupun masih terlihat kelainan klinis berupa gangguan metabolisme akibat toksis uremik (Smeltzee, et al, 2008). Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2016 di Indonesia, Penderita gagal ginjal yang menjalani HD reguler meningkat sekitar empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Pada saat ini diperkirakan gagal ginjal terminal di Indonesia yang membutuhkan cuci darah atau dialisis mencapai 150.000 orang. Namun penderita yang sudah mendapatkan terapi dialisis baru sekitar 100.000 orang
(Pernefri dalam Kemenkes Indonesia 2016). Menurut laporan Indonesian
Renal Registry (IRR) jumlah pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia
dari tahun 2007
- – 2015 tercatat ada sebanyak 51.604 pasien dan di provinsi Jawa Tengah ada sebanyak 5.651 pasien menjalani hemodialisis yang semuanya terdiri dari pasien baru dan pasien aktif (IRR,2015)
Berdasarkan profil dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS), diketahui rumah sakit tersebut memiliki sekitar 30 mesin HD dan telah memberikan pelayanan hemodialisis yang mencakup penduduk Jawa Tengah bagian barat dengan jumlah prosedur hingga di atas 14.500 tindakan HD per tahun. Setiap bulan rumah sakit ini melayani pasien yang membutuhkan Hemodialisis baik rawat inap maupun rawat jalan hingga diatas 200 pasien (Profil RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo,2016). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 8 Februari 2018 didapatkan jumlah prosedur tindakan HD di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun 2017 dari bulan Januari
- – Desember ada sekitar 13.606 tindakan HD. Hemodialisis merupakan salah satu jenis terapi pengganti fungsi ginjal
(renal replacement therapy) yang tersedia bagi pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal atau Penyakit Ginjal Kronik stage 5 . Meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi (Smeltzer & Bare,2001). Komplikasi yang sering terjadi pada pasien hemodialisis adalah penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (Interdialytic weight gain = IDWG) yang disebabkan oleh ketidakmampuan fungsi ekskresi ginjal, sehingga berapapun jumlah cairan yang diasup pasien, penambahan berat badan akan selalu ada. Dengan kata lain penambahan berat badan sebanyak nol ml tidak mungkin terjadi. Penambahan nilai IDWG yang terlalu tinggi akan dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan lainnya (Smeltzer & Bare, 2005). Pace (2007) mengungkapkan komplikasi kelebihan cairan pada pasien dengan CKD adalah hipertensi, edema perifer dan ascites.
Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG) diukur berdasarkan berat badan kering (dry weight) pasien dan juga dari pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk antara perawatan dialisis atau berat badan terendah yang aman dicapai pasien setelah dilakukan dialisis (Thomas, 2003). Penambahan berat badan yang melebihi 6% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural effusiom, gagal jantung kongestif dan dapat mengakibatkan kematian (Cahyaningsih, 2009). Berat badan melebihi 6% dari berat badan kering, merupakan peningkatan pada level bahaya dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti hipotensi (Price & Wilson 1995; Perry & Potter 2005). Ultrafiltrasi (UF) berlebihan, cepat dan dalam waktu 4-5 jam pada saat HD menyebabkan reaksi hipotensi maupun hipertensi (Mistiaen 2001; Barnet
2007). Peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg (Kimmel et al, 2000).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan Riyanto ( 2011 ) dengan judul “Hubungan Antara Penambahan Berat Badan di Antara Dua Waktu Hemodialisis ( Interdialysis Weight Gain = IDWG ) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta”. Pada penelitian ini disebutkan bahwa penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain =IDWG) melebihi standart 1,5 kg dapat berdampak terhadap kualitas hidup pasien CKD. Efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual, muntah, edema perifer, ascites. Pada penelitian ini disebutkan bahwa penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis ( IDWG) berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa. .
Penelitian yang dilakukan Liani (2016) dengan judul “Hubungan
Penambahan Berat Badan Interdialisis Dengan Hipertensi Intradialisis Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSD DR.
