1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Galih Estu Pambudi BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan

  masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara

  • –negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).

  Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar paling cepat yang disebabkan oleh virus nyamuk, Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan ekspansi geografis ke negara-negara baru dan dalam dekade ini, dari kota ke pedesaan. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahun dan sekitar 2,5 miliar orang hidup di

  

1 negara-negara endemik dengue. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) dari populasi beresiko menderita demam berdarah dengue di seluruh dunia, tinggal di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, yang menanggung hampir 75% dari beban penyakit global saat ini karena demam berdarah (WHO,2009).

  Kabupaten Banyumas adalah daerah endemis terjadinya kasus DBD. Kasus DBD di daerah ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dan penyebarannya juga semakin luas dari tahu 2001-2006 mencapai sekitar 176 jumlah insiden dari kasus per 100.000 penduduk. Hal ini menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat Banyumas (Dardjito, 2008). Demam Berdarah Dengue di Banyumas tahun 2013 melonjak 2,7 kali lipat dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Dinkes Kesehatan Kabupaten Banyumas, tahun 2012 sebanyak 199 kasus dan untuk tahun 2013 ada 539 kasus, tahun 2014 ada 209 kasus dan pada tahun 2015 ada 264 kasus. Case Fatality Risk Demam Berdarah tahun 2016 adalah 1.82 % (Dinkes Kabupaten Banyumas, 2016).

  Menurut Sukowati, Perubahan iklim dapat memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas geografinya, dengan kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah atau dengan infrastruktur kesehatan masyarakat yang kurang, Selain perubahan iklim faktor risiko yang mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi, mobilitas penduduk, kepadetan penduduk dan transportasi ( Kemenkes RI, 2010).

  Faktor yang utama berpengaruh terhadap cepatnya perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypty adalah lingkungan. Hal ini karena kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypty, terutama apabila terdapat banyak kontainer penampungan air hujan yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan rumah penduduk (Soegijanto, 2004).

  Fakor lingkungan yang memberi pengaruh terhadap keberadaan faktor DBD antara lain lingkungan fisik, suhu udara, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air, lingkungan kimiawi dan lingkungan biologi. Manipulasi lingkungan terutama dalam mencegah vektor secara umum dapat berupa penghilangan tempat-tempat perindukannya dengan cara melakukan 3M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur (Dinkes Jateng, 2013).

  Menurut Keman S. & Respati Y. K. (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perilaku 3M berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dan perilaku 3M yang baik dan abatisasi berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti yang rendah. Upaya untuk mencegah terjadinya DBD yaitu dengan cara memberantas keberadaan jentik nyamuk edes aegypti. Supriyanto H. (2011) juga turut menambahkan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktik keluarga tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang. Ketika semua masyarakat sudah merasa sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan tiap-tiap keluarga mau melakukan kegiatan 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup) yang dijadikan sebagai rutinitas sehari-hari, maka penyebaran penyakit demam berdarah tidak sampai meluas.

  Perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor DBD berkaitan erat dengan faktor lingkungan, yang meliputi ketinggian tempat, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kepadatan permukiman dan kepadatan penduduk. Perubahan lingkungan dalam jangka panjang menentukan pola penyebaran penyakit tular vektor DBD dan malaria, di suatu ekosistem. Penyakit tular vektor pada umumnya tidak serta merta muncul pada saat terjadi perubahan lingkungan, tetapi perilaku masyarakat dan tersedianya habitat vektor, merupakan pemicu merebaknya penyakit tular vektor (khususnya DBD), terutama di daerah pemukiman” (Boewono, D.T, 2012).

  Penyebaran DBD yang cukup luas di Indonesia dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyebaran, seperti kondisi geografis atau ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan musim juga kondisi demografis, seperti kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. (Soegijanto,2006).

  Penyebaran penyakit DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin mudah menulari lebih banyak manusia karena didukung oleh: 1) meningkatnya mobilitas penduduk karena semakin baiknya sarana transportasi di dalam kota maupun antar daerah, 2) kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air bersih belum menyukupi kebutuhan atau sumber yang terbatas dan letaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat menampung air dirumah masing-masing (karena nyamuk Aedes aegypti hidup di dalam air bersih), 3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit yang masih kurang (Soedarmo, 2005). Masyarakat yang sering mobilitas bisa meningkatkan penularan DBD (Hikmawati I, Yuliarti, Rahmat. 2012).

  Kesadaran pada diri masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dapat dipengaruhi oleh faktor persepsi dan sikap masyarakat yang positip tentang penyakit demam berdarah. Menurut Citraningsih Y., Prabandari Y. S., dan Trisnaniyanti S. (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor internal yaitu pengetahuan tentang pencegahan DBD dengan persepsi Kader PSN DBD dalam pencegahan DBD dan ada hubungan antara persepsi Kader PSN DBD dengan aktifitas Kader PSN DBD dalam pencegahan DBD.

  Persepsi sendiri dapat diartikan suatu pandangan pribadi atas apa yang terjadi. Ketika masyarakat sudah benar-benar memiliki persepsi yang positif tentang penyakit demam berdarah yang sedang terjadi, maka tidak disengaja dengan sendirinya masyarakat akan lebih hati-hati dan lebih serius dalam menanggapinya (Potter & Perry, 2005).

  Mengingat sangat bahayanya penyakit DBD, maka perlu ada upaya pemberantasan yang komprehensif dari penyakit tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus) untuk menanggulangi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang di anggap efektif, efisien dan ekonomis untuk memberantas vektor penular DBD mengingat obat dan vaksin pembunuh virus DBD belum ditemukan. Program PSN 3M-Plus perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang DBD. Pengetahuan kepada masyarakat diperlukan karena sebagai modal awal perubahan perilaku masyarakat. Pengetahuan yang baik diyakini akan berpengaruh terhadap peningkatan motivasi masyarakat untuk mencegah munculnya penyakit DBD di lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2007).

  Perilaku seseorang dalam upaya pencegahan DBD dapat ditentukan dari tingkat pendidikannya. Hal ini karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dan daya cerna seseorang terhadap informasi yang diterima. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula informasi yang dapat diserap dan tingginya informasi yang diserap mempengaruhi tingkat pengetahuannya, demikian juga sebaliknya. Orang yang berpendidikan tinggi lebih besar kepeduliannya terhadap masalah kesehatan dan peningkatan pendidikan akan meningkatkan partisipasi warga dalam menjaga kesehatan (Benthem et al, 2002).

  Upaya PSN DBD diarahkan pelaksanaanya oleh masyarakat dengan model peran serta masyarakat yang sesuai dengan kondisi dan budaya setempat. Peran serta masyarakat berbeda dengan pemberdayaan masyarakat, peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan suatu permasalahan masyarakat tersebut. Rendahnya masyarakat tentang PSN mungkin karena peran dari Pokja DBD kelurahan dirasa kurang atau mungkin ada faktor-faktor lain yang membuat masyarakat kurang termotivasi untuk melaksanakan kegiatan PSN. Salah satu faktor yang mungkin dapat membuat masyarakat kurang termotivasi salah satunya karena masih kurangnya tentang media promosi kesehatan. Stiker merupakan salah satu media promosi kesehatan yang berbentuk media cetak dan berisi pesan atau informasi kesehatan dan beranekaragaman bentuk yang biasanya ditempel dirumah. (Notoatmodjo, 2007).

  Upaya-upaya pemerintah untuk menekan angka kejadian DBD akan tercapai apabila ada peran dari keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kebersihan lingkungan, karena penyakit DBD sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan. Keluarga merupakan suatu sistem dimana keluarga mempunyai kesempatan untuk memperhatikan kebersihan lingkungannya dan menjaga kesehatan anggota keluarga. Informasi masalah kesehatan khususnya tentang DBD akan mempengaruhi tugas keluarga dibidang kesehatan yang meliputi pertama adalah mengenal masalah kesehatan, kedua adalah membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, tugas kesehatan keluarga yang ketiga adalah memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, tugas kesehatan keluarga yang keempat adalah keluarga dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang ada, dan tugas kesehatan keluarga yang kelima adalah menciptakan lingkungan yang sehat (Marlina, 2007).

