PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

KEINTIMAN SEBAGAI MEDIATOR PARSIAL DALAM HUBUNGAN

ANTARA SELF-SILENCING DAN KEPUASAN SEKSUAL

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Oleh:

  Martha Hesty Susilowati NIM: 099114016

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Ah, sudara, manusia ini kenal satu sama lain tetapi tidak dengan dirinya sendiri”.

  • – Pramoedya Ananta Toer “Ia menulis tentang rembulan. Walaupun ia ingin menulis tentang hujan. Ia menulis tentang garam. Padahal ia ingin menulis tentang geram. Ia menulis tentang sinar matahari. Padahal ia ingin menulis tentang sinar matahati.

  Matahatinya yang sinarnya padam saat ini”. – Djenar Maesa Ayu Dipersembahkan untuk:

   Pasangan kekasih dan suami-istri  Responden, praktisi, akademisi

   Sahabat dan teman-temanku  John

   Kakak-kakak, ayah dan ibu  Tuhan

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagia karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 27 Agustus 2014 Penulis,

  Martha Hesty Susilowati

  

KEINTIMAN SEBAGAI MEDIATOR PARSIAL DALAM HUBUNGAN

ANTARA SELF-SILENCING DAN KEPUASAN SEKSUAL

  Studi Seksualitas Pada Individu-Individu yang Aktif Secara Seksual

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara self- silencing, keintiman dan kepuasan seksual. Sejumlah sampel, yaitu 242 responden laki-laki dan perempuan yang aktif secara seksual dalam penelitian ini telah mengisi dengan lengkap tiga skala utama, yaitu Silencing The Self Scale, PAIR Intimacy dan New Sexual Satisfaction Scale. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa self-silencing, keintiman dan kepuasan seksual saling berhubungan dan berpengaruh. Analisis mediasi mengindikasikan bahwa keintiman merupakan mediator yang bersifat parsial. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa self-silencing secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap kepuasan seksual dan dimediasi oleh keintiman. Implikasi teoritis dan praktis dari hasil penelitian ini akan dibahas lebih lanjut. Kata Kunci: Self-Silencing, Keintiman, Kepuasan Seksual

  

INTIMACY PARTIALLY MEDIATED SELF-SILENCING AND SEXUAL

SATISFACTION

Sexual Study Among Sexually Active People in Indonesia

  

ABSTRACT

This research aims to examined the associations between self-

silencing, intimacy and sexual satisfaction. A sample of 242 respondents

completed the Silencing The Self Scale, PAIR Intimacy and New Sexual

Satisfaction Scale. The results indicated that self-silencing, intimacy and sexual

satisfaction are associated and affected significantly. In addition, mediational

analysis indicated that intimacy was a partial mediator of the link between self-

silencing and sexual satisfaction. In conclusion, the results showed that self-

silencing correlated with sexual satisfaction and directly affected the sexual

satisfaction. In the other hand, self-silencing affected sexual satisfaction through

intimacy.

  Keywords: Self-Silencing, Intimacy, Sexual Satisfaction

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

  Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

  Nama : Martha Hesty Susilowati NIM : 099114016

  Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: KEINTIMAN SEBAGAI MEDIATOR PARSIAL DALAM HUBUNGAN ANTARA SELF-SILENCING DAN KEPUASAN SEKSUAL beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta Tanggal, Yang menyatakan, (Martha Hesty Susilowati)

KATA PENGANTAR

  Berkat cinta kasih Tuhan, penulis mengucapkan puji dan syukur atas penyusunan skripsi ini dengan judul “Self-Silencing, Keintiman, Kepuasan Seksual”. Penelitian dan penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai bentuk implementasi kemampuan dan pengetahuan yang telah ditempuh selama masa kuliah dan keprihatinan atas isu-isu fenomena psikologis pada manusia.

  Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan, bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis secara khusu mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Bapak C. Siswa Widyatmaka, M. Psi, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersungguh-sungguh, sabar dan dapat memberi pengertian yang baik selama proses bimbingan dan penelitian ini dilakukan atau diselesaikan.

  2. E. Haksi Mayawati, selaku alumna Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah menjadi supervisor saya dalam menyelesaikan dan melakukan penelitian ini.

  3. Ibu Tjipto Susana selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mendukung dan menginspirasi mahasiswa-mahasiswa dari awal hingga akhir.

  4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi dan segenap pejabat-pejabat Fakultas Psikologi beserta jajarannya yang telah

  5. Responden-Responden yang telah bersedia dan rela berbagi pengalaman dengan mengisi angket penelitian ini sebaik-baiknya dan selengkap- lengkapnya.

  6. Utari Praharsini, selaku penerjemah yang dengan rela meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk berdiskusi dalam persiapan alat ukur penelitian ini.

  7. John, hadiah besar dalam hidupku, terima kasih atas cinta, semua dukungan, perhatian, pengertian, pengalaman, dan kasih yang telah dicurahkan dalam waktu singkat ini.

