PENGARUH ADJUVANT ADDAVAX TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI DAN LIMPA MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG DENGAN Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK - e-Repository BATAN

  ISSN : 2477-0345 PROSIDING Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan, Lingkungan dan Pengembangan Teknologi Nuklir I Tema: “Peranan Litbang Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi dalam Pemanfaatan Iptek Nuklir untuk Kesejahteraan ” Kawasan Nuklir Pasar Jum,at - Jakarta

   25 Agustus 2015 Diselenggarakan oleh: PTKMR-BATAN KEMENKES-RI Dep. Fisika - ITB FKM - UI

  PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN METROLOGI RADIASI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL JAKARTA

  Diterbitkan pada Nopember 2015

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia yang diberikan

kepada Panitia Penyelenggara, sehingga dapat diselesaikannya penyusunan Prosiding

Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan, Lingkungan dan Pengembangan Teknologi

Nuklir I dengan tema “Peranan Litbang Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi dalam Pemanfaatan Iptek Nuklir untuk Kesejahteraan, pada bulan Nopember 2015.

  Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan, Lingkungan dan Pengembangan

Teknologi Nuklir kali ini dihadiri oleh 3 (tiga) pembicara tamu yaitu Mr. S. Somanesan dari

Senior Principal Radiation Physicist, Departement of Nuclear Medicine & PET, Singapura

General Hospital, Prince Jackson, Ph.D dari Diagnostic Imaging Physicist, Peter

MacCallum Cancer Center, dan Dr. Rer. Nat. Freddy Haryanto dari Fisika, Institut

Teknologi Bandung. Sebanyak 23 makalah dipresentasikan dalam Sidang Paralel dan 25

makalah dalam sidang Poster. Berdasarkan hasil presentasi dan kriteria penilaian Tim

Editor, makalah yang dapat diterbitkan sebanyak 46 makalah yang terdiri dari Kelompok

Keselamatan 25 makalah, Kesehatan 13 makalah dan Lingkungan 8 makalah.

  Dalam menyelenggarakan seminar ini Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi

Radiasi - BATAN bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI, Departemen Fisika

FMIPA Institut Teknologi Bandung dan Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas

Indonesia.

  Semoga penerbitan Prosiding ini bermanfaat sebagai media untuk menyebarluaskan

hasil-hasil penelitian dan pengembangan di bidang keselamatan, kesehatan, lingkungan dan

pengembangan teknologi nuklir serta sebagai bahan acuan dan informasi dalam melakukan

kegiatan pengembangan dan penelitian di bidang keselamatan, kesehatan dan lingkungan.

  Kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan Prosiding ini, kami mengucapkan terima kasih.

  Jakarta, Nopember 2015 Panitia Penyelenggara dan Tim Editor

  i

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

SUSUNAN TIM PENGARAH DAN EDITOR

SEMINAR NASIONAL

  

KESELAMATAN, KESEHATAN, LINGKUNGAN DAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI NUKLIR

SUSUNAN TIM PENGARAH

Ketua :

  

Dr, Ir. Ferhat Aziz, M.Sc.

(Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir)

Drs. Susetyo Trijoko, M.App.Sc.

  

( Kepala PTKMR – BATAN )

SUSUNAN TIM EDITOR DAN PENILAI MAKALAH

Ketua :

  

Drs. Mukhlis Akhadi, APU. (BATAN)

Wakil Ketua :

  

Drs. Bunawas, APU. (BATAN)

Anggota :

  

Drs. Nurman Rajagukguk (BATAN)

Dr. Mukh Syaifudin (BATAN)

dr. Fadil Nazir, Sp.KN. (BATAN)

Dr. Eko Pudjadi (BATAN)

  

Dra. Rini Heroe Oetami, MT. (BATAN)

Prof. Fatma Lestari, Ph.D (FKM-UI)

Dr. Rer. Nat. Freddy Haryanto (ITB-Bandung)

dr. Gani Witono, Sp. Rad. (KEMENKES-RI)

PANITIA PENYELENGGARA

  

Ketua : Wiwin Mailana, M.Farm., Wakil Ketua : Fendinugroho, S.ST., Sekretaris : Dian Puji Raharti,

A.Md., Bendahara : Kristina Dwi Purwanti, Seksi Persidangan: Setyo Rini, SE., Wahyudi, S.ST., Teja

Kisnanto, A.Md., Viria Agesti Suvifan, Indri Tristianti, Seksi Perlengkapan dan Dokumentasi : Eka

Djatnika Nugraha, A.Md., Prasetya Widodo, A.Md., Itong Mulyana, Seksi Konsumsi : Helfi Yuliati, A.Md.,

Eni Suswantini, A.Md. (SK. Kepala BATAN No. 67/KA/III/2015 tanggal 4 Maret 2015).

  iii

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia iv

DAFTAR ISI

  SAMBUTAN KEPALA PTKMR BATAN ii

  Bonner Sphere Spectrometer

  30

  5. Metode Ekstrapolasi Efisiensi Untuk Penentuan Aktivitas Radioniklida Lu-177 Hermawan Candra, Gatot Wurdiyanto, Holnisar

  23

  4. Penentuan Parameter Dosimetri Awal Tiga Buah Pesawat Teleterapi Co-60 Gamma Beam 100-80 External Beam Therapy System Nurman Rajagukguk dan Assef Firnando Firmansyah

  15

  3. Pengembangan Kriteria Standar Desain Bungkusan Zat Radioaktif Dalam Mendukung Pengawasan Kegiatan Pengangkutan Zat Radioaktif Nanang Triagung Edi Hermawan

