Andi Estu Widyanto BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

  Kinerja adalah keberhasilan pusat pertanggungjawaban atau personel dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan dengan perilaku yang diharapkan. Pencapaian kinerja dalam suatu lembaga instansi pemerintah (termasuk pemerintah daerah) sering diukur dari sudut pandang masing-masing stakeholders, misalnya lembaga legislatif, instansi pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum. Idealnya pengukuran kinerja yang dipakai oleh instansi pemerintah disusun setelah memeperolehmasukan dari lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholder atas organisasi tersebut. Dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan organisasi, organisasi disusun dalam unit-unit kerja yang lebih kecil, dengan pembagian kerja, sistem kerja dan mekanisme yang jelas dalam Biatna (2007).

  Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan.

  Kinerja karyawan merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Menurut Robbins (1996) bahwa kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi. Menurut Simamora (1997) maksud penetapan tujuan kinerja adalah menyusun sasaran yang berguna tidak hanya bagi evaluasi kerja pada akhir periode tetapi juga untuk mengelola proses kerja selama periode tersebut. Sedangkan As’ad (1995) menyatakan kinerja karyawan merupakan kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan, kinerja pada dasarnya hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu.

  Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing-masing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan tujuan badan usaha. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh (Dale, 1992) dalam Natalia (2007).

  Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga atau kinerja organisasi (corporate performance)

  (institutional performance)

  terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan

  (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi (corparate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik

  bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik (Prawirosentono, 1999).

  Kinerja merupakan hasil kerja dari kualitas dan kuantitas dari karyawan maupun kelompok dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan dan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh suatu prestasi.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

  Berdasarkan pada literatur terdapat tiga pakar yang menyatakan faktor- faktor tentang kinerja antara lain: a. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu:

  1) Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

  2) Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja.

  b. Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja: 1) Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

  2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.

  3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,dan sistem penghargaan (reward system).

  c. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1) Kemampuan mereka, 2) Motivasi, 3) Dukungan yang diterima, 4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) Hubungan mereka dengan organisasi.

  d. Menurut Stephen P. Robbins (1996) menyatakan bahwa dimensi yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) Motivasi 2) Kemampuan 3) Kesempatan

  Kinerja Kemampuan Motivasi

  Kesempatan

  Gambar 1. Bagan Dimensi yang mempengaruhi kinerja Kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan, kesempatan dan motivasi. Jika ada yang tidak memadai, kinerja itu akan dipengaruhi secara negatif. Tingkat kinerja yang tinggi sebagian merupakan fungsi dan absennya rintangan-rintangan yang mengendalai karyawan itu.

3. Pengukuran Kinerja Karyawan

  Berhasil tidaknya kinerja karyawan yang telah dicapai organisasi tersebut dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari karyawan secara individu maupun kelompok. Menurut John Bernadin (1993) mengatakan ada 6 kriteria yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan sacara individu:

  a. Kualitas Tingkat dimana aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.

  b. Kuantitas Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

  c. Ketetapan waktu Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. d. Efektivitas Tingkat pengguna sumber daya organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan dan mengurangi dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

  e. Kemandirian Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan, bimbingan dari pengawas maupun meminta turut campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan.

  f. Komitmen kerja Tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggungjawab karyawan terhadap perusahaan.

4. Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada karyawan dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan dalam Biatna (2007).

  Penilaian kerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu sel standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil pedoman (Simamora, 2004)

  Rahmanto (2002) mengemukakan bahwa sistem penilaian kinerja mempunyai dua elemen pokok, yakni: a. Spesifikasi pekerjaan yang harus dikerjakan oleh bawahan dan kriteria yang memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good

  performance) dapat dicapai, sebagai contoh: anggaran operasi, target produksi tertentu dan sebagainya.

  b. Adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai cukup tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan kriteria yangg berlaku sebagai contoh laporan bulanan manager dibandingkan dengan anggaran dan realisasi kinerja

  (budgeted and actual performance) atau tingkat produksi dibandingkan dengan angka penunjuk atau suatu mesin.