  8. TA. Prapancha Hary, Iqbal Hariyadi, Pricilia Pritha, Novia Oktaviani Wayangkau, Lucia Novita, Maria Dessy, Fiona Valentina Damanik, Feliccia Anindhita. Maria Dara Novianta Widodo, Lana, Baskoro, Vincent dan teman-teman serta sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu- persatu, atas dukungan dan semangatnya.

  Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih belum sangat sempurna karena keterbatasan-keterbatasan penulis. Maka kepada semua pihak yang terkait, dengan penuh kerendahan hati penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap hasil penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat bermakna dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 27 Agustus 2014

  DAFTAR ISI .................................................................................................. .....

  HALAMAN JUDUL i

  HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................................... v ................................................................................................................ ..... ABSTRAK vi

  

ABSTRACT ................................................................................................................ ... vii

  HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii .............................................................................................. ... KATA PENGANTAR ix

  DAFTAR ISI ............................................................................................................ ..... xi ...................................................................................................... DAFTAR TABEL xiv

  DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... ..

  1 A. Latar Belakang ............................................................................................... ....

  1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... ...

  8

  BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................

  36 C. Definisi Operasional .................................................................................. ......

  54 A. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. ......

  50 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................................

  47 H. Metode Analisis Data ................................................................................. .....

  39 G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data .........................................

  38 F. Metode dan Alat Pengumpul Data .............................................................. ..

  38 E. Prosedur Penelitian .................................................................................... ......

  36 D. Responden Penelitian ................................................................................ ......

  36 B. Identifikasi Variabel .................................................................................. ......

  12 A. Seksualitas Dalam Relasi Romantis ...............................................................

  36 A. Jenis Penelitian ............................................................................................. ....

  35 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ .

  35 G. Hipotesis ........................................................................................................ ...

  31 F. Bagan ............................................................................................................ .....

  27 E. Dinamika ...................................................................................................... .....

  21 D. Self-Silencing ................................................................................................ ....

  13 C. Keintiman ..................................................................................................... ....

  12 B. Kepuasan Seksual .......................................................................................... ..

  54

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... .

  71 A. .............................................................................................. ........ Kesimpulan

  71 B. Saran ......................................................................................................... .........

  71 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. .....

  73 LAMPIRAN ........................................................................................................... .......

  77

  DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 .......................................................................................................... 77Tabel 1.2 .......................................................................................................... 77Tabel 1.3 .......................................................................................................... 78Tabel 1.4 .......................................................................................................... 78Tabel 1.5 .......................................................................................................... 81Tabel 1.6 .......................................................................................................... 82Tabel 1.7 .......................................................................................................... 83Tabel 1.8 .......................................................................................................... 84Tabel 1.9 .......................................................................................................... 85

  Tebel 1.10 ........................................................................................................ 88

Tabel 1.11 ........................................................................................................ 89Tabel 1.12 ........................................................................................................ 89Tabel 1.13 ........................................................................................................ 89Tabel 1.14 ........................................................................................................ 90Tabel 1.15 ........................................................................................................ 90Tabel 2.2 ........................................................................................................ 91Tabel 2.3 ........................................................................................................ 91Tabel 2.4 ........................................................................................................ 91Tabel 2.5 ........................................................................................................ 92Tabel 2.6 ........................................................................................................ 92Tabel 2.7 ........................................................................................................ 92Tabel 2.8 ........................................................................................................ 92Tabel 2.9 ........................................................................................................ 93Tabel 2.10 ...................................................................................................... 93Tabel 2.11 ...................................................................................................... 93Tabel 2.12 ...................................................................................................... 94Tabel 2.13 ...................................................................................................... 94Tabel 2.14 ...................................................................................................... 94Tabel 2.15 ...................................................................................................... 95Tabel 2.16 ...................................................................................................... 95

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 .......................................................................................................... 79Gambar 1.2 .......................................................................................................... 80Gambar 1.3 .......................................................................................................... 80Gambar 1.4 .......................................................................................................... 81Gambar 1.5 .......................................................................................................... 82Gambar 1.6 .......................................................................................................... 83Gambar 1.7 .......................................................................................................... 84Gambar 1.8 .......................................................................................................... 85Gambar 1.9 .......................................................................................................... 86Gambar 1.10 ........................................................................................................ 87Gambar 1.11 ........................................................................................................ 87Gambar 1.12 ........................................................................................................ 88

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  “Payah, dia susah diajak gituan!”, “Gimana gue betah di rumah kalo dia molor melulu nggak ngerti kemauan Gue!”, “Akh, biarin aja dia tahu gue “jajan” di luar biar dia sadar hahaha..”, “Gak apa-apa jajan di luar yang penting nggak 2009). dinikah”

  Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan bahwa hubungan seksual merupakan hal yang penting dan menjadi kebutuhan dalam sebuah relasi, terutama pada relasi berkomitmen seperti relasi suami-istri. Hubungan seksual mencakup beragam aktivitas seksual, yaitu perilaku berciuman, berpelukan, manipulasi manual terhadap organ genital, dan kontak oral- genital yang dapat meningkatkan stimulasi sensual (Rathus, Nevid & Fichner- Rathus, 2008). Hubungan seksual tidak hanya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan reproduksi, tetapi juga dapat memberikan kepuasan relasi dan sarana penyampaian emosional, kenikmatan psikologis dan fisik (Bancroft, 2009 dalam Zygmunt, 2011).

  Hubungan seksual yang sehat dalam kehidupan berpasangan merupakan pusat seseorang dapat merasakan kesejahteraan psikologis dan menjadi sumber potensial dari kenikmatan, kebahagiaan, dan kepuasan (Firestone, digunakan beberapa tokoh atau peneliti untuk menjelaskan sebuah konstruk, yaitu kepuasan seksual.

  Kepuasan seksual merupakan perasaan yang muncul atas relasi seksual yang dimiliki seseorang, persepsi mengenai kebutuhan seksualnya, harapan-harapan dalam relasi seksual dan evaluasi yang positif dari hubungan seksual secara umum (Offman & Mattheson, 2005 dalam Ashdown, Hackathorn, & Clark, 2011). Kepuasan seksual juga diartikan sebagai rasa nyaman atau puas terhadap kehidupan seksual seseorang. Perasaan puas tersebut muncul dari pengalaman seksual yang dimiliki dan harapan-harapan kedepan dalam kehidupan seksual seseorang (Davidson, et al, 1995).

  Lawrance & Byers (1995) membatasi kepuasan seksual sebagai perasaan yang muncul dari evaluasi subjektif seseorang meliputi dimensi positif dan negatif yang berhubungan dengan relasi seksual (Delamater, 2008). Sprecher & Cate (2004) mendefinisikan kepuasan seksual sebagai tingkat kepuasan atau rasa senang seseorang pada aspek seksual dalam relasi (Delamater, 2008).

  Kepuasan seksual memiliki peranan penting dalam keberlanjutan relasi dan memiliki banyak manfaat. Kepuasan seksual dapat menghindarkan pasangan untuk berpoligami atau berselingkuh sehingga terhindar dari perpisahan atau perceraian (Schwartz & Young, 2009). Kepuasan seksual kepuasan hidup, serta kesejahteraan psikologis (Rosen & Bachman, 2008; Dundon & Rellini, 2009). Kepuasan seksual yang baik menghasilkan kedekatan yang baik dalam suatu relasi (David et al, 2008). Selain itu, kepuasan seksual berhubungan positif dengan kualitas pernikahan pada diri sendiri dan pada pasangan. Suami yang mengungkapkan kepuasan seksual yang tinggi memiliki pasangan yang menyampaikan kepuasan pernikahan yang lebih baik (Stanik & Bryant, 2012).

  Akan tetapi, masyarakat Indonesia belum memiliki kepuasan seksual yang baik. Survey yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dari Universitas Chigago menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-3 dari 5 negara terbawah yang memiliki persentase terendah dalam kepuasan seksual.

  Lima Teratas Lima Terbawah

  1. Austria : 71.4% 25. Thailand : 35.9%.

  26. China : 34.8%.

  2. Spain : 69%.

  3. Canada : 66.1%.

  27. Indonesia : 33.9%.

  4. Belgium : 64.6%.

  28. Taiwan : 28.6%.

  5. United States : 64.2%.

  29. Japan : 25.7%.

  • ) Sexual Satisfaction Survey, usatoday30.usatoday.com, 19 April 2006.

  Selain itu, Laumman, et al (2006) dalam Rosen & Bachmann (2008), melakukan penelitian tentang perilaku seksual, keyakinan-keyakinan dan sikap dalam relasi seksual melalui survey terhadap 27.500 orang, laki-laki dan perempuan berusia 40-80 tahun dari 29 negara. Survey tersebut Kesejahteraan seksual dilihat dengan istilah

  “satisfaction judgment”,

  misalnya aspek fisik dan emosi dalam relasi, fungsi seksual, dan seberapa pentingnya aspek seksual pada kehidupan individu.

  Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada kelompok negara yang masyarakatnya memiliki kepuasan seksual paling rendah. Kelompok negara yang menunjukkan kepuasan yang paling tinggi terdiri dari Western Europe, Canada, Australia. Kelompok negara yang menunjukkan level kepuasan yang sedang meliputi Egypt, Morocco, Italy, Korea, dan Malaysia. Negara China, Indonesia, Japan dan Thailan masuk dalam kelompok negara yang menunjukkan kepuasan seksual mencakup kepuasan fisik dan emosional yang paling rendah (Rosen & Bachmann, 2008).

  Fakta-fakta tersebut menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia yang aktif secara seksual merasakan ketidakpuasan seksual.

  Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakpuasan seksual atau kepuasan seksual yang rendah mengakibatkan kecemasan yang tinggi dan munculnya masalah perilaku seksual (Renaud, Byers, & Pan, 1997), kualitas pernikahan yang rendah pada diri sendiri dan pasangan (Stanik & Bryant, 2012), kesejahteraan psikologis yang rendah (Rosen & Bachman, 2008), kualitas hidup yang rendah (Zygmunt, 2011) dan persepsi pada ketersediaan peristiwa perceraian atau perpisahan yang tidak diinginkan oleh setiap pasangan (Amato & Previti, 2003 dalam Ashdown, Hackathorn, Clark, 2011).

  Oleh karena itu, informasi yang komprehensif tentang kepuasan seksual masih dibutuhkan (Farley & Davis, 2008) dan penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dan mempengaruhi kepuasan seksual. Hal ini sangat diperlukan agar kita mendapatkan pemahaman yang lebih baik untuk menolong individu dalam membangun dan memelihara relasi yang intim (Ashdown., Hackathorn., Clark, 2011).

  Farley & Davis (2008) menyatakan beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan seksual telah diteliti. Aspek pertama adalah aspek fisik yang meliputi performansi seksual, seperti disfungsi secara fisik (kegagalan ereksi, lubrikasi yang kurang, dan sebagainya). Kedua, aspek psikologis seperti kepribadian, kebutuhan-kebutuhan psikologis, perilaku dan karakteristik demografis seperti status sosial-ekonomi, ras, usia, dan latar belakang agama. Aspek relasional yang telah diteliti mencakup kecocokan hasrat seksual (Schwartz & Young, 2009), emosi (Belanger, Laughrea, Lafontaine, 2001) dan keintiman (Haning et al, 2007). Selain itu, prosedur seksual (foreplay, variasi seksual, dan sebagainya), body image dan ketertarikan fisik juga telah diteliti (Farley & Davis, 2008).

  Akan tetapi, penelitian-penelitian tersebut masih memiliki beberapa menunjukkan pentingnya peran aspek afeksi dan relasi dalam studi tentang kepuasan seksual (Davies, Katz., & jacson, 1999; Delamarter, 1991; Haavio Manila & Kontula, 1994, 1997; Laumann et al., 1994; Waite & Joyner, 2001a; Yela, 2000 dalam Barientos & Paez, 2006). Untuk itu, melalui penelitian ini peneliti akan mengkaji lebih dalam mengenai kepuasan seksual, aspek relasi dan afeksi agar mendapatkan informasi komprehensif yang dibutuhkan. Aspek yang terkait dengan relasi dan afeksi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah keintiman dan self-silencing.

  Self-silencing merupakan skema kognitif seseorang yang menjaga

  relasi yang intim dengan menekan pikiran, perasaan dan sikap (Jack & Dill, 1992). Konstruk self-silencing dibangun dari penelitian longitudinal terhadap 12 perempuan berkulit putih yang tinggal di daerah pedesaan, berlatar pendidikan rendah, tidak berpenghasilan dan secara klinis mengalami depresi (Jack, 1991 dalam Jack & Dill, 1992; Jack, 1991, 1992, 2003 dalam Jack & Ali, 2010; Trotter1991). Jack juga meneliti pemahaman mereka tentang apa yang membuat mereka menjadi depresi (Jack & Ali, 2010). Depresi tersebut muncul karena perempuan membungkam perasaan, pemikiran dan perilaku (Jack & Dill, 1992) yang menurut pemikiran mereka bertentangan dengan harapan pasangan (Jack & Ali, 2010). Mereka melakukan hal-hal tersebut karena beberapa alasan, salah satunya adalah untuk memelihara sebuah relasi (Jack & Ali, 2010). pasangan (Jack & Ali, 2010). Mereka juga cenderung tertutup dan mengalami depresi (Jack & Ali, 2010). Seseorang yang memiliki atau menyimpan kemarahan terhadap pasangannya memiliki kepuasan seksual yang rendah (Belanger, Laughrea, & Lafontaine 2001). Selain itu, depresi juga menghambat seseorang untuk puas secara seksual dalam kehidupan seksual dengan pasangannya (Schwartz & Young, 2009). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa self-silencing berhubungan dengan kepuasan seksual tetapi hubungan tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh self-silencing.

  Meskipun self-silencing tampak berhubungan dengan kepuasan seksual, akan tetapi perilaku self-silencing tidak berpengaruh langsug terhadap kepuasan seksual. Dampak dari perilaku self-silencing tersebut yang diduga mempengaruhi kepuasan seksual. Perilaku self-silencing yang cenderung tertutup bertentangan dengan keintiman. Perilaku membungkam perasaan, pikiran dan sikap tidak bertentangan dengan perilaku yang terbuka untuk mengungkapkan diri dan perasaan yang dapat membentuk suatu keintiman (Hatfield & Rapson, 1993). Ketika seseorang diam atau berperilaku self-silencing maka keintiman tidak akan terwujud dalam relasi dan mempengaruhi kepuasan seksual. Hal inilah yang akan ditinjau lebih lanjut dalam penilitian ini dalam kerangka mediasi. Keintiman diduga menjadi mediator antara self-silencing dan kepuasan seksual. pada orang lain, sehingga orang lain mengetahui hal tersebut, dapat mengevaluasi dan memperhatikannya (Clark & Reis, 1988 dalam Hatfield & Rapson, 1993). Relasi intim juga terdiri dari afeksi dan kehangatan, self-

  disclosure , kedekatan dan saling ketergantungan (Perlman & Fehr, 1987

  dalam Hatfield & Rapson, 1993), kebahagiaan dan kepuasan, pembicaraan tentang hal-hal pribadi, dan berbagi aktivitas yang menyenangkan (Helgeson, Shaver, Dyer, 1987 dalam Hatfield & Rapson, 1993). Ketika seseorang membungkam perasaan, pikiran dan sikap atau berperilaku self-silencing, maka dapat meniadakan keintiman yang merupakan penghungkapan diri, perasaan dan informasi personal. Keintiman tersebut akan mempengaruhi kepuasan seksual. Jika keintiman rendah makan kepuasan seksual juga akan rendah, begitu pula sebaliknya (Haning, et al, 2007). Untuk itu, self-silencing mempengaruhi kepuasan seksual secara tidak langsung atau melalui keintiman.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

  1. Apakah kepuasan seksual dipengaruhi oleh self-silencing melalui keintiman?

  2. Apakah keintiman merupakan mediator antara self-silencing dan kepuasan seksual?

  3. Berapa besar pengaruh self-silencing dan keintiman terhadap kepuasan

  4. Berapa besar pengaruh self-silencing dan keintiman terhadap kepuasan seksual secara gabungan?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh self-silencing terhadap kepuasan seksual melalui keintiman.

  2. Mengetahui apakah keintiman memediasi hubungan diantara self- silencing dan kepuasan seksual.

  3. Mengetahui seberapa besar pengaruh self-silencing dan keintiman terhadap kepuasan seksual secara parsial.

  4. Mengetahui seberapa besar pengaruh self-silencing dan keintiman terhadap kepuasan seksual secara gabungan.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis

  a. Memberikan pengetahuan dan bukti yang mendasar mengenai Kepuasan Seksual ditinjau dari self-silencing, keintiman sebagai variabel mediator.

  b. Memberikan pengetahuan yang komprehensif menengenai kepuasan seksual yang ditinjau dari self-silencing, keintiman sebagai variabel mediator.

  c. Memberikan pengetahuan yang baru tentang hubungan antara self- silencing dan kepuasan seksual yang dimediasi oleh keintiman. d. Memberikan bukti yang mendasar dan dapat dipertanggungjawabkan tentang hubungan antara self-silencing dan kepuasan seksual yang dimediasi oleh keintiman.

  e. Memberikan pengetahuan baru mengenai fenomena kepuasan seksual pada masyarakat sekitar yang berkaitan dengan self- silencing dan keintiman.

  2. Manfaat Praktis

  a. Bagi Masyarakat Umum 1) Mayarakat memiliki pemahaman umum tentang kepuasan seksual dan kaitannya dengan faktor-faktor relasional seperti self-silencing dan keintiman. 2) Masyarakat menyadari pentingnya kepuasan seksual dalam kehidupan.

  3) Hasil penelitian dapat diterapkan dalam masyarakat secara baik dan benar.

  b. Bagi Akademisi 1) Para akademisi dapat mengembangkan penelitian ini, yaitu tentang kepuasan seksual yang ditinjau dari self-silencing dan keintiman. 2) Para akademisi dapat meninjau kembali dengan mengembangkan penelitian tentang efektivitas intervensi c. Bagi Praktisi 1) Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para praktisi dalam memberikan intervensi pada klien yang memiliki masalah dalam kepuasan seksual.

BAB II LANDASAN TEORI A. Seksualitas dalam Relasi Romantis Kata seks atau seksual memiliki banyak pengertian. Seks merupakan

  istilah dari bahasa latin yang banyak digunakan untuk menunjukkan jenis kelamin, memisahkan atau menandai antara laki-laki dan perempuan. Seks dan seksual juga digunakan untuk menunjukkan struktur anatomis seperti organ seksual yang berperan untuk reproduksi atau mencapai kenikmatan seksual. Disamping itu, seks merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan aktivitas fisik seperti masturbasi, berpelukan, berciuman,

  intercourse/coitus , dan sebagainya. Seks juga dikaitkan dengan perasaan

  erotis, pengalaman erotis, hasrat seksual, fantasi dan pemikiran seksual, dorongan seksual, ketertarikan pada orang lain secara seksual (Ratus, Nevid, Fichner-Ratus, 2008).

  Perilaku seksual adalah aktivitas yang melibatkan ekspresi tubuh terhadap perasaan erotis atau penuh dengan kasih sayang. Perilaku seksual dapat bertujuan untuk bereproduksi ataupun hanya bertujuan untuk mencapai suatu kenikmatan misalnya masturbasi. Ciuman, pelukan manipulasi organ genital dan kontak oral-genital merupakan stimulasi sensual meskipun tidak bertujuan untuk bereproduksi. Akan tetapi, banyak orang juga menggunakan

  Seksualitas manusia merupakan hal yang esensial dalam kehidupan dan bersifat alamiah pada laki-laki maupun perempuan (Ratus, Nevid, Fichner- Ratus, 2008). Secara umum laki-laki dan perempuan yang aktif secara seksual berada pada masa dewasa dalam rentang hidup perkembangan manusia. Laki-laki dan perempuan yang masuk dalam masa dewasa adalah mereka yang berusia 20 hingga 65 tahun keatas (Berk, 2007). Dalam Berk (2007), masa dewasa terbagi dalam tiga tahap perkembangan yakni tahap perkembangan dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (40-65 tahun), dan dewasa akhir (65 tahun keatas). Menurut Erikson (1964), laki-laki dan perempuan memiliki tugas perkembangan untuk menjalin hubungan yang intim atau mengisolasi diri (Berk, 2007). Pada tahap inilah sebagian besar individu akan menjalin relasi romantis atau berpasangan yang lebih intim, termasuk menjalin hubungan seksual (Berk, 2007).

  Perilaku seksual merupakan salah satu aspek dalam sebuah relasi yang berfungsi untuk membangun hubungan yang lebih intim. Perilaku seksual meliputi perilaku pelukan, ciuman dan kontak organ genital. Perilaku tersebut diwujudkan sebagai bentuk sebagian besar orang dewasa untuk menjalin keintiman dalam sebuah relasi romantis.

B. Kepuasan Seksual

  1. Definisi Kepuasan Seksual Kepuasan seksual dibatasi sebagai respon afeksi yang muncul dari terhadappasangan dan evaluasi positif tentang hubungan seksual secara umum (Offman & Mattheson, 2005 dalam Ashdown, et al, 2011).

  Kepuasan seksual juga diartikan sebagai sebuah rasa nyaman atau puas terhadap kehidupan seksualnya, tentu saja perasaan tersebut secara personal berhubungan dengan pengalaman seksualnya, harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi kedepan terkait dengan relasi seksual (Davidson, et al, 1995).

  Lawrance and Byers (1995 dalam Schwartz & Young, 2009) membatasi kepuasan seksual sebagai respon afektif yang ada dalam evaluasi subjektif seseorang dari dimensi positif dan negatif yang berbungan dengan relasi seksual seseorang.Sprecher & Cate (2004) mendefinisikan kepuasan seksual sebagai tingkatan dimana individu merasa puas atau senang dengan aspek seksual dalam relasinya (Delamater, Hyde, & Fong 2008).

  Jadi, kepuasan seksual merupakan perasaan senang, nyaman dan puas dengan kehidupan seksual yang telah dijalani dan berhubungan dengan pengalaman dan relasi seksual dengan pasangan. Kepuasan seksual juga diartikan sebagai perasaan positif yang muncul atas dasar evaluasi seseorang mengenai relasi seksualnya dengan pasangan.

  2. Peran Kepuasan Seksual Kepuasan seksual merupakan hal yang penting dalam sebuah relasi terhadap relasi seksualnya menunjukkan kepuasan emosional, kepuasan relasi yang tinggi dan konsisten, kepuasan hidup, serta kesejahteraan psikologis (Rosen & Bachman, 2008; Dundon & Rellini, 2009).Kepuasan seksual yang baik menghasilkan kedekatan yang baik dalam suatu relasi (David et al, 2008).

  Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kepuasan seksual berhubungan positif dengan kepuasan relasi secara umum (Santtila et al., 2008 dalam Ashdown, et al, 2011; Schwartz & Young, 2009). Kepuasan seksual juga dapat meningkatkan kepercayaan terhadap pasangan (Allen et al., 2008 dalam Ashdown, et al, 2011) dan meminimalisir perceraian (Amato & Previti., 2003 dalam Ashdown, et al, 2011; Schwartz & Young, 2009).

  Kepuasan seksual memiliki banyak peran yang positif dalam kehidupan menusia. Kepuasan seksual memengaruhi kepuasan relasi dan kepuasan hidup seseorang. Kepuasan seksual juga dapat memberikan kesejahteraan psikologis pada seseorang. Selain itu, kepuasan juga dapat meningkatkan kualitas hidup.

  3. Faktor-faktor Kepuasan Seksual

  a. Relasional Faktor-faktor relasional yang dapat mempengaruhi kepuasan seksual antara lain:

  1) Komunikasi Pasangan yang menunjukkan komunikasi yang intim, menunjukkan pengalaman seksual yang lebih sering dan memuaskan (Baumeister, 2000; Kaschak & Tiefer, 2001; Tiefer, 2004 dalam Schwartz & Young, 2009).

