PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK OLEH WARTAWAN HARIAN DALAM PROSES PENCARIAN DAN PENYAJIAN BERITA DI LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RRI PRO 1 YOGYAKARTA (Studi Deskriptif Tentang Penerapan Kode Etik Jurnalistik oleh Wartawan Harian Di Radio Republik Indonesia Yo

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyiaran Penyiaran atau dalam bahasa Inngris dikenal sebagai broadcasting adalah

  keseluruhan proses penyampaian siaran yang dimulai dari penyiapan materi produksi,produksi, penyiapan bahasn siaran, kemudian pemancaran sampai kepada penerimaan tersebut oleh pendengar/pemirsa di suatau tempat. Dari definisi umum ini, tampak bahwa arti penyiaran berbeda dengan pemancaran.

  Pemancaran sendiri berarti proses transmisi siaran, baik melalui media udara maupun medi kabel koaksial atau slauran fisik yang lain.(Wahyudi, 1994 :6) Sebagaimana bahasa aslinya, broadcasting , penyiaran bersifat tersebar ke semua arah (broad) yang dikenal sebagai omnidirectional. Dari definisi sifat penyiaran ini bisa diketahui bahwa semua sistem penyiaran yang alat penerima sinyalnya harus dilengkapi dengan satu unit decoder ,adalah kurang dengan definisi broadcasting. Oleh karena itu pada nama sistemnya diberi penambahan kata “terbatas”, sehingga menjadi sistem penyiaran terbatas.

  Pasal 1 butir 2, Ketentuan Umum Undang-undang No.32/2002 tentang Penyiaran, memberikan definisi khusus penyiaran sebagai kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

  Definisi khusus yang dimaksudkan di sini adalah berkaitan dengan fungsi regulasi yang diamanatkan oleh UU tersebut, sehingga definisinya dibatasi mulai dari kegiatan pemancarluasan siaran yang tentunya telah menggunakan spektrum frekuensi penyiaran, telah melangsungkan proses komunikasi massa, dan sebagainya. Sementara proses produksi siaran tersebut, seperti produksi paket siaran, belum masuk ke wilayah publik atau masih bersifar intern stasiun penyiaran yang bersangkutan dan karenanya tidak termasuk dalam pengaturan UU tersebut. Oleh karena itu stasiun penyiaran bebas menentukan apakah paket itu akan diproduksi sendiri atau dari rumah produksi (production house). Tetapi bila bahan content tersebut kemudian disiarkan yang berarti masuk ke ruang publik, dia harus mengikuti aturan tentang content yang disusun oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

B. Radio sebagai Sistem Komunikasi

  Radio menjadi alat komunikasi masyarakat, maka menciptakan radio sebagai alat komunikasi juga membutuhkan kesadaran dari masyarakat sebagai pendengar bahwa radio menjadi kebutuhan mereka untuk berkomunikasi. Radio bukan benda mati yang disetel ketika masyarakat membutuhkan hiburan, radio juga dibutuhkan ketika masyarakat membutuhkan perubahan. Membangun kesadaran masyarakat dengan demikian menjadi inti dari pembuatan program dalam jurnalistik radio. Yang pertama dilakukan adalah bagaimana membuat program radio yang bisa menjadikannya sebagai sarana komunikasi bagi pendengarnya. Kesadaran masyarakat dan kemampuan pengelola radio dalam menjadikan radio sebagai sarana komunikasi ini menumbuhkan apa yang dikenal sebagai “jurnalisme interaktif”. Jurnalisme interaktif memberikan peluang kepada khalayak pendengar terlibat dalam proses siaran informasi. Pendengar bukan lagi sekedar penikmat informasi yang disajikan, namun juga bagian aktif dari radio yang dapat memberikan informasi seperti layaknya reporter. Penting untuk mengetahui apa yang layak disebut informasi/berita dalam radio dengan basis utama kegiatan jurnalistik atau pemberitaan. Jurnalistik sendiri merupakan segala hal yang menyangkut proses perencanaan, peliputan, produksi. (Masduki, 2001:21)

  Radio sering kali dikatakan sebagai media buta karena hanya memberikan audio saja tak seperti media televisi yang menawarkan audio visual yang sepertinya lebih menarik hati masyarakat. Namun, media radio juga dapat menjalankan perannya sebagai media massa yang dapat memberikan informasi terpercaya untuk khalayak. Beberapa karakteristik radio antara lain sebagai berikut: 1.

