HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWI POLTEKKES PPROVINSI BENGKULU TAHUN 2013

  

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PERUBAHAN

POLA MENSTRUASI PADA MAHASISWI POLTEKKES PPROVINSI BENGKULU

TAHUN 2013

  • Esti Sorena , Samwilson Slamet**

  Jurusan Keperawatan Poltekkes Provinsi Bengkulu Email

  ABSTRAK Seorang perempuan akan sering mengalami keluhan-keluhan menjelang menstruasi atau disebut

  

premenstrual syndrome yang biasanya dimulai satu minggu sampai dengan beberapa hari

  sebelum datangnya menstruasi dan menghilang sesudah menstruasi datang walaupun kadang terus berlanjut sampai menstruasi berhenti. Sebanyak 95% perempuan Indonesia mengalami gejala premenstruasi. Sindrom premenstruasi sedang hingga berat diderita berturut-turut oleh 3,9% dan 1,1%, angka tersebut lebih rendah dibanding perempuan Barat. Gejala dari

  

premenstrual syndrome meliputi sakit kepala, nyeri perut (dismenorea), sulit konsentrasi, diare,

  konstipasi, buah dada nyeri, sering merasa lelah, berdebar-debar, depresi, mudah tersinggung, mudah marah, tegang, gelisah, sensitif, rasa cemas, perasaan labil. Bahkan beberapa perempuan mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain suatu deskriptif- analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) untuk mempelajari hubungan tingkat stres terhadap perubahan pola menstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi Jurusan Keperawatan Poltekkes Provinsi Bengkulu. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswi poltekkes Propinsi Begkulu Tahun 2013 yang berjumlah 100 orang. Hasil Analisi yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel ordinal yaitu tingkat stres dan pola menstruasi dengan menggunakan Chi Square

  Test

  dengan taraf signifikasi (α) 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%. Pola menstruasi yang dialami oleh mahasiswi tahun 20013 yaitu sebanyak 52 orang (52%) yang Poltekkes Propinsi Begkulu Tahun 2013 mengalami perubahan sedangkan 48 orang (48%) tidak mengalami perubahan pola menstruasi Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress terhadap perubahan pola menstruasi pada mahasiswi Poltekkes Provisi Bengkulu tahun 20013 dengan

  2

  nilai X = 7,99 dan nilai p value = 0,005 Kata Kunci : Dysmenorhea, Remaja, Stress Daftar Baca : 2002-2013

  

Latar Belakang usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun,

  Masa remaja merupakan masa sedangkan menurut Survei Kesehatan transisi dalam rentang kehidupan manusia Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) yang menghubungkan masa kanak-kanak tahun 2007, remaja adalah laki-laki dan dan masa dewasa. Menurut WHO batasan perempuan yang belum kawin dengan batasan usia meliputi 15-24 tahun. Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikososialnya. Karena itu seringkali terjadi ketidak seimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres. (Wijaya, 2009).

  Masa remaja, menurut Mappiare (1982), antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Usia remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 atau 13 tahun sampai dengan 17 atau 18 tahun adalah masa remaja awal dan usia 17 atau 18 sampai dengan 21 atau 22 tahun adalah masa remaja akhir.

  Kondisi Stres yang berkepanjangan dan tidak teratasi dapat mempengaruhi homeostasis seluruh sistem tubuh manusia yang akan menimbulkan gangguan fisik dan psikologis, salah satunya adalah gangguan siklus menstruasi. Dalam pengaruhnya terhadap siklus menstruasi, stres melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita. (Sophan,Selly M. 2003).