  Hal ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya pendidikan kesehatan yang diberikan perawat komunitas kepada keluarga. Peran dari keperawatan keluarga sangat besar dalam upaya pencegahan DBD karena keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan sebagai upaya dalam pencegahan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan keperawatan langsung (direction) terhadap individu, keluarga, dan masyarakat (Mahyudin, 2009).

  Keluarga yang sehat adalah keluarga yang membantu anggota keluarga untuk mencapai tuntutan-tuntutan bagi perawatan diri, dan sejauh mana keluarga memenuhi fungsi-fungsi keluarga dan menyelesaikan tugas- tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangan keluarga.(Friedman,2010).

  Keperawatan kesehatan masyarakat pada dasarnya adalah pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada kelompok berisiko tinggi. Upaya pencapaian derajat kesehatan optimal dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan (Depkes, 2006).

  Motivasi adalah hal yang penting terutama bagi mereka yang pernah mengalami penyakit DBD. Motivasi pencegahan DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor kepercayaan, nilai, sikap, usia. Semakin bertambahnya usia maka tingkat perkembangan akan berkembang sesuai dengan pengetahuan yang pernah didapatkan dan juga pengalaman sendiri. Walapun 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) merupakan cara yang mudah dan bisa dilakukan dengan biaya yang sedikit pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana dengan baik. Ini sangat erat dengan motivasi masyarakat dalam kebiasaan hidup bersih dan pemahaman serta perlakuan masyarakat terhadap bahayanya Demam Berdarah Dengue ini (Suharti, 2010).

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan laporan diatas angka kejadian demam berdarah di Indonesia saat ini masih menjadi suatu permasalahan yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Kejadian DBD terkadang juga menjadi kejadian luar biasa. Demam berdarah sendiri akan berdampak berbahaya apabila tidak segera ditangani secara tepat dan cepat. Seseorang yang menderita DBD dapat berkembang, bahkan dapat berakibat kematian. Dan pada kenyataannya dalam praktek pencegahan masih banyak keluarga yang kurang menerapkan praktek yang benar dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk. Dari hal tersebut rumusan masalahnya : “Bagaimana hubungan perawatan kesehatan keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue ? ” C.

   Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui hubungan perawatan kesehatan keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue 2.

   Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden di Daerah Terjangkau Kab. Banyumas

  b. Untuk mengetahui gambaran perawatan kesehatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan Kejadian Demam Berdarah Dengue.

  c. Untuk mengetahui hubungan perawatan kesehatan keluarga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang sudah di dapat selama perkuliahan serta menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.

  2. Bagi Responden Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden sebagai informasi tentang pentingnya perawatan kesehatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD.

  3. Bagi Instansi Terkait Sebagai bahan informasi mengenai perawatan kesehatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD khususnya pada suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, pengelolaan sampah, indek kontainer sehingga menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat.

  4. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi masyarakat dalam mengenai perawatan kesehatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD.

E. Peneliti Terkait

Tabel 1.1. Penelitian Terkait

  No Nama/Judul/Sumber Desain Penelitian Hasil

  1. Suhardiono Untuk Hasil penelitian mengetahui faktor menunjukan bahwa dari Sebuah analisis faktor risiko perilaku hasil ujistatistik diketahui risiko perilaku masyarakat ada hubungan tingkat masyarakat terhadap terhadap kejadian pengetahuan responden kejadian demam berdarah dengue ( DBD ) di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, Tahun 2005 Perbedaan dari penelitian yang saya buat adalah hubungan keperawatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD. Dengan desan penelitian case

  • – 7,776) dan PR = 2,087, ada hubungan sikap dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,016 (p < 0,05), OR = 2,738 (CI 95% = 1,196
  • – 6,269) dan PR = 1,829 serta ada hubungan tindakan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05), OR = 4,487 (CI 95% = 1,822
  • – 11,051) dan PR = 2,619.

  control, serta teknik

  pengambilan sampel

  simple random sampling

  DBD tersebut dilakukan penelitian yang bersifat survai dengan rancangan sekat lintang (cross-sectional) yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenal hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penyakit DBD dengan kejadian DBD. dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,015 (p < 0,05), OR = 3,077 ( CI 95% = 1,218

  2. Dengue Dynamics in

  Binh Thuan Province,

  Analisis kuantitatif Angka insiden DBD meningkat dari tahun ke

  (analyses of tahun diikuti oleh

  Southern Vietnam: Periodicity, time series) adanya variasi iklim Synchronicity and

  Climate Variability

  Khoa T. D. Thai dkk (Tahun 2010) Perbedaan dari penelitian yang saya buat adalah hubungan keperawatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD. Dengan desan penelitian case

  control, serta teknik

  pengambilan sampel

  simple random sampling

  3. Effect of the Analisis Untuk peningkatan

  Temperature and kuantitatif dengan

  suhu maksimum,. jumlah menggunakan kasus diare

  Precipitation on the Incidence of Acute analisis time

  per minggu meningkat Respiratory Infections series regression. sebesar

  and Acute Diarrheic

  19% (CI: 3-32%) di

  Disease in Veracruz,

  Acayucan dengan dari 3

  Mexico

  minggu di suhu dan curah Hurtado-Diaz et dkk hujan (2008) dari minggu yang sama, Perbedaan dari

  2% (CI: 1- penelitian yang saya buat adalah hubungan

  4%) di Coatzacoalcos keperawatan keluarga dalam pemberantasan dengan minggu di suhu sarang nyamuk (PSN) dan curah hujan dari dengan kejadian DBD. Dengan desan minggu yang sama, dan penelitian case

  13% (CI: 1-28%) di Las

  control, serta teknik

  Choapas, pengambilan sampel

  simple random sampling

  4. Flamand,claude Metode Kami Hasil maksimum suhu, Fabregue,mickael menerapkan kelembaban relatif Bringay,sandra teknik ekstraksi minimal, kecemerlangan Ardillon,vanessa pola sekuensial global, dan curah hujan

  Quenal,philippe kontekstual kumulatif diidentifikasi Desenclos,Jean-claude dengan data sebagai faktor penentu Teisseire,Maguelonne epidemiologi dan wabah demam berdarah, meteorologi untuk dan interval yang tepat Mining local climate mengidentifikasi nilai-nilai dan variasi data to assess faktor-faktor mereka diukur sesuai spatiotemporal iklim yang paling dengan konteks

  dengue fever signifikan untuk epidemiologi.

  epidemic patterns in demam berdarah, French Guiana. dan kami

   menyelidiki relevansi pola diekstraksi untuk t2014, peringatan dini Vol. 21 Issue e2, wabah demam pe232-e240. 9p. 1 berdarah di Diagram, 5 Charts, 2 Guyana. Graphs, 1 Map.

  Perbedaan dari penelitian yang saya buat adalah hubungan keperawatan keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian DBD.

  Dengan desan penelitian case

  control, serta teknik

  pengambilan sampel

  simple random sampling

  5. Erwin Yulianti (2012) Penelitian Hasil penelitian menggunakan memperlihatkan bahwa “Keefektifan desain quasi terdapat perbedaan yang Penggunaan Papan experiment bermakna keberadaan Informasi dengan jentik sebelum dan setelah Pemberantasan Sarang pendekatan non- intervensi pada kelompok Nyamuk (PSN) dalam equivalent control eksperimen (p=0,003), Menurunkan group. Populasi terdapat perbedaan yang Keberadaan Jentik penelitian ini bermakna jumlah jentik Aedes Aegypti” adalah kepala antara sebelum dan setelah Perbedaan dari keluarga yang intervensi pada kelompok penelitian yang saya berada di wilayah eksperimen (p=0,020), buat adalah hubungan

  RW

  IV yang tidak terdapat perbedaan keperawatan keluarga berjumlah 504 yang bermakna dalam pemberantasan kepala keluarga. keberadaan jentik sebelum sarang nyamuk (PSN) Sampel berjumlah dan setelah intervensi pada dengan kejadian DBD. 32 responden di kelompok pembanding Dengan desan masing-masing (p=0,388), tidak terdapat penelitian case kelompok perbedaan yang bermakna serta teknik eksperimen dan jumlah jentik sebelum dan

  control,

  pengambilan sampel kelompok setelah intervensi pada

  

simple random pembanding yang kelompok pembanding

sampling diambil dengan (p=0,468), dan terdapat

  teknik cluster perbedaan bermakna sampling. selisih penurunan jumlah jentik antara kelompok eksperimen dan kelompok pembanding