UNDANGAN SPIRITUALITAS PERSEKUTUAN MENURUT DOKUMEN “BERTOLAK SEGAR DALAM KRISTUS” BAGI PENGHAYATAN CITA-CITA HIDUP KOMUNITAS KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS MISIONARIS MARIA SKRIPSI
UNDANGAN SPIRITUALITAS PERSEKUTUAN
MENURUT DOKUMEN
“BERTOLAK SEGAR DALAM KRISTUS”
BAGI PENGHAYATAN CITA-CITA HIDUP KOMUNITAS
KONGREGASI SUSTER
FRANSISKUS MISIONARIS MARIA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh:
Linda Mulyati
NIM: 031124006 ROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Kongregasi Suster Fransiskus Misionaris Maria
Provinsi Indonesia
MOTTO
“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”
(Yoh.17:21)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Juli 2007 Penulis,
Linda Mulyati
ABSTRAK
Judul Skripsi ini adalah UNDANGAN SPIRITUALITAS
PERSEKUTUAN MENURUT DOKUMEN “BERTOLAK SEGAR DALAM KRISTUS” BAGI PENGHAYATAN CITA-CITA HIDUP KOMUNITAS KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS MISIONARIS MARIA. Penulis
memilih judul ini dengan harapan akan dapat mendalami Spiritualitas Persekutuan dan undangannya bagi para Suster Fransiskus Misionari Maria untuk menghayati spiritualitas persekutuan dan mewujudkannya dalam hidup komunitas sesuai dengan cita-cita hidup komunitas menurut Konstitusi FMM, dengan demikian para Suster FMM dapat menghayati hidup komunitas yang menampakkan kesaksian hidup persekutuan di tengah masyarakat yang ditandai oleh individualisme, komunalisme, dan sekularisme.
Undangan untuk menghayati spiritualitas persekutuan adalah undangan untuk memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan sebagai saksi dan perancang bangun rencana persekutuan. Persekutuan dapat dipelihara dengan melaksanakan cinta kasih dan dengan menjalankan pembinaan tentang spiritualitas persekutuan, sehingga spiritualitas persekutuan dapat dipahami, didalami dan dipraktekkan. Penghayatan Spiritualitas Persekutuan ini diwujudkan dalam hidup komunitas dan diperluas dalam lingkup Gereja, sehingga komunitas maupun Gereja menjadi rumah dan sekolah persekutuan di tengah masyarakat yang diwarnai oleh kekerasan, keterpecahan, kesendirian, kedangkalan dan di tengah kehidupan yang terlupakan. Menghayati Spiritualitas persekutuan berarti menghayati kesatuan hidup bersama Allah Tritunggal. Kesatuan ini menjadi sumber kekuatan untuk membentuk sikap yang membangun persekutuan dan untuk mewujudkan relasi persahabatan yang mendukung persekutuan. Undangan ini memperkaya penghayatan cita-cita hidup komunitas para Suster FMM sebagaimana tertulis dalam Konstitusi FMM, yaitu untuk hidup dalam komunitas Injili sebagai sel hidup dalam Gereja yang melayani pewartaan Injil.
Untuk menanggapi permasalahan tersebut, penulis menawarkan program katekese dengan model Share Christian Praxis (SCP), yang dapat membantu para suster untuk mendalami undangan spiritualitas persekutuan. Dengan katekese model ini para suster dapat berproses bersama dalam merefleksikan dan membagikan pengalaman hidup komunitasnya yang diterangi oleh spiritualitas persekutuan, dengan demikian para suster semakin termotivasi untuk menghayati spiritualitas persekutuan tersebut dalam komunitas injili.
ABSTRACT
The title of this thesis is THE INVITATION OF THE SPIRITUALITY OF COMMUNION ACCORDING TO THE DOCUMENT “STARTING AFRESH FROM CHRIST” FOR THE IDEAL OF COMMUNITY LIFE OF THE CONGREGATION OF THE FRANCISCAN MISSIONARIES OF MARY. The writer chose this title in order to be able to deepen the spirituality of communion and its invitation for FMM’ sisters to live the spirituality of communion and actualize it in the community in line with the ideal of the community life according to the constitution of FMM. The hope is FMM’ sisters will be able to live community life which bears witness to the life of communion in the society remarked by individualism, communalism and secularism.