  2) Keintiman Faktor-faktor relasi merupakan elemen kunci dari kenyamanan seksual pada pria (Cove & Boyle, 2002; Schiavi,

  1999 dalam Schwartz & Young, 2009). Seperti halnya wanita, pria juga menyatakan bahwa keintiman emosional merupakan elemen yang penting dalam kepuasan seksual (Schwartz & Young, 2009). Keintiman berhubungan secara positif dengan kepuasan seksual. Relasi berpasangan yang memiliki keintiman yang tinggi akan memiliki kepuasan seksual yang tinggi, dan sebaliknya (Haning, et al., 2007; MacNeil & Byers, 2009; Heiman, Long, Smith,Fisher, Sand & Rosen, 2011).

  b. Emosi Beberapa emosi yang dapat mempengaruhi kepuasan seksual antara lain marah, dan cinta (being love). Perasaan marah pada pasangan dapat menimbulkan ketidakpuasan seksual pada diri sensiri maupun pada pasangan (Belanger, Laughrea, & Lafontaine 2001). c. Kehidupan Sosial (Keluarga dan pekerjaan) Pemahaman secara umum menyatakan bahwa elemen-elemen dari kehidupan sehari-hari dapat memengaruhi kepuasan seksual. Elemen- elemen tersebut antara lain kehamilan, kehadiran anak, dan pekerjaan. Kehamilan dan kehadiran anak dapat berpengaruh pada kepuasan seksual karena beberapa penelitian menyatakan bahwa kehamilan dan kehadiran anak mengakibatkan berkurangnya frekuensi berhubungan seksual (Delamarter, Plant, & Byrd’s, 1996; Ahborg, Dahlof, & Hallberg, 2005 dalam Schwatz & Young, 2009). Selain itu, suatu penelitian juga menyatakan bahwa wanita memiliki kenikmatan yang lebih rendah dalam hubungan seksual setelah memiliki anak (DeJudicibus & McCabe, 2002; Elliot & Watson, 1985; Kumar, Brant, & Robson, 1981 dalam Schwartz & Young, 2009).

  Meskipun memiliki anak merupakan perubahan yang sulit untuk pasangan, masalah-masalah umum seperti masalah dalam pekerjaan juga dapat mempengaruhi berkurangnya frekuensi seksual yang mengakibatkan kepuasan seksual yang rendah (Hochschild & Machung, 1990 dalam Schwartz & Young, 2009; Ziherl & Masten, 2010).

  d. Perilaku Seksual Beberapa perilaku seksual yang dapat berpengaruh pada kepuasan penggunaan materi seksual seperti pornografi (Davidson, 1985 dalam Sprecher & Mckinney, 1993) dan frekuensi hubungan seksual.

  Frekuensi hubungan seksual merupakan prediktor yang kuat dalam kepuasan seksual (Greeley, 1991 dalam Sprecher & Mckinney, 1993; Ziherl & Masten, 2010; Heiman, Long, Smith,Fisher, Sand & Rosen, 2011) dan berhubungan positif dengan kepuasan seksual (Blumstein & Schwartz, 1983; Hunt, 1974; Levi & Levin, 1975; Pepleu et al., 1978; Pinney et al., 1987; Trussell & Westoff, 1980 dalam Sprecher & Mckinney, 1993) termasuk frekuensi oral-genital seks (Blumstein & Schwartz, 1983 dalam Sprecher & Mckinney, 1993).

  Selain itu, dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap perempuan, masturbasi juga berhubungan dengan kepuasan seksual yang lebih baik (Hulbert & Whittaker, 1991 dalam Sprecher & Mckinney, 1993).

  e. Fungsi Seksual Fungsi seksual juga merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan seksual. Fungsi seksual yang baik dapat menghasilkan kepuasan seksual yang baik (Pujols, Meston & Seal, 2009). Fungsi seksual tersebut mencakup kemampuan untuk orgasme, kemampuan dalam lubrikasi, kemampuan ereksi. Orgasme merupakan prediktor kedua yang terkuat pada kepuasan seksual (Pinney et al., 1987 dalam menyatakan bahwa orgasme yang konsisten pada perempuan berhubungan dengan kepuasan seksual (Kirkpatrik, 1980; Perlman & Abramson, 1982 dalam Sprecher & Mckinney, 1993). Darling et al. (1991) menemukan bahwa perempuan yang mengalami orgasme dalam waktu yang bersamaan atau sebelum partner mereka menyampaikan kepuasan seksual yang lebih tinggi (Sprecher & Mckinney, 1993).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan seksual, antara lain:

  a. Faktor relasi yang mencakup komunikasi dan keintiman

  b. Faktor emosi

  c. Faktor-faktor yang terkait dengan kehidupan sosial dalam keluarga, seperti kehadiran anak dan faktor pekerjaan.

