Pemahaman Wartawan Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Fenomenologi Pemahaman Wartawan Waspada Online Tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia)

(1)

PEMAHAMAN WARTAWAN TERHADAP KODE ETIK JURNALISTIK (Studi Fenomenologi Pemahaman Wartawan Waspada Online Tentang Kode

Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia)

Skripsi

Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh Irwan Sitinjak

080904066

Program Studi Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ABSTRAKSI

Dewan pers melansir sampai pertengahan tahun 2011, terdapat sebanyak 70 % wartawan di Tanah Air belum profesional. Ketidakprofesionalan tersebut menciderai profesi wartawan yang merupakan bagian dari pilar ke empat dalam demokrasi Indonesia. Wartawan yang baik seharusnya selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur. Adalah Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang merupakan landasan profesi wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pelanggaran KEJ di lapangan ternyata masih tergolong sering terjadi. Ini merupakan salah satu indikator semakin banyaknya wartawan yang tidak profesional.

Penelitian yang berjudul Studi Fenomenologi Pemahaman Wartawan Tentang Kode Etik Jurnalistik ini bertujuan untuk member gambaran tentang sejauh mana pemahaman wartawan terhadap KEJ dan bagaimana para wartawan mengaplikasikan landasan profesi mereka. Adapun wartawan Waspada Online menjadi informan dalam penelitian ini. Terdapat delapan wartawan waspada online yang terdiri dari satu asisten pemimpin redaksi, dua redaktur, satu asisten redaktur, satu asisten redaktur pelaksana, dan tiga reporter. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang memiliki paradigm konstruktivisme dimana dalam metode tersebut digunakan empat fase, yaitu fase epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi, dan sintesis makna dan esensi. Keempat proses tersebut dijadikan peneliti untuk merekam kondisi di lapangan atau pada saat penelitian. Lewat proses tersebut dapat diketahui bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta bagaimana wartawan Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik tersebut. Penelitian dilakukan dengan melakukan depth interview, pengamatan di lapangan secara langsung, dan studi literatur.

Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Wartawan Waspada Online memiliki motivasi yang berbeda-beda berprofesi sebagai seorang jurnalis. Namun, mereka mempunyai kesamaan pemahaman tentang tugas seorang jurnalis yaitu mencari, mengumpulkan informasi, dan menjadikannya sebagai sebuah berita yang sesuai dengan fakta tanpa adanya opini.

2. Sebagian besar wartawan Waspada Online hanya memahami Kode Etik Jurnalistik sebatas teori saja tanpa pelaksanaan yang benar. Berdasarkan track record mereka yang cukup lama sebagai jurnalis, para wartawan secara teori paham setiap isi yang terdapat dalam 11 pasal KEJ, namun realisasinya berbanding terbalik dengan pemahaman tersebut.

3. Masih banyak wartawan Waspada Online yang melumrahkan penerimaan materi baik dalam bentuk uang maupun benda yang diberikan oleh nara sumber mereka. Kebanyakan alasan mereka menerima adalah sebagai ongkos liputan dan ada juga yang mengatakan karena faktor penghasilan yang minim.


(3)

KATA PENGANTAR

Tiada pekerjaan yang dihasilkan dengan usaha sendiri. Penulis yakin dan percaya setiap hasil yang dicapai merupakan berkat yang luar biasa dari Sang Pencipta. Begitu juga dengan skripsi ini, yang merupakan hasil dari perjuangan dan usaha yang sepenuhnya diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus. Bahkan, selama penulis menempah diri di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, kasih Tuhan Yesus begitu memberkati dan melimpahkan banyak berkat kepada penulis.

Selama proses penelitian ini, penulis merasa sangat terbantu dengan pertolongan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan bersyukur, semoga Tuhan memberikati semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih tersebut kepada:

1. Keluarga terkasih, my mom “the amazing single parent”, yang selalu memberikan yang terbaik kepada penulis. Kak Lusi yang sudah membawaku dalam doanya, serta Bang Santo yang semakin diberkati Tuhan. Thank you for all the support, it’s strengthen our family 

2. Bapak selaku Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU

3. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, Ibu Dra.Fatmawardy Lubis, MA yang sudah berperan sebagai ibu di kampus bagi banyak mahasiswa Ilkom.


(4)

Terima kasih banyak buat semua kemudahan dan prinsip kelancaran dari Departemen.

4. Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, Ibu Dra.Dayana Manurung,M.Si yang turut membantu penulis dalam proses administrasi.

5. Ibu Dr.Nurbani, M.Si sebagai dosen pembimbing dalam proses skripsi ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bimbingan serta kesabaran yang Ibu berikan. Terima kasih telah meluangkan banyak waktu kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini.

6. Terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Komunikasi terkhusus untuk Pak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, PhD yang sudah banyak membantu penulis dalam memperoleh banyak ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi, lewat diskusi-diskusi hangat. Kepada Ibu Dra.Mazdalifah,M.Si dan Kak Yovita,M.Si yang bersedia membantu penulis untuk mengembangkan ide. Terima kasih sebesar-besarnya.

7. Kepada seluruh staff administrasi FISIP USU dan Departemen Ilmu Komunikasi USU, Kak Rose, Kak Maya, dan Kak Icut yang selalu ceria menyapa penulis ketika mengurus administrasi dan berkas-berkas.

8. Kepada Kak Ilma Tamsil, asisten dosen yang banyak mengajari penulis lewat paradigmanya sebagai seorang kakak. You are apart of my laugh everyday  9. Kepada Kakak-kakak staff LDIK dan Radio USU Kom. Kak Hanim, Kak Puan,

dan Kak Windi Siregar. Terima kasih kakak2 buat ilmu dan ketawa-ketawa kita 


(5)

10.Untuk seluruh pengurus P2KM, Kak Emil, Bang Vinsen, Bang Iqbal, Bang Reza, dan Vix Magazine team. Ayo tetap semangat buat proyek-proyek kreatif lainnya. Penulis minta maaf atas minimnya kontrobusi yang penulis berikan.

11.Untuk sahabat-sahabat penulis, para musang – musang kampus, Perdana, Bang Firman, Kak Nata, Kak Linda, Kak Bita, Kak Emma, Bang Anggi, Bang Inggit, dan Bang Angga. Kalian tetap menjadi musang-musang terbaikku :p

12.My old friends TPP-Crew, how long I missed our story? Even so, I still love you guys. Keep on fire ya kuliahnya, fighting guys!!

13.Untuk seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi Angkatan 2008, hey people, we are communication army! Remember our first time?? It was amazing to know all of you guys. Thanks for our eternal story.

14.Buat Kakak-kakak Kom angkatan 2007dan 2006 serta teman-teman Kom angkatan 2009, 2010, dan 2011. Terima kasih banyak semuanya. Love our almamater 

15.Untuk seluruh pengurus IMAJINASI periode 2010/2011, perjuangan kita berhasil and we did it!

16.Untuk seluruh informan penelitian ini, terima kasih buat waktu serta izinnya. Let’s make a better Indonesia start from ourselves as journalists 

17.Untuk teman-teman Beswan Djarum, khususnya Angkatan 26 DSO Medan! We are the best one (beswan). Keep in touch my bestone!

18.For someone out there, we still live with our unspoken words but it will end soon, very soon! Thankyou for the love you put through me.


(6)

19.Terimakasi untuk otak yang selalu bisa berkompromi mengerjakan skripsi ini, tangan dan kaki yang saling bekerja sama serta seluruh bagian tubuh ini yang mengerjakan skripsi ini dengan total. We made it!

20.Untuk semua orang yang tidak tersebutkan betapa berterimakasihnya penulis kepada kalian semua. Tons of thanks for all of you 

Penulis mengharapkan banyak saran dan kritikan yang bersifat membangun bagi skripsi ini. Karena penulis menyadari skripsi ini butuh oksigen kesempurnaan. Last but not the least, semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, November 2011

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………v

DAFTAR LAMPIRAN ………..vii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang………. I.2. Perumusan Masalah………. I.3. Pembatasan Masalah………... I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian………

I.4.1. Tujuan Penelitian……… I.4.2. Manfaat Penelitian……….. I.5. Kerangka Teori……….

I.5.1. Fenomenologi……… I.5.2. Pers………

I.5.3. Media Massa Online……….. I.5.4. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia……… I.6. Kerangka Konsep………..


(8)

I.7. Defenisi Operasional ………...

I.7.1. Epoche……….. I.7.2. Reduksi Fenomenologi………. I.7.3. Variasi Imajinasi………..

I.7.4. Sintesis Makna dan Esensi………..

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1. Fenomenologi……… II.1.1. Sejarah Perkembangan Fenomenologi………..

II.1.2. Fenomenologi sebagai Metode Penelitian……… II.2. Pers………..

II.3. Profesionalisme Wartawan………. II.4. Sembilan Elemen Jurnalisme……….. II.5. Media Massa Online……….