The invitation to live spirituality of communion is to keep the communion alive and to practice its spirituality as witnesses and artisans of that plan of communion. The communion can be kept alive by doing charity and undertaking formation on the spirituality of communion, so as to make the spirituality of communion understood, deepened and practiced. This spirituality of communion is actualized in the community life and spread in the Church community, so that community life and also the Church community be the home and school of communion in the midst of the society which is coloured by violence, fragmentation, loneliness, superficiality and neglected life. Living the spirituality of communion means to live the unity of life with the Holy Trinity as a source of strength to form the attitude that supports communion and to build friendship. This invitation enriches living the ideal of community life as it was written in the FMM’constitution, that is to live in an evangelical community as the living cell of the Church, for the community is at the service of evangelization.
To respond to these problems, the writer offers the program of catechism that has Shared Christian Praxis (SCP) as the model, which helps the sisters to deepen the invitation of the spirituality of communion. This model of catechism help the sisters to do the process together in reflection and sharing their community experiences which illuminated by the spirituality of communion, it makes the sisters more motivated to live the spirituality of communion in the evangelical community.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UNDANGAN SPIRITUALITAS
PERSEKUTUAN MENURUT DOKUMEN “BERTOLAK SEGAR DALAM
KRISTUS” BAGI PENGHAYATAN CITA-CITA HIDUP KOMUNITAS
KONGREGASI SUSTER FRANSISKUS MISIONARIS MARIA.Penulisan Skripsi ini didorong oleh kebutuhan untuk mendalami spiritualitas persekutuan dan undangannya bagi para suster dalam upayanya menghayati cita-cita hidup komunitas yang menampakkan kesaksian hidup persekutuan. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para suster mendalami spiritualitas persekutuan dengan menggunakan katekese model Shared Christian Praxis.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.
Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah mendampingi penulis dengan penuh kesabaran, membimbing dengan penuh perhatian dan memberikan masukan-masukan serta kritikan-kritikan yang memotivasi penulis untuk menyusun skripsi ini hingga selesai.
2. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik
3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari keseluruhan isi dari skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang telah mendidik, membantu dan mendukung penulis selama belajar hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Para Suster Kongregasi Fransiskus Misionaris Maria Provinsi Indonesia yang telah memberi semangat, dukungan dan sarana-sarana kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Segenap Suster FMM di komunitas St. Helena, Yogyakarta, yang selalu mendukung penulis dengan penuh pengertian dan cinta selama proses belajar dan penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2003 yang senantiasa memberikan semangat dan perhatian selama penulis belajar dan menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman penulis dalam menyusun skripsi ini, sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca untuk perbaikan skripsi ini, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 6 Juli 2007 Penulis
Linda Mulyati
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL………………………………………………………………............... i PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………….. ii PENGESAHAN……………………………………………………………..... iii PERSEMBAHAN…………………………………………………………….. iv MOTTO…………………………………………………………………......... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………... vi ABSTRAK……………………………………………………………………. vii ABSTRACT…………………………………………………………………... viii KATA PENGANTAR………………………………………………………... ix DAFTAR ISI…………………………………………………………………. xii DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………….. xviii BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………...
1 A.
1 Latar Belakang Penulisan Skripsi……………...…………………… B.
9 Rumusan Permasalahan……………………………………………..
C.
10 Tujuan penulisan…………………………………………………….
D.
10 Manfaat Penulisan…………………………………………………...
E.
10 Metode Penulisan…………………………………………………… F.
11 Sistematika Penulisan……………………………………………….
BAB II. UNDANGAN UNTUK MEWUJUDKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS PERSEKUTUAN MENURUT DOKUMEN DOKUMEN “BERTOLAK SEGAR DALAM KRISTUS”……….
14 A.
14 Gambaran Umum Dokumen………………………………………...
1.
14 Latar Belakang Dokumen……………………………………….
2.
16 Isi Pokok Dokumen……………………………………………..
a.
16 Tanda Kehadiran Kasih Kristus di Tengah Umat Manusia…...
b. Keberanian Menghadapi Gangguan dan Tantangan………….
17
c.
17 Hidup Rohani di Tempat Pertama…………………………….
d. Saksi-saksi Kasih……………………………………………..
18 3.
18 Kekhasan Dokumen……………………………………………..
B.
19 Undangan Spiritualitas Persekutuan bagi Pengemban Hidup Bakti...
1. Mewujudkan Penghayatan Spiritualitas Persekutuan dalam Komunitas Hidup Bakti……………………………. …………..
20 a.