  Penelitian mengenai prevalensi stres pada mahasiswa telah dilakukan pada beberapa universitas. Di Amerika Utara, penelitian yang dilakukan terhadap 100 mahasiswa menunjukkan bahwa prevalensi stres pada mahasiswa adalah 38% (Shannone, 1999). Penelitian sejenis dilakukan oleh Firth (2004) pada salah satu fakultas kedokteran di Inggris. Penelitian yang melibatkan 165 partisipan tersebut menunjukkan prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 31,2%. Sementara itu, tiga penelitian yang dilakukan di Asia menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Di Pakistan, dengan 161 partisipan, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 30,84% (Shah, Hasan, Malik, & Sreeramareddy, 2010). (2) Di Thailand, dengan 686 partisipan, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,4% (Saipanish, 2003). (3) Di Malaysia, dengan 396 partisipan, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 41,9% (Sherina, 2004). Menurut penelitian di Indonesia salah mahasiswi Poltekkes Provinsi Begkulu satunya Penelitian oleh Desty Nur Isnaeni Tahun 2013 yang berjumlah 100 orang. (2006) pada 73 responden mahasiswi D-IV Sample penelitian ini menggunakan cara Kebidanan Jalur Reguler Universitas purposive sampling dari mahasiswi Sebelas Maret Surakarta didapatkan Poltekkes Provinsi Bengkulu prevalensi untuk tingkat stres ringan sebesar Tabel 4.1 Distribusi Rerata Frekuensi

  Karakteristik Mahasiswi (Usia, Tinggi 54,9% (n = 40) siklus menstruasi normal;

  Badan, Berat Badan, Usia Pertama 20,55% (n = 15) siklus menstruasi normal Menstruasi) Pada Mahasiswi Poltekkes

  Provinsi Bengkulu Tahun 2013 dismenorea; 2,74% (n = 2) siklus menstruasi polimenorea, 2,74% (n = 2) siklus menstruasi oligomenorea; 4,11% (n = 3) siklus menstruasi oligomenorea. Untuk

  Usia tingkat stres sedang didapatkan prevalensi Tinggi Berat Pertama Usia Badan Badan Menstruasi Responden sebesar 4,11% (n = 3)siklus menstruasi

  N Valid 100 100 100 100 normal; 6,85% (n = 5) normal dismenorea; Missi ng

  1,37% (n = 1) siklus menstruasi normal Mean 158.48 53.30 12.91

  20.42 dismenorea. Median 158.00 52.00 13.00

  20.00 Std. 4.574 5.885 1.232 .867 Deviati

  on Minimu 150

  40

  10

  19 m

  Jenis Penelitian

  Maxim 170

  65

  15

  23 um Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain

  Karakteristik responden dilihat dari usia, suatu deskriptif- analitik dengan pendekatan tinggi badan, berat badan dan usia pertama potong lintang (cross sectional) untuk sekali menstruasi adalah sebagai berikut : mempelajari hubungan tingkat stres terhadap

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik perubahan pola menstruasi. Populasi dalam

  Mahasiswi (Usia, Tinggi Badan, Berat penelitian ini adalah Mahasiswi Poltekkes Badan, Usia Pertama Menstruasi) Pada

  Provinsi Bengkulu tingkat I , II, III sebanyak Mahasiswi Poltekkes Provinsi Bengkulu 100 orang. Subyek penelitian yang Tahun 2013 digunakan dalam penelitian ini adalah

  No Variabel Frekuensi Persentase 166-170 (n) (%) cm

  1. Usia Total 100 100

  Mahasiswi

  4

  4. Berat

  19 Tahun

  64

  4 Badan

  5

  5 20 tahun

  25

  64 40-45 kg

  37

  37 21 tahun 7 25 46-50 kg

  32

  32 23 tahun 7 51-55 kg

  13

  13 Total 100 100 56-60 kg

  13

  13 61-65 kg

  2. Usia Total 100 100

  Menstruasi

  8

  8 10 tahun

  38

  38 Berdasarkan tabel 4.2 di atas rata-rata usia 11 tahun

  17

  17 mahasiswi adalah 20 tahun yaitu 4 orang 12 tahun

  24

  24 (64%) dengan tinggi badan rata-rata 156- 13 tahun

  12 12 160 cm (44 orang atau 44%) dan berat 14 tahun badan rata-rata 46-50 kg (37 orang atau 15 tahun 37%)

  Total 100 100 . Hasil Analisa Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi

  3. Tinggi

  34

  34 tingkat stress dan pola perubahan menstruasi Badan

  44

  44 150-155

  14

  14 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat cm

  8

  8 Stress Pada Mahasiswi Poltekkes Provinsi Bengkulu Tahun 2013

  156-160 cm 161-165 No Variabel Frekuensi Persentase cm

  (n) (%)

  1. Tingkat Stress Normal Ringan Sedang Berat Sangat Berat

  2 Total 100 100 Pola Berubah Tidak berubah

  2 Nil ai

  X

  Pola Menstruasi Total

  Ting kat Stre

ss

Perubahan

  4.3 Hubungan Tingkat Stress Terhadap Perubahan Pola Menstruasi Pada Mahasiswi Poltekkes Provinsi Tahun 2013

  F % n % n % Tida k stres s Stres s

  36

  7

  Ber uba h

  30

  25

  36

  2

  7

  30

  25

  OR Tidak berub ah

P

  48 Total 100 100 Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat stress yang paling banyak diderita oleh mahasiswi tahap akademik yaitu tingkat stress sedang sebanyak 30 orang (30%) dan yang mengalami pola menstruasi yang berubah sebanyak 52 orang (52%) HasilAnalisisStatistik Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent (tingkat stress) dan variabel dependent (perubahan pola mestruasi) Tabel

  48

  3 ,

  8 Juml ah

  5

  2

  5

  2

  48

  9 0,00

  1

  1 Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai X

  2

  hitung (7,99) > X

  2

  tabel (3.84) dengan p = 0,005 ini artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress dengan pola menstruasi dengan OR (oddss ratio) sebesar 3,8 yang artinya orang yang mengalami stress kemungkinan untuk mengalami

  5

  1 7,9

  2

  48

  6

  2

  6

  7 2,

  2

  4 0,

  10

  1

  38 17,

  3 59,

  4

  3

  6

  6

  4

  6 perubahan pola menstruasi 3,8 kali dibandingkan dengan yang tidak stress .

  Pembahasan

  Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai

  X

  2

  hitung (7,99) > X

  2

  tabel (3.84) dengan p = 0,005 ini artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress dengan pola menstruasi dengan OR (oddss ratio) sebesar 3,8 yang artinya orang yang mengalami stress kemungkinan untuk mengalami perubahan pola menstruasi 3,8 kali dibandingkan dengan yang tidak stress

  Penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Insel & Roth (1998) mengungkapkan bahwa berbagai macam perubahan emosi akibat suatu stresor telah dihubungkan dengan adanya fluktuasi hormonal selama siklus menstruasi. Beberapa penelitian menunjukkan stresor seperti meninggalkan keluarga, masuk kuliah, bergabung dengan militer, atau memulai kerja baru mungkin berhubungan dengan tidak datangnya menstruasi. Stresor yang membuat satu tuntutan baru bagi suatu pekerjaan, meningkatkan panjang siklus menstruasi, jadi menunda periode setiap bulannya dan meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan siklus yang lebih panjang.

  Gangguan pada pola menstruasi ini melibatkan mekanisme regulasi intergratif yang mempengaruhi proses biokimia dan seluler seluruh tubuh termasuk otak dan psikologis. Pengaruh otak dalam reaksi hormonal terjadi melalui jalur hipotalamus- hipofisis-ovarium yang meliputi multiefek dan mekanisme kontrol umpan balik. Pada keadaan stres terjadi aktivasi pada amygdala pada sistem limbik. Sistem ini akan menstimulasi pelepasan hormon dari hipotalamus yaitu corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon ini secara langsung akan menghambat sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus arkuata. Proses ini kemungkinan terjadi melalui penambahan sekresi opioid endogen. Peningkatan CRH akan menstimulasi pelepasan endorfin dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) ke dalam darah. Endorfin sendiri diketahui merupakan opiat endogen yang peranannya terbukti dapat mengurangi rasa nyeri. Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar kortisol darah. Pada wanita dengan gejala amenore hipotalamik menunjukkan keadaan hiperkortisolisme yang disebabkan adanya peningkatan CRH dan ACTH. Hormon- hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung menyebabkan penurunan kadar GnRH, dimana melalui jalan ini maka stres menyebabkan gangguan siklus menstruasi. Dari yang tadinya siklus menstruasinya normal menjadi oligomenorea, polimenorea atau amenorea. Gejala klinis yang timbul ini tergantung pada derajat penekanan pada GnRH. Gejala-gejala ini umumnya bersifat sementara dan biasanya akan kembali normal apabila stres yang ada bisa diatasi.