  9

  2. Metode Kalibrasi Dosis Ekivalen Perorangan, Hp(10) Dengan Pengukuran Langsung Berkas Radiasi Cs-137 Menggunakan Detektor Standar Sekunder Dosis Ekivalen Perorangan Fendinugroho dan Nurman Rajagukguk

  1

  Rasito T., Bunawas, J.R. Dumais, dan Fendinugroho

  1. Penentuan Spektrum Neutron di Fasilitas Kalibrasi PTKMR Menggunakan

  SUSUNAN TIM PENGARAH DAN EDITOR iii DAFTAR ISI iv

  KATA PENGANTAR i

  Teknologi Bandung) C-1

  Radiodiagnostic Dr. Rer. Nat. Freddy Haryanto (Departemen Fisika, FMIPA, Institut

  3. Monte Carlo Simulation for Dose Assessment in Radiotherapy and

  Cancer Centre) B-1

  Price Jackson, Ph.D (Diagnostic Imaging Physicist, Peter MacCallum

  2. Future Directions in Computation of Personalised Radiation Dosimetry

  Medicine & PET, Singapore General Hospital) A-1

  Mr. S Somanesan (Senior Principal Radiation Physicist, Dept. of Nuclear

  1. Radiation Safety issues in Nuclear Medicine

  Makalah Pleno

  Makalah Kelompok Keselamatan

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  6. Tanggapan Surveimeter Neutron Terhadap Spektrum Campuran Energi

  40 Neutron Moch. Adnan Kashougi, Johan A.E Noor, Bunawas

  7. Penentuan Efisiensi Whole Body Counter (WBC)Dual Probe NaI(Tl) Pada

  47 Lima Kelompok Umur Intan Permata Putri, Chomsin S. Widodo, Bunawas

  8. Pemantauan Radiasi Neutron dan Gamma di Fasilitas

  53 Cyclotron Selama Produksi Fluor-18 Rosa Dian Teguh Pratiwi, Chomsin S. Widodo, Bunawas

  9. Perancangan Sistem Otomasi Pengukuran Tebal Bahan Berbasis

  60 Arduino Nugroho Tri Sanyoto

  10. Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir

  70 Farida Tusafariah, Rr. Djarwanti RPS., Suhaedi Muhammad, Gloria Doloressa

  11. Kinerja Keselamatan dan Umpan Balik Pengalaman Operasi untuk

  78 Instalasi Produksi Radioisotop dan Radiofarmaka Suhaedi Muhammad, Rr.Djarwanti, RPS, Farida Tusafariah

  12. Pengaruh Suhu Sintesis Terhadap Respon Thermoluminesensi

  83 CaSO4 Nunung Nuraeni, Dewi Kartikasari, Kri Yudi P.S., Eri Hiswara, Freddy Haryanto, dan Abdul Waris

  13. Pembuatan Thermoluminescence Dosimeter (TLD) Serbuk CaSO : Tm 4

  89 Sebagai Proses Awal Produksi Disimeter Personal Mentari Firdha KP, Sutanto, Hasnel Sofyan, Eka Djatnika

  14. Analisis Keselamatan Radiasi Fasilitas Ruang Kontener Co-60

  95 dan Pesawat Sinar-X pada Laboratorium Kalibrasi PTKMR- BATAN Kantor Pusat Wijono dan Assef Firnando Firmansyah

  15. Validasi Hasil Penentuan Dosis Tara Perorangan, Hp(10), untuk 102 Sumber Radiasi Gamma Cs-137 di Laboratorium Dosimetri Standar Sekunder (LDSS) PTKMR-BATAN C Tuti Budiantari dan Assef Firnando Firmansyah

  16 Perkiraan Dosis dan Distribusi Fluks Cepat dengan Simulasi `107 Monte Carlo MCNPX pada Fantom Saat Terapi Linac 15 MV Azizah, Abdurrouf, Bunawas

  17 Pengujian Kurva Kalibrasi Neutron Dosimeter Perorangan TLD 113 Harshaw pada Radiasi Campuran Gamma dan Neutron Arini Saadati, Chomsin S. Widodo, Nazaroh

  v

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  18 Perkiraan Dosis Ekuivalen Neutron Termal pada Pasien 124 Radioterapi Linac 15 MV Fatimah Kunti Hentihu, Johan A.E. Noor, Bunawas

  19 Respon Film Gafchromic XR-QA2 Terhadap Radiasi Sumber 130 Beta Sr-90, Kr-85, dan Pm-147 Nurul Hidayah, Chomsin S. Widodo, Bunawas

  20 Respon Thermoluminescent Dosimeter BARC Terhadap Medan 137 Radiasi Campuran Beta Gamma Riza Rahma, Chomsin S. Widodo, Nazaroh

  21 Perkiraan Laju Dosis Neutron Termal dan Epitermal di Fasilitas 143 Kalibrasi Alat Ukur Radiasi Neutron PTKMR-BATAN dengan Aktivitasi Keping Indium Nur Khasanah, Chomsin S. Widodo, Bunawas

  22 Penentuan Dosis Serap Air Berkas Elektron Energi Nomonal 6 MeV 149 M enggunakan Fantom “Air Padat” RW3 dan Fantom Air Sri Inang Sunaryati dan Nurman Rajagukguk

  23 Perkiraan Distribusi Dosis Ekivalen Foton Pada Pasien 156 Radioterapi Linac 15 MV Dengan Target Abdomen Adiar Febriantoko, Johan A.E. Noor, Hasnel Sofyan

  24 Penentuan Dosis Fotoneutron Pada Pasien Terapi Linac 15 MV 161 Menggunakan TLD-600H dan TLD-100H Muhammad Ibadurrohman, Johan A.E. Noor, Hasnel Sofyan