  Radio terdapat di mana mana,

  2. Radio bersifat memilih Geografi, demografi, dan keragaman program stasiun radio membantu pengiklan untuk menetapkan target pendengar. Fleksibilitas semacam ini berarti bahwa spot dan adlips iklan dapat disiarkan, baik secara lokal, regional, maupun nasional bahkan internasional, pada jam-jam yang dapat disesuaikan dan program-program yang ditawarkan radio. Keragaman seperti ini akan memungkinkan pengiklan atau sponsor mampu menembak target yang sesuai.

  3. Radio bersifat ekonomis (Masduki:2001:19) mengungkapkan bahwa dalam satu minggu satu stasiun radio dapat meraih sembilan dari sepuluh pendengar berusia 12 tahun ke atas. Pendengar berusia 18 tahun ke atas mendengarkan radio selama hampir tiga setengah jam sehari. Seorang pengiklan biasanya mempercayakan kombinasi yang efektif atas jangkauan dan frekuensi dengan biaya yang relatif rendah per ribuan orang. Radio cepat dalam menyampaikan informasi Jika timbul kebutuhan, maka pengiklan dapat mengiklankan produk yang langsung diudarakan dalam hitungan beberapa jam. Hal ini sangat menguntungkan pengiklan yang menghadapi situasi darurat.

  3. Radio cepat dalam menyampaikan informasi Jika timbul kebutuhan, maka pengiklan dapat mengiklankan produk yang langsung diudarakan dalam hitungan beberapa jam. Hal ini sangat menguntungkan pengiklan yang menghadapi situasi darurat.

  4. Radio bersifat partisipasif 5. Terdapat hubungan emosional antara pendengar dengan penyiar radio.

  Hubungan interaktif antara penyiar dan pendengar pun sangat mudah dilakukan. Karakter Berita Radio Dari batas tentang berita radio seperti yang telah dijelaskan, berita radio memiliki beberapa karakter. (Masduki, 2001:32)

  1. Segera dan cepat Laporan peristiwa atau opini di radio harus sesegera mungkin disajikan kepada pendengar sebagai bagian dari keoptimalan sifat kesegeraan berita radio.

  2. Aktual dan Faktual Berita radio adalah hasil liputan peristiwa atau opini yang segar dan akurat sesuai dengan fakta yang sebelumnya tidak diketahui oleh pendengar.

  3. Penting bagi masyarakat luas. Berita radio memiliki keterkaitan dengan nilai berita yang berlaku dalam kaidah jurnalistik secara umum, dalam melayani kebutuhan publik akan informasi.

  4. Relevan dan berdampak luas Khalayak secara umum mendapat manfaat dari penyiaran berita radio sekaligus juga memancing respon dari khalayak. Secara umum penerapan kaidah jurnalisme di radio membutuhkan ketaatan terhadap kemampuan radio dan pemahaman akan karakter radio itu sendiri sebagai sebuah media. Radio yang memiliki keterbatasan karena hanya dapat memproduksi suara, tetap dituntut menerapkan kaidah jurnalisme dalam memproduksi sebuah berita. Beberapa persyaratan dalam berita radio antara lain :

  1. Lokal emosional Berita menjadi alat komunikasi antar individu pendengar dengan masyarakat yang menjadi khalayak jangkauan siaran sebuah radio.

  Efektifitas berita radio terkadang juga tergantung dengan kedekatan emosional dengan pendengarnya.

  2. Personal Komunikasi berita radio berlangsung seperti seseorang yang sedang bercerita atau berbicara dengan temannya. Penyiar radio berita dituntut menguasai bahasa tutur dalam bercerita yang tidak terkesan membacakan sesuatu.