  Menurut Dessler (1992) ada 5 (lima) faktor dalam penilaian kinerja, yaitu: a. Kualitas pekerjaan, meliputi: akuisi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran.

  b. Kuantitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi.

  c. Supervisi yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran, arahan atau perbaikan. d. Kehadiran, meliputi: regularitas, dapat dipercaya/ diandalkan dan ketetapan waktu.

  e. Konservasi, meliputi: pencegahan, pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan. Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan, bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan.

B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

  Motivasi didefinisikan (Robbins, 1996) dalam Budiono (2008) sebagai kesediaan untuk melakukan upaya yang lebih tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individu. Motivasi merupakan sebuah kesadaran yang muncul dari dalam diri individu. Jadi motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri manusia untuk membangkitkan serta menyalurkan perilakunya untuk memenuhi kebutuhan individu.

  Motivasi menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (2001) adalah pemberian daya gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

  Berdasarkan beberapa pengertian mengenai motivasi yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan daya pendorong (driving force) yang menyebabkan seseorang untuk bertingkah laku, memberikan arah dan mengatur tingkah laku, serta menentukan tingkah laku pada suatu tujuan tertentu. Hal ini dapat dipahami bahwa suatu perilaku seseorang yang disertai oleh adanya motivasi yang tinggi, diharapkan akan menghasilkan hasil kerja yang memuaskan; sebaliknya perilaku yang tidak dibarengi oleh motivasi yang tinggi, cenderung dilaksanakan sebagai apa adanya, sehingga hasilnya kurang memuaskan.

2. Jenis-jenis Motivasi

  Menurut Herzberg jenis-jenis motivasi ada dua, yaitu:

  a. Motivasi Intrinsik Para pekerja merasa puas dengan pekerjaannya, kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik:

  1) keberhasilan mencapai sesuatu, 2) pengakuan yang diperoleh, 3) sifat pekerjaan yang dilakukan, 4) rasa tanggungjawab, 5) kemajuan dalam karier serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang.

  Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. b. Motivasi Ekstrinsik Bersumber dari luar diri pekerja yang bersangkutan, seperti kebijaksanaan perusahaan, pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan, supervisi oleh para manager, hubungan inter personal dan kondisi kerja. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi : (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.

  Tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas atau motivator.

  Teori dua faktor Herzberg mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan karakteristik dapat menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi fokus manajer akan bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak memotivasi karyawan. Motivasi ini diukur dengan cara mewancarai karyawan untuk menguraikan kejadian pekerjaan yang kritis.

  3. Fungsi Motivasi

  Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah kelakuan. Fungsi motivasi tersebut adalah: a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul sesuatu tindakan atau perbuatan.

  b. Motivasi berfungsi sebagai pengaruh artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

  4. Tujuan Motivasi

  Manajer atau pimpinan yang berhasil dalam hal motivasi karyawan sering kali menyediakan suatu lingkungan dimana tujuan-tujuan tepat tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan-tujuan motivasi tersebut antara lain: a. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.

  b. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

  c. Meningkatkan produktivitas karyawan.

  d. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.

  e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

  f. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

  g. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

  h. Meningkatakan kreativitas dan partisipasi karyawan. i. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. j. Mempertinggi rasa tanggungjawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. k. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

5. Faktor Motivasi

  Motivasi timbul karena dua faktor, yaitu dorongan yang berasal dari dalam manusia (faktor individual atau internal) dan dorongan yang berasal dari luar individu (faktor eksternal). Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu adalah: a. Minat

  Seseorang akan merasa terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.

  b. Sikap positif Seseorang yang mempunyai sifat positif terhadap suatu kegiatan dengan rela ikut dalam kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.

  c. Kebutuhan Setiap orang mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berusaha melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut bias memenuhi kebutuhannya (Simon, 1989).

  Menurut F. Herzberg dalam Simon (1989) ada dua faktor di dalam organisasi (faktor eksternal) yang membuat karyawan merasa puas terhadap pekerjaan yang dilakukan, dan kepuasan tersebut akan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik, kedua faktor tersebut antara lain: a. Motivator

  Motivator adalah prestasi kerja, penghargaan, tanggungjawab yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri dan pekerjaan itu sendiri.

  b. Faktor kesehatan kerja Faktor kesehatan kerja merupakan kebijakan dan administrasi perusahaan yang baik, supervise teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi kerja yang baik dan keselamatan kerja.