  25 Penentuan Calibration Setting Dose Calibrator Capintec CRC- 167

  7BT Untuk F-18 Sarjono, Eko Pramono, Holnisar, Gatot Wurdiyanto

  Makalah Kelompok Kesehatan

  1. Faktor Koreksi Solid Water Phantom terhadap Water Phantom pada 172 Dosimetri Absolut Berkas Elektron Pesawat Linac Robert Janssen Stevenly, Wahyu Setia Budi dan Choirul Anam

  2. Reduksi Noise pada Citra CT Scan Hasil Rekonstruksi Metode Filtered Back- 179 Projection (FBP) menggunakan Filter Wiener dan Median Choirul Anam, Freddy Haryanto, Rena Widita, Idam Arif, Geoff Dougherty

  3. γ- H2AX dan Potensinya untuk Biomarker Prediksi Toksisitas Radiasi pada 188 Radioterapi Iin Kurnia, Yanti Lusiyanti

  4. Perbandingan Kepadatan Parasit dan Eritrosit pada Dua Strain Mencit Pasca 195 Infeksi Plasmodium berghei Stadium Eritrositik Iradiasi Teja Kisnanto, Darlina, Septiana, Tur Rahardjo, dan Siti Nurhayati

  vi

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  5. Daya Infeksi Plasmodium berghei Iradiasi Fraksinasi Dengan Laju Dosis 205 Tinggi Pada Sel Darah Mencit Siti Nurhayati, Hartati Mahmudah dan Mukh Syaifudin

  6. Perkiraan Dosis Ekuivalen Neutron Epithermal Pada Pasien Radioterapi 215 Linac 15 MV Nur Weni, Johan A. E. Noor, Bunawas

  7. Perkiraan Dosis Ekuivalen Neutron Cepat Pada Pasien Radioterapi Linac 15 221 MV Dyah Fathonah Septiani, Johan A. E. Noor, Bunawas

  8. Penentuan Kadar Hormon Insulin Teknik Dengan Teknik 229

  Immunoradiometricassay dan Gula Darah Pada Sampel Darah Terduga Diabetes Melitus

  Kristina Dwi Purwanti, Fadil Nazir, Wiwin Mailana, Sri Insani Wahyu W

  9 Penilaian Kadar hC-Peptide dan Gula Darah Sewaktu pada Pasien Terduga 238

  Diabetes Melitus

  Sri Insani WW, Fadil Nazir, Wiwin Mailana, dan Kristina Dwi P

  10 Studi Efek Radiasi Akibat Paparan Medik 246 Yanti Lusiyanti dan Darlina

  11 Pemeriksaan Prostatic Acid Phosphatase (PAP) dan Prostate Spesific 258

  Antigen (PSA) Sebagai Penanda Metastasis pada Pasien Kanker Prostat

  Wiwin Mailana, Kristina Dwi Purwanti, Sri Insani WW, Prasetya Widodo

  12 Respon Interferon Gamma Terhadap Plasmodium falciparum Radiasi pada 265 Kultur Sel Limfosit Manusia Darlina dan Siti Nurhayati

  13 Pengaruh Adjuvant Addavax Terhadap Histopatologi Hati dan Limpa Mencit 273 Pasca Imunisasi Berulang dan Uji Tantang dengan Plasmodium berghei Iradiasi Gamma Stadium Eritrositik Tur Rahardjo, Siti Nurhayati, dan Dwi Ramadhani

  Makalah Kelompok Lingkungan

  1. Kajian terhadap Pelaksanaan Pemantauan Tingkat Radiasi Daerah Kerja di 282 Fasilitas Radiasi PTKMR-BATAN B.Y. Eko Budi Jumpeno dan Egnes Ekaranti

  2. Studi Awal Kurva Kalibrasi untuk Biodosimetri Dosis Tinggi dengan Teknik 290

  Premature Chromosome Condensation (PCC)

  Sofiati Purnami, Yanti Lusiyanti dan Dwi Ramadhani 226 228 228 238 40

  3. Penentuan radioaktiktivitas Ra, Th, Th, U dan K dalam Bahan 297 Pangan di Desa Botteng, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat Ceiga Nuzulia Sofyaningtyas, Eko Pudjadi, Wahyudi, Elistina

  vii

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia 137

  4. Pengembangan Sistem Pemantauan Cs di Tanah dengan Metode Monitor 303 Mobile (Carborne Monitoring) dalam Mode Statis dan Dinamis

  Pramudya Ainul Fathonah, Chomsin S. Widodo, Syarbaini

  5. Faktor Transfer Cs-137 dari Tanah ke Terong (Solanum melongena) 309 Leli Nirwani dan Wahyudi 40 226 232

  6. Laju Dosis dan Tingkat Radioaktivitas K, Ra dan Th dalam 315 Sampel Tanah di Pulau Kundur- Provinsi Kepulaun Riau Wahyudi, Muji Wiyono, Kusdiana dan Dadong Iskandar

  7. Pemantauan Radioaktivitas Dalam Air Hujan Periode 2014 325 Leli Nirwani, R Buchari, Wahyudi dan Muji Wiyono

  8. Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Zebrafish (Danio rerio) Stadium Larva di 333 PTKMR-BATAN Fatihah Dinul Qoyyimah, Yorianta Sasaerila, Tur Rahardjo, Devita Tetriana

  viii

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

PENGARUH ADJUVANT ADDAVAX TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI DAN

LIMPA MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG

  