  3. Selintas Dengan mobilitas khalayaknya yang tinggi, berita radio cenderung ditangkap hanya selintas. Diperlukan pengulangan dan lead berita yang menarik agar pendengar mengetahui berita yang disiarkan.

  4. Fokus dan antidetil Dengan hanya memiliki sifat auditif, khalayak radio memiliki keterbatasan kemam puan untuk mengingat rincian berita. Ringkasan dan terfokus adalah syarat mutlak berita radio yang layak siar.

  5. Imajinatif Kemampuan penyiar berita radio juga harus dapat mengembangkan imajinasi pendengar agar mereka memahami dan merasakan apa yang di informasikan dalam berita radio. Hal ini dilakukan untuk menutupi keterbatasan radio yang hanya memproduksi suara.

  Bentuk Berita Radio Beberapa bentuk berita yang umum disiarkan antara lain:

  1. Berita tulis (writing news/ ad libs/sport news), yakni berita pendek yang bersumber pada media lain atau berita yang ditulis ulang. Termasuk liputan reporter an teksnya diolah kembali.

  2. Berita bersisipan (news with insert), yaitu berita yang dilengkapi dengan sisipan nara sumber.

  3. News features, berita atau laporan jurnalistik panjang yang lebih bersifat human interests.

  4. Live reports, berita langsung dari reporter di lapangan, dengan menggunakan media telepon.

  5. Buletin berita yaitu gabungan beberapa berita dalam satu blok waktu.

  6. Berita interaktif, atau nara sumber, biasa dilakukan dengan wawancara melalui telepon.

  Dari kekuatan materi berita, berita radio terbagi menjadi tiga: hard news, atau berita aktual yang baru saja terjadi di lapangan; soft news atau berita lanjutan yang lebih berupa laporan tanpa terikat waktu dan menekankan aspek human inters, pelaku serta tempat-tempat yang mempengaruhi orang banyak; dan ketiga adalah in-depth news atau berita mendalam, biasa disajikan dalam format features.

C. Struktur Berita Radio

  Sebagaimana berita pada media lainnya, berita radio juga terutama menggunakan kaidah Piramida Terbalik. Struktur seperti ini bertujuan agar sebuah berita menarik perhatian sejak awal penyiarannya, bisa membuat informasi yang rangka dan penting tanpa mengesampingkan aspek 5W + 1H. Dalam struktur piramida terbalik ini bangunan paling atas ditepati oleh lead berita. Lead berita adalah bagian klimaks atau inti berita. Unsur paling penting yang ingin ditekankan pada pendengar ada pada alinea pertama sebuah berita. Dengan demikian sudah sedari awal pendengar akan tahu apa isi berita yang sedang disiarkan. Berikutnya adalah atmosfer berita atau suasana dari berita yang disiarkan. Pada bagian ini setting sebuah berita dimunculkan. Pada prinsipnya, bagian ini menjabarkan apa yang ada dalam lead berita. Setting ini merupakan penjelasan unsur lead sebagai kelengkapan berita. Setelah setting berita atau penggambaran atmosfernya, struktur berikutnya adalah background berita. Unsur background biasanya berupa latar belakang dari sebuah berita. Sebuah jawaban atas pertanyaan “mengapa” dan

  “bagaimana”. Terakhir adalah fakta pendukung sebuah berita. Pada bagian ini diuraikan fakta-fakta yang melengkapi sebuah berita. Pada ini biasanya merupakan bagian yang detail yang lengkap, bagaimana ini sebenarnya tidak terlalu penting.