21 Memelihara Persekutuan……………………………………...
b. Mempraktekkan Spiritualitas Persekutuan……………………
24 2. Persekutuan yang Diperluas……………………………………...
25 a. Gereja Sebagai Persekutuan…………………………………..
26 b. Persekutuan dengan Kongregasi Lain………………………...
27 1) Kerjasama Internal…………………………………………
28 2) Kerjasama Eksternal……………………………………….
29
c. Persekutuan dengan Kaum Awam……………………………
29 1) Hubungan yang Bersifat Rohani…………………………...
30 2) Kerjasama Pastoral………………………………………...
31 3) Berbagi Karisma Kongregasi………………………………
32 d. Persekutuan dengan Para Uskup……………………………...
32 BAB III. GAMBARAN SPIRITUALITAS PERSEKUTUAN MENURUT DOKUMEN “BERTOLAK SEGAR DALAM KRISTUS”………..
35 A. Spiritualitas Persekutuan……………………………………………
35 1. Pengertian Spiritualitas …………………………………………..
35 2. Pengertian Persekutuan…………………………………………...
37 3. Pengertian Spiritualitas Persekutuan ……………………………..
38 B. Bertolak dari Kontemplasi Salib……………………………………
38 1. Undangan Salib…………………………………………………...
39 2. Mengenal Wajah Yesus yang Tersalib dalam Dunia……………..
41 3. Cinta dari yang Tersalib kepada Mereka yang Menderita………..
44 C. Ciri-ciri Persekutuan…………………………………..……………
46
1. Kesatuan………………………………………………………….
47
2. Kemitraan…………………………………………………………
48
3. Kerjasama…………………………………………………………
50 D.
51 Unsur-unsur yang Perlu Dibangun …………………………………
1. Kontemplasi Allah Tritunggal dalam Hati Manusia……...………
52 2. Menumbuhkan Sikap yang Membangun Persekutuan…………...
54 a.
55 Menjadi Bagian dari Sesama………………………………….
b. Menghargai Sesama…………………………………………..
57 c.
59 Solider Terhadap Sesama……………………………………..
3. Mewujudkan Persahabatan………………………………………
60 E.
63 Implikasi : Persekutuan Demi Pembangunan Dunia Baru………….
1.
64 Pelayanan Karitas yang Kreatif………………………………….
2.
66 Pewartaan Injil…………………………………………………..
3.
67 Dialog…………………………………………………………… 4.
69 Pergulatan………………………………………………………..
a.
69 Tantangan……………………………………………………...
b.
70 Harapan……………………………………………………….
BAB IV. CITA-CITA HIDUP KOMUNITAS MENURUT KONSTITUSI FMM…………………………………………………………….......
71 A. Pengertian Hidup .Komunitas………………………………………
71 B. Landasan Teologis Hidup Komunitas………………………………
72 1. Persekutuan Trinitas……………………………………………..
72 2. Persekutuan di Dalam Roh………………………………………
73 3. Persekutuan di Sekitar Kristus………………..…………………
74 4. Persekutuan di Hadapan Bapa…………………………………..
74 C. Cita-cita Hidup Komunitas FMM…………………………………..
75 D. Unsur-unsur Pembangun Hidup Komunitas………………………..
76 1. Kesatuan dalam Keragaman……………………………………..
76 a. Kesatuan Panggilan……………………………………….......
77
b. Kesatuan Karisma…………………………………………….
77 1)
77 Bertolak dari Kasih Allah………………………………… 2)
78 Lima Unsur Karisma FMM……………………………….
a)
78 Penyerahan Hidup dalam Kasih bagi Gereja dan Dunia
b)
80 Kontemplasi Ekaristi dalam Adorasi………………….
c)
80 Misi bagi Kedatangan Kerajaan Allah………………...
d)
81 Sikap Dasar Maria……………………………………..
e)
82 Cara Hidup Fransiskus………………………………...
c. Perwujudan……………………………………………………
83 2.
85 Hidup Persaudaraan……………………………………………..
a.
85 Pokok-pokok Penting dalam Hidup Persaudaraan…………... 1)
85 Keterlibatan……………………………………………….. 2)
86 Pelayanan…………………………………………………. 3)
88 Keheningan……………………………………………….. 4)
89 Dialog……………………………………………………... 5)
90 Pertobatan………………………………………………….
b. Perwujudan……………………………………………………
93 3.