  Dalam teori yang diketemikan Federick Herzberg bahwa ada dua factor yaitu factor yang membuat orang puas dan tidak puas

  (dissatiffiers-satiffiers) . Di dalam penelitian motivasi ada serangkaian

  ekstrinsik, keadaan pekerjaan (job contect) yang menyebabkan rasa tidak puas diantara para karyawan bila kondisi itu tidak ada. Jika kondisi tersebut ada maka karyawan akan puas. Faktor motivasi tersebut antara lain: a. Pekerjaan itu sendiri.

  b. Gaji.

  c. Kesempatan promosi.

  d. Supervisi.

  e. Rekan kerja.

6. Perpaduan teori-teori Kontemporer Tentang Motivasi

  Suatu model yang mengintegrasikan banyak hal dari apa yang kita ketahui mengenai motivasi.

  Gambar 2. Bagan memadukan teori-teori Kontemporer motivasi

  nAch tinggi O

  1A : O

  1B Perbandingan ekuitas

  Kriteria evaluasi kinerja Ganjaran organisasional

  Tujuan pribadi Kebutuhan dominan

  Penguatan Sistem evaluasi kinerja objektif Kinerja individual

  Upaya individual Kesempatan Kemampuan Tujuan mengarahkan perilaku

  Secara eksplisit mengenali bahwa kesempatan-kesempatan dapat membantu atau merintangi upaya individual. Kotak upaya individual juga mempunyai anak panah yang menuju ke dalamnya. Anak panah ini mengalir keluar dari tujua-tujuan orang tersebut. Konsisten dengan teori penentuan- tujuan, lingkaran upaya ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita bahwa tujuan mengarahkan perilaku.

  Teori harapan meramalkan bahwa seorang karyawan akan mengeluarkan upaya tingkat tinggi jika ia mempesepsikan suatu hubungan yang kuat antara upaya dan kinerja, kinerja dan ganjaran, serta ganjaran dan pemuasan tujuan pribadi. Tiap hubungan ini, pada gilirannya di pengaruhi oleh faktor- faktor tertentu. Agar upaya menghantar ke kinerja yang baik, individu itu harus mempunyai kemampuan prasyarat untuk berkinerja, dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja individu harus dipersepsikan sebagai adil dan objektif. Hubungan kinerja-ganjaran akan kuat jika individu mempersepsikan bahwa kinerjalah yang diganjar. Jika teori evaluasi kognitif sahih sepenuhnya di tempat kerja yang sebenarnya, di sini kita akan meramalkan bahwa mendasarkan ganjaran pada kinerja seharusnya mengurangi motivasi intrinsik individu itu. Keterkaitan akhir dalam teori harapan adalah hubungan ganjaran-tujuan pribadi. Motivasi akan tinggi sampai pada suatu derajat di mana ganjaran yang diterima seorang individu untuk kinerjanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan pribadi individu tersebut.

  Model ini mempertimbangkan kebutuhan berprestasi serta teori penguatan dan keadilan. Peraih prestasi tinggi tidak dimotivasi oleh penilaian organisasi terhadap kinerjanya atau oleh ganjaran organisasional, jadi ada loncatan dari upaya ke tujuan pribadi untuk mereka dengan nAch yang tinggi. Peraih prestasi tinggi secara internal didorong selama pekerjaan yang mereka lakukan memberikan kepada mereka tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan risiko sedang. Jadi mereka tidak peduli akan tautan upaya- kinerja, kinerja-ganjaran, atau ganjaran-tujuan pribadi.

  Teori penguatan memasuki model ini dengan diakuinya bahwa ganjaran organisasi memperkuat kinerja individu. Jika manajemen telah merancang suatu sistem ganjaran yang dilihat oleh para karyawan sebagai ganti rugi untuk kinerja yang baik, ganjaran itu akan memperkuat dan mendorong diteruskannya kinerja yang baik tersebut. Ganjaran juga memaikan bagian utama dalam teori keadilan. Individu akan membandingkan ganjaran (keluaran) yang mereka terima dari masukan-masukan yang mereka buat dengan rasio keluaran-masukan dari orang yang relevan dan ketidakadilan dapat mempengaruhi upaya yang dikeluarkan.