D. Sumber-sumber Berita

  Radio Secara umum sumber berita radio dapat dibagi menjadi dua: ß Sumber primer/langsung, didapatkan dengan menerjunkan langsung reporter untuk melakukan liputan lapangan. Sumber primer ini juga didapatkan dari studio atau redaksi dengan melakukan wawancara langsung melalui telpon atau nara sumber datang langsung ke studio. ß Sumber sekunder/tidak langsung, didapatkan antara lain dari media cetak. Elektronik, siaran pers, jaringan kantor berita, hingga info dari pendengar. Mengelola sumber berita menjadi bagian penting dari proses pembuatan sebuah program berita. Data nara sumber seperti alamat, nomor telpon dan berbagai kelengkapan data pustaka menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumber berita. Untuk radio, daftar nomor telpon nara sumber menjadi kelengkapan yang ada pada redaksi dan studio. Kelayakan atau Nilai Berita Reporter harus bisa memahami apa yang diinginkan pendengar. Untuk bisa memahami pendengar, seorang reporter dalam melakukan liputan khusus harus bisa menempatkan dirinya sebagai pendengar. Dengan demikian ia akan tahu apa yang sedang diinginkan diketahui oleh pendengar radio tersebut. Dalam jurnalistik sebenarnya ada beberapa kaidah umum, namun dapat terasa sangat relatif ketika dioperasionalkan. ((Fred Wibowo, 2012:45-47) Kaidah-kaidah jurnalistik tentang kelayakan sebuah berita antara lain: 1.

  Aktualitas Untuk radio, aktualitas sebuah berita menjadi nilai tersendiri karena radio dianggap sebagai media yang paling unggul dalam kecepatan waktu penayangan.

  2. Kedekatan atau proximity Kedekatan secara emosi dan fisik akan membuat berita menarik perhatian pendengar. Kedekatan khalayak pendengar dengan sebuah kejadian yang menjadi berita selalu dianggap berarti. Nilainya terutama pada kepedulian, kepentingan dan keakraban.

  3. Tokoh Publik/prominence Man makes news, ungkapan ini dapat menggambarkan bahwa segala peristiwa seputar tokoh-tokoh publik selalu menarik untuk didengar.

  4. Konflik Konflik, persengketaan individu atau kelompok, perang, bentrokan, kerusuhan dan peristiwa-peristiwa yang dapat mengambarkan terjadinya sebuah konflik selalu menjadi berita yang menarik perhatian.

  5. Kriminalitas Kondisi keamanan yang semakin rawan membuat berita kriminal semakin dibutuhkan khalayak, setidaknya untuk sekedar mengetahui daerah-daerah atau tempat-tempat yang rawan tindak kejahatan.

  6. Kemanusiaan atau human interest Berita yang diangkat dari peristiwa yang menyentuh rasa kemanusiaan dan menggugah empati(membangun perasaan simpatik pendengar) 7. Sensational Sesuatu yang luar biasa dan jauh dari ukuran normal, biasanya akan selalu menarik perhatian pendengar.

8. Besaran Kasus/Magnitude Jumlah korban kecelakaan, bencana alam, perang, kerugian negara arena korupsi selalu menjadi perhatian pendengar.

  D.1 . Wawancara

  Wawancara dalam jurnalistik berarti proses bertanya yang dilakukan reporter untuk mendapatkan jawaban dari nara sumber. Reporter radio dalam melakukan wawancara sedang mewakili khalayak pendengar. Wawancara merupakan bangunan keseluruhan dari kegiatan peliputan. Setiap proses pembuatan berita bahkan dapat dikatakan hampir selalu membutuhkan wawancara. Bahkan wawancara menjadi bentuk berita tersendiri yang biasa disebut News interview. Secara teknis operasional, tujuan wawancara meliputi dua hal pokok yakni; apa yang ingin diketahui pendengar dan apa yang harus diketahui pendengar. Penting bagi reporter dalam melakukan wawancara untuk menempatkan dirinya seolah-olah sebagai pendengar radio. Kebutuhan dari wawancara dalam berita radio termasuk sesuatu yang sangat mutlak. Karena dari wawancara, berita radio dapat memberikan sisipan yang memang berfungsi selain memperjelas isi berita juga memberikan efek auditif. Terdapat berbagai bentuk wawancara radio, namun dalam tulisan ini akan disinggung secara umum jenis wawancara berita. Wawancara berita adalah wawancara yang dilakukan untuk menggali berbagai hal seputar peristiwa aktual. Bagian terpenting dari wawancara berita adalah bentuk pertanyaan yang harus pendek, jelas dan fokus. Untuk dapat menguasai pelaksanaan wawancara seorang reporter setidaknya harus melakukan riset atau mengetahui latar belakangmasalah yang akan dicari jawabannya melalui wawancara. Pengetahuan tentang background masalah menjadi penting karena penguasaan materi menjadi inti dalam membuat berita berdasarkan hasil wawancara. Mengetahui background berarti mengetahui tujuan wawancara