  Tubuh bereaksi saat mengalami stres. Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang menunjukan keadaan stres adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan progesteron bersifat menghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon adrenalin juga meningkat sehingga menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot rahim dan dapat menjadikan nyeri ketika menstruasi (Puji;2009).

  Hal ini sesuai dengan teori yang ada mengenai 4 variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres yaitu 1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi intensitas respons stres. 2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi. 3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres. 4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme meningkat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stres (Sriati;2008). Panjang pendeknya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik dan gizi (Wiknjosastro;2005, Octaria;2009). Rata- rata usia responden sekitar 20 – 21 tahun dengan tingkat stress rata-rata pada level stres sedang. Jenis aktifitas yang dilakukan oleh responden antara lain mengikuti kegiatan kuliah secara rutin, praktikum, mengerjakan laporan dan tugas-tugas kuliah, ikut dalam organisasi kampus maupun diluar kampus, ada sebagian yang mengikuti kegiatan dimasyarakat seperti Taman Pendidikan Al qur'an (TPA) dan menjadi remaja islam masjid, serta ada juga beberapa yang mengikuti latihan musik dan berolahraga rutin. Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Tanda pertama yang menunjukan keadaan stress Tanda pertama yang menunjukan keadaan stress adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan progesteron bersifat menghambat kontraksi. Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini menyebabkan rasa nyeri. Selain itu hormon adrenalin juga meningkat sehingga menyebabkan otot tubuh tegang termasuk otot rahim dan dapat menjadikan nyeri ketika menstruasi (Puji;2009). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data mengenai kejadian dismenorea sebanyak 25 responden yang mengalami dismenorea atau sekitar 34,25% dari total responden. Kebanyakan penderita dismenorea adalah wanita muda walaupun dijumpai juga dikalangan yang berusia lanjut. Dismenorea yang paling sering terjadi adalah dismenore primer, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 10-15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat yang sampai menggangu aktivitas dan kegiatan sehari- hari wanita. Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah haid pertama dan terjadi pada umur kurang dari 20 tahun. Remaja yang mengalami dismenorea pada saat menstruasi mempunyai lebih banyak hari libur dan prestasinya kurang begitu baik dibandingkan remaja yang tidak terkena dismenorea (Kurniawati;2008). Penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya oleh mahasiswa Universitas Diponegoro yang bernama Atik Mahbubah dalam studi kasusnya di kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan yang menemukan adanya hubungan antara stres dengan siklus menstruasi. Penelitian tersebut dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan uji Chi Square didapatkan hasil 69,2 % siklus menstruasinya oligomenorea, 64,9% siklus menstruasi normal, 23,1% polimenorea dan 7,7% amenorea. Dan sebagian besar respondennya mengalami gejala stres berat yaitu sebanyak 46,6%.Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan penulis yang menunjukkan Odss Ratio (OR) = 3,8 yang

artinya kemungkinan untuk orang yang mengalami stress untuk mengalami perubahan pola menstruasi 3,8 kali dibandingkan dengan yang tidak stress

  Kesimpulan

  Berdasarakan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1.

  Tingkat stress yang dialami oleh mahasiswi Poltekkes Provisi Bengkulu tahun 20013 yaitu ringan sebanyak 23 orang (23%), sedang sebanyak 51 orang (51%), berat sebanyak 13 (13%) sedangkan sangat berat sebanyak 2 orang (2%).

  2. Pola menstruasi yang dialami oleh mahasiswi Polekkes Provinsi Bengkulu tahun 2013 yaitu sebanyak 52 orang (52%) yang mengalami perubahan sedangkan 48 orang (48%) tidak mengalami perubahan pola menstruasi 3.

  Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress terhadap perubahan pola menstruasi pada mahasiswi Polekkes Provinsi Bengkulu tahun 2013 dengan nilai

  X

  2

  = 7,99 dan nilai p value = 0,005

  Saran

  Berdasarkan hasil kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka peneliti memberi saran : 1.

  Bagi Mahasiswi Bagi mahasiswa yang mengalami dismenorea agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksanaan dismenorea dan mengaplikasikannya dengan harapan nyeri karena dismenorea yang dialami dapat berkurang.

  2. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti dalam pengetahuan mengenai hubungan tingkat stress terhadap perubahan Crawford, John.R and Henry, Julie.D.2003. The Depression pola menstruasi Anxiety Stress Scales (DASS):

  Normative Data and Latent 3. Structure in a Large Non-clinical

  Bagi Peneliti selanjutnya

  Sampel . British Journal of Diharapkan dapat menjadi Clinical Psychology.

   diakses tanggal 15 november 2013. penelitian selanjutnya yang meneliti

  Damanik, Evelina Debora. DASS 42 tentang stress baik itu kaitannya

  Bahasa Indonesia, Fakultas Psikologi, Universitas

  dengan pola menstruasi maupun Indonesia , Indonesia.

  

  dengan yang lainnya misalnya stress

  

  hubungannya dengan imunitas tubuh

   DAFTAR PUSTAKA

  

  Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur

   Penelitian : Suatu Pendekatan

   Praktik(Revisi V). Jakarta : Rineka Cipta.

  

  Awie, Abdul Haris. 2008. Stres Dan unduh tanggal 15 november 2013.

   Adaptasi . http://lensakomunika .blogspot.com/2008/05/konsep-

  Effendi, E. Tingkat Stres Pada

  stres-dan-adaptasi.html Diakses 7 Mahasiswa Yang Sedang november 2013 .

  Menjalani Pendidikan SarjanaKedokteran di Fakultas

  Chrousos, G. P., Topy D.J., 2008. Kedokteran Universitas

Interaction between the Sumatera Utara. Skripsi.

  

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Universitas Sumatra Utara .

Axis and the Female Reproductive Medan. Diakses tanggal 10

System: Clinical Implication: november 2013.

  Annals of Internal Medicine .

  126: 229-240.

  Ferin, M, 1999. Stress and The

   Reproductive Cycle. The Journal d iakses of Cinical Endocrinology tanggal 9 november tanggal 2013.

  &Metabolism. 84 (6): 1768-1774. Diakses tanggal 8 november 2013. Guyton, C.A. & Hall, J. E.2006. Fisiologi

  Wanita Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon Wanita. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC ,

  Jakarta: Indonesia. Hal. 1065- 1079. Isnaeni, Desty Nur. 2010. Hubungan

  Antara Stres Dengan Pola Menstruasi Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta.Skripsi.Jurusan Prodi D IV Kebidanan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

  Diunduh tanggal 10 november 2013 . Mahbubah, Atik. 2006. Hubungan Stres

  Dengan Siklus Menstruasi Pada Wanita Usia 20-29 Tahun. Skripsi. Kelurahan sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten

  Pacitan Diunduh tanggal 10 november 2013 .

  Pramita, R. 2011. Hubungan Stres Ujian

  Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2007. Skripsi. Universitas Sumatra Utara.

  Medan. Di unduh tanggal 11 november 2013.

  Prawirohardjo, Sarwono.2008.

  Endometrium dan Desidua. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. PT.

  Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta: Indonesia, hal 130-138.

  R.Spiegel, Murray. Dan J.Stephens, Larry.

Schaum’s Out Lines STATISTIK . Edisi ke

  3. Jakarta : Erlangga. Sastroasmoro, Sudigdo. Dan Ismael,

  Sofyan (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke 3. Jakarta: Sagung Seto.