7. Indikator Pengukur Tingkat Motivasi Intrinsik

  Untuk mengukur tingkat motivasi intrinsik pegawai yang mencerminkan motivasi mereka dalam melakukan pekerjaanmenurut Shanker Ganesan dan Barton A. Weitz (1996), meliputi: a. Adanya sikap yang mencerminkan peduli terhadap pekerjaan. b. Menunjukkan sikap suka terhadap pekerjaan yang menantang.

  c. Merasa senang terhadap pekerjaannya.

  d. Menunjukkan sikap setia terhadap pekerjaanya walaupun menantang.

  e. Menunjukkan sikap ketertarikan terhadap pekerjaan.

  f. Adanya kesempatan untuk belajar sesuatu yang berbeda dari pekerjaannya.

C. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

  Secara teoritis kepemimpinan (leadership) merupakan hal yang sangat penting dalam manajerial, karena kepemimpinan maka proses manajemen akan berjalan dengan baik dan pegawai akan bergairah dalam melakukan tugasnya (Hasibuan,1996) dalam Biatna (2007). Dengan kepemimpinan yang baik diharapkan akan meningkatkan kinerja pegawai seperti yang diharapkan (baik oleh karyawan maupun organisasi yang bersangkutan).

  Faktor kepemimpinan memainkan peranan yangsangat penting dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan kinerja, baik pada tingkat kelompok maupun pada tingkat organisasi. Dikatakan demikian karena kinerja tidak hanya menyoroti pada sudut tenaga pelaksana yang pada umumnya bersifat teknis akan tetapi juga dari kelompok kerja dan manajerial (Sukidjo Noto Atmojo, 2003).

  Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa- peristiwa para pangikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dan orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

  Jadi pada hakekatnya esensi kepemimpinan, adalah:

  a. Kemampuan mempengaruhi tatalaku orang lain, apakah dia pegawai bawahan, rekan sekerja atau atasan; b. Adanya pengikut yang dapat dipengaruhi baik oleh ajakan, anjuran, bujukan, sugesti, perintah, saran atau bentuk lainnya; c. Adanya tujuan yang hendak dicapai.

  Menurut penjelasan PP 10/1979 huruf (h) dikatakan bahwa “kepemimpinan” adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain, sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.

  Pemimpin yang baik harus memiliki empat macam kualitas yaitu kejujuran, pandangan ke depan, mengilhami pengikutnya, dan kompeten.

  Pemimpin yang tidak jujur tidak akan dipercaya dan akhirnya tidak mendapat dukungan dari pengikutnya. Pemimpin yang memiliki pandangan ke depan adalah memiliki visi ke depan yang lebih baik. Pemimpin yang baik juga harus mampu mengilhami pengikutnya dengan penuh antusiasme dan optimisme. Pemimpin yang baik juga harus memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas secara efektif, mengerti kekuatannya, dan menjadi pembelajar terus-menerus.

  Pemimpin yang efektif adalah yang (1) bersikap luwes, (2) sadar mengenai diri, kelompok, dan situasi, (3) memberi tahu bawahan tentang setiap persoalan dan bagaimana pemimpin pandai dan bijak menggunakan wewenangnya, (4) mahir menggunakan pengawasan umum di mana bawahan tersebut mampu dan mau mengerjakan sendiri pekerjaan harian mereka sendiri dan mampu menyelesaikan pekerjaan dalam batas waktu yang ditentukan, (5) selalu ingat masalah mendesak, baik keefektifan jangka panjang secara individual maupun kelompok sebelum bertindak, (6) memastikan bahwa keputusan yang dibuat sesuai dan tepat waktu baik secara individu maupun kelompok, (7) selalu mudah ditemukan bila bawahan ingin membicarakan masalah dan pemimpin menunjukan minat dalam setiap gagasannya, (8) menepati janji yang diberikan kepada bawahan, cepat menangani keluhan, dan memberikan jawaban secara sungguh-sungguh dan tidak berbelit-belit, (9) memberikan petunjuk dan jalan keluar tentang metode/mekanisme pekerjaan dengan cukup, meningkatkan keamanan, dan menghindari kesalahan seminimal mungkin.

  “Kepemimpinan menurut Ralph. M. Slagdill dalam Biatna (2007) didefinisikan sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan ini pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang berperilaku secara bersama-sama dengan anggota- anggota kelompok dengan mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

2. Gaya KepemimpinanPartisipatif

  Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya, perilaku para pemimpin itu disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. House dan Mitchel (Sutarto, 1995) disamping mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan, yaitu faktor pribadi bawahan dan faktor lingkungan kerja.

  Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak- gerak yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Dan gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Hani Handoko, 1997).

  Gaya kepemimpinan menurut Davis Keith (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Terdapat tiga jenis gaya kepemimpinan yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis/partisipatif dan bebas kendali (Hani Handoko, 1997)

  Gaya kepemimpinan partisipatif hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan (Sutarto, 1995). Sehubungan dengan itu musyawarah menjadi penting, baik yang dilakukan melalui rapat-rapat maupun saling mengunjungi pada setiap kesempatan yang ada. Musyawarah sebagai kesempatan berpartisipasi, harus dilanjutkan berupa partisipasi dalam berbagai kegiatan melaksanakan program organisasi.

  Dalam gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, penumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.

3. Indikator Gaya KepemimpinanPartisipatif

  Indikator dalam gaya kepemimpinan partisipatifmenurut Horst Bergmann, Kethleen Hurson dan Darlene Russ-Eft (1999) menunjukan hal-hal sebagai berikut: a. Pemimpin menghubungkan usaha kerjanya dengan tujuan organisasi

  b. Pemimpin membantu karyawan untuk memahami peran mereka dalam perubahan perusahaan c. Mau menerima saran dan kritik dari bawahan.

  d. Mengutamakan kerjasama. e. Berusaha mengembangkan kapasitas dari pribadinya sebagai seorang pemimpin.

  f. Berusaha mendorong bawahan untuk berkembang dan sukses.

D. Kompensasi

  1. Pengertian Kompensasi

  Menurut Singodimedjo dalam Eka Suryaingsih Wadani (2009), kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut. Kompensasi menurut Tohardi dalam Eka Suryaningsih Wardani (2009), bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity).T.

  Hani Handoko (2001), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Simamora (2004) kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Sedangkan menurut Dessler (2007) kompensasi merujuk kepada semua bentuk bayaran atau hadiah bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka.

  2. Penggolongan Kompensasi

  Menurut Panggabean dalam Eka Suryaningsih Wardani (2009), kompensasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Kompensasi Langsung adalah kompensasi yang langsung dirasakan oleh penerimanya, yakni berupa gaji, tunjangan, insentif merupakan hak karyawan dan kewajiban perusahaan untuk membayarnya. 1) Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti.

  2) Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya, karena karyawannya tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan. 3) Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan prestasinya di atas standar.

  b. Kompensasi Tidak Langsung adalah kompensasi yang tidak dapat dirasakan secara langsung oleh karyawan, yakni benefit dan services (tunjangan pelayanan). Benefit dan service adalah kompensasi tambahan (financial atau non financial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas, olahraga, dan darma wisata (family gathering).

  Kompensasi juga harus memperhatikan dua teori dari Stephen P. Robins (1996) yaitu:

  a. Teori Keadilan Teori keadilan menjelaskan tentang individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Pemberian kompensasi diberikan kepada para karyawan dengan membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan karyawan yang lainnya, agar kompensasi diberikan sesuai dengan kinerja mereka terhadap perusahaan sehingga akan tercipta suatu keadilan. Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut:

  1) Mengubah masukan mereka (misalnya tidak mengeluarkan banyak upaya). 2) Mengubah keluaran mereka (misalnya individu yang dibayar atas dasar banyaknya potongan yang diselesaikan dapat menaikkan upah mereka dengan menghasilkan kuantitas yang lebih tinggi dari unit yang kualitasnya lebih rendah).

  3) Mendistrosikan persepsi mengenai diri (misalnya saya biasa berfikir saya bekerja pada kecepatan sedang, tetapi sekarang saya menyadari bahwa saya bekerja terlalu keras dari pada orang lain). 4) Mendistrosikan persepsi mengenai orang lain (misalnya pekerjaan Mike tidaklah begitu diinginkan seperti saya kira sebelumnya).

  5) Memilih acuan yang berlainan (misalnya mungkin gaji saya tidak sebanyak gaji ipar saya, tetapi saya melakukan jauh lebih baik daripada Ayah ketika ia seusia saya). 6) Meninggalkan medan (misalnya berhenti dari pekerjaan).

  b. Teori Harapan Teori harapan menjelaskan tentang kuatnya kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarikdari keluaran tersebut bagi individu itu.

  Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang lebih tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilian kinerja yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan itu.

  3. Tujuan Kompensasi

  Tujuan pemberian kompensasi kepada karyawan antara lain: menjamin sumber nafkah karyawan beserta keluarganya, meningkatkan prestasi kerja, meningkatkan harga diri para karyawan, mempererat hubungan kerja antar karyawan, mencegah karyawan meninggalkan perusahaan, meningkatkan disiplin kerja, efisiensi tenaga karyawan yang potensial, perusahaan dapat bersaing dengan tenaga kerja di pasar, mempermudah perusahaan mencapai tujuan, melaksanakan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan perusahaan dapat memberikan teknologi baru.

  4. Indikator–indikator kompensasi menurut Simamora (2004) diantaranya:

  a. Upah dan gaji Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Upah merupakan basis bayaran yang kerapkali digunakan bagi pekerja- pekerja produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan.

  b. Insentif Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi.

  c. Tunjangan Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.

  d. Keadilan kompensasi secara umum Pemberian kompensasi diberikan kepada para karyawan dengan membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan karyawan yang lainnya, agar kompensasi diberikan sesuai dengan kinerja mereka terhadap perusahaan sehingga akan tercipta suatu keadilan.

  e. Kepuasan terhadap kompensasi secara umum Kompensasi yang diberikan telah memenuhi kepuasan penerima.

E. Kerangka Pemikiran

  Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing- masing karyawan untuk membantu badan usaha dalam mencapai dan mewujudkan tujuan badan usaha. Pada dasarnya kinerja dari seseorang karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh (Dale, 1992) dalam Natalia (2007).

  Motivasi karyawan saat ini masih menjadi topik yang hangat untuk meningkatkan prestasi karyawan, karena pada kenyataannya motivasi masih menjadi salah satu faktor penting dalam memberikan kontribusi bagi penilaian prestasi kerja karyawan. Motivasi intrinsik bersumber dari dalam diri seseorang dan para pekerja merasa puas dengan pekerjaannya (Herzberg).

  Gaya kepemimpinan menurut Davis Keith (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya artinya sikap, gerakan, tingkah laku, sikap yang elok, gerak-gerak yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik. Dan gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Gaya kepemimpinan partisipatif hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan (Sutarto, 1995).

  Menurut Singodimedjo dalam Eka Suryaingsih Wadani (2009), kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut.Pemberian kompensasi diberikan kepada para karyawan dengan membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan karyawan yang lainnya, agar kompensasi diberikan sesuai dengan kinerja mereka terhadap perusahaan sehingga akan tercipta suatu keadilan. Seorang karyawan juga dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang lebih tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilian kinerja yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional Adanya kompensasi mendorong semangat kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

  Setelah dilakukan telaah pustaka yang mendasari perumusan masalah yang diajukan selanjutnya dibentuk sebuah kerangka pemikiran teoritis, yang akan digunakan sebagai acuan untuk pemecahan masalah. Kerangka pemikiran toeritis yang dibangun ditampilkan pada gambar 2.1. seperti di bawah ini: Gambar 2.1.

  Pengaruh Motivasi Intrinsik, Gaya Kepemimpinan partisipatif, dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Grapari Telkomsel Purwokerto

  Motivasi intrinsik (X )

1 Gaya

  Kinerja Karyawan (Y) kepemimpinanpartisipa Kompensasi (X )

  3

F. Hipotesis

  Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, dan didasari oleh landasan teori yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Motivasiintrinsikberpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan.

  2. Gaya kepemimpinanpartisipatifberpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan.

  3. Kompensasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan.

  4. Motivasi intrinsik, Gaya Kepemimpinan partisipatif, dan Kompensasi berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan.