6 kepmen kp 2014 ttg rencana pengelolaan dan zonasi taman nasional perairan laut sawu dan sekitarnya

KEPUTUSAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014
TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN
LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

:

a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan
Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
perlu menetapkan Rencana Pengelolaan dan
Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan
sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman
Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 2034;

Mengingat

:

1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
4433)
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5073);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007
tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4779);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang
Pembentukan
dan
Organisasi
Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55
Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 125);

4. Peraturan ...
1

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010

tentang
Kedudukan,
Tugas,
dan
Fungsi,
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun
2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 126);
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;
7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan

Perikanan;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Perairan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034.

KESATU

:


Menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman
Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KEDUA

:

Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana
dimaksud diktum KESATU merupakan panduan
operasional pengelolaan Taman Nasional Perairan
Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.

KETIGA

:


Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana
dimaksud diktum KESATU dapat ditinjau sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sekali.

KEEMPAT ...
2

KEEMPAT

:

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2014
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO


Disalin sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Hanung Cahyono

3

LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
/KEPMEN-KP/2014
TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN
SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2014 - 2034

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman
terumbu karang yang tinggi dengan ekosistem yang menyediakan
kehidupan bagi masyarakat pesisir dan sekitarnya. Sebagai bagian dari
Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), wilayah Indonesia Timur,
mempunyai keanekaragaman terumbu karang paling kaya di Bumi.
Untuk

itu

Pemerintah

Republik

Indonesia

berkomitmen

penuh


mendukung Regional Plan of Action Coral Triangle Initiative on Coral
Reefs, Fisheries and Food Security, utamanya terkait dengan upaya
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif (Marine Protected
Areas

(MPAs)

Established

and

Effectively Managed

and

therefore

(CTMPAS) in place and fully functional). Kementerian Kelautan dan
Perikanan juga telah memiliki Rencana Aksi Nasional Coral Triangle

Initiative (CTI) agar kawasan konservasi perairan dapat terkelola dan
berfungsi dengan baik.
Pengelolaan
melindungi

dan

kawasan

konservasi

melestarikan

perairan

sumberdaya

pembangunan perikanan yang berkelanjutan.
antara lain


bertujuan

alam

dalam

untuk
rangka

Upaya ini dilakukan

dengan membentuk dan menguatkan ketahanan jejaring

Kawasan Konservasi Perairan/Taman Nasional Perairan dengan prioritas
pada eko-wilayah dari sebuah bentang wilayah luas. Pemerintah
Indonesia pada Tahun 2013 telah memiliki kawasan konservasi laut
seluas 15,7 juta ha dan berkomitmen untuk meningkatkan kawasan
konservasi laut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.
Perairan Laut Sawu terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang berbatasan langsung dengan dengan wilayah pesisir barat Timor
Leste. Perairan Laut Sawu terletak di wilayah lintasan arus lintas
Indonesia (Arlindo), yang merupakan pertemuan dua massa arus dari
Samudera

Pasifik

dan

Samudera
1

Hindia.

Perairan

Laut

Sawu

memanjang dari barat ke timur sepanjang 600 km dan dari utara ke
Selatan sepanjang 250 km. Perairan Laut Sawu bagi pembangunan di
Provinsi

NTT

bermakna

strategis,

karena

hampir

sebagian

Kabupaten/Kota di Provinsi NTT sangat tergantung kepada Laut Sawu
yang menyumbang lebih dari 65 % potensi lestari sumberdaya ikan di
Provinsi NTT .
Perairan Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang
dengan keragaman hayati spesies sangat tinggi di dunia yang merupakan
habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 21 (dua puluh satu) jenis
setasea, termasuk 2 (dua) spesies paus langka, yaitu paus biru dan paus
sperma. Perairan Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi
duyung, ikan pari manta, dan penyu. Disamping itu, perairan Laut Sawu
merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga
merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka mengatasi
dampak perubahan iklim (climate change), ketahanan pangan (food
security) dan pengelolaan laut dalam (deep sea).
Wilayah perairan Laut Sawu mempunyai berbagai permasalahan
antara lain perusakan terumbu karang, penurunan populasi biota laut
penting, kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, sebagaian perairan Laut Sawu dicadangkan
sebagai Taman Nasional Perairan melalui Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.38/MEN/2009 tentang
Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan
Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Perairan
Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang
selanjutnya

disebut

TNP

Laut

Sawu

meliputi

perairan

seluas

3.521.130,01 hektar, yang terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan
Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan Wilayah
Perairan

Pulau

Sabu-Rote-Timor-Batek

dan

Sekitarnya

seluas

2.953.964,37 hektar.
Taman Nasional Perairan merupakan kawasan konservasi perairan
yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang
perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Penetapan
kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan melindungi
dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di
perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, mewujudkan
2

pemanfaatan

sumber

daya

ikan

dan

ekosistemnya

serta

jasa

lingkungannya secara berkelanjutan, melestarikan kearifan lokal dalam
pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan
konservasi perairan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitar

kawasan

pencadangan

TNP

konservasi
Laut

perairan.