DENGAN Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK

Tur Rahardjo, Siti Nurhayati, dan Dwi Ramadhani

  

Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi-BATAN

Jalan Lebak Bulus Raya No.49 Kotak Pos 7043 JKSKL Jakarta Selatan 12070

Email untuk korespondens

  

ABSTRAK

PENGARUH ADJUVANT ADDAVAX TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI DAN LIMPA

MENCIT PASCA IMUNISASI BERULANG DAN UJI TANTANG DENGAN PLASMODIUM

BERGHEI IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK. Salah satu cara untuk melemahkan

plasmodium sebagai bahan vaksin malaria adalah menggunakan radiasi sinar gamma. Beberapa penelitian

sebelumnya memperlihatkan bahwa dosis radiasi sinar gamma 175 Gy paling efektif dalam melemahkan

Plasmodium berghei stadium eritrositik. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui

efektivitas dosis irradiasi 175 Gy berdasarkan pemeriksaan gambaran histologi organ hati dan limpa mencit

pasca imunisasi berulang (booster) dan uji tantang P. berghei irradiasi 175 Gy. Sebanyak empat puluh lima

ekor mencit jantan Swiss Webster dibagi dalam tiga kelompok perlakuan. Kelompok pertama disuntik dengan

P. berghei yang tidak diiradiasi, kelompok kedua disuntik P. berghei iradiasi 175 Gy dan kelompok ketiga

disuntik P. berghei iradiasi 175 Gy + adjuvant addavax. Parasit disuntikkan secara intraperitoneal 0,2 ml

7

yang mengandung 1x10 /ml parasit. Pada hari ke 7 dilakukan booster pertama kemudian pada hari ke 14

dilakukan booster kedua dan pada hari ke 41 dilakukan uji tantang yaitu dengan menjuntikan P. berghei yang

5

tidak diiradiasi sebanyak 1x10 /ml parasit, kemudian mencit dibunuh dan dibuat preparat histologi hati dan

limpanya. Pengamatan preparat histologi dilakukan pada hari ke 2, 9, 16, 42, dan 62 pasca imunisasi berulang

(booster) dan uji tantang . Uji T digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan secara

statistik antar kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan P.berghei yang

dilemahkan dengan dosis 175 Gy + adjuvan dan tanpa adjuvan tidak menperlihatkan perbedaan yang

signifikan secara statistik, berdasarkan pemeriksaan gambaran histologi terjadi efek patologis berupa

peradangan berat, pembengkakan dan perubahan histopatologi pada hati dan limpa mencit dengan banyak

ditemukannya balloning hepatocyte, cytoplasmic vacuolation dan luas area haemozoin pasca imunisasi

berulang dan uji tantang. Kata kunci : Histologi, hati, limpa, malaria, adjuvant, imunisasi berulang.

  

ABSTRACT

EFFECTS OF ADDAVAX ADJUVANT ON HISTOPATHOLOGY OF MICE LIVER AND SPLEEN

AFTER REPEATED IMMUNIZATION AND CHALLENGE TEST WITH GAMMA IRRADIATED by

Plasmodium berghei AT ERYTHROCYTIC STAGE. One way to attenuate plasmodium as vaccine materials

for malaria is using gamma radiation. Previous studies showed that doses of 175 Gy of gamma ray is most

effective in weakening the erythrocytic stages of P berghei. The purpose of the research is to investigate the

effectiveness of 175 Gy irradiation dose based on histological examination of the liver and spleen of mice

after repeated immunization (booster) and challenge test using P. berghei 175 Gy irradiation. Forty-five male

Swiss webster mice were divided into three treatment groups. The first group was injected with P. berghei

that was not irradiated. The second group was injected with P. berghei irradiated with 175 Gy and the third

group was injected with P. berghei irradiated 175 Gy + addavax adjuvant. Parasites were injected

7

intraperitoneally at a volume of 0.2 ml containing 1x10 / ml of parasites. On day 7 the first booster was

performed and then a second booster was performed on day 14 and at day 41 a challenge was performed by

5

infecting P. berghei that were not irradiated at 1x10 / ml parasite, and then the mice were killed and liver

and spleen histology was done. Histological observations were performed on days 2, 9, 16, 42, and 62 post-

booster and challenge test. T test was used to determine whether there are statistically significant differences

between treatment groups. The results showed that administration of the vaccine materials candidate of

P.berghei inactivated at a dose 175 Gy + adjuvant did not significantly different with without adjuvant, based

on histological examination of the pathological effects that occur in the form of severe inflammation, swelling

I. PENDAHULUAN

  Salah satu kendala dalam pemberantasan penyakit malaria adalah meningkatnya resistensi plasmodium sebagai penyebab malaria terhadap obat anti malaria [3]. Oleh karena itu pengembangan vaksin malaria menjadi penting dalam penanggulangan penyakit ini [4 ].