II.6. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia………..

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. III.1.1. Sejarah Berdirinya Waspada Online………


(9)

III.1.2. Segmentasi………..

III.1.3. Perkembangan Waspada Online……… III.2. Metode Penelitian……… III.3. Subjek Penelitian………..

III.4. Teknik Pengumpulan Data……… III.5. Teknik Analisis Data………

BAB IV HASIL DAN PEMBATASAN

IV.1. Analisis Fenomenologi………..

IV.1.1. Epoche……… IV.1.2. Reduksi Fenomenologi………..

IV.1.3. Variasi Imajinasi……… IV.1.4. Sintesis Makna dan Esensi………... IV.2. Karakteristik Informan………..

IV.3. Analisis Informan 1………. IV.4. Analisis Informan 2………..

IV.5. Analisis Informan 3……… IV.6. Analisis Informan 4……….. IV.7. Analisis Informan 5……….


(10)

IV.8. Analisis Informan 6………..

IV.9. Analisis Informan 7………. IV.10. Analisis Informan 8………. IV.11. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Waspada Online………… IV.12. Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Waspada Online………… IV.12. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Pada

WartawanWaspada Online ………..

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan……….. V.2. Saran-saran………

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN NARASUMBER BIODATA NARASUMBER

SURAT PENELITIAN

SURAT BALASAN DARI WASPADA ONLINE

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI BIODATA PENULIS


(12)

ABSTRAKSI

Dewan pers melansir sampai pertengahan tahun 2011, terdapat sebanyak 70 % wartawan di Tanah Air belum profesional. Ketidakprofesionalan tersebut menciderai profesi wartawan yang merupakan bagian dari pilar ke empat dalam demokrasi Indonesia. Wartawan yang baik seharusnya selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur. Adalah Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang merupakan landasan profesi wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pelanggaran KEJ di lapangan ternyata masih tergolong sering terjadi. Ini merupakan salah satu indikator semakin banyaknya wartawan yang tidak profesional.

Penelitian yang berjudul Studi Fenomenologi Pemahaman Wartawan Tentang Kode Etik Jurnalistik ini bertujuan untuk member gambaran tentang sejauh mana pemahaman wartawan terhadap KEJ dan bagaimana para wartawan mengaplikasikan landasan profesi mereka. Adapun wartawan Waspada Online menjadi informan dalam penelitian ini. Terdapat delapan wartawan waspada online yang terdiri dari satu asisten pemimpin redaksi, dua redaktur, satu asisten redaktur, satu asisten redaktur pelaksana, dan tiga reporter. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang memiliki paradigm konstruktivisme dimana dalam metode tersebut digunakan empat fase, yaitu fase epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi, dan sintesis makna dan esensi. Keempat proses tersebut dijadikan peneliti untuk merekam kondisi di lapangan atau pada saat penelitian. Lewat proses tersebut dapat diketahui bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, serta bagaimana wartawan Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik tersebut. Penelitian dilakukan dengan melakukan depth interview, pengamatan di lapangan secara langsung, dan studi literatur.

Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Wartawan Waspada Online memiliki motivasi yang berbeda-beda berprofesi sebagai seorang jurnalis. Namun, mereka mempunyai kesamaan pemahaman tentang tugas seorang jurnalis yaitu mencari, mengumpulkan informasi, dan menjadikannya sebagai sebuah berita yang sesuai dengan fakta tanpa adanya opini.

2. Sebagian besar wartawan Waspada Online hanya memahami Kode Etik Jurnalistik sebatas teori saja tanpa pelaksanaan yang benar. Berdasarkan track record mereka yang cukup lama sebagai jurnalis, para wartawan secara teori paham setiap isi yang terdapat dalam 11 pasal KEJ, namun realisasinya berbanding terbalik dengan pemahaman tersebut.

3. Masih banyak wartawan Waspada Online yang melumrahkan penerimaan materi baik dalam bentuk uang maupun benda yang diberikan oleh nara sumber mereka. Kebanyakan alasan mereka menerima adalah sebagai ongkos liputan dan ada juga yang mengatakan karena faktor penghasilan yang minim.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Media massa di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini sejalan dengan kemajuan teknologi yang turut berperan dalam perubahan bentuk media massa. Apalagi ditambah politik perizinan pendirian media tidak lagi diberlakukan oleh pemerintah, hingga jumlah media massa baik cetak, elektronik, maupun media online menjamur di Tanah Air. Tidak terkecuali dengan kelahiran teknologi baru yang berbentuk jaringan jagat raya internet. Dari internet inilah lahir alternatif media baru, media online. Berkat media baru inilah, warga Indonesia di mana saja di pelosok Indonesia sepanjang akses internet bisa, bahkan di pelosok dunia pun, mampu menyaksikan berita yang ada pada saat sama dengan biaya murah.

Dibandingkan dengan media biasa, sejumlah kekhasan media online yang mewarnai perkembangan pers antara lain penyajian yang real time seperti halnya radio dan untuk sebagian televisi, setiap berita bisa komprehensif dengan disambungkan ke bank data, jangkauannya global dalam waktu sama dan terdokumentasi.

Karakteristik media online seperti menjangkau pelanggan lebih dekat, alternatif promosi, kepuasan kepada pembaca karena mudah diakses, serta berita aktual yang diperbaharui terus-menerus.

Kehadiran media online ini akan meredefenisikan pers nasional. Setidaknya, kemunculan mereka akan memacu penafsiran kembali berita. Jika jumlah pengakses


(14)

internet kian besar, media online sangat berpengaruh dan membuat setiap informasi bisa disajikan secara cepat dan akurat.

Pertumbuhan media online akan memacu jenis media lain melakukan perubahan mendasar atas visi pemberitaan. Artinya, peristiwa dan komentar plus analisisnya bisa disajikan oleh media online dalam waktu tidak lama ketika peristiwa berlangsung. Sedangkan media cetak seperti surat kabar memerlukan waktu satu hari dan majalah satu minggu untuk menguraikan dan menganalisis berita itu.

Kehadiran media online ini jelas telah mengubah paradigma baru pemberitaan, yakni event on the making. Maksudnya, berita yang muncul tidak disiarkan beberapa menit, jam, hari, atau minggu, tetapi begitu terjadi langsung di-upload (dimasukkan) ke dalam situs web media online.

Namun, sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama, namun menjadi sebuah alternatif. Menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Seperti halnya pada saat kehadiran televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetap tidak dapat secara total mengeliminasinya. Maka cukup adil mengatakan bahwa media online tidak mungkin akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. (Septiawan Santana, 2005:135)

Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video. Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image. ”Online” sendiri merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat diakses di mana saja dan


(15)

kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik.1

. Koran Harian Nasional Waspada juga turut tenggelam terhadap perubahan teknologi tersebut. Dengan mengkorvengensi diri ke medium baru yaitu internet, Harian Waspada menghadirkan Waspada Online dengan alamat situs

Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat ini bisa di baca saat ini juga, di belahan bumi mana saja.

Berita dan Informasi Medan, Sumut, Aceh”. Waspada Online hadir dengan menyuguhkan peristiwa di Sumatera Utara dengan pengaruh kuat di medan dan eksistensi luas di Aceh.

Memiliki kesamaan dengan media online kebanyakan, Waspada Online juga menerapkan kecepatan sebagai keunggulannya. Informasi yang diperoleh reporter di lapangan harus dengan segera sampai ke redaktur dan dipublish. Bahkan dalam hitungan detik sebuah peristiwa bisa tersaji ke situs Waspada Online.

Tidak berbeda dengan media elektronik dan media cetak, wartawan media online juga ditutuntut harus memiliki kemampuan. Yancheff menilik ukuran profesionalisme wartawan membutuhkan multi-kompetensi. Karakteristik performanya menekankan kekuatan penulisan dan oral, ketekunan kerja , dan

1

Pelatihan Jurnalistik Media Online Pusat Pengembangan Daya Saing BPPT. Jakarta, 6-7 April 2010


(16)

pemilikan dasar pengetahuan yang mengkombinasikan aplikasi lintas disiplin (Septiawan Santana, 2005:207). Untuk itu, ia mengajukan sepuluh kemampuan wartawan professional yang terdiri dari :

1. Writing Competencies, yaitu kapasitas untuk melaporkan secara akurat, jelas, kredibel, dan reliable.

2. Oral Performance Competencies, ialah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik secara percaya diri dan bertanggung jawab.

3. Research and Investigative Competencies, yaitu kemampuan menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi kisah atau mengidentifikasi topik-topik potensial

4. Broad-based Knowledge Competencies, ialah kemampuan memiliki pengetahuan dasar. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan lintas disiplin.

5. Web-based Competencies ialah kemampuan menguasai internet.

6. Audio Visual Competencies, yaitu kemampuan menggunakan peralatan seperti kamera, kamera video, serta tape recorder.

7. Skill-based Computer Application Competencies, ialah kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan.

8. Ethics Competencies, yaitu kemampuan memahami tanggung jawab profesi seperti kode etik.

9. Legal Competencies, yaitu kemampuan ihwal undang-undang kebebasan berpendapat.


(17)

10.Career Competencies, ialah kemampuan memahami dunia karir professional di dalam jurnalisme. Kemampuan bekerja di dalam manajemen pers, dan bersikap positif di dalam dunia kerja peliputan.

Tuntutan jurnalisme terhadap para wartawan temasuk wartawan media online bukan hanya berupa ketekunan bekerja dan penguasaan atas pengetahuan, melainkan juga upaya mencapai standar integritas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Para wartawan dituntut bukan hanya menyajikan fakta, melainkan juga kebenaran tentang fakta tersebut.

Kovach & Rosenstiel menulis tentang loyalitas wartawan dalam Sembilan Elemen Jurnalisme. Salah satu elemen tersebut adalah tanggung jawab wartawan. Jawaban elemen itu di antaranya menyetir pertanyaan who journalist work for? Kepada siapa wartawan bekerja? Perusahaan, pembaca atau kepada masyarakat?

Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena banyak wartawan yang sejak tahun 1980-an merangkap sebagai pedagang. Maksudnya adalah terkait dengan urusan manajemen media yang ingin melahap laba sebanyak-banyaknya ketimbang membuat berita yang bagus. Ruang redaksi menjadi rapat memilah berita yang bisa menangguk iklan sebanyak-banyaknya dan jurnalisme menjadi lahan bisnis yang diisi oleh para manajer yang ketat menghitung pendapatan dari iklan. (Septiawan Sanatana, 2005:209)

Namun, persoalan di atas menurut Septiawan Santana dalam “Jurnalisme Kontemporer” bukan sebuah bentuk kesalahan, sebab urusan ongkos liputan yang semakin terjamin juga menjadi persoalan hidup dan matinya media. Namun, loyalitas


(18)

wartawan yang pertama ialah kepada masyarakat. Komitmen ini harus dimiliki seorang wartawan bukan sekedar egoisme profesi. Loyalitas kepada masyarakat sudah menyatu dengan tugas kewartawanan. Isi liputannya bukan didasari oleh kepentingan pribadi, media, ataupun kawan melainkan akurasi pada segala fakta.

Adapun Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers tentang kode etik jurnalistik, landasan moral dan dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Lewat kode etik tersebut, wartawan baik dari media cetak, elektronik, bahkan online yang mengedepankan konsep kecepatan diharuskan memahami kode etik seperti yang tertuang dalam point ke delapan yaitu Ethics Competencies yang menjadi bagian dari sepuluh kemampuan wartawan profesional menurut Yancheff di atas.

Sedangkan fakta yang disuguhkan dalam dokumen lembaga kantor berita nasional Antara dan PWI, sekitar 40.000-an wartawan Indonesia saat ini hanya 20% yang paham tentang kode etik jurnalistik wartawan Indonesia. Ini menunjukkan ada 80% dari seluruh wartawan di Indonesia yang masih gamang dan acuh terhadap kode etik yang menjadi landasan profesinya.2

Banyaknya wartawan yang tidak memahami kode etik dampak dari kebebasan pers yang dianggap sebagai kebebasan sebebas-bebasnya. Dalam hal jurnalisme tak lebih dari sekedar kepanjangan tangan kotor birokrasi yang korup. Selain itu,

2


(19)

kebebasan formal yang tertuang dalam UU Pers No.40 tahun 1999 tidak jarang dijadikan sebagai alat kepentingan sesaat.

Sementara itu, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP melalui staf ahli bidang kemasyarakatan dan SDM Agus Salim mengatakan, berdasarkan data yang dilansir dewan pers sebanyak 70 persen wartawan di Tanah Air belum atau tidak profesional. Selain itu, hasil penelitian juga menyebutkan perusahaan pers yang terbit dan berkembang terbilang cukup menggembirakan. Sayangnya yang benar-benar sehat, redaksional dan usaha hanya 30 persen.3

Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki tiga arti. Pertama, professional adalah kebalikan dari amatir, kedua, ialah sifat pekerjaan wartawan menurut pelatihan khusus, dan yang terakhir adalah norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembacanya. Kemudian terdapat dua norma yaitu norma teknis yang mengharuskan untuk menghimpun berita dengan cepat dan menyuntingnya. Dan norma yang kedua adalah norma etis yaitu kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dan yang lainnya yang tercermin dalam produk berita yang dihasilkannya.

3

diakses pada 21


(20)

dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur (Djen Amar, 1984:42).

Profesional akan menimbulkan sikap menghormati martabat individual dan hak – hak pribadi dan personal masyarakat dalam diri seorang wartawan dalam peliputannya. Demikian pula, ia akan dapat menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan yang profesional.

Urusan pertanggungjawaban sosial sebagai tanggung jawab pers akhirnya menjadi catatan-catatan dari diskusi-diskusi akademis, buku-buku dan terbitan-terbitan periodic, dan pertemuan – pertemuan asosiasi kewartawanan. Seperti dilaporkan oleh Royal Commision on the Press (1949), di Inggris dan A Free and Responsible Press (1947) yang disusun Commision on the Freedom of the Press di Amerika, keduanya mengevaluasi dengan kritis sepak terjang wartawan dalam praktik (Septiawan Santana, 2005:206).

Contoh nyata pelanggaran KEJ adalah keputusan Dewan Pers beberapa waktu lalu yang menyatakan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam kasus sejumlah wartawan membeli saham perdana PT. Krakatau Steel. Ketika jurnalis sebagai peliput bursa saham ikut terlibat memperjualbelikan saham perdana perusahaan-perusahaan yang terdaftar (listing) di pasar modal telah mencerahkan publik tentang munculnya potensi konflik kepentingan.4

Inilah yang menarik bagi penulis, bagaimana sebuah media online seperti Waspada Online yang memiliki konsep “kecepatan” dalam penyajian informasi

4


(21)

menerapkan cek dan ricek dalam proses pemberitaan. Apakah akibat kecepatan tersebut, para wartawan Waspada Online melupakan etika dalam proses pemberitaan. Atau bagaimana mereka memandang setiap etika yang menjadi landasan profesi mereka yaitu Kode Etik Jurnalistik. Apakah label “wartawan profesional” dan memiliki integritas ada dalam media online tersebut. Sebab, wartawan yang profesional sudah pasti paham Kode Etik Jurnalistik yang mengarahkan seorang wartawan untuk tetap independen.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah pemahaman wartawan Waspada Online tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia?”

I.3. Pembatasan Masalah

Tujuan dari pembatasan masalah adalah untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Penelitian ini hanya akan dilakukan pada wartawan Waspada Online

2. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pemahaman wartawa Waspada Online terhadap Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

3. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif jenis fenomenologi dengan mencari makna dibalik fenomena lewat wawancara mendalam.


(22)

I.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 .Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memberi gambaran tentang pemahaman wartawan Waspada Online tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana wartawan Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penulis dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, sekaligus memperkaya wawasan penulis mengenai wartawan dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian penelitian ilmu komunikasi khususnya mengenai wartawan dan sebagai sumber bacaan.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca bahkan bagi wartawan Waspada Online dan pihak – pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.


(23)

Setiap penelitian mempunyai titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti sebuah masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok – pokok pikiran yang mengambarkan diri dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).

Teori adalah himpunan konstruk atau konsep, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2006:6)

Dalam penelitian ini, teori – teori yang digunakan adalah :

I.5.1. Fenomenologi

Fenomenologi pada dasarnya adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn (2008:37) bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia di sekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.

Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal serta suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus pengalaman–pengalaman subjektif manusia dan interpretasi–interpretasi dunia. Para pakar fenomenologi berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan.


(24)

Penelitian dalan pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan–kaitannya terhadap orang–orang yang berada dalam situasi–situasi tertentu. Inkuiri fenomenologi memulai dengan diam yang merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Inilah yang disebut sebagai fase Ephoce, yang merupakan penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interpretasi. Setelah itu mulai berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang diteliti secara sedemikian rupa sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari – hari. Ini merupakan fase reduksi fenomenologi dan fase variasi imajinatif (Moleong, 2006:16).

Teori atau preposisi yang dihasilkan dari studi fenomenologi adalah key learning atau pelajaran/hikmah penting apa yang muncul dari fenomena yang diteliti. Fenomenologi berbeda dengan etnometodologi atau cultural studies yang secara lebih serius menyorot peristiwa-peristiwa, sikap dan perilaku hingga makna simbol-simbol budaya yang berkembang di masyarakat. Fenomenologi umumnya berkaitan dengan fenomena perilaku manusia.

Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan (Littlejohn, 2008:38). Metode fenomenologi memberikan peluang bagi peneliti untuk menggali pengalaman manusia. Dibanding


(25)

metode lain, fenomenologi lebih memberikan fleksibilitas dan kemudahan untuk membangun konstruksi sosial realitas dan memberikan informasi yang kaya atas realita yang diteliti (Ninik Sri Rejeki, 2011:158).

I.5.2 Pers

Menurut UU pers No.40 tahun 1999, pers diartikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan mengunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis aturan yang tersedia.

Pers memanglah suatu lembaga sosial, namun saat ini istilah pers yang sudah melekat di masyarakat awam adalah merujuk pada wartawan, yaitu sebagai pekerja media. Kusumaningrat dalam Jurnalistik Teori dan Praktek (2005:115) menuliskan bahwa dalam literatur, pekerja seperti pemimpin redaksi, redaktur, reporter disebut sebagai sebuah profesi.

Pers sendiri memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah yang menyangkut dengan kegiatan komunikasi baik yang dilakukan media cetak maupun media elektronik. Sedangkan dalam arti sempit, pers menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.


(26)

I.5.3. Media Massa Online

Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama, namun menstubstitusinya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif, menciptakan sebuah khalayak baru. Demikian pula halnya dengan televisi, meskipun melemahkan radio, televisi tidak dapat secara total mengeliminasi radio. Begitu juga dengan media online yang menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menggantikan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan fungsi – sungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.

Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan atau evolusi, dari model–model terdahulu. Dalam hal ini, media massa online bukanlah sebuah pengecualian.

Jika surat kabar atau majalah dihitung dengan tirasnya, maka banyak atau tidaknya pengunjung dihitung dengan hits dan impression. Tingkat kunjungan atau disebut hits sering dijadikan standar. Ada situs berita yang hits per harinya 1,5 juta, ada pula yang hanya ratusan ribu. Dibandingkan dengan media biasa, sejumlah kekhasan media online yang mewarnai perkembangan pers antara lain: penyajian yang real time seperti halnya radio dan untuk sebagian televisi, setiap berita bisa


(27)

komprehensif dengan disambungkan ke bank data, jangkauannya global dalam waktu sama dan terdokumentasi.

Karakteristik media online juga mampu menjangkau pelanggan lebih dekat, alternatif promosi, kepuasan kepada pembaca karena mudah diakses, serta berita aktual yang diperbaharui terus-menerus. Selain fungsi pengetahuan yang mahaluas-karena bisa terhubung ke berbagai situs dunia-juga terdapat fungsi interaktif. Pembaca bisa mengirim keluhan langsung begitu berita dibaca, dan diterima redaksi dalam hitungan detik. Jika redaksinya aktif, bisa dijawab dalam beberapa menit. Dengan demikian pembaca lebih dekat dengan penyusun berita.

I.5.4. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

berekspresi, dan

Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak


(28)

memerlukan landasan moral dan menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ):

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan bersalah.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6


(29)

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan perbedaan merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


(30)

Konsep adalah generalisai dari sekelompok fenomena tertentu sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Singarimbun, 1995:17).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan konstrutivis jenis fenomenologi.

Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan – aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosial pertama – tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan – aturanuntuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap selanjutnya individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan menggunakan aturan – aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindakan komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komunikasi interaktif.

Dalam penelitian ini akan dikemukakan tahapan – tahapan penelitian fenomenologi transcendental dari husserls yaitu Epoche, Reduksi Fenomenologi, Variasi Imajinasi, dan Sintesis Makna dan Esensi (Engkus Kuswarno, 2009:48).

I.7. Defenisi Operasional I.7.1. Epoche


(31)

Epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman dan pengetahuan yang kita yakini sebelumnya. Oleh karena epoche memberikan cara pandang yang sama sekali baru terhadap objek, maka dengan epoche kita dapat menciptakan ide, perasaan, kesadaran dan pemahaman yang baru. Epoche membuat kita masuk ke dalam dunia internal yang murni, sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain.

I.7.2. Reduksi Fenomenologi

Ketika epoche adalah langkah awal untuk memurnikan objek dari pengalaman dan prasangka awal, mak tugas dari reduksi fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Reduksi akan membawa kita kembali pada bagaimana kita mengalami sesuatu. Memunculkan kembali asumsi awal dan mengembalikan sifat-sifat alamiahnya. Reduksi fenomenologi tidak hanya sebagai cara untuk melihat, namun juga cara untuk mendengar suatu fenomena dengan kesadaran dan hati-hati.

I.7.3. Variasi Imajinasi

Setelah reduksi fenomenologi, variasi imajinasi muncul untuk mencari makna-makna yang mungkin dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan, serta pendekatan terhadap fenomena dari perpektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah pengalaman (bagaimana fenomena berbicara mengenai dirinya). Dengan kata lain menjelaskan struktur esensial dari fenomena.


(32)

I.7.4. Sintesis Makna dan Esensi

Tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi transendental adalah iintegrasi intuitif dasar-dasar deskripsi terkstural dan struktural ke dalam satu pernyataan yang menggambarkan hakikat fenomena secara keseluruhan. Dengan demikian, tahap ini adalah tahap penegakkan mengenai hakikat.

Menurut Husserls, esensi adalah sesuatu yang umum dan berlaku universal, kondisi atau kualitas yang menjadikan sesuatu. Esensi tidak terungkap secara sempurna. Sintesis struktur tekstural yang fundamental akan mewakili esensi dalam waktu dan tempat tertentu, dari sudut pandang imajinatif dan studi reflektif seseorang terhadap fenomena.


(33)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Fenomenologi

II.1.1. Sejarah Perkembangan Fenomenologi

Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang merujuk pada arti “yang menampak”. Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Sehingga, suatu objek ada dalam relasi kesadaran.

Dewasa ini, fenomenologi dikenal sebagai aliran filsafat sekaligus metode berpikir yang mempelajari fenomena manusiawi (human phenomena) tanpa mempertanyakan penyebab dari fenomena tersebut serta realitas objektif dan penampakannya.

Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat pertama kali dikembangkan di universitas-universitas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian dilanjutkan oleh Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya Sartre memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar atau jalan kehidupan subjek-subjek sadar (Engkus Kuswarno, 2009:3).

Fenomenologintidak dikenal setidaknya sampai menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakan yang menjadi dasar pengetahuan empiris atau penampakan yang


(34)

diterima secara inderawi. Istilah tersebut diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi dalam tulisannya. Pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi deskriptif, dimana menjadi awalnya Edmund Husserl mengambil istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai “kesengajaan”.

Sebelum abad ke-18, pemikiran filsafat terbagi menjadi dua aliran yang saling bertentangan. Adalah aliran empiris yang percaya bahwa pengetahuan muncul dari penginderaan. Dengan demikian kita mengalami dunia dan melihat apa yang sedang terjadi. Bagi penganut empiris, sumber pengetahuan yang memadai itu adalah pengalaman. Akal yang dimiliki manusia bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan yang diterima oleh panca indera.

Sedangkan di sisi lain terdapat aliran rasionalisme yang percaya bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikiran manusia atau rasio. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat untuk diakui sebagai pengetahuan ilmiah. Aliran ini juga mempercayai pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran yang telah diperoleh oleh rasio. Akal tidak memerlukan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar sebab akal dapat menurunkan kebenaran tersebut dari dirinya sendiri.

Dari dua pemikiran yang berbeda tersebut, Immanuel Kant muncul untuk menjembatani keduanya. Menurutnya, pengetahuan adalah apa yang tampak kepada kita atau fenomena. Sedangkan fenomena sendiri didefenisikan sebagai sesuatu yang tampak dengan sendirinya dan merupakan hasil sintesis antara penginderaan dan bentuk konsep dari objek. Sejak pemikiran tersebut menyebar luas, fenomena


(35)

menjadi titik awal pembahasan para filsafat pada abad ke-18 dan 19 terutama tentang bagaimana sebuah pengetahuan dibangun.

Fenomenologi bagi Husserl adalah gabungan antara psikologi dan logika. Fenomenologi membangun penjelasan dan analisis psikologi tentang tipe-tipe aktivitas mental subjektif, pengalaman, dan tindakan sadar. Namun, pemikiran Husserl tersebut masih membutuhkan penjelasan yang lebih lanjut khususnya mengenai “model kesengajaan”. Pada awalnya, Husserl mencoba untuk mengembangkan filsafat radikal atau aliran filsafat yang menggali akar-akar pengetahuan dan pengalaman. Hal ini didorong oleh ketidakpercayaan terhadap aliran positivistik yang dinilai gagal memanfaatkan peluang membuat hidup lebih bermakna karena tidak mampu mempertimbangkan masalah nilai dan makna. Fenomenologi berangkat dari pola pikir subjektivisme yang tidak hanya memandang dari suatu objek yang tampak namun berusaha menggali makna di balik setiap gejala tersebut.