  D.2 Vox Pops

  Vox Pops merupakan istilah lain dari media polling. Vox Pops di radio Internet bisa juga dilaksanakan langsung di lapangan. Cara melakukan wawancara vox pops oleh reporter di lapangan. Reporter radio dengan menggunakan mikrofon dan peralatan rekamnya berdiri di tempat dimana masyarakat biasa berkumpul atau lalu lalang (pusat perbelanjaan, stasiun, terminal dll). Reporter kemudian mencegah masyarakat yang lewat sambil menanyakan topik yang sedang dibahas.

  Tata cara yang umum dalam melakukan vox pops di lapangan adalah: 1.

  “… saya reporter radio x ingin mengetahui pendapat anda tentang …?” 2. Pertanyaan yang diajukan ke semua orang harus sama persis. Wawancara dilakukan secara beruntung dalam satu kesempatan.

3. Biasanya sudah direncanakan berapa nara sumber yang akan diwawancarai.

  Etika Jurnalistik Radio Membuat dan menyajikan berita adalah kegiatan jurnalistik yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.

  Profesionalisme kerja reporter dan stasiun radio itu sendiri dengan demikian harus selalu berpegangan pada etika d an kode etik yang secara profesional bisa terlayani dengan baik, tanpa mengabaikan profesionalisme kerja itu sendiri. Etika jurnalistik radio se cara umum antara lain:

  1. Menggali berita dengan cara etis. Cara etis harus ditempuh dalam memperoleh berita. Hal-hal seperti kesepakatan antara reporter dengan nara sumber, bagian mana yang layak dimuat dan bagian mana yang dihilangkan, sebaiknya diketahui oleh nara sumber.

  Tidak menerima sogokan, wartawan bodrek atau wartawan amplop merupakan penyakit bagi independence yang seharusnya dijunjung tinggi oleh jurnalis. Obyektivitas berita dapat terjaga dengan tidak menerima sogokan atau pemberian dalam bentuk apapun.

  3. Konsisten pada prinsip keberimbangan dan obyektivitas, dalam jurnalisme pernyataan sepihak atau pernyataan secara sepotong dapat dikenai delik pidana. Apalagi jika dimaksudkan untuk menguntungkan salah satu pihak. (Masduki, 201:26-28)

E. Pengertian Reporter

  Reporter merupakan faktor terpenting dalam semua kegiatan pembuatan berita. Apakah dia bekerja didaerah ataupun meliputi jalannya perkembangan dunia

  • – tugasnya sama. Dia harus mengunjungi suatu peristiwa dan mencari informasi yang dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak lebih daripada tanya jawab biasa; kadang-kadang berperan seperti intelejen, keras hati dan cerdik dalam penyelidikannya. Dalam kehidupan sehari-harinya ia mirip
pahlawan dalam film roman, atau petugas yang rajin. Keistimewaannya, ia adalah petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu. Semua reporter bekerja langsung di bawah penguasaan redaktur tertentu (kriminal, kota, olahraga dan lain sebagainya). Mereka tergabung dalam jajaran redaksi yang disebut desk. Dalam timnya para reporter dikenal sebagai beatmen. dan rekannya yang lain disebut legman. Dalam dunia jurnalistik kedua sebutan itu dibedakan oleh cara pelaporannya. Beatmen ditandai dengan tugas rutinnya meliput keadaan kota, pengadilan, markas besar kepolisian dan hotel-hotel. Hari- hari tugasnya dijalani untuk melakukan pencarian bahan berita, dan secara rutin mengadakan pendekatan pada para pejabat terkait. Melalui hubungan-hubungan demikian dia menjadi mahir dalam upayanya memperoleh informasi yang kadang- kadang bersifat rahasia dari relasinya yang ia bina itu. Leg man adalah reporter khusus yang ditugaskan meliput peristiwa-peristiwa tertentu oleh desk-nya.

  Mungkin seharian ia menangani wawancara , selanjutnya melaporkan suatu pidato, mengadakan suatu penyelidikan atau mengamati sidang-sidang di DPR.

  Untuk memperoleh berita sebanyak mungkin, ia memerlukan sepasang “kaki” yang baik dan inisiatif tinggi. Biasanya ia menulis sendiri naskah beritanya, dan dalam beberapa hal ditambahkannya beberapa fakta, serta kemudian menghubungi para penyusun ulang (re-writer). berita di desknya untuk meminta bantuan mereka dalam menyempurnakan bentuk beritanya.

  E.1 Tugas dan Tanggung Jawab Reporter

  Jurnalis-reporter bertugas melakukan liputan sesuai hasil rapat redaksi (inline). Pelaksanaan liputan mengacu pada peran editor, yakni berupa penugasan (term of reference, TOR/outline), pengusulan tunggal, dan isu hangat. Kecuali reporter media cetak yang melengkapi liputannya dengan foto, reporter media elektronik (radio) melengkapi liputannya dengan moment record (rekaman peristiwa) dalam bentuk audio. Sedang reporter media elektronik (televisi) melengkapi liputannya dengan moment record (rekaman peristiwa) dalam bentuk video.

  Setiap reporter bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan pada saat rapat redaksi. Setiap keterlambatan dari waktu deadline yang diberikan merupakan tanggungjawab langsung editor yang memberikan TOR. Berita artikel, narasi audio, narasi dan rekaman video diberikan dua jam sebelum deadline. Semua material ini harus diserahkan ke editor di bawah yang direferensikan ke komputer database yang akan di-file dalam bentuk copy file dan hard copy.

  Laporan atau artikel yang ditulis tak perlu memiliki analisis dan kesimpulan yang sama dengan pandangan editor. Namun syarat utama yang tak bisa ditawar adalah laporan/artikel itu harus benar. Kebenaran disini bukan dalam pengertian filosofis, tapi kebenaran fungsional, seperti keakuratan laporan, semua informasi yang disuguhkan tak kurang, tak berlebihan, sumber-sumber yang jelas, nama lengkap, angka, waktu, jarak, ukuran, tempat.

  Untuk mencapai kebenaran fungsional itu reportert harus bisa melakukan pengumpulan informasi dengan baik. Verifikasi adalah esensi dari jurnalisme dengan standar akurasi, proporsional, komprehensif, relevansif, fairness, berimbang.

  Seorang jurnalis-reporter harus menerapkan konsep kontekstual (laporan proporsional). Sebab, mungkin suatu fakta benar tapi secara kontekstual salah.

  Contoh, “banyak organisasi Islam militan di Indonesia”. Ini tak berarti Islam di Indonesia adalah Islam yang militan dan fundamentalis. sejelas-jelasnya. Kantor media seharusnya tidak mentolerir jika ada reporter mengambil keuntungan dari wawancara atas nama media dimana dia bekerja.

  Aturan ini berlaku pula terhadap semua pihak yang terlibat dalam bisnis penerbitan dan penyiaran.

  Tidak boleh mengutip pernyataan atau mengambil foto seseorang tanpa izin. Misalnya, saat ngobrol bebas pun harus minta izin jika ada kalimat yang menarik dari narasumber atau untuk mengambil foto harus seizin narasumber. Ingat, kode etik menjelaskan narasumber memiliki hak embargo terhadap informasi dan foto yang dapat diberikannya.

  Dokumen-dokumen pun harus diperoleh secara legal, kecuali untuk dokumen- dokumen tertentu seperti bocoran atau dokumen yang sengaja disembunyikan dari masyarakat harus didiskusikan lebih dulu pada redaktur atau rapat redaksi. Reporter tidak berupaya menjadi antek golongan manapun, parpol tertentu, pejabat tertentu, yang tercermin dalam berita-berita yang dibuatnya.