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

and histopathological changes in the liver and spleen of mice with a lot of discovery balloning hepatocyte,

cytoplasmic vacuolation and haemozoin area after repeated immunization and challenge test. Keywords: Histology, liver, spleen, malaria, adjuvant, repeated immunization

  Malaria pada hewan pengerat disebabkan oleh empat spesies Plasmodium yaitu Plasmodium berghei, Plasmodium

  chabaudi, Plasmodium yoelii, Plasmodium vinckei . Plasmodium penyebab malaria pada

  hewan pengerat ini telah terbukti analog dengan Plasmodium penyebab malaria pada manusia dalam hal struktur sel, fisiologi dan siklus hidup. Beberapa alasan mengapa malaria pada hewan pengerat dapat dijadikan model penelitian [1] Dasar biologi dari parasit pada manusia dan hewan pengerat adalah sama . Terdapat kesamaan karakteristik antara parasit pada manusia dan parasit pada hewan pengerat dalam hal dasar molekuler sensitivitas dan resistensi obat Terdapat analogi dari organisasi genom dan genetika antara parasit pada manusia dan pada hewan pengerat. Tehnik kultur secara

  Keberhasilan sangat bergantung pada besarnya dosis radiasi yang digunakan [3 ]. Vaksin malaria pada stadium eritrositik ditujukan untuk menghambat perkembangan parasit di dalam eritrosit, serta mengurangi manifestasi klinis yang timbul [2 ]. Hoffman et al. [2002] menyatakan bahwa dosis optimal untuk melemahkan P. falciparum stadium sporozoit adalah antara 150

  Penggunaan radiasi untuk melemahkan plasmodium dalam pengembangan vaksin malaria merupakan salah satu program penelitian yang strategis untuk penanggulangan penyakit malaria.

  • – 200 Gy. Sedangkan dosis radiasi optimal untuk melemahkan plasmodium pada stadium eritrositik belum diketahui [7]. Beberapa penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya memperlihatkan bahwa dosis sinar gamma 175 Gy memberikan hasil yang lebih baik dalam melemahkan Plasmodium

  sebagai model dalam penelitian malaria karena isolasi dan distribusinya lebih mudah dibandingkan dengan Plasmodium malaria hewan pengerat lainnya.

  model yang sangat cocok untuk penelitian perkembangan biologi parasit malaria sekaligus untuk memperoleh vaksin ditunjang dengan kemajuan penelitian malaria seperti telah diketahuinya teknologi untuk pengkulturan secara in vitro termasuk penyempurnaan metode kultur dan cara sinkronisasi, dan cara-cara memproduksi serta memurnikan berbagai tahap siklusnya dalam skala besar. Efek iradiasi yang diamati meliputi periode prepaten, angka parasitemia, dan angka mortalitas mencit. Pemanfaatan radiasi untuk bahan vaksin karena radiasi dapat mematikan atau melemahkan sel sehingga menghasilkan mutan-mutan yang memiliki virulensi lemah (invirulensi) [2]

  Plasmodium berghei yang paling banyak digunakan

  dalam skala besar dapat dilakukan. Dan dari keempat spesies tersebut,

  in vitro dan manipulasi berbagai stadium

  berghei stadium eritrositik dibandingkan dengan dosis 150 Gy [8].

  Hati merupakan organ target yang memainkan peran kunci dalam siklus parasit malaria. Pemahaman terhadap perkembangan parasit malaria pada organ hati dan limpa dapat memberikan harapan untuk menemukan strategi dalam melawan parasit malaria [9], namun di hepar hanya sedikit reaksi jaringan yang dijumpai selama fase pra eritrositik atau hipnozoit perubahan jaringan patologik yang ditemukan secara makroskopik dan mikroskopik berhubungan dengan infeksi darah umumnya ditemukan pada semua bentuk malaria adalah sama, hanya saja lebih berat pada infeksi

  Plasmodium falciparum. .Pada malaria

  falsiparum hati mengalami kongesti,bengkak keruh,dan kadang

  Plamsodium berghei merupakan

  • – kadang nekrosis fokal pada sentral lobuli dan fungsi hati terganggu

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  dari Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Jakarta. P berghei adalah salah satu parasit malaria pada rodensia yang mempunyai sifat-sifat mirip dengan Plasmodium falciparum yang menginfeksi manusia.

  Setelah parasitemianya mencapai lebih dari 25% darah mencit diambil dari jantung kemudian darah diiradiasi dengan dosis 175 Gy. Radiasi dilakukan menggunakan irradiator sinar Gamma 60 CO pada laju dosis

  berghei strain ANKA dan dilakukan pengamatan parasitemia pasca inokulasiu.

  Mencit Swiss sebanyak 3 ekor diinokulasi secara intraperitoneum (IP) P.

  Pembuatan kandidat bahan vaksin.

  dosis 175 Gy + adjuvant addavax, kelompok ketiga adalah mencit yang diimunisasi dengan kandidat bahan vaksin P.berghei ANKA tampa radiasi, kelompok keempat adalah mencit yang tidak diinfeksi sebagai kontrol negatif, dengan jumlah mencit 15 ekor tiap kelompok.

  P.berghei ANKA pasca iradiasi gamma

  Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss Webster berumur sekitar 2 – 3 bulan dengan berat badan 30 - 35 gram. Mencit diperoleh dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia dan diberi makan pelet dan minum air secara ad libitum (tanpa batas). Mencit Swiss sebanyak 45 ekor dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama adalah mencit yang diimunisasi dengan kandidat bahan vaksin P.berghei ANKA pasca iradiasi gamma dosis 175 Gy, kelompok kedua adalah mencit yang diimunisasi dengan kandidat bahan vaksin

  Hewan Coba dan Desain Percobaan

  berghei galur ANKA. P berghei diperoleh

  pada fase akut. Ikterus jenis hepatoseluler sering dijumpai pada malaria falciparum, tetapi biasanya ringan namun kadang – kadang berat. Pada kasus berat perubahan degeneratif ditemukan pada sel parenkimal.