Pada tahun-tahun berikutnya, pembahasan fenomenologi berkembang tidak hanya pada tataran “kesengajaan”, namun juga meluas kepada kesadaran sementara, intersubjektivitas, kesengajaan praktis, dan konteks sosial dari tindakan manusia. Tulisan-tulisan Husserl memainkan peran yang amat besar dalam hal ini.

Saat ini fenomenologi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks, karena memiliki metode dan dasar filsafat yang komrehensif dan mandiri. Fenomenologi juga dikenal sebagai pelopor pemisah antara ilmu sosial dari ilmu alam, yang mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran yang dinamakan dengan “kesengajaan” oleh Husserl. Struktur kesadaran dalam pengelaman pada akhirnya membuat makna dan menentukan isi dari penampakkannya.


(36)

II.1.2. Fenomenologi sebagai Metode Penelitian

Memahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali kepada sebagaimana penampilannya dalam kesadaran. Usaha kembali pada fenomena tersebut memerlukan pedoman metodik. Tidak mungkin untuk melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal yang khusus satu demi satu. Yang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. Oleh karena itu metode tersebut harus dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat menungkap diri sendiri. Bukan suatu abstraksi melainkan intuisi mengenai hakekat sesuatu (Husserl dalam Basuki, 2006:72).

Sebagai metode penelitian, fenomenologi sering dikenal sebagai metode deskriptif kualitatif dengan paradigm konstruktivisme (Mix Methodology, 2011:138). Sesuai dengan asumsi ontologis yang ada dalam paradigm konstruktivisme, peneliti yang menggunakan metode ini akan memperlakukan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran. Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif, yaitu sesuai dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para actor sosial.

Secara epistemologi, ada interaksi antara peneliti dan subjek yang diteliti. Sementara itu dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial.

Sebagai metode penelitian, fenomenologi adalah cara membangun pemahaman tentang realitas. Pemahaman tersebut dibangun dari sudut pandang para


(37)

aktor sosial yang mengalami peristiwa dalam kehidupannya. Pemahaman yang dicapai dalam tataran personal merupakan konstruksi personal realitas atau konstruksi subyektivitas.

Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif yang memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah sesuatu tindakan kreatif yakni tindakan menuju pemaknaan (Littlejohn, 2008:38).

Fenomenologi yang diformulasikan oleh Husserl pada permulaan abad ke-20 menekankan dunia yang menampilkan dirinya sendiri kepada kita sebagai manusia. Tujuannya adalah agar kembali ke bendanya sendiri sebagaimana mereka tampil kepada kita dan mengesampingkan atau mengurung apa yang telah kita ketahui tentang mereka. Dengan kata lain fenomenologi tertarik pada dunia seperti yang dialami manusia dengan konteks khusus, pada waktu khusus, lebih dari pernyataan abstrak tentang kealamiahan dunia secara umum.

Berikut ini dikemukakan tahapan-tahapan penelitian fenomenologi dari Husserl :

a) Epoche

Berasal dari bahasa Yunani yang berarti “menjauh dari” dan “tidak memberikan suara”. Husserl menggunakan epoche untuk term bebas dari prasangka. Dengan epoche kita menyampingkan penilaian, bias, dan pertimbangan awal yang kita miliki tehadap suatu objek. Dengan kata lain,


(38)

epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki sebelumnya.

Oleh karena epoche memberikan cara pandang yang sama sekali baru terhadap objek, maka dengan epoche kita dapat menciptakan ide, perasaan, kesadaran, dan pemahaman yang baru. Epoche membuat kita masuk ke dalam dunia internal yang murni sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain. Dengan demikian tantangan terbesar ketika melakukan epoche adalah terbuka atau jujur terhadap diri sendiri.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan orang lain, seperti persepsi, pilihan, penilaian, dan perasaan orang lain harus dikesampingkan juga. Hanya persepsi dan tindakan sadar kitalah yang menjadi titik untuk menemukan makna, pengetahuan, dan kebenaran.

b) Reduksi Fenomenologi

Ketika epoche adalah langka awal untuk memurnikan objek dari pengalaman dan prasangka awal, maka tugas dari reduksi fenomenologi adalh menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Tidak hanya dalam term objek eksternal, namun juga kesadaran dalam tindakan internal, pengalaman, dan ritme. Fokusnya terletak pada kualitas dari pengalaman, sedangkan tantangan ada pada pemenuhan sifat-sifat alamiah dan makna dari pengalaman.

Reduksi akan membawa kita kembali pada bagaimana kita mengalami sesuatu. Memunculkan kembali asumsi awal dan mengembalikan sifat-sifat aamiahnya. Reduksi fenomenologi tidak hanya sebagai cara untuk melihat,


(39)

namun juga cara untuk mendengar suatu fenomena dengan kesadaran dan hati-hati. Singkatnya reduksi adalah cara untuk melihat dan mendengar fenomena dalam tekstur dan makna aslinya.

c) Variasi Imajinasi

Tugas dari variasi imajinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan, serta pendekatan terhadap fenomena dari perspekif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda. Tujuannya tiada lain untuk mencapai deskripsi structural dari sebuah pengalaman.

Target dari fase ini adalah makna dan bergantung dari intuisi sebagai jalan untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esensi fenomena. Dalam berpikir imajinatif, kita dapat menemukan makna-makna potensial yang dapat membuat sesuatu yang asalnya tidak terlihat menjadi terlihat jelas. Membongkar hakikat fenomena dengan memfokuskannya pada kemungkinan-kemungkinan yang murni adalah inti dari variasi imajinasi.

Pada tahap ini, dunia dihilangkan, segala sesuatu menjadi mungkin. Segala pendukung dijauhkan dari fakta dan entitas yang dapat diukur dan diletakkan pada makna dan hakikatnya. Dalam kondisi seperti ini, intuisi tidak lagi empiris namun murni imajinatif.

d) Sintetis Makna dan Esensi

Merupakan tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi. Fase ini adalah integrasi intuitif dasar-dasar deskripsi tekstural dan struktural ke dalam satu pernyataan yang menggambarkan hakikat fenomena secara keseluruhan.


(40)

Husserl mendefenisikan esensi sebagai sesuatu yang umum dan berlaku universal, kondisi atau kualitas menjadi sesuatu tersebut. Esensi tidak pernah terungkap secara sempurna. Sintesis struktu tekstural yang fundamental akan mewakili esensi ini dalam waktu dan tempat tertentu, dan sudut pandang imajinatif dan studi reflektif seseorang terhadap fenomena.

II.2. Pers

Pers berasal dari Bahasa Belanda, pers yang berarti menekan atau mengepres. Secara harafiah, pers mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers digunakan untuk merujuk pada semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita baik oleh wartawan elektronik, cetak, maupun online.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti sempit dan luas. Dalam arti luas adalah yang menyangkut dengan kegiatan komunikasi baik yang dilakukan media cetak maupun media elektronik. Sedangkan dalam arti sempit, pers menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.

Menurut UU pers No.40 tahun 1999, pers diartikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan mengunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis aturan yang tersedia.


(41)

Pers memanglah suatu lembaga sosial, namun saat ini istilah pers yang sudah melekat di masyarakat awam adalah merujuk pada wartawan, yaitu sebagai pekerja media. Kusumaningrat dalam Jurnalistik Teori dan Praktek (2005:115) menuliskan bahwa dalam literatur, pekerja seperti pemimpin redaksi, redaktur, reporter disebut sebagai sebuah profesi.

Menurut Sumadiria (2005:38), pers dapat dianalisis berdasarkan kualitasnya menjadi tiga bagian:

• Pers Berkualitas (quality)

Penerbitan pers berkualitas memilih cara penyajian berita yang etis, moralis, dan intelektual. Pers berkualitas benar-benar dikelola secara konseptual dan professional walaupun orientasi bisnisnya tetap komersial. Materi laporan, ulasan, dan tulisan pers berkualitas termasuk berat. Sangat dihindari pola dan penyajian pemberitaan yang bersifat emosional frontal. Segala sesuatu dilihat menurut pandangan, aturan, norma, etika, dan kebijakan yang sudah baku serta aman bagi kepentingan dan kelangsungan kemajuan perusahaan.

• Pers Popular (popular)

Penerbitan pers popular memilih cara penyajian yang sesuai dengan selera zaman, cepat berubah-ubah, sederhana, tegas, lugas, enak dipandang, mudah dibaca, dan sangat komrimistis dengan tuntutan pasar. Pers jenis ini menyukai pilihan kata, ungkapan, idiom, atau judul yang diambil dari dan sedang poluler dalam masyarakat. Pers popular sangat menekankan nilai serta kepentingan


(42)

komersial. Penerbitan pers popular memilih cara penyajian dan pendekatan yang kurang etis, emosional, dan kadang-kadang sadistis.