94 Perutusan………………………………………………………...
a.
95 Pewartaan Injil………………………………………………..
b. Pelayanan Cinta Kasih………………………………………..
96 c.
97 Dalam Semangat Kerjasama………………………………….
d. Perwujudan…………………………………………………...
98 BAB V. UPAYA MENDALAMI UNDANGAN SPIRITUALITAS PERSEKUTUAN BAGI PENGHAYATAN CITA-CITA HIDUP
99 KOMUNITAS MELALUI KATEKESE……………………………
99 A. Dokumen BSDK dan Konstitusi FMM dalam Komparasi …….…..
1. Aspek-aspek dari BSDK yang Sudah Tersurat dalam 100 Konsitusi FMM...........................................................................
2. Aspek-aspek dari BSDK yang Belum Tersurat dalam Konstitusi FMM …………………………………………………
101
B.
Aspek Penghayatan Spiritualitas Persekutuan dalam Hidup Komunitas FMM Ditimba dari BSDK……………………………... 103
1. Kesaksian Hidup Persekutuan dalam Komunitas………………... 104 a.
104 Memelihara Persekutuan dalam Hidup Komunitas…………….
b.
Mempraktekkan Spiritualitas Persekutuan dalam Hidup 105
Komunitas……………………………………………………… 106
2. Partisipasi Komunitas dalam Persekutuan Gereja Lokal………… C. Katekese sebagai Sarana untuk Mendalami Spiritualitas
106 Persekutuan bagi Penghayatan Hidup Komunitas…………………. 107
1. Gambaran Umum Katekese……………………………………… 107 a. Pengertian Katekese…………………………………………...
108 b. Tujuan Katekese……………………………………………….
109 c. Isi Katekese……………………………………………………
110 2. Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Model Katekese……….. 110 a. Pengertian Shared Christian Praxis…………………………..
111 1) Shared……………………………………………………..
111 2) Christian…………………………………………………...
112 3) Praxis …………………………………………………….
113 b. Lima Langkah dalam Shared Christian Praxis ……………...
1) Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup
113 Faktual…………………………………………………….. 2)
Langkah Kedua: Refleksi Kritis atas Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual……………………………….. 114
3) Langkah Ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi Kristiani
115 dan Visi Kristiani lebih Terjangkau………………………. 4)
Langkah Keempat: Interpretasi Dialektis antara Tradisi 116 dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Perserta……...
5) Langkah Kelima: Keterlibatan Baru untuk semakin
Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia…………………… 117 D.
Usulan Program Katekese………………………………………….. 118 1.
118 Latar Belakang Usulan Program……………………………… 2.
119 Tujuan Usulan Program……………………………………….
3.
119 Pembagian Tema ……………………………………………...
4.
121 Penjabaran Usulan Program Katekese………………………...
5.
130 Contoh Persiapan Katekese……………………………………
BAB VI. PENUTUP………………………………………………………….. 143 143 A. Kesimpulan…………………………………………………………
146 B. Saran………………………………………………………………...
149 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
152 LAMPIRAN………………………………………………………………….. Lampiran 1 : Tabel Komparasi Dokumen BSDK dan Konstitusi FMM dalam Perspektif Undangan Spiritualitas Persekutuan dan Penghayatan Cita-cita Hidup Komunitas …………. (1)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.
BSDK: Bertolak Segar Dalam Kristus, Instruksi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik tentang Komitmen Hidup Bakti yang dibaharui di Milenium Ketiga, 16 Mei 2002.
CT: Catechesi Tradendae , Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979. DCE: Deus Caritas Est, Ensiklik Paus Benedictus XVI kepada para Uskup,
Imam dan Diakon, kepada para Pengemban Hidup Bakti dan kepada semua orang beriman tentang Kasih Kristiani, 25 Desember 2005.
EV: Evangelium Vitae, Ensiklik Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II kepada beriman dan semua orang yang berkehendak baik tentang Nilai Hidup Manusiawi yang tak dapat diganggu gugat, 25 maret 1995.
GA: Gereja di Asia¸ Anjuran Apostolik Pasca Sinodal Paus Yohanes Paulus
II kepada para Uskup, Imam dan Diakon, Pria maupun Wanita dalam Hidup Bakti serta segenap Umat Awam tentang Yesus Kristus Sang Penyelamat dan Misi Cintakasih serta PelayananNya di Asia, 6 Nopember 1999.