  Reporter tidak menggunakan kedudukannya untuk mencari keuntungan pribadi dan merusak citra media dimana dia bekerja. Pelanggaran terhadap panduan ini dapat dikenakan sanksi berat. Reporter tidak melaksanakan pekerjaan yang bukan tugasnya. Seorang jurnalis- reporter harus berupaya menjadi media yang sehat dan bekerja dengan cara professional. Bagian periklanan dapat menolak materi iklan yang diperoleh reporter, yang dapat merusak citra reporter dan media dimana dia bekerja. Kecuali iklan yang diperoleh reporter atau bagain lain, yang tak beresiko merusak citra reporter dan media, dapat didiskusikan dengan bagian periklanan dengan sharing

  fee yang jelas.

F. Gaya Radio

  Suatu gaya radio yang diproduksi akan menjadi konsumsi bagi pendengar untuk didengarkan mereka melalui indra pendengarnya. Oleh sebab itu apa yang dikatakan oleh seorang penyiar belum tentu mampu untuk menggambarkan pesan yang ingin disampaikan penyiar tersebut.

  Sifat Radio Siaran

  Dalam memproduksi siaran, seorang penyiar perlu memperhatikan hal-hal berikut ini;

  1. Auditori Audio atau suara menjadi yang terpenting dalam radio, sebab itu yang akan didengarkan oleh para pendengarnya. Bila saja ada pendengar yang tidak memahami pesan yang disampaikan oleh penyiar tentu saja radio tidak akan mampu untuk mengulangnya. Oleh sebab itu pendengar harus bisa mengikuti pesan yang disampaikan penyiar dengan penuh tanpa ada yang tertinggal. Terlebih lagi pendengar belum tentu bisa mengingat apa yang disampaikan oleh penyiar sehingga penyiar sebagai komunikator harus menyampaikan pesan yang ingin disampaikan secara terus menerus tanpa peduli apakah pendengar mengerti atau tidak.

  2. Mengandung Gangguan Menurut Helena Olii (10:2007) Faktor penyebab gangguan alam penyampaian komunikasi melalui radio adalah: a.

  Semantic Noise Factor : telinga salah menangkap atau menerima pengucapan kata

  • – kata yang terdengar asing atau kata – kata tidak lazim.

  b.

  Channel Noise Factor atau Mechanic Noise Factor : telinga salah menangkap bahkan tidak dapat mendengar isi siaran akibat gangguan saluran siaran atau gangguan teknik.

  3. Akrab Sebagai komunikator seorang penyiar harus mampu untuk bersikap akrab dengan komunikan yaitu pendengar. Keakraban tersebut terlihat seperti penyiar sedang bercakap-cakap dengan seseorang yang berada didepannya agar tercipta keakraban antara penyiar dan pendengar. Pendengar berada dimana dimana, baik secara posisi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan serta kebiasaannya. Pendegar radio bisa saja didesa atau dikota. Jenis kelamin pendengar yang berbeda baik pendengar laki-laki maupun perempuan. Usia pendengar, anak-anak, remaja dan dewasa. Tingkat pendidikan yang berbeda-beda mulai dari SD, SMP, SMA sampai universitas. Serta kebiasaan-kebiasaan pendengar yang berbeda-beda.

  Tentu dalam hal ini penyar harus mampu untuk memperhatikan hal ini sebab dengan ini penyiar akan mudah untuk memilih cara penyampaian gaya bahasa yang sesuai. Pesan yang disampaikan oleh penyiar akan diterima dan dimengerti secara pribadi oleh pendengar sesuai dengan situasinya. Walaupun pendengar bisa dimana saja, biasanya pendengar berada dirumah untuk mendengarkan radio sehingga penyiar akan dengan akrab menyampaikan pesan atau berbicara kepada pendengar agar pesan yang ingin disampaikan lebih efektif. Radio bukan hanya sebagai media penyimpan pesan tetapi juga merangsang agar pendengar untuk aktif. Biasanya pendengar radio aktif akan mendengarkan sesuatu yang menarik dari apa yang dia dengar serta membuatnya aktif berfikir apakah yang dikatakan oleh penyiar tersebut benar atau tidak. Sebagai seorang pendengar tentu saja akan selektif dalam memilih apa yang akan dia dengar, sebab apa yang dia dengar adalah yang dia sukai. Seseorang tidak akan mungkin mau mendengar dalam waktu yang lama bila tak menyukainya. Oleh sebab itu sekarang banyak radio- radio berlomba-lomba membuat program yang menarik untuk pendengarnya.

G. Kode Etik Jurnalistik

  Kode etik berasal dari dua kata,yakni kode yang berarti adalah sistem pengaturan-pengaturan.Dan etik yang berarti adalah norma perilaku,suatu perbuatan dikategorikan etis apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia.Sedangkan jurnalistik sendiri memiliki arti adalah sebuah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan.Kode etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman dalam tingkah laku.Kode etik jurnalistik merupakan himpunan etika para profesi kewartawanan dan ditetapkan oleh dewan pers.Dewan pers merupakan sebuah badan atau lembaga yang mengawasi dan mengontrol kegiatan jurnalistik atau segala sesuatu yang berkaitan dengan pers.Etika pers adalah etika semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers,yang terdiri dari kewajiban pers,baik dan buruknya,pers yang benar dan pers yang mengatur tingkah laku pers.Sumber etika pers adalah keadaan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk,benar dan salah,serta tepat dan tidak tepat bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.Kode etik memiliki beberapa ciri-ciri,antara lain yaitu sebagai berikut: 1) Kode etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan.Dan sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.

  2) Sanksi bagi siapa saja yang melanggar kode etik bukan pidana,melainkan bersifat moral atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut.

  3) Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada organisasi lain.

  Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah himpunan etikaprofesiwartawan.

  Dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2009) saya mengartikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) atau Kannos of Journalism sebagai pedoman wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.

  Untuk wartawan Indonesia, kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi tunggal wartawan seluruh Indonesia pasa masa Orde Baru.

  G.1 Landasan Kode Etik Jurnalistik

  Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan-aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.Kode etik jurnalistik merupakan sebuah hal yang digunakan sebagai landasan pers dalam menjalankan kegiatannya.Hal ini dapat kita lihat karena sudah tercantum dalam rules of the game untuk pers,antara lain yaitu sebagai berikut:

  1. Landasan Idiil : Pancasila 2.

  Landasan Konstitusi : Undang-Undang Dasar 1945 ( UUD 1945) 3. Landasan Yuridis : Undang-Undang Pokok Pers 4. Landasan Strategis : Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 5. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik 6. Landasan Etis : Tata Nilai Yang Berlaku Dalam Masyarakat

  G.2 Kode Etik Jurnalistik PWI

  Kode Etik Jurenalistik pertama kali dikeluarkan organisasi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Isi Kode Etik Jurnalistik tersebut antara lain menetapkan.

  1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.

  2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).

  3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).

  4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.

  5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).

  6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.

G. Kode Etik Wartawan Indonesia

  Dewan Pers dalam rapat koordinasi yang diadakan dengan 26 organisasi wartawan di Bandung (5-7 Agustus 1999) dalam salah satu bahasannya telah berhasil menyepakati 7 butir Kode Etik Wartawan Indonesia.Adapun 7 butir isi Kode Etik tersebut sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000,antara lain adalah sebagai berikut: 1.

  Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

  2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.

  3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah,tidak mencampurkan fakta dengan opini,berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi,serta tidak melakukan plagiat.

  4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,fitnah,sadis,serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila.

  5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.

  6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak,menghargai ketentuan embargo,informasi latar belakang,dan off the record sesuai kesepakatan.

  7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.

  G.4 Fungsi Kode Etik Jurnalistik

  Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun,Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M.Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan.Menurutnya,Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu:

  1. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;

  2. Melindungi masyarakat dari malapraktik oleh praktisi yang kurang profesional;.

  3. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi; 4.

  Mencegah kecurangan antar rekan profesi; 5. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.