Sawu

Secara

adalah

khusus

mewujudkan

tujuan

kelestarian

sumberdaya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian wilayah ekologi
perairan laut Sunda Kecil (Lesser Sunda Marine Eco-Region), melindungi
dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya, sebagai
kerangka acuan pembangunan daerah di bidang perikanan, pariwisata,
masyarakat pesisir, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mata pencaharian yang
berkelanjutan (sustainable livelihood).
Menindaklanjuti pencadangan wilayah perairan Laut Sawu sebagai
TNP Laut Sawu dan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaannya,
maka Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Balai Kawasan
Konservasi Peraian Nasional (Balai KKPN) Kupang membentuk Kelompok
Kerja (Pokja) Penyusun Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yang bertugas untuk menyusun Rencana Pengelolaan 20 (dua puluh)
tahun TNP Laut Sawu yang mencakup di dalamnya Rencana Jangka
Menengah 5 (lima) tahun. Pokja Penyusun Rencana Pengelolaan dan
Zonasi TNP Laut Sawu ini keanggotaanya terdiri dari berbagai pemangku
kepentingan terkait dalam pengelolaan TNP Laut Sawu yaitu Balai KKPN
Kupang, Sekretariat Daerah Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi NTT, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTT, Badan
Perencanaan

dan

Pembangunan

Daerah

Provinsi

NTT,

Badan

Lingkungan Hidup Daerah Provinsi NTT, Dinas Perhubungan Provinsi
NTT, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT, Polda NTT,
LANTAMAL VII Kupang, Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana,
Universitas Kristen Artha Wacana, dan Universitas Muhammadiyah
Kupang), perwakilan FAO, Lembaga Swadaya Masyarakat (Yayasan
Iehari, Yayasan Alfa Omega, Yayasan Pengembangan Pesisir dan Lautan,
dan The Nature Conservancy-Savu Sea MPA Development Project),
Himpunan

Nelayan

Seluruh

Indonesia

Provinsi

NTT,

Kelompok

Masyarakat, dan dunia usaha dari bidang perikanan dan pariwisata.

3

Penyusunan dokumen ini berdasarkan pada Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
dilakukan melalui berbagai hasil studi dan analisis yang mendalam,
penelusuran lapang (ground-truthing) dan konsultasi publik dengan
pemangku kepentingan terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten,
yang melibatkan masyarakat di 10 kabupaten di dalam TNP Laut Sawu.
Berdasarkan

hal

tersebut,

dengan

mempertimbangkan

hasil

konsultasi publik yang dilakukan, luas kawasan TNP Laut Sawu yang
semula 3.521.130,01 hektar berubah menjadi 3.355.352,82 hektar yang
terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya
seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-TimorBatek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut
Sawu bertujuan untuk memberikan pedoman dan arahan bagi
pengelolaan kawasan dan seluruh potensinya secara komprehensif
dan indikatif untuk keperluan jangka panjang, yang menjadi acuan
bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka menengah, dan rencana
kerja tahunan, serta rencana-rencana teknis.
2. Tujuan Pengelolaan
Tujuan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu yaitu:
a. melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan serta tipe-tipe
ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan
fungsi ekologisnya;
b. mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya
serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan;
c. melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di
dalam dan/atau disekitar kawasan konservasi perairan; dan
d. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
konservasi perairan.

4

C. Ruang Lingkup
1. Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu
yaitu wilayah perairan seluas 3.355.352,82

hektar

yang meliputi

Wilayah Perairan Selat Sumba dan Sekitarnya seluas 557.837,40
hektar dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan
Sekitarnya seluas 2.797.515,42 hektar.
2. Lingkup Materi
Lingkup materi Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu ini
memuat pembahasan substansi mengenai:
a. isu dan permasalahan
Menjelaskan tentang berbagai isu dan masalah yang terkait
dengan hubungan antara masyarakat dan sumberdaya kawasan,
pola-pola pemanfaatan sumberdaya kawasan dan dampaknya
terhadap keberadaan sumber daya, serta potensi ancaman baik
secara alami maupun akibat intervensi.
b. kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan
Menguraikan

tentang

visi

dan

misi

pengelolaan,

opsi-opsi

pengelolaan yang dapat diterima semua pihak.
c. arahan rencana pengelolaan kawasan.
Menguraikan inti dari dokumen rencana pengelolaan, antara lain
berisi

program-program

pengelolaan

pada

setiap

zona,

penyelenggara pengelolaan kawasan, dan pembiayaan pengelolaan
kawasan.
3. Lingkup Jangka Waktu
Lingkup waktu Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP
terdiri dari:
a. Rencana jangka panjang 20 tahun; dan
b. Rencana jangka menengah (5 Tahun).

5

Laut Sawu

BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN
A. Potensi
1. Potensi Fisik Kawasan
a. Lokasi Kawasan
TNP Laut Sawu terletak di bentang laut Paparan Sunda
Kecil (Ecoregion

Lesser

Sunda), yang meliputi wilayah perairan

Selat Sumba dan perairan Timur Rote-Sabu-Batek, sebagaimana
terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Batas Kawasan Pencadangan TNP laut Sawu

Wilayah perairan TNP Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian
kepulauan yaitu Pulau Timor, Sabu, Sumba, dan Flores. Secara
administratif, TNP Laut Sawu terletak di Kabupaten Kupang,
Kabupaten

Rote

Kabupaten

Sabu

Ndao,

Kabupaten

Rajua,

Kabupaten

Timor

Tengah

Manggarai,

Selatan,

Kabupaten

Manggarai Barat, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba
Tengah, Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat
Daya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor

KEP.38/MEN/2009

tentang

Pencadangan

Kawasan

Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, TNP Laut Sawu memiliki 18 (delapan belas)
titik koordinat batas kawasan, sebagaimana terdapat pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Titik batas koordinat pencadangan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur
ID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

119ᵒ
118ᵒ
118ᵒ
119ᵒ
120ᵒ
120ᵒ
120ᵒ
120ᵒ
121ᵒ
121ᵒ
122ᵒ
124ᵒ
124ᵒ
123ᵒ
122ᵒ
122ᵒ

X
46᾽29,4῝BT
55᾽36,1῝BT
55᾽34,7῝BT
53᾽0,0῝ BT
22᾽22,8῝BT
11᾽28,6῝BT
08᾽49,8῝BT
03᾽49,3῝BT
14᾽11,8῝BT
50᾽5,4῝BT
52᾽46,7῝BT
23᾽38.9῝BT
02᾽47,6῝BT
59᾽52,2῝BT
34᾽4,3῝BT
4᾽8,8῝BT

17
18

120ᵒ 38᾽58,8῝BT
124ᵒ 1’9,4῝BT

Y
9ᵒ10᾽24,9῝ LS
9ᵒ10᾽22,8῝ LS
9ᵒ33᾽35,8῝ LS
8ᵒ49᾽42,9῝ LS
8ᵒ49᾽5,6῝ LS
9ᵒ28᾽20,4῝ LS
10ᵒ13᾽18,4῝ LS
10ᵒ19᾽10,4῝ LS
11ᵒ0᾽11,7῝ LS
10ᵒ50᾽27,1῝ LS
11ᵒ09᾽22,3῝ LS
10ᵒ10᾽12,5῝ LS
9ᵒ20᾽9,9῝ LS
9ᵒ14᾽35,1῝ LS
10ᵒ26᾽38,6῝ LS
10ᵒ24᾽32,0῝ LS
9ᵒ51᾽7,0῝ LS
9ᵒ14᾽53,2῝ LS

Keterangan
Selat Sumba
Selat Sumba
Selat Sumba
Selat Sumba
Selat Sumba
Selat Sumba
Pulau Sumba
Pulau Sumba
Pulau Dana B
Pulau Sabu
Pulau Dana A
Tanjung Kolbano
Perbatasan Timur Leste
Pulau Batek
Pulau Rote
Tanjung Niuwudu (Pulau
Sabu)
Tanjung Tuak (Melolo)
Pulau Batek

Luas kawasan TNP Laut Sawu sesuai Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2009 tersebut di
atas telah mengalami perubahan dengan mempertimbangkan
beberapa aturan perundangan yang berlaku dan kondisi existing
serta berdasarkan hasil konsultasi publik yang dilakukan. Luas
total TNP Laut Sawu setelah perubahan yaitu 3.355.352,82 hektar
yang meliputi 2 (dua) bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba
dan Sekitarnya seluas 557.837,40 hektar dan Wilayah Perairan
Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan Sekitarnya seluas 2.797.515,42
hektar.

Lingkup

wilayah

perencanaan

ini

mengacu

pada

perubahan batas kawasan konservasi TNP Laut Sawu, dengan
perubahan kawasan sebagai berikut:
a. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang melintas kawasan
Konservasi yaitu ALKI III (perairan antara Pulau Rote dan
Pulau Sabu serta antara Pulau Sabu dan Pulau Sumba)
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;
b. sebagian perairan Kabupaten Rote Ndao di bagian selatan
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu;
c. sebagian perairan Kabupaten Sabu Raijua di bagian utara
dikeluarkan dari TNP Laut Sawu; dan

7

d. sebagian perairan di sebelah utara perairan Timor, Rote, dan
Sabu dimasukkan ke dalam TNP Laut Sawu.
Berdasarkan perubahan tersebut di atas, TNP Laut Sawu memiliki
34 (tiga puluh empat) titik koordinat batas kawasan sebagaimana
terdapat pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2. Peta Batas TNP Laut Sawu

Tabel 2.Titik batas koordinat TNP Laut Sawu dan sekitarnya di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
ID
1

X
118° 55' 40.39''BT

Y
9° 32' 54.15''LS

2

118° 55' 36.10'' BT

9° 10' 22.80'' LS

3

119° 46' 29.40'' BT

9° 10' 24.90'' LS

4

119° 52' 58.32'' BT

8° 49' 45.57'' LS

5
6
7
8

120°
120°
120°
120°

8° 49' 4.28'' LS
9° 28' 20.15'' LS
9° 51' 7.21'' LS
10° 13' 16.61'' LS

9

120° 3' 48.60'' BT

10° 19' 9.85'' LS

10

120° 45' 49.11'' BT

10° 43' 30.92'' LS

11

120° 53' 36.62'' BT

10° 48' 5.71'' LS

12

121° 14' 11.41'' BT

11° 0' 11.82'' LS

13

121° 50' 11.01'' BT

10° 47' 5.26'' LS

14
15

122° 10' 17.18'' BT
122° 18' 30.54'' BT

10° 54' 14.36'' LS
10° 57' 9.94'' LS

16

122° 52' 46.77'' BT

11° 9' 21.94'' LS

22' 23.11'' BT
11' 28.93'' BT
38' 57.86'' BT
8' 50.49'' BT

8

Keterangan
Tanjung Karoso
Utara
Tanjung
Karoso
Selat Sumba
Tanjung
Karitamese
Terong
Hambapraing
Lumbukore
Praimadita
Barat
Pulau
Mengudu
Selat
RaijuaSumba Timur
Selat
RaijuaSumba Timur
Selatan
Pulau
Dana Sabu
Selatan
Pulau
Sabu
Selat Sabu-Ndao
Selat Sabu-Ndao
Selatan
Pulau
Ndana Rote

ID

X

Y

17

123° 4' 53.31'' BT

11° 1' 28.35'' LS

18
19
20

123° 4' 53.35'' BT
123° 25' 30.56'' BT
123° 26' 26.62'' BT

10° 51' 21.52'' LS
10° 28' 19.78'' LS
10° 29' 35.97'' LS

21

123° 43' 10.81'' BT

10° 36' 32.07'' LS

22

124° 23' 40.72'' BT

10° 10' 11.71'' LS

23

124° 0' 28.66'' BT

9° 20' 35.29'' LS

24

124° 0' 58.41'' BT

9° 15' 52.67'' LS

25

123° 58' 59.58'' BT

9° 14' 21.14'' LS

26
27
28
29

122°
122°
121°
121°

BT
BT
BT
BT

9° 57' 12.33'' LS
10° 5' 13.77'' LS
10° 26' 26.79'' LS
10° 30' 28.63'' LS

30

121° 38' 45.85'' BT

10° 14' 32.57'' LS

31

121° 33' 39.39'' BT

10° 12' 32.46'' LS

32

121° 23' 19.09'' BT

10° 17' 42.94'' LS

33

121° 18' 21.37'' BT

10° 10' 22.06'' LS

34

121° 22' 37.10'' BT

10° 8' 12.96'' LS

46'
33'
57'
48'

52.75''
23.56''
45.92''
44.63''

Keterangan
Selatan
Pulau
Rote
Kuli
Daiama/cek
Tanjung Usu/cek
Selatan
Pulau
Timor
Tuafanu
Netemnanu
Selatan
Timur
Pulau
Batek
Utara
Pulau
Batek
Utara Pulau Rote
Utara Pulau Ndao
Jiwuwu
Ledeana
Selat
RaijuaSumba Timur
Selat
RaijuaSumba Timur
Selat
RaijuaSumba Timur
Selat
RaijuaSumba Timur
Selat
RaijuaSumba Timur

TNP Laut Sawu dapat dijangkau melalui jalur darat, laut, dan
udara. Seluruh jalur tersebut berpusat di Kupang sebagai ibukota
Provinsi NTT dan terhubung secara langsung dengan 10 (sepuluh)
kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu. Jalur darat di kawasan
TNP Laut Sawu

diklasifikasi dalam jalan negara, provinsi dan

kabupaten. Kondisi jalan negara umumnya baik namun jalan
provinsi dan kabupaten sebagian dalam kondisi rusak dan ada
juga yang tidak beraspal. Transportasi darat merupakan fasilitas
yang dominan dipergunakan masyarakat di kawasan TNP Laut
Sawu.
b. Kondisi Fisik Kawasan
1) Iklim
Konfigurasi

geografis

Provinsi

NTT

sebagai

provinsi

kepulauan dan letaknya pada posisi silang di antara dua
benua yaitu Asia dan Australia, dan di antara dua samudra
yaitu Hindia dan Pasifik, menentukan karakteristik iklim di
wilayah ini. TNP Laut Sawu secara umum termasuk ke dalam
tipe iklim tropis, dengan variasi suhu dan penyinaran matahari
9

yang rendah. Rata-rata suhu minimum 240C dan maksimum
320C, dengan curahan matahari rata-rata ±12 jam. Pola umum
iklim wilayah ini adalah pola musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan November
sampai dengan bulan Maret, sedangkan musim kemarau
antara bulan April sampai dengan bulan Oktober. Pola iklim
demikian dikendalikan oleh pola Angin Muson dari Tenggara
yang relatif kering dan dari arah Barat Laut, yang membawa
banyak uap air. Konfigurasi kepulauan dan topografi wilayah
juga merupakan pengendali iklim lokal yang berpengaruh
terhadap karakteristik iklim lokal. Kecenderungan angin pada
Bulan Juni – September, arah angin berasal dari Australia dan
tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan
musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret
arah angin berasal dari Asia dan Samudera Pasifik yang
banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah
melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober –
Nopember.

Namun demikian, mengingat wilayah TNP Laut

Sawu dekat dengan Australia, arah angin yang banyak
mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai
pada kawasan TNP Laut Sawu, kandungan uap airnya sudah
berkurang yang mengakibatkan hari hujan di wilayah ini
berkurang. Hal inilah yang menjadikan wilayah ini sebagai
wilayah yang tergolong kering, yaitu 8 (delapan) bulan relatif
kering (bulan April sampai dengan bulan November), dan

4

(empat) bulan keadaannya relatif basah (bulan Desember
sampai dengan bulan Maret).
Suhu udara rata – rata maksimum berkisar pada 30 °C 36 °C dan rata-rata suhu minimum antara 21 °C - 24,5 °C,
dengan curah hujan rata – rata adalah 1.164 mm/ tahun.
Tingkat curah hujan ini berbeda – beda tiap daerah, seperti
wilayah

Flores

bagian

barat,

yang

meliputi

Kabupaten

Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah
yang cukup basah, hal ini disebabkan curah hujan rata –
ratanya lebih tinggi dari rata – rata total, yaitu 3. 849
mm/tahun. Dengan kondisi tersebut, maka daerah ini dapat
10

dikatakan

sangat

cocok

untuk

pengembangan

kawasan

pertanian dan perkebunan yang berumur pendek. Salah satu
unsur penting pembentuk iklim di atas adalah curah hujan.
Akibatnya, keragaman iklim antar wilayah di daerah ini juga
sangat besar, misalnya rata-rata curah hujan tahunan sekitar
850 mm/tahun dapat terjadi di wilayah Pulau Sabu. Secara
umum, iklim wilayah NTT termasuk ke dalam kategori iklim
semi-arid, dengan periode hujan yang hanya berlangsung 3-4
bulan, dan periode kering 8-9 bulan. Kondisi iklim demikian
mendeterminasi pola pertanian tradisional di wilayah TNP Laut
Sawu yang hanya mengusahakan tanaman semusim, yang
ditanam dalam periode musim hujan. Keadaan demikian juga
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pertanian, yang
tergolong sangat rendah (jumlah jam kerja 11
meter/detik) yang kemudian melemah pada bulan Januari
dan makin lemah di Bulan Februari seiring masuknya
periode peralihan satu.
Sebagaimana

dengan

wilayah

Indonesia

lainnya,

kondisi angin di perairan Laut Sawu juga dipengaruhi oleh
angin muson, terkait dengan letaknya yang berada di
antara benua Asia dan Australia. Saat Bulan Desember,
Januari hingga Maret terjadi angin muson barat dari benua
Asia ke Benua Australia sebagai akibat dari tekanan udara
di atas Benua Australia yang rendah. Pola angin tersebut
menyebabkan, kondisi angin di perairan Laut Sawu
umumnya

adalah

angin

Barat

hingga

angin

utara.

Sementara saat memasuki bulan Juni hingga Oktober
terjadi angin muson timur dari Benua Australia ke Benua
Asia sebagai akibat dari tekanan udara di atas Benua Asia
yang rendah dan menyebabkan kondisi angin di perairan
Laut Sawu umumnya adalah angin Timur hingga angin
Barat Daya.

Kondisi tersebut diperlihatkan pada hasil

analisis windrose (mawar angin) Laut Sawu dari empat
stasiun meteorologi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
berada di Kota Kupang, Waingapu, Pulau Rote, dan Pulau
Sabu sebagaimana terdapat pada Gambar 9.

St. Sabu

St. Kupang

20

St. Rote

Gambar 9.

St. Waingapu

Mawar Angin di Beberapa Station Meteorologi
NTT (Sumber: Analisis model angin, 2011)

5) Kualitas Perairan
Kualitas air laut di setiap lokasi rencana pengelolaan
diukur berdasarkan parameter pH, salinitas, suhu dan DO
dapat

dilihat

menunjukkan

pada

Tabel

kisaran

2.4.

normal

Kondisi
air

laut

kualitas
dan

air

belum

mengindikasikan terjadinya pencemaran. pH rata-rata perairan
laut berkisar antara 7,56 sampai 8,10, salinitas berada pada
kisaran 34 - 37

o/oo,

Sedangkan suhu permukaan air laut

berkisar 29,0 °C sampai 34,8 °C. Selain itu juga diketahui
bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan berkisar antara
4,01 s/d 8,8 mg/l.
Tabel 5. Kondisi Kualitas Air Perairan Laut Sawu
Kabupaten
No Parameter

1
2
3
4

pH
Suhu

(oC)

Salinitas
(o/oo)
DO (mg/l)

Kisaran

Sumba

Baku
Mutu*)

Rote Ndao

Sabu Raijua

7,56 – 8,10

7,64 – 7,87

7,64 – 7,70

7,56 – 8,10

7 – 8,5

29 - 33

29,2 – 30,2

29,3 – 34,3

29,0 – 34,3

Alami

34 - 36

33 - 37

34,3 - 35

33 – 37

4,01 – 8,80

4,62 – 8,11

4,42 – 7,89

4,01 – 8,80

Timur

33 –
34
>5

*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004

Sumber : Hasil Survey, 2011
Secara keseluruhan, hasil pengukuran kualitas air laut di
lapangan berdasarkan parameter kualitas air laut tersebut
dapat

disimpulkan

bahwa

kondisi

dan

karakteristik

lingkungan laut di lokasi studi masih dalam batas kisaran
yang cukup baik atau masih dibawah standar baku mutu yang
ditetapkan sehingga bisa dipergunakan untuk pengembangan
kegiatan budidaya perikanan laut, pariwisata bahari, dan
kegiatan lainnya.
21

pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan
dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk-makhluk lainnya
hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya
nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai
atau

tidak

untuk

didalamnya.

menunjang

kehidupan

mahluk

hidup

Nilai derajat keasaman di perairan lokasi

cenderung homogen yaitu 7,56–8,10, dengan pola sebaran pH
hampir merata di perairan. Indikasi tersebut menunjukkan pH
perairan cenderung masih sesuai dengan baku mutu yang
ditentukan.
Hasil pengukuran suhu pada tiap stasiun pengamatan
menunjukkan bahwa suhu di perairan berkisar antara 29,0 °C
– 34,3 oC menggambarkan suhu normal perairan laut tropis
yang secara umum.
Nybakken (1992) menjelaskan bahwa suhu merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu yang sesuai
merupakan faktor pendukung peningkatan proses metabolisme
atau pertukaran zat dari makhluk-makhluk hidup.
Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam
suatu perairan. Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah
hujan dan aliran sungai. Kisaran nilai salinitas berdasarkan
pengukuran 33 o/oo - 37 o/oo.
Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling
kritis dalam budidaya ikan.

Ketidakstabilan oksigen dalam

suatu perairan dapat mengakibatkan kegagalan dalam usaha
budidaya (Anonymous 1996 dalam Mayunar dkk., 1995).
Oksigen terlarut dalam jumlah yang sangat banyak dapat juga
mengakibatkan terjadinya kematian pada ikan, sebab di dalam
pembuluh-pembuluh darah terjadi emboli gas yang dapat
mengakibatkan

tertutupnya

pembuluh-pembuluh

rambut

dalam daun-daun insang ikan.
Berdasarkan

hasil

pengukuran

menunjukkan

bahwa

kadar oksigen di lokasi studi berkisar 4,01 – 8,80 mg/l. Sesuai
22

dengan kriteria pencemaran yang ditetapkan oleh Schmitz
(1972) dalam Haryanto (2001) dengan menetapkan lima
kriteria pencemaran melalui indikasi oksigen terlarut (DO),
nilai-nilai tersebut termasuk pencemaran dengan kriteria kritis
jika nilainya 4 mg/l dan kriteria baik jika nilainya 6 mg/l.
Selanjutnya kriteria tersebut di modifikasi menjadi kriteria
sedikit tercemar jika nilainya 4 mg/l dan tidak tercemar jika
nilainya 6 mg/l.
Kandungan kimia perairan Laut Sawu untuk parameter
Klorofill-a, BOD, Phosphat, Nitrat, Nitrit, COD terdapat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan Kimia Perairan Laut Sawu
Kabupaten
No

Parameter
Rote Ndao

1
2
3
4
5

Kisaran

BOD (mg/l)
0,7 - 1,9
Phospat (mg/l)
0,27 - 0,45
Nitrat (mg/l)
0,079 - 0,673
Nitrit (mg/l)
0,001 - 0,021
COD (mg/l)
102 – 144

Sabu
Sumba
Raijua
Timur
0,8 - 1,7
0,8 -1,8
0,24 - 0,80 0,307 - 0,380
0,086 - 0,259 0,143 - 0,243
0,001 - 0,003 0,001 - 0,002
120 – 316
113 - 139

Manggarai
Barat
0,7 -1,9
0,7 – 1,9
0,24 - 0,80
0,24 – 0,8
0,079 - 0,673 0,079 - 0,673
0,001 - 0,021 0,001 - 0,003
120 - 316
102 - 316

Baku
Mutu*)

20
0,15
0,008

*) Kepmen. LH Nomor 51 Tahun 2004
Sumber : Hasil Survey, 2011

Klorofil-a merupakan suatu pigmen yang didapatkan
dalam fitoplankton. Ada kecenderungan bahwa kadar klorofil-a
berkorelasi positif dan kuat dengan kelimpahan fitoplankton
dan kadar nutrient perairan, sehingga perairan yang produktif
yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi juga
memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi.
Hasil

studi

KKP

(2011)

Pada

bulan

Agustus

dan

September dapat dilihat bahwa kandungan klorofil di perairan
Laut Sawu sangat tinggi (0,6 – 2,0 mg/m3), sedangkan pada
bulan November dan April kandungan klorofil yang tinggi
terdapat diantara selat-selat di antara Pulau-pulau Solor,
Lembata,

Pantar dan

Alor. Kandungan klorofil di perairan

Laut Sawu pada bulan November 2010 dan pada bulan April
2011 terdapat pada Gambar 10.

23

November 2010

0

Klorofil a (mg/m3)

1.0

Klorofil a (mg/m3)

1.0

April 2011

0

Gambar 10. Kandungan Klorofil di Laut Sawu pada Bulan November 2010
dan April 2011

Kandungan phospat perairan di lokasi didapatkan antara
0,24

-

0,80

pertumbuhan

mg/l,

yang

fitoplankton.

merupakan
Hal

tersebut

kisaran

untuk

sesuai

dengan

pernyataan Wardoyo (1974) bahwa kandungan phospat yang
optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara
0,09 - 1,80 mg/l. Dengan demikian berdasarkan kadar
phospat-nya maka sebagian besar perairan masih berada pada
kondisi optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.
Pencemaran dengan indikasi kandungan DO (oksigen
terlarut) dapat mendeteksi jenis pencemaran yang disebabkan
oleh unsur hara seperti nitrat (NO3-N) dan phospat (PO4). Pada
saat kadar oksigen rendah, keseimbangan menuju amoniak,
sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi keseimbangan
bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan
hasil akhir dari oksidasi oksigen dalam air laut (Hutagalung
dan Horas 1997). Sedangkan peningkatan kadar posfat dalam
laut

akan

menyebabkan

peledakan

populasi

(blooming)

fitoplankton yang di ikuti dengan penurunan DO secara drastis
24

dalam

air

yang

berujung

pada

kematian

ikan

yang

dibudidayakan.
Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai
nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat
dan nitrogen sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat
yang relatif stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
yang sempurna di perairan. Pada dasarnya, nitrat merupakan
sumber utama nitrogen diperairan, akan tetapi, tumbuhan
lebih menyukai amonium untuk digunakan dalam proses
pertumbuhan.

Sumber utama nitrat dalam perairan selain

berasal dari suplai nutrien dari darat berupa bahan organik
yang selanjutnya diuraikan oleh mikroba, juga dapat berasal
dari udara dan hasil fiksasi oleh bakteri-bakteri nitrat.
Penyebab rendahnya konsentrasi nitrat dalam perairan selain
dimanfaatkan oleh plankton atau tumbuhan air lainnya untuk
pertumbuhannya juga dapat disebabkan oleh suplai nitrat ke
dalam perairan tersebut yang memang rendah.
Berbeda dengan phospat, kadar nitrat yang diperoleh di
perairan tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,079 – 0,673
mg/l. Berdasarkan nilai kandungan tersebut maka perairan
secara umum dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki
kandungan

zat

hara

rendah

(Oligotrofik).

Wetzel

(1975)

mengelompokan perairan berdasarkan kandungan nitratnya
yaitu oligotrofik bila kadar nitrat perairan berkisar antara 0-1
mg/l. Kadar nitrat lebih dr 5 mg/l. menggambarkan keadaan
suatu perairan yang telah tercemar akibat aktivitas manusia
dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l
menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Pengukuran
di

stasiun

menunjukkan

yang

berdekatan

kandungan

nitrat

dengan
yang

muara

sungai

rendah.

Dengan

demikian rendahnya kadar nitrat dalam perairan Laut Sawu
diduga disebabkan oleh suplai nutrien dari darat berupa
bahan organik maupun fiksasi dari udara oleh bakteri-bakteri
nitrat memang sangat rendah.
Nitrit (NO3) merupakan bentuk peralihan antara amonia
dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen

25

(denitrifikasi) yg terbentuk dalam kondisi anaerob. Sumber
nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik.
Kadar

nitrit

pada

perairan

relatif

stabil

karena

segera

dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit
sekitar

0,001

mg/l.

Sementara

itu,

kadar

nitrit

yang

diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kandungan Nitrit di
perairan berada dalam kisara 0,001 - 0,021 mg/l. Kandungan
tersebut menunjukkan bahwa nitrit telah melebihi kandungan
daripada perairan alami, akan tetapi tidak melebihi daripada
kandungan diperbolehkan.
COD merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik
yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat organik yang
terdapat dalam air laut

berasal dari alam atau buangan

domestik, industri dan pertanian. Ada yang mudah diuraikan
dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme umumnya
bersifat toxic, sehingga membahayakan kehidupan organisme
perairan. Kandungan COD di perairan berkisar pada 120 – 316
mg/l. Kandungan COD tersebut merupakan kadar COD yang
rendah dan menandakan bahwa kondisi perairan belumlah
tercemar oleh zat organik maupun zat anorganik, sebagaimana
diutarakan Suhadi (dalam Sutamihardja 1978) bahwa perairan
dengan kandungan COD berkisar 10 – 30 ppm dikategorikan
perairan tercemar ringan.