  Parasit yang digunakan adalah P

  II. BAHAN DAN METODE Parasit Malaria

  musculus sp.) sebagai model penyakit malaria.

  adjuvant addavax terhadap gambaran histopatologi hati dan limpa mencit (Mus

  berghei iradiasi dosis 175 Gy dengan

  Penggunaan adjuvant juga dapat mengurangi dosis antigen yang diperlukan dalam merespon antibodi. Disamping itu adjuvant juga mampu membuat keseimbangan respon antibodi humoral dan antibodi berperantaraan sel [11]. Vaksin dengan penambahan adjuvant dapat meningkatkan potensi sistem imun serta menambah lamanya perlindungan terhadap suatu infeksi penyakit pada hewan dan manusia sehingga akan terjadi kontak lebih lama dengan makrofag dan limfosit [12] Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh booster (imunisasi berulang) dan uji tantang Plasmodium

  adjuvant mampu meningkatkan titer dua kali lebih tinggi dibandingkan tanpa adjuvant.

  Salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas vaksin untuk mempercepat peningkatan titer antibody adalah dengan penggunaan adjuvant pada vaksin. Adjuvant adalah bahan yang ditambahkan pada vaksin untuk merangsang respon imun. Vaksin tanpa adjuvant tidak mampu merespon titetr antibody secara maksimal. Penggunaan

  Limpa pada penderita malaria berfungsi untuk menghilangkan eritrosit yang terinfeksi dan produknya seperti pigmen malaria dari aliran darah. Plasmodium dan pigmen malaria (haemozoin) difagositosis secara aktif oleh makrofag limpa sehingga pada pemeriksaan makroskopis limpa tampak membesar sedangkan secara mikroskopis terdapat peningkatan jumlah sel makrofag dan haemozoin yang tersebar [6]. Limpa juga berperan dalam menurunkan persentase parasitemia [10].

  380,4 Gy/jam (IRPASENA) di Pusat Aplikasi Isotop Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia Imunisasi, booster, dan uji tantang

  Organ hati dan limpa mencit dimasukkan ke dalam larutan fiksatif sodium fosfat formalin 10%. Organ hati dan limpa kemudian dikirim ke Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) untuk dibuat preparat histologisnya. Pewarnaan preparat histologi yang digunakan adalah Hematoksilin-Eosin (HE). Organ hati, limpa diperiksa sebelum dibooster, setelah dibooster dan setelah uji tantang.

  III. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Prosedur penelitian yang dilakukan telah disetujui oleh Komisi Etik Penggunaan dan Pemeliharaan Hewan Percobaan, Badan Tenaga Nuklir Nasional (KEPPHP-BATAN) berdasarkan surat No.003/KEPPHP BATAN/X/2012 yang mulai berlaku pada tanggal 29 Oktober 2012 hingga penelitian selesai dilakukan.

  Etik Penelitian

  Luas area haemozoin pada hati dan limpa dihitung dengan perangkat lunak pengolahan citra digital yaitu ImageJ 1.48 [Ramadhani et al., 2012].

  Kelainan patologis pada hati dan limpa dilakukan berdasarkan beberapa parameter yaitu keberadaan haemozoin, struktur histologi hati dan limpa serta daya tahan hidup mencit. Pengambilan citra digital dilakukan dengan mikroskop cahaya Nikon E100 yang dilengkapi kamera Digital Single Lens Reflext (DSLR) Nikon D5200.

  Pemeriksaan Histopatologis Organ Hati dan Limpa

  Pembuatan Histologi Organ Hati dan Limpa Mencit

  Sebanyak 45 ekor mencit diinokulasikan dengan kandidat bahan vaksin P.berghei ANKA pasca iradiasi gamma dosis 175 Gy dan dosis 175 Gy+adjuvant addavax dengan cara menyuntikan secara intraperitoneal sebanyak 0,2 ml yang mengandung 1x10 7 /ml

  Gambar 1. Desain percobaan yang dilakukan pada penelitian

  0 2 9 16 42 62

  (Gambar 1).

  1x10 5 /ml parasit. Pengamatan preparat histologi dilakukan pada hari ke 2, 9, 16, 42, dan 62 pasca imunisasi kandidat bahan vaksin P. berghei strain ANKA iradiasi.

  berghei yang tidak diiradiasi sebanyak

  hari ke 7 dilakukan booster pertama kemudian booster ke dua dilakukan pada hari ke 14 dan pada hari ke 41 dilakukan uji tantang yaitu dengan menginfeksikan P.

  parasit P. berghei stadium eritrositik Pada

  Hati merupakan organ tubuh yang mempunyai fungsi cukup kompleks. Salah satu fungsi hati adalah sebagai tempat pembentukan dan ekskresi empedu, tempat menyimpan zat hidrat arang berupa glikogen, mengatur dan mempertahankan kadar glukosa dalam darah, mengatur daya pembekuan darah, metabolisme dan sintetis protein dan lemak. Pada saat awal infeksi terlihat sinusoid berdilatasi, kongesti dan mengandung eritrosit berparasit, sel-sel kupfer besar dan aktif mengfagosit parasit, eritrosit, dan pigmen malaria. Disini ada hipertrofi dan hiperplasi yang berbeda dari sel kupfer dengan fagositosis aktif diantara lobulus, memperlihatkan suatu tendensi sentripetal sesuai perlangsungan infeksi. Berdasarkan nilai luas area haemozoin hati hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok mencit yang diinfeksi P. berghei irradiasi 175 Gy dibandingkan dengan mencit yang diinfeksi P. berghei irradiasi 175 Gy+ adjuvant addavax , kemungkinan adjuvant addavax tidak mampu merespon titer antibody secara maksimal dan disamping itu adjuvant addavax tidak sempurna membuat keseimbangan respon antibodi humoral dan antibodi berperantaraan sel ( Gambar 1)