GS: Gaudium et Spes, Kontitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia dewasa ini, 7 Desember 1965.
KGK: Katekismus Gereja Katolik. LG: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
NMI: Novo Millenio Ineunte, Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, para imam dan para, diakon, para religiuis pria maupun wanita dan segenap umat beriman awam tentang seruan dan ajakan untuk mengenangkan masa lampau dengan penuh syukur. menghayati masa sekarang dengan penuh entusiasme dan menatap masa depan penuh kepercayaan, 6 januari 2001.
RM: Redemptoris Missio, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Amanat Misioner Gereja, 7 Desember 1990.
VC: Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes paulus II kepada merasul, institut-institut sekular dan segenap umat beriman tentang Hidup Bakti bagi para Religius, 25 Maret 1996.
C. Singkatan Lain Art: Artikel Konst: Konstitusi KWI: Konferensi Waligereja Indonesia PPKP: Panitia Persiapan Kapitel Provinsi SAGKI: Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia SCP: Shared Christian Praxis
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas latar belakang penulisan skripsi, rumusan
permasalahan, tujuan dari penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya dan agama.
Kemajemukan suku, budaya dan agama tersebut melahirkan perbedaan persepsi, pola pikir, pola hidup, dan pola beribadat. Kemajemukan atau keragaman ini menawarkan kesempatan kepada masyarakat untuk bisa bekerja sama, saling melengkapi dan mendukung dalam semangat persatuan untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik. Namun keragaman ini juga bisa menimbulkan persaingan, dan pertentangan (Fadjar, 2001: 46), bahkan kemajemukan ini bisa menjadi penyebab konflik yang tidak jarang berakhir pada kekerasan serta perpecahan. Para peserta Sidang Agung Wali Gereja Katolik Indonesia Tahun 2000 menyatakan keprihatinannya:
Dengan amat prihatin kami menyaksikan letupan kekerasan di mana-mana: di antara kampung dan dusun, antara suku yang berbeda, antara penduduk asli dan pendatang, dan yang paling memilukan antar umat beragama. Umat katolik Indonesia adalah bagian dari bangsa Indonesia, maka ia terlibat juga dalam suasana kekerasan, ia ikut merasa cemas dan terancam, ia ikut menjadi korbannya (Peserta SAGKI, 2001: 21). Dari pernyataan keprihatinan tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat sekarang ini nampaknya sudah diwarnai oleh budaya kekerasan. Masyarakat tidak dapat lagi bereaksi secara wajar. Perselisihan kecil langsung memicu kekerasan yang mengerikan, bahkan melibatkan seluruh kelompok sehingga menjadi kerusuhan yang melahirkan permusuhan dan balas dendam. Budaya kekerasan sangat jelas mengancam kedamaian, kerukunan dan kesatuan dalam masyarakat. Budaya kekerasan ini telah melukai hubungan antar manusia .
Ada banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan, konflik dan pertikaian yang mengancam persatuan dewasa ini. Pertama adalah munculnya gejala komunalisme, sebagai berikut :
Jika digambarkan secara ekstrim, komunalisme tampak dalam gejala-gejala seperti berikut ini : kelompok yang terjangkit ‘penyakit’ ini akan berpikir bahwa yang tidak termasuk dalam kelompok saya adalah lawan saya. Pola berpikirnya bukan lagi baik-buruk, benar-salah, tetapi menang-kalah. Dengan pola berpikir semacam itu, pribadi-pribadi di dalam kelompok akan mudah mengusung kekerasan sebagai alat untuk mencapai tujuannya, yaitu kemenangan (Suharyo, 2004: 5). Pernyataan tersebut menggambarkan suatu kelompok yang tertutup. Kelompok ini tidak mustahil menjadi kelompok eksklusif yang hanya memikirkan kepentingan kelompoknya sendiri, bahkan bila perlu kelompok lain disingkirkan. Kelompok ini tidak melihat keberadaan kelompoknya dalam konteks masyarakat yang lebih luas, sehingga masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling bersaing, saling menjatuhkan satu dengan yang lain, bahkan mungkin juga akan menjadi kelompok teroris yang bisa mengancam ketentraman dan persatuan masyarakat.
Kedua adalah munculnya mentalitas teknokratik yang dimiliki manusia
zaman ini, dan dilihat sebagai ancaman bagi keutuhan pribadi dan kesatuan hidup dengan orang lain, karena manusia dan kehidupan manusia dilihat seperti mesin yang efisien. Mentalitas ini mewujudkan diri dalam dua bentuk semangat yaitu utilitarisme dan fungsionalisme. Utilitarisme adalah semangat yang cenderung mau memperlakukan manusia menurut prestasi-prestasi yang berhasil dicapainya. Harga diri dan nilai manusia diturunkan dengan cara memperlakukannya sesuai dengan berapa banyak pelayanan yang sanggup diberikannya. Kecenderungan ini nampak jelas dalam bidang pekerjaan, dan berpengaruh pada hubungan-hubungan sosial di masyarakat. Orang yang berprestasi sangat diperhatikan, yang banyak melayani dipuji dan diagungkan, sedangkan yang tidak berprestasi disingkirkan, dan yang tidak banyak pelayanannya diacuhkan. Sedangkan fungsionalisme adalah tendensi untuk memperlakukan manusia menurut fungsi yang dimilikinya. Dengan kata lain manusia telah direduksi menjadi kumpulan fungsi. Kumpulan fungsi itulah yang akhirnya akan menentukan bagaimana ia diperlakukan oleh orang lain (Hariyadi, 1994: 123-124). Tendensi seperti itu tidak hanya ada dalam dunia pekerjaan saja, melainkan juga dalam pergaulan antar manusia sehari-hari, dalam bermasyarakat, juga dalam kehidupan berkomunitas kaum hidup bakti. Seorang kepala sekolah akan diperlakukan sebagai pimpinan dan dihormati. Seorang kuli akan diperlakukan sebagai kuli dan direndahkan. Orang lalu saling bersaing untuk mencapai prestasi dan kedudukan dengan menghalalkan segala cara termasuk menjatuhkan yang lain.
Ketiga adalah individualisme. Secara filosofis individualisme sebenarnya
berarti suatu penolakan bahwa diri pribadi manusia secara internal berhubungan dengan hal-hal lain, bahwa setiap individu manusia sangat ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain, dengan lembaga, dengan alam, dengan masa lalunya dan dengan Penciptanya. Descartes mendefinisikan individualisme sebagai berikut: manusia untuk menjadi dirinya tidak memerlukan apapun selain dirinya sendiri. Kebebasan pribadi dan pemenuhan diri begitu diagungkan sehingga memberi peluang bagi bertumbuhnya egoisme. Dalam zaman modern ini telah terjadi pergeseran besar dari pemahaman diri komunal ke pemahaman diri individualistis. Masyarakat hanya dilihat sebagai kumpulan individu-individu bebas yang secara sukarela bergabung demi tujuan-tujuan tertentu. Penekanannya adalah kebebasan dasariah seseorang terhadap yang lain juga terhadap dunia alam, sehingga mendorong terjadinya kesewenang-wenangan demi pemenuhan kepentingan diri.
Kepentingan diri sebagai suatu prinsip berjalannya kehidupan, telah menjalar ke semua dimensi kehidupan. Dalam dimensi ekonomi kepentingan diri diizinkan untuk bergerak leluasa dalam pasar tanpa kendali moralitas demi keuntungan yang lebih besar. Dalam dimensi waktu, kepentingan diri telah memutuskan hubungannya dengan masa lalu dan masa depan sehingga mau mendapatkan segalanya saat ini dan dengan segera. Dalam dimensi sosial kepentingan diri berarti penghancuran hidup komunitas yang intim dan yang merangkul setiap orang entah baik entah buruk, sebab individu hanya mementingkan dirinya dan hanya mengandalkan dirinya
Semangat Persatuan dan Persekutuan dalam hidup berkomunitas yang terancam oleh komunalisme, individualisme dan mentalitas teknokratik ini telah menyebabkan banyak orang merasakan keterasingan dan keterpecahan. Mereka merindukan suatu kehidupan berkomunitas yang mampu mengusir rasa keterasingan tersebut sebagaimana mereka juga ingin menjadi pribadi yang utuh melalui relasi dengan yang lain. Situasi ini sungguh menjadi tantangan bagi Gereja sebagai persekutuan.
Gereja merupakan persekutuan umat beriman yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus (LG, art. 4). Communio atau persekutuan Allah Tritunggal menjadi sumber dan dasar dari hakekat, identitas serta perutusan Gereja. Gereja dipanggil untuk terlibat dan ambil bagian dalam persekutuan hidup bersama Allah Tritunggal, menjadi sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia, artinya di tengah-tengah dunia Gereja sebagai garam, ragi dan terang dunia diutus untuk mewartakan dan menghadirkan persekutuan hidup dengan Allah Tritunggal itu kepada setiap orang. Itulah sebabnya para bapa Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Gereja merupakan persekutuan dari orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang (GS, art. 1). Persoalannya adalah bagaimana Gereja bisa menjadi rumah sekaligus sekolah persekutuan bagi warga masyarakat Indonesia saat ini. Gereja mau hadir secara baru dengan membangun Komunitas-komunitas Basis Gerejawi yang memberikan kesaksian hidup dalam semangat persekutuan.
Melalui dokumen Bertolak Segar Dalam Kristus, Gereja juga mengundang kaum hidup bakti untuk memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan dalam kehidupan intern mereka sekaligus menyebarluaskan spiritualitas persekutuan dalam jemaat gerejawi, sebagai saksi dan perancang bangun rencana persekutuan. Kaum hidup bakti hidup di dalam sebuah komunitas religius, dan komunitas ini menjadi tempat bagi lahir dan berkembangnya persekutuan. Di dalam komunitas, kaum hidup bakti dapat memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan sebagai kesaksian hidup sekaligus pewartaan dalam masyarakat yang tercerai-berai ( BSDK, art.18).
Spiritualitas Persekutuan menawarkan suatu hubungan kasih yang bersumber dari hubungan kasih Allah Tritunggal Maha Kudus. Spiritualitas persekutuan menawarkan persahabatan yang inklusif, sejati dan mendalam yang diwarnai oleh rasa menjadi bagian satu dengan yang lain, solidaritas dan kepedulian satu terhadap yang lain. Spiritualitas persekutuan memampukan kita untuk memandang Allah yang hadir dalam diri setiap orang sehingga menumbuhkan penghargaan yang mendalam kepada setiap pribadi bukan karena fungsi dan prestasinya tetapi sebagai citra Allah, sebagai saudara-saudari yang dicintai oleh Allah (BSDK, art. 29).
Para Suster Fransiskus Misionaris Maria (FMM) Provinsi Indonesia, sebagai kaum hidup bakti yang menghayati hidup komunitas diundang untuk memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan dalam kehidupan intern mereka sekaligus menyebarluaskan spiritualitas persekutuan dalam jemaat gerejawi, sebagai saksi dan perancang bangun rencana persekutuan. Undangan ini sejalan dengan maksud dan cita-cita hidup komunitas Suster FMM sebagaimana tertulis dalam Konstitusi FMM “Tuhan memanggil kita untuk hidup dalam komunitas Injili, cintaNya mengumpulkan kita dan menjalin ikatan kesatuan di antara kita. Komunitas merupakan sel hidup dalam Gereja untuk melayani pewartaan Injil” (Konst, art.19). Dengan demikian undangan spiritualitas persekutuan merupakan panggilan setiap Suster FMM dalam menghayati hidup komunitas agar para Suster FMM mampu memberikan kesaksian hidup persekutuan di tengah masyarakat yang majemuk.
Pada kenyataannya para Suster FMM mengalami banyak hambatan dalam menghayati hidup komunitas sendiri baik dalam hidup bersama maupun dalam karya bersama. Kenyataan ini dapat dilihat dari laporan hasil kunjungan Pemimpin Umum Kongregasi FMM, dan dari hasil evaluasi setiap komunitas yang akan dijadikan bahan Kapitel Provinsi tahun 2007. Hambatan yang menjadi keprihatinan tersebut terdiri dari 3 (tiga) hal yaitu :
Pertama adalah menyangkut relasi para Suster FMM dengan Allah. Para hidup. Doa menjadi kegiatan yang rutin dan kurang adanya pembatinan (Megarbane, 2006: 7). Relasi yang kurang mendalam dengan Allah berakibat menurunnya upaya pertobatan pribadi dan kurang peka akan kehadiran Allah dalam diri sesama (Tim PPKP, 2007: 3).
Kedua adalah menyangkut relasi interpersonal dalam hidup komunitas.