• Pers Kuning (Yellow)

Disebut pers kuning karena penyajian pers jenis ini banyak mengeksplorasi warna. Segala macam warna ditampilkan untuk mengundang perhatian. Pernataan judul sering tak beraturan dan tumpang tindih. Pilihan kata tak diperlukan karena pers kuning tidak menganut pola penulisan judul dan pemakaian kata yang baik dan benar. Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tak diperlukan. Berita tidak harus berpijak pada fakta. Mengunakkan pendekatan SCC (sex, conflict, crime), karena berita, laporan, atau tulisan sekitar seks, konflik, dan criminal lebih menarik perhatian.

II.3. Profesionalisme Wartawan

Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki tiga arti, yaitu pertama, profesional adalah kebalikan dari amatir, kedua, sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus, dan yang ketiga norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca. Kemudian terdapat dua norma yaitu norma teknis yang mengharuskan untuk menghimpun berita dengan cepat dan menyuntingnya. Dan norma yang kedua adalah norma etis yaitu kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dan yang lainnya yang tercermin dalam produk berita yang dihasilkannya (Kusumaningrat, 2005:115).


(43)

Profesinalisme akan menimbulkan dalam diri wartawan sikap menghormati martabat individual dan hak-hak pribadi dan personal warga masyarakat yang diliputnya. Demikian pula, ia akan menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawa professional.

Loyalitas ini sudah menyatu dengan tugas kewartawanan. Ketika memberitakan, segala isi beritanya harus straight. Isi liputannya bukan karena didasari kepentingan pribadi atau kawan-kawan. Pemeberitaannya bukanlah berdasarkan niat persuasive, melainkan akurasi segala fakta. Loyalitas wartawa ialah mengangkat sesuatu dan menyampaikan kebenaran. Inilah dasar mengapa masyarakat akhirnya yakin kepada wartawan. Inilah sumber utama kredibilitas kewartawanan dan pada titik tertentu merupakan asset penting dari bisnis media dan bagaimana media mengembangkan usaha. Banyak media yang sukses karena mendahulukan kepentingan masyarakat dan banyak media yang ambruk karena hanya mementingkan manajemen bisnisnya (Septiawan Santana, 2005:210).

Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur (Djen Amar, 1984:42).

Berbicara mengenai loyalitas, Kovach dan Rosenstiel (2003:59) mengatakan bahwa komitmen kepada warga (citizen) lebih besar ketimbang egoisme profesional,


(44)

adalah syarat mutlak penyampaian berita, tidak hanya akurat tetapi juga persuasif. Inilah alasan masyarakat mempercayai sebuah organisai berita atau media.

II.4. Sembilan Elemen Jurnalisme

Kebajikan utama jurnalisme adalah menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat hingga mereka leluasa dan mampu mengatur dirinya. Jurnalisme membantu masyarakat mengenali komunitasnya. Jurnalisme dari realitas yang dilaporkannya, menciptakan bahasa bersama dan pengetahuan bersama.

Media jurnalisme menjadi watchdog berbagai peristiwa yang baik dan buruk, serta mengangkat aspirasi yang luput dari telinga banyak orang. Semua itu terjadi berdasarkan informasi yang sama. Informasi tersebut disampaikan jurnalisme kepada masyarakat.

Kovack dan Rosenstiel merumuskan sembilan elemen jurnalisme yang sekaligus menjadi tugas jurnalisme, yaitu:

a. Menyampaikan kebenaran

b. Memiliki loyalitas kepada masyarakat

c. Memiliki disiplin untuk melakukan verivikasi d. Memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya e. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaaan f. Menjadi forum bagi kritik dan kesepakatan publik

g. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik h. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional


(45)

Elemen yang pertama menekankan kebenaran fungsional. Bukanlah kebenaran yang banyak dicari filosof-filosof. Kebenaran fungsional berarti kebenaran yang terus menerus dicari. Kebenaran, misalnya harga-harga bahan pokok atau nilai kurs mata uang.

Jurnalisme melaporkan materi kebenaran apa yang dapat dipercaya dan dimanfaatkan masyarakat pada saat ini. Berbekal kebenaran tersebut, masyarakat belajar dan berpikir mengenai sesuatu yang terjadi disekitarnya. Apakah besok akan hujan? Apa di jalan tertentu terjadi kemacetan lalu lintas? Dengan demikian, jurnalisme menyampaikan kebenaran tentang fakta-fakta yang ditemukan saat itu. Fakta-fakta yang dilaporkan secara akurat dan jujur.

Kebenaran di sini bukanlah yang bersifat religious, ideologis, atau pun filsafat. Juga tidak menyangkut kebenaran berdasarkan pandangan seseorang. Sebab, pemberitaan seorang wartwan bisa memiliki bias. Latar belakang sosial, pendidikan, kewarganegaraan, kelompok etnik, atau agama yang dipegang seorang wartawan mampu mempengaruhi pelaporan beritanya. Wartawan juga harus mampu menyingkirkan fakta yang bersifar desas-desus, tidak penting, atau dimanipulasi.

Elemen kedua ialah loyalitas kepada masyarakat. Ini memaknakan kemandirian jurnalisme. Ini berarti membuat resensin film yang jujur (bukan pesanan), mengulas liputan tempat rekreasi yang tidak dipengaruhi para pemasang iklan, atau membuat liputan yang tidak didasari kepentingan pribadi atau relasi tertentu.


(46)

Para jurnalis, tidak bekerja atas kepentingan pelanggan. Para jurnalis bekerja atas komitmen, keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, dan profesionalisme yang telah diakui public.

Elemen ketiga ialah disiplin melakukan verifikasi. Ini bearti kegiatan menelusuri sekian saksi untuk sebuah peristiwa, mencari sekian banyak narasumber, dan mengungkap banyak komentar. Verifikasi juga bearti memilah jurnalisme dan hiburan, propaganda, fiksi, dan seni. Konsep dalam verifikasi adalah jangan menambah atau mengarang apapun, jangan menipu khalayak, bersikap transparan, bersandar pada reportase sendiri, dan bersikap rendah hati.

Elemen keempat berarti tidak menjadi “konsultan” diam-diam, penulis pidato, atau mendapat uang dari pihak-pihak yang diliput. Arti lainnya lagi menunjukkan kredibilitas kepada berbagai pihak melalui dedikasi terhadap akurasi, verifikasi, dan kepentingan publik. Atau, kemandirian melakukan kegiatan jurnalisme dengan ketaatan dan penghormatan yang tinggi pada prinsip kejujuran, kesetiaan pada rakyat, serta kewajiban memberi informasi bukan manipulasi.

Elemen kelima adalah kemandirian untuk memantau kekuasaan. Elemen ini bukan berarti pekerjaan wartawan itu mengganggu orang yang tengah berbahagia dengan berita-berita buruk. Elemen ini berkaitan degan kegiatan investigasi pers. Kegiatan media melaporkan berbagai pelanggaran, kasus, atau kejahatan yang dilakukan pihak-pihak tertentu baik pihak pemerintah maupun lembaga-lembaga yang kuat dalam masyarakat. Laporan pers, dengan demikian mencegah para pemimpin dalam pemerintahan atau organisasi public agar tidak melakukan sesuatu yang tidak semestinya dikerjakan. Media mengungkapkan tuntutan masyarakat akan


(47)

perbaikan di berbagai bidang kehidupan dan berbagai tingkatan sosial seperti korupsi, kolutif, atau nepotisme, penganiayaan buruh, kejahatan terorganisir atau bisnis-bisnis kotor.

Elemen keenam merupakan upaya media menyediakan ruang kritik dan kompromi kepada publik. Ketika sebuah berita dilaporkan, media berarti mengingatkan masyarakat akan terjadinya sesuatu. Selain berita, media juga menyediakan ruang analisis untuk membahas peristiwa tersebut melalui konteks, perbandingan, atau perspektif tertentu. Ditambah pula, ruang opini atau editorial untuk mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan perstiwa tersebut baik yang disampaikan oleh redaksii media ataupun artikel yang berisi opini masyarakat.

Elemen ketujuh, jurnalisme harus dapat menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik. Elemen ini mewajibkan media untuk melaporkan berita dengan cara yang menyenangkan dan menyentuh sensasi masyarakat. Ditambah pula yang dilaporkan tersebut merupakan sesuatu yang paling penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Karena itu, tanggungjawab media bukan hanya memasok informasi kepada masyarakat, akan tetapi juga menyampaikannya dengan cara yang menarik. Pelaporan berita yang baik ialah hasil kemendalaman liputan yang padu dalam member rincian dan keterkaitannya dengan konteks tertentu.