Soebandi”. Pada penelitian ini menunjukkan angka kejadian hipertensi intradialisis pada PGK stadium V yang menjalani hemodialisis rutin sebesar 80,4% dan insidensi atau angka kejadian penambahan berat badan interdialisis
(interdialytic weight gain) pada pasien PGK stadium V yang menjalani
hemodialisis sebesar 87,5% dengan nilai rata-rata penambahan berat badan interdialisis pasien sebesar 2,36 kg. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penambahan berat badan interdialisis dengan hipertensi intradialisis pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
Penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2013) dengan judul ”Korelasi
Interdialytic Weight Gain (IDWG) Dengan Kejadian Hipotensi Intradialitik
Pada Pasien Gagal Ginjal Stadium Terminal di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”. Pada penelitian ini sebanyak 71 orang responden, 36 orang (50,7%) mengalami hipotensi intradialitik. Berdasarkan
IDWG, Sebagian besar responden memiliki IDWG ringan( 64,85%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara IDWG dengan kejadian hipotensi intradialitik. Selain itu, dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa IDWG yang berat sangat berhubungan dengan kejadian hipotensi intradialitik.
Berdasarkan penjelasan diatas, mengatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis biasanya akan mengalami penambahan berat badan interdialisis atau yang disebut dengan Interdialityc Weight Gain. Penambahan berat badan interdialisis ini apabila melebihi batas ambang normal maka bisa berakibat pada kejadian komplikasi intradialisis seperti hipotensi, kram otot, pusing, sesak nafas, nyeri dada, demam, mual dan muntah serta hipertensi.
Penelitian terdahulu yang telah disebutkan diatas juga menyebutkan bahwa penambahan Interdialytic Weight Gain berhubungan dengan kejadian komplikasi intradialisis seperti hipotensi intradialitik.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti akan melakukan penelitian tentang Hubungan Interdialytic Weight Gain ( IDWG ) Dengan Kejadian Komplikasi Intradialisis Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis di RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah di kemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada hubungan
Interdialytic Weight Gain (IDWG) dengan kejadian komplikasi intradialisis
pada pasien yang menjalani hemodi alisis?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan
Interdialytic Weight Gain ( IDWG) dengan kejadian komplikasi intradialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien yang mengalami penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis ( Interdialytic Weight Gain=
IDWG).
b. Mengetahui penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (Interdialytic Weight Gain= IDWG). c. Mengetahui kejadian komplikasi intradialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis.
d. Mengetahui hubungan antara Interdialytic Weight Gain (IDWG) dengan kejadian komplikasi intradialisis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang hubungan penambahan berat badan di antara dua waktu dialisis (Interdialytic Weight
Gain = IDWG) dengan kejadian komplikasi intradialisis.
2. Manfaat bagi Institusi ( Bidang Keperawatan ) Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi di bidang kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dalam upaya mempertahankan IDWG pasien dalam batas ambang normal dan meminimalisir timbulnya komplikasi intradialisis.
3. Manfaat bagi Responden Diharapkan dari hasil penelitian ini pasien mengetahui hubungan penambahan berat badan diantara dua waktu dialisis dengan kejadian komplikasi intradialisis sehingga diharapkan pasien dapat membatasi konsumsi cairan sesuai dengan yang dianjurkan agar tidak berlebih dan
IDWG dapat berada dalam rentang yang normal.
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan Riyanto ( 2011 ) dengan judul “Hubungan Antara Penambahan Berat Badan di Antara Dua Waktu Hemodialisis ( Interdialysis
Weight Gain =
IDWG ) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta”. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Hasil analisis menggunakan
one way analysis of variance menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, ά 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup (p>0,05).
Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel independen yang digunakan yaitu Interdialitic Weight Gain (IDWG) sedangkan perbedaanya terletak pada variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2013) dengan judul ”Korelasi
Positif Perubahan Berat Badan Interdialisis dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Post Hemodialisa”. Penelitian ini bersifat observasional
analitik dan menggunakan design survey cohort yang bertujuan untuk
menganalisis perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah pasien post hemodialisis di RSUD Saras Husada Purworejo. Pada penelitian ini data survey kohort di analisis menggunakan Paired T-Test,
Spearman Rank Test dan Chi Square dan didapatkan karakteristik subyek
sebagai berikut; jenis kelamin p= 0,736, umur p= 0,744, riwayat DM p=0,311 dan riwayat HT p= 0,185 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kenaikan BB interdialisis (p>0,05). Hubungan BB interdialisis dengan perubahan TD, RR= 2,750 x²= 3,84 dan p=0,050 (p=0,05) terdapat hubungan yang signifikan dengan arah+ positif. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara perubahan berat badan interdialisis dengan perubahan tekanan darah. Pada kelompok terpapar dengan kenaikan BB interdialisis > 8% terjadi hipotensi.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu penggunaan perubahan berat badan interdialisis sebagai variabel independen sedangkan perbedaanya terletak pada variabel dependen, dimana dalam penelitian ini variabel dependen yaitu perubahan tekanan darah.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Irma,dkk (2017) dengan judul “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Interdialytic Weight Gain Pasien Hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul”. Variabel Independen dalam penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama hemodialisa sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu
Interdialytic Weight Gain (IDWG). Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional.Hasil analisis dengan menggunakan regresi linear menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama hemodialisa dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
dengan nilai p value > 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor
internal seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama hemodialisa tidak mempengaruhi nilai Interdialytic Weight Gain pasien hemodialisa.