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  dibandingkan dengan hari ke 40. Penelitian oleh RajeshBaheti et al., [6] memperlihatkan bahwa kerusakan yang umum terjadi pada struktur hati penderita malaria akibat P.

  mengalami kematian pada hari ke 24 (15 hari sebelum dilakukan uji tantang).

  berghei tidak diiradiasi seluruh mencit

  ketiga yang banyak ditemukan pada struktur hati pendertia malaria akibat P. falciparum dan P. vivax. lnfeksi P. berghei pada mencit Swiss bersifat akut dan fatal. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti et al., [3] memperlihatkan bahwa pada mencit yang diinfeksi P. berghei tidak diiradiasi (0 Gy) akan mati pada sekitar hari ke 8 pasca infeksi. Penelitian Darlina et al., [9] memperlihatkan bahwa mencit yang diinfeksi dengan P. berghei tidak diiradiasi (0 Gy) mempunyai rerata daya tahan hidup 12 hari paska infeksi. Pada kelompok mencit yang diinfeksi berulang menggunakan P.

  vacuolation merupakan kerusakan kedua dan

  haemozoin. Sedangkan kerusakan yang jarang ditemukan antara lain adalah terjadinya balloning hepatocyte, cytoplasmic vacuolation dan nuclear vacuolation . Penelitian lainnya oleh Ramachandran et al., [12] memperlihatkan hal sebaliknya yaitu bahwa balloning hepatocyte dan cytoplasmic

  falciparum antara lain adalah timbulnya

  vacuolation , jumlahnya meningkat

  Data histologi hati mencit selama 63 hari pasca imunisasi, booster, dan uji tantang yang diamati dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar

  yang tidak lagi berbentuk heksagonal namun berbentuk seperti balon (Gambar 3). Pada hari ke 42 dan 62 ditemukan beberapa sel hati yang mengalami cytoplasmic

  hepatocyte ditunjukkan dengan sel hepatosit

  hati. Cytoplasmic vacuolation ditandai dengan terdapatnya rongga pada sitoplasma sel hati (Gambar 2). Sedangkan balloning

  vacuolation dan balloning hepatocyte pada

  2550.733 µm 2.. Gambaran histopatologis organ hati pada semua kelompok mencit yang diimunisasi dengan kandidat bahan vaksin iradiasi 175 Gy dan 175 Gy + adjuvant addavax menunjukkan degenerasi, peradangan, dan hiperplasi sel Kupffer pada beberapa tingkatan dan terjadi peningkatan area haemozoin selama booster dan uji tantang, untuk kelompok 0 Gy jaringan hati mencit mengalami nekrosis dan radang berat dan tikus mengalami kematian pada hari ke 22 pasca inokulasi sebelum dilakukan uji tantang. Kerusakan pada preparat hati ditandai dengan banyaknya cytoplasmic

  1. Bila dibandingkan dengan mencit dosis 175 Gy dan 175 Gy + adjuvant addavax pada hari ke 2 s/d 63 pasca Imunisasi, booster, dan uji tantang P. berghei iradiasi, terlihat rerata luas area haemozoin sebesar 2243.873 µm 2 , untuk dosis 175 Gy + adjuvant addavax

  Gambar 2. Grafik luas area haemozoin pada histologi hati mencit

  Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

  Gambar 3. Histopatologi hati mencit (a) hari ke 2 (b) hari ke 9 (haemozoin dalam lingkaran merah) (c) hari ke 16 (d) hari ke 42, (e) hari ke 62, (f) kontrol -, (g) kontrol + .

  • adjuvant addavax dengan rerata luas area haemozoin sebesar 5862.442 µm
  • 2 dan dosis 175 Gy+adjuvant addavax sebesar 6290.365 µm 2 ( Gambar 4).

      Gambar 4. Cytoplasmic vacuolation (panah merah) dan balloning

      hepatocyte (lingkaran merah)

      haemozoin dalam lingkaran kuning pada preparat hati. Dibandingkan dengan hati, pada limpa luas area haemozoin secara keseluruhan lebih tinggi karna limpa pada penderita malaria berfungsi untuk menghilangkan eritrosit yang terinfeksi dan produknya seperti pigmen malaria dari aliran darah. Plasmodium dan pigmen malaria (haemozoin) difagositosis secara aktif oleh makrofag limpa sehingga pada pemeriksaan makroskopis limpa tampak membesar sedangkan secara mikroskopis terdapat peningkatan jumlah sel makrofag dan haemozoin yang tersebar. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berdasarkan rerata luas area haemozoin pada seluruh hari perlakuan (2, 6, 16, 42, dan 63) pasca infeksi

      P. berghei , tidak mengalami perbedaan

      signifikan secara statistik antara kelompok yang diinfeksi P. berghei irradiasi 175 Gy bila dibandingkan dengan kelompok yang diinfeksi P. berghei irradiasi 175 Gy

      Terlihat pada hari ke 42 struktur limpa sudah rusak dan sulit dibedakan antara pulpa putih (white pulp) dan pulpa merah (red

      pulp ), serta banyak terlihat haemozoin pada

      preparat limpa (Gambar 5). Haemozoin pada preparat limpa pada hari ke 40 terletak pada pulpa merah yang mengindikasikan bahwa pulpa merah merupakan tempat utama dalam limpa untuk menghilangkan eritrosit yang terinfeksi parasit malaria. Pada preparat limpa hari ke 42 banyak ditemukan

      cytoplasmic vacuolation (Gambar 6), hal

      tersebut dikarenakan terjadi gangguan pada metabolisme lemak. Penelitian Dkhil [13,14] memperlihatkan fenomena yang sama yaitu haemozoin lebih banyak ditemukan pada pulpa merah dan terlihat terjadi cytoplasmic

      vacuolation pada sel limpa mencit pasca

      infeksi P. chabaudi. Haemozoin atau pigmen malaria adalah substansi biocrystalline yang merupakan hemin hasil produk samping dari proses detoksifikasi oleh plasmodium. Haemozoin diduga berkontribusi terhadap anemia pada penderita malaria, meskipun masih terdapat kontroversi apakah yang berperan adalah haemozoin yang berada pada makrofag atau pada sel lainnya [11,14]. Haemozoin pada limpa terutama ditemukan pada pulpa merah (red pulp) [12], meskipun haemozoin juga ditemukan di pulpa putih (white pulp) pada beberapa hari pasca infeksi P. berghei [11].

      Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

      Gambar 5. Grafik luas area haemozoin pada histologi limpa mencit Gambar 6. Histopatologi limpa mencit (1) hari ke 2 (2) hari ke 9 (haemozoin dalam lingkaran merah) (3) hari ke 16 (4) hari ke 42, (5) hari ke 62, (6) kontrol -, (7) kontrol + Gambar 7. Histopatologi limpa mencit (a) pulpa merah, pulpa putih, zone merginal, Cytoplasmic vacuolation pada sel limpa (dalam lingkaran putih).

      Pengembangan Teknologi Nuklir, Jakarta, 25 Agustus 2015 PTKMR-BATAN, KEMENKES-RI, Departemen Fisika FMIPA-ITB dan FKM-Universitas Indonesia

    IV. KESIMPULAN

      Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kandidat bahan vaksin P.berghei ANKA stadium eritrositik pasca iradiasi gamma dosis 175Gy dan 175 Gy + adjuvant addavax setelah imunisasi berulang dan uji tantang tidak menperlihatkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Tampak hati dan limpa mengalami efek patologis berupa peradangan berat, pembengkakan dan perubahan histopatologi pada organ hati dan limpa mencit dengan meningkatnya jumlah

      balloning hepatocyte, cytoplasmic vacuolation dan luas area haemozoin pasca

      imunisasi berulang dan uji tantang.

    DAFTAR PUSTAKA 1.

      TUTI, S., Resitensi Plasmodium

      (Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR

      berghei Terhadap Daya Tahan Mencit

      9. DARLINA, dan TETRIANA, D., Studi Awal Pengembangan Vaksin Malaria Dengan Teknik Nuklir: Pengaruh Iradiasi Gamma Pada Plasmodium

      Diseases 185: 1155- 1164. 2002.

      8. HOFFMAN, SL., GOH, ML., dan LIKE, TC., Protection of humans against malaria by immunization with radiationattenuated Plasmodium falciparum. The Journal of Infectious

      7. WIJAYANTI, MA., SOERRIPTO, N., SUPARGIYONO, dan FITRI, LE., Pengaruh Imunisasi Mencit dengan Parasit Stadium Eritrositik Terhadap Infeksi Plasmodium berghei. Berkala Ilmu Kedokteran 2: 53-59. 1997.

    • – BATAN Bandung, 17 – 18 Juli 2007). Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta . 299-303. 2007.

      RIBEIRO, CT., dan GOTO, H., Malaria vaccine: candidate antigens, mechanisms, constraints and prospects.

      10. AIDOO,

      falciparum terhadap beberapa obat anti

      13. RAHARDJO, T., NURHAYATI, S., Histologi Hati dan Limpa Mencit Pasca Imunisasi berulang dan Uju Tantang dengan Plasmodium berghei Iradiasi Gamma Stadium Eritrositik. Prosiding

      12. RAMADHANI, D., RAHARDJO, T., NURHAYATI, S., Automated Measurement of Haemozoin (Malarial Pigment) Area in Liver Histology Using ImageJ 1.6. Prosiding 6 th Electrical Power, Electronics Communication, Control and Informatics Seminar (EECCIS), Malang. 2012.

      11. ALVES, HJ., WEIDANZ, W., dan WEISS, L., The spleen in murine Plasmodium chabaudi adami malaria: stromal cells, T lymphocytes, and hematopoiesis. Am J Trop Med Hyg 55: 370-378. 1996.

      and Reports in Tropical Medicine 3: 107 –116.2012.

      B., BUGYEI, KA., dan GYAN, BA., Natural cocoa ingestion reduced liver damage in mice infected with Plasmodium berghei (NK65). Research

      E., ADDAI, FK., AHENKORH, J., HOYYOR,

      malaria di Indonesia. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No. 76. 1992.

      Scand J Immunol 56: 327-343. 2002.

      2. WHO. In vitro micro-test (Mark III) for the assessment of the response of

      Plasmodium falciparum to chloroquine,

      mefloquine, quinine, amodiaquine, sulfadoxine/pyrimethamine and artemisin. Wold Health Organisation. 2008. New York.

      3. WIJAYANTI, AM, HENDRINA, E., dan MARDIHUSODO,YS., Efek bee propolis terhadap infeksi Plasmodium berghei pada mencit Swiss. Berkala ilmu

      Kedokteran 35: 81-89. 2003.

      Academy of Clinical Medicine 4: 34- 38.2003.

      4. CARVALHO, LJM., DANIAL

      5. SYAIFUDIN, M., TETRIANA, D., DARLINA dan NURHAYATI, S., The Feasibility of Gamma Irradiation for Developing Malaria Vaccine. Atom Indonesia 37: 91-101. 2011.

      6. RAJESBAHETI, LADDHA, P., dan GEHLOT, RS., Liver Involvement in Falciparum Malaria –A Histo- pathological Analysis. Journal Indian