  d. Perilaku seksual

  e. Fungsi seksual

  4. Pengukuran dalam Kepuasan Seksual Awalnya, kepuasan seksual diukur dengan single-global question oleh beberapa peneliti (Blumstein & Schwartz, 1983 dalam Sprecher &

  Mckinney, 1993). Akan tetapi pengukuran ini memiliki kelemahan, yaitu hanya memberikan informasi yang sedikit dan peneliti tidak dapat mengetahui aspek dari hubungan seksual yang secara spesifik berpengaruh pada kepuasan seksual (Sprecher & Mckinney, 1993). Beberapa peneliti lain Index Sexual Satisfaction (Hudson, Harrison, & Crosscup, 1981),

  Pinney Sexual Satisfaction Inventory (Pinney et al., 1987), Sexual Interaction Inventory (Lipiccolo & Andsteger, 1974),dan Derogatis dan

  Melisarates (1979) membuat alat ukur Derogatis Sexual Functioning Inventory (Sprecher & Mckinney, 1993).

  Skala kepuasan seksual terus dikembangkan untuk tujuan-tujuan tertentu dan lebih spesifik. Adapun skala yang dipakai untuk mengukur kepuasan seksual secara dyadic yaitu Interpersonal Exchange Model of

  Sexual Satisfaction (Byers, 1999; Byers & MacNeil, 2006). Skala ini

  digunakan untuk mengetahui bagaimana perilaku partner mempengaruhi tingkat kepuasan seksual seseorang, seperti reward dan costdalam hubungan seksual (Byers, 1999; Byers & MacNeil, 2006). Selain itu, skala kepuasan seksual juga terus diperbaharui dan disesuaikan dengan beberapa karakteristik populasi, misalnya New Sexual Satisfaction Scale (Stulhofer, Busko, & Brouillard, 2010).

  Penelitian ini akan menggunakan New Sexual Satisfaction

  Scale karena skala ini merupakan skala yang dapat digunakan dalam

  berbagai budaya, gender dan orientasi seksual (Stulhofer, Busko, & Brouillard, 2010). Skala ini mencakup tiga aspek utama yaitu aspek individual, interpersonal dan behavioral. Masing-masing aspek memiliki dimensi. Aspek individual terdiri dari dimensi sensasi seksual dan dan koneksi emosional atau kedekatan. Aspek behavioral mencakup dimensi aktivitas seksual (Stulhofer, Busko, & Brouillard, 2010).

C. Keintiman

  1. Definisi Keintiman Kata keintiman berasal dari intimus, istilah dalam bahasa latin untuk “inner” atau “inmost”. Keintiman didefinisikan sebagai sebuah proses dimana individu mengekspresikan perasaan yang dirasakan dan dianggap penting, informasi yang penting sehingga orang lain menjadi tahu, dapat memvalidasi dan memperhatikan (Clark & Reis, 1988 dalam Hatfield & Rapson, 1993).Relasi yang intim mencakup afeksi, kehangatan, pengungkapan diri, kedekatan dan saling bergantung(Daniel Perlman and Beverley Fehr, 1987 dalam Hatfield & Rapson, 1993).Relasi yang intim berhubungan dengan perasaan hangat, kebahagiaan dan kepuasan, pembicaraan tentang hal-hal personal, dan berbagi aktivitas yang menyenangkan (Helgeson, Shaver, Dyer, 1987 dalam Hatfield & Rapson, 1993).

  Eshleman & Clarke (1978) menyatakan bahwa keintiman merupakan hubungan yang dekat atau persahabatan yang mencakup kehangatan informal, keterbukaan, dan sharing (Moss & Schwebel, 1993).Keintiman juga diartikan sebagai kedekatan dan keterbukaan (Nowinsky, 1988 dalam Moss & Schwebel, 1993). Secara formal, pasangannya dalam relasi yang bersifat timbal balik, meskipun tidak selalu seimbang (Moss & Schwebel, 1993).

  Jadi, keintiman merupakan proses dimana seseorang dekat dengan pasangannya. Kedekatan tersebut meliputi kedekatan secara emosional, fisik dan kognitif. Kedekatan tersebut berasal dari komunikasi, keterbukaan, pengungkapan diri dan adanya kemauan untuk saling berbagi/sharing.

  2. Komponen Keintiman Keintiman memiliki beberapa komponen utama, yaitu:

  a. Cinta dan Kasih Sayang Ketika seseorang menyadari bahwa mereka sedang mencintai atau menyukai orang lain, mereka akan lebih terbuka dan bersedia untuk berbagi ide atau perasaan. Mereka tahu bahwa orang yang menunjukkan cinta dan kasih sayang lebih mudah menerima perasaan dan ide-ide orang yang dicintai daripada orang- orang yang tidak memperhatikan mereka (Berscheid, 1985 dalam Hatfield & Rapson, 1993).