Persamaan dalam penelitian ini adalah penggunaan Interdialytic Weight
Gain sebagai variabel,bedanya peneliti menjadikan Interdialytic Weight
Gain sebagai variabel independen sedangkan dalam penelitian ini sebagai
variabel dependen. Perbedaan lainnya terletak pada variabel independen,dalam penelitian ini variabel independen adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama hemodialisa.
4. Penelitian yang dilakukan Lai, dkk (2011) dengan judul “Absolute interdialytic weight gain is more important than percent weight gain for intradialytic hypotension in heavy patient”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu retrospectively reviewed dari 255 pasien baru yang menerima hemodialisis konvensional setidaknya selama 1 tahun di pusat HD yang sama. Hasil penelitian ini menunjukkan Nilai IDWG% tetap relatif konstan pada tahun pertama hemodialisis walaupun kebanyakan pasien memiliki fungsi ginjal residual tertentu. Untuk hasil hemodialisis, IDWG absolut dan IDWG% berkorelasi signifikan dengan hipotensi intradialitik (IDH). Setelah membagi pasien menjadi empat strata, yang menurut jenis kelamin dan bobot kering rata-rata, analisis regresi linier bertahap multivariat menunjukkan bahwa IDWG absolut, bukan IDWG%, merupakan faktor risiko independen untuk IDH pada pria (Beta = 0,585, P < 0,001) dan wanita (Beta = 0,458, P <0,001).
Persamaan dalam penelitian ini yaitu terletak pada variabel independen,dalam penelitian ini variabel independen yaitu Interdialytic Weight Gain sedangkan perbedaannya terletak pada variabel dependen yaitu hipotensi intradialitik.
5. Penelitian yang dilakukan Liani (2016) dengan judul “Hubungan Penambahan Berat Badan Interdialisis Dengan Hipertensi Intradialisis Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di RSD DR.
Soebandi”. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji korelasi
Spearmen’s Rho (uji nonparametrik) dengan
derajat kemaknaan α = 0,05.Data yang diperoleh di uji normalitasnya menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil signifikansi (p) =0,001 dan 0,000 yang berarti distribusi data tidak normal, kemudian dilakukan upaya transformasi data dengan hasil signifikansi (p) = 0,000 dan 0,000 yang berarti distribusi data tetap tidak normal sehingga uji hipotesis yang dipilih adalah uji korelasi
Spearman’s Rho dengan nilai signifikansi (p)
0,307 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penambahan berat badan interdialisis dengan hipertensi intradialisis pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSD dr. Soebandi Jember. Persamaan dalam penelitian ini yaitu kami menggunakan penambahan berat badan interdialisis sebagai variabel independen dan perbedaan terletak pada variabel dependen yang digunakan, dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan yaitu hipertensi intradialisis.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2013) dengan judul”Korelasi
Interdialytic Weight Gain (IDWG) Dengan Kejadian Hipotensi Intradialitik
Pada Pasien Gagal Ginjal Stadium Terminal di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”. Penelitian ini bersifat analitik korelatif menggunakan desain cross sectional. Data diperoleh dengan penghitungan IDWG dengan pengukuran berat badan, pengukuran tekanan darah pradialisis dan intradialisis, serta pencatatan rekam medik. Hasil penelitian menunjukkan dari 71 orang responden, 36 orang (50,7%) mengalami hipotensi intradialitik. Berdasarkan kelompok umur, sebagian besar responden berumur antara 44-65 tahun (60,6%). Berdasarkan jenis kelamin,sebagian besar responden adalah laki-laki (66,2%). Berdasarkan penggunaan obat antihipertensi, sebagian besar responden menggunakan obat antihipertensi lebih dari satu jenis (62%). Berdasarkan IDWG, sebagian besar responden memiliki IDWG ringan (64,85). Didapatkan hubungan antara IDWG dengan hipotensi intradialitik dengan p=0.032. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa IDWG berat berhubungan dengan kejadian hipotensi intradialitik.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu terletak pada variabel independen,dalam penelitian ini variabel independen yaitu Interdialytic
Weight Gain sedangkan perbedaannya terletak pada variabel dependen yaitu
hipotensi intradialitik.