Elemen kedelapan adalah kewajiban membuat berita secara komprehensif dan proporsional. Mutu jurnalisme amat tergantung kepada kelengkapan dan proporsionalitas pemberitaan yang dikerjakan media. Elemen ini mengingatkan kepada media agar tidak berlebihan meliput sensasi skandal selebritis. Berlebihan hanya untuk tujuan rating ataupun iklan. Apalagi melaporkannya dengan tidak


(48)

melakukan verifikasi, pengecekan silang, atau wawancara ke berbagai pihak terkait. Pemberitaan macam ini akan menyesatkan pembaca.

Di sisi lain, komprehensif dan proporsional juga berarti penyajian berita. Berita yang serius dan teramat penting isinya hendaknya diikutsertai dengan hal-hal ringan seperti human interest.

Elemen kesembilan ialah member keleluasaan wartawan untuk mengikuti hati nurani mereka. Ini terkait dengan sistem dan manajemen media yang memiliki keterbukaan. Keterbukaan ini berguna untuk mengatasi kesulitan dan tekanan dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Media harus member ruang bagi wartawan untuk merasa bebas berpikir dan berpendapat. Organisai berita yang baik memberikan peluang bagi wartawan untuk menyatakan perbedaan sikap dan pendapat, melakukan penolakan terhadap redaktur, pemilik media, pemasang iklan, bahkan kekuatan tertentu di masyarakat. Ini berarti mengembangkan budaya media yang melindungi tanggung jawab pribadi sebagai dasar kerja.

II.5. Media Massa Online

Jurnalisme dalam KBBI disebut sebagai pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan melaporkan berita kepada khalayak. Dalam perkembangannya, media penyampaian berita kepada pembaca tidak hanya terbatas pada suratkabar. Tetapi seiring perkembangan teknologi, kini arah perkembangan media menuju persaingan media online.

Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video. Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image. ”Online” sendiri


(49)

merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik.

Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat ini bisa di baca saat ini juga, di belahan bumi mana saja.

Keuntungan Jurnalisme Online :

Audience Control

Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya

Nonlienarity

Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami

Storage and retrieval

Jurnalisme online memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh audience.


(50)

Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan/ ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.

Immediacy

Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audience

Multimedia Capability

Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh audience

Interactivity

Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita.

Media massa online layak disebut dengan jurnalisme masa depan. Karena perkembangan teknologi memungkinkan orang membali perangkat pendukung akses internet praktis seperti notebook atau netbook dengan harga murah. Apalagi kalau koneksi internet mudah diperoleh secara terbuka seperti hotspot (WiFi) di


(51)

ruang-ruang publik. Sehingga minat masyarakat terhadap media bisa bergeser dari media cetak ke media online. Hal itu pun sekarang mulai terjadi.

Perkembangan media tidak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi. Kalau dulu orang hanya mengenal media cetak dan elektronik (televisi dan radio), kini seiring perkembangan teknologi komunikasi berbasis cyber, maka media pun mengikutinya dengan menjadikan internet sebagai media massa. Kini seiring perkembangan teknologi telepon seluler, berita-berita di internet juga bisa diakses melalui ponsel.

Perkembangan media online di Indonesia saat ini cukup pesat. Pemain lama di bisnis media online adalah detik.com. Kemudian muncul beberapa media online yang menjadi pelengkap media cetak yang ada.

Namun kini muncul kesadaran pemilik media untuk mengelola media online sebagai bisnis tersendiri. Revolusi ini terlihat pada kompas.com, yang sebelumnya hanya pelengkap media cetak, namun kini menjadi media mandiri yang ikut melaporkan berita dari detik ke detik. Begitu juga dengan okezone.com milik kelompok Media Nusantara Citra (MNC) dan vivanews.com milik kelompok Grup Bakri yang kini memiliki TVOne.

Gairah jurnalisme online tidak hanya di Jakarta, tapi sudah merambah ke daerah-daerah. Terutama yang dikembangkan oleh pers lokal dan contohnya adalah Waspada Online.

Bahkan saat ini banyak blog yang dikelola dengan konsep jurnalisme online. Fenomena ini lekat dengan adanya ”Citizen Journalism” di mana semua orang bisa


(52)

menjadi jurnalis. Di dunia maya, kini dengan mudah kita temui berita-berita yang mungkin tidak kita temukan di media cetak.

II.6. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:


(53)

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap;


(54)

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


(55)

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.


(56)

Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.


(57)

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.


(58)

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

III.1.1 Sejarah Berdirinya Waspada Online

Waspada Online atau WOL adalah anggota kelompok perusahaan WASPADA, yang merupakan surat kabar tertua di Sumatera Utara. Terbit sejak 11 Januari 1947 dan berbasis di Medan, Sumatera Utara.

Sebagai pusat berita dan informasi Medan, Sumut, dan Aceh, Waspada Online mengambil barisan terdepan dalam mengedepankan kepentingan public dengan informasi. Dengan teknologi informasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki WOL, pelayanan teknologi dan siaran berita yang berkualitas menjadi pilar utama.

Waspada Online sendiri mulai berdiri pada tahun 1998 dengan alamat situs www.waspada.com, namun secara resmi berganti domain relaunching pada tahun 2009. WOL menjadi referensi nerita peristiwa di Sumut dengan pengaruh kuat di Medan dan eksistensi luas di Aceh. Sebagai media yang netral dan independen, WOL menyiarkan berita-berita dengan ketajaman konten yang berimbang.


(60)

Pembaca Waspada Online mencapai hampir dua juta pengakses melalui 70 hits lebih dan 30 juta pageviews lebih rata-rata per bulan. Menurut data Google Analytics, mayoritas pembaca Waspada Online berbasis di daerah Jabotabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bogor-Bekasi) dan Sumatera Utara. Sisanya terdiri dari pengakses berbasis se-Indonesia dan luar negeri.

Pembaca Waspada Online terdiri dari pengakses dari kalangan pelajr/mahasiswa, profesional, pengusaha dan kalangan pemerintah, termasuk lingkungan pejabat tinggi negara.

Berikut data statistik segmentasi pembaca Waspada Online :

Berdasarkan Jenis Kelamin : Pria : 62%

Wanita : 38%

Berdasarkan Pekerjaan :

Pegawai Swasta : 43%

Mahasiswa : 31%

PNS dan Pegawai BUMN : 14%

Pengusaha : 9%

Lainnya : 3%


(61)

Rp.3.000.000,- – Rp.5.000.000,- : 47% Rp.1.000.000,- – Rp.3.000.000,- : 30% < Rp.1.000.000,- : 14% >Rp.5000.000,- : 9%

Berdasarkan Usia :

40-49 : 25%

30-39 : 24%

20-29 : 23%

10-19 : 18%

50 + : 10%

Berdasarkan Tingkat Pendidikan :

S1 : 38%

SMA : 24%

Diploma : 17%

S2 dan S3 : 13%


(62)

III.1.3. Perkembangan Waspada Online

Sebagai media online pertama di Sumatera dan Aceh, menurut data Alexa, Waspada Online diranking sebagai perusahaan media nomor 1 di luar pulau Jawa, memiliki pengaruh kuat di Medan dan Sumut dengan pemberitaan lokal dan nasional yang kritis.

Sebagai mitra media resmi atau official media partner Pemerintah Provinsi Sumut, Waspada Online akan selalu berada dalam lingkaran dan kegiatan pemerintahan daerah dengan akses khusus. Waspada Online berperan menyiarkan agenda pemerintahan Gubernur Sumatera Utara sekaligus mempromosikan kebudayaan dan pariwisata dearah ke seluruh dunia. Dengan demikian, Waspada Online berperan menjadi perwakilan dan ‘wajah’ Sumatera Utara di seluruh dunia.

Sebagai perusahaan yang memiliki komitmen dan tanggung jawab sosial yang tinggi, Waspada Online memiliki program Corporate Social Responsibility & Development Initiative dimana program 2010 ini diwakili oleh para finalis Puteri Indonesia 2008-2009. Waspada Online juga menjadi official media partner Yayasan Puteri Indonesia ketika Qory Sandioriva asal Aceh, menjabat Puteri Indonesia 2010.Pprogram CSRDI Waspada Online merupakan salah satu upaya serius untuk mendorong kemajuan sosial dan masyarakat di Indonesia umumnya, Sumatera Utara khususnya.


(63)

III.2. Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan jenis fenomenologi yang mencari pemahaman mendalam, serta berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan– kaitannya terhadap orang–orang yang berada dalam situasi–situasi tertentu. Inkuiri fenomenologi memulai dengan diam yang merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Paradigma yang digunakan adalah paradigm konstruktivis yaitu kebenaran teori bersifat lokal dan kontekstual.

Penelitian kualitatif dinyatakan mengkonstruksi realitas sosial, karena penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan bukan hanya merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi rasion subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas social berpusat pada subjek dan bukan pada objek, ini berarti ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh rasio (Basuki, 2006:63).

III.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah delapan wartawan Waspada Online yaitu reporter dan redaktur. Dalam penelitian ini, nama ke delapan informan disingkat untuk kepentingan privasi sesuai persetujuan peneliti dengan para informan.

III.4. Teknik Pengumpulan Data


(64)

1. Wawancara mendalam (depth interview) dengan wartawan Waspada Online, selain dengan wartawan, wawancara juga dilakukan dengan bagian redaksi dan bagian perusahaan Waspada Online.

2. Observasi langsung, dimana peneliti turut serta ke lapangan guna mengamati wartawan–wartawan tersebut bekerja.

3. Studi literatur, yaitu data yang diperoleh melalui penelususan pustaka yang menyimpan data tentang Waspada Online dan data terkait.

III.5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui seperangkat metodelogi tertentu. Dalam penelitian ini, teknik analisis data dilakukan dengan pendekatan fenomenologi yang meliputi empat fase. Pertama adalah fase Epoche yaitu penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interpretasi untuk memungkinkan kita menyadari secara penuh keberadaan apa yang nyata. Pada fase kedua adalah Reduksi Fenomenologi dimana peneliti menggambarkan fenomena yang menampakkan dirinya kepada peneliti secara total. Penggambaran ini meliputi penampilan fisik seperti bentuk, warna, juga ciri – ciri pengalaman seperti pemikiran dan perasaan yang muncul dalam kesadaran kita ketika kita mengarahkan ke fenomena. Dengan kata lain kita menjadi sadar tentang pengalaman seperti adanya. Fase yang terakhir adalah Variasi Imajinatif meliputi usaha mencapai susunan komponen fenomena. Apabila reduksi fenomenologi bertalian dengan apa yang dialami, imajinasi menanyakan bagaimana pengalaman itu mungkin terjadi. Tujuan variasi imajinatif adalah mengidentifikasikan kondisi akan


(65)

menjadi sesuatu. Kondisi ini dapat meliputi waktu, ruang, atau hubungan sosial. Akhirnya gambaran tekstural dan struktural diintegrasikan untuk sampai pada pemahaman tentang esensi fenomena (Basuki, 2006)

Setelah data dikumpulkan, dianalisis, maka dilakukan interpretasi data yang bertujuan mendeskripsikan fakta yang ada dan mendeskripsikan fakta tersebut secara analitik atau masuk pada fase terakhir yaitu Sintesis Makna dan Esensi.


(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Fenomenologi

Dalam penelitian fenomenologi, terdapat empat proses. Keempat proses tersebut dijadikan peneliti untuk merekam kondisi di lapangan atau pada saat penelitian. Lewat proses tersebut dapat diketahui bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.

IV.1.1. Epoche

Pada proses pertama ini, peneliti melepaskan segala perkiraan dan asumsi tentang objek penelitian. Beranjak dari defenisi tahap epoche tersebut yang berarti melakukan penundaan asumsi, penilaian dan interpretasi untuk memungkinkan peneliti menyadari secara penuh keberadaan apa yang nyata. Dengan kata lain, selama peneliti melakukan penelitian terhadap objek penelitian, tahap awal adalah peneliti selalu berusaha tidak mencampuri apa yang peneliti ketahui dan interpretasikan tentang wartawan dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) itu sendiri.

Delapan wartawan yang menjadi objek penelitian awalnya diamati lewat keseharian mereka di ruang redaksi dan di lapangan. Untuk reporter, peneliti juga turut mengamati ke lapangan. Bagaimana para reporter dari Waspada Online meliput, berinteraksi dengan narasumber dan wartawan dari media lain. Sedangkan para


(67)

redaktur bertugas di ruang redaksi untuk menerima berita dari reporter kemudian mengedit dan melakukan check dan recheck terhadap berita tersebut. Redaktur juga bertugas memenuhi kuota berita dari setiap divisi sebanyak dua berita dalam satu jam. Untuk divisi “Nasional dan Politik”, Ekonomi dan Bisnis”, “Nusantara”, “Olahraga”, “Internasional”, dan “Ragam” para redaktur mengutip dari lembaga kantor berita Antara, portal berita detik.com, vivanews.com, okezone.com, dan inilah.com. Situs-situs tersebut merupakan partner dari Waspada Online.

Selama melakukan penelitian terhadap wartawan Waspada Online, peneliti berusaha tidak melakukan penilaian apa pun. Peneliti hanya mengamati lalu mencatat apa-apa saja yang tugas mereka serta aktivitas mereka. Segala sesuatu yang berhubungan dengan persepsi, penilaian, serta perasaan terhadap objek penelitian dikesampingkan. Peneliti pada tahap ini berusaha memberikan pemahaman yang masih kosong tentang wartawan.

IV.1.2. Reduksi Fenomenologi

Proses selanjutnya adalah reduksi fenomenologi dimana peneliti mulai mengambarkan fenomena yang tampak. Identifikasi dan penilaian awal lewat pengalaman dan interaksi dengan wartawan Waspada Online mulai diberikan. Penilaian tersebut memberikan kesadaran kepada peneliti tentang pengalaman yang sebenarnya dari wartawan Waspada Online. Pada tahap ini, peneliti menampilkan apa yang disampaikan oleh setiap onjek penelitian lewat pengamatan dan apa yang disampaikan oleh objek penelitian.


(1)

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Menyediakan tempat untuk meralat sebuah berita yang tidak akurat maupun keliru yang sudah dipublish, dalam kolom ralat tersebut juga disampaikan permohonan maaf kepada pihak yang dirugikan dan kepada masyarakat.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Hak yang dimiliki oleh pers untuk menjawab dugaan yang diberikan dalam satu berita, ketika ada berita dan ada narsum yang merasa tidak pernah melontarkan pendapat tersebut maka ia punya hak untuk itu. Hak media untuk meralat berita yang dianggap salah.

B. BIODATA INFORMAN

INFORMAN 1

NAMA : H.S

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Taput, 13 Desember 1968 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Hukum

JABATAN : Redaktur “Nasional dan Politik” ALAMAT RUMAH : Sekip


(2)

NO.HANDPHONE : -

PENGALAMAN KERJA : Redaktur Harian SIB, Redaktur Harian Garda, Redaktur Harian Bersama

INFORMAN 2

NAMA : S.W

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Medan, 3 April 1971 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Jurnalistik

JABATAN : Reporter

ALAMAT RUMAH : Jl.A.R.Hakim Gg.Serimpi No.7 Medan

NO.HANDPHONE : 0821 6312 6507

PENGALAMAN KERJA : Reporter di Harian Portibi, Patriot, dan Express

INFORMAN 3

NAMA : I.W

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Medan, 10 Februari 1985 PENDIDIKAN TERAKHIR : D3

JABATAN : Reporter


(3)

NO.HANDPHONE : 0813 7053 9191

PENGALAMAN KERJA : Reporter Harian Posmetro

INFORMAN 4

NAMA : S.B

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Kabanjahe, 10 Februari 1980 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Jurnalistik

JABATAN : Redaktur “Medan”

ALAMAT RUMAH : Jl.Marindal Perumahan Gading Fiesta No.80

NO.HANDPHONE : 0812 6464 8164

PENGALAMAN KERJA : Redaktur Harian Perjuangan Divisi Hukum dan

Kriminal

INFORMAN 5

NAMA : Y.Y

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Batu Gingging, 2 Februari 1987 PENDIDIKAN TERAKHIR : D3 Pariwisata


(4)

ALAMAT RUMAH : Jl.Djamin Ginting Gg.Lr IX No.712V P.Bulan

NO.HANDPHONE : 0857 6158 3987 PENGALAMAN KERJA : -

INFORMAN 6

NAMA : F.T

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Bangil, 8 Agustus 1981 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Sastra Indonesia

JABATAN : Asisten Redaktur “Nasional dan Politik” ALAMAT RUMAH : Jl.Tuamang Gg.Katon No.69 Medan

NO.HANDPHONE : 0852 7079 2764 PENGALAMAN KERJA : -

INFORMAN 7

NAMA : A.L

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Medan, 10 Februari 1978 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Jurnalistik

JABATAN : Asisten Redaktur Pelaksana ALAMAT RUMAH : Jl.Sempurna No.91


(5)

PENGALAMAN KERJA : -

INFORMAN 8

NAMA : I.S

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Medan, 10 Juni 1988 PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 Ilmu Komunikasi JABATAN : Asisten Pemimpin Redaksi

ALAMAT RUMAH : Jl.Sm Raja Garu 8 No. 75 L Medan

NO.HANDPHONE : 0852 7583 4700 PENGALAMAN KERJA : -


(6)

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Irwan Sitinjak

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 April 1989

Alamat : Jl.Pintu Air IV Gang Bersama No.10 A Medan Johor Riwayat Pendidikan : SD Negeri 067776 Medan : 1995-2001

SMP Putri Cahaya Medan : 2001-2004 SMA Santo Thomas 2 Medan : 2004-2007

Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU: 2008-2011 Nama Ayah : H.Sitinjak

Nama Ibu : N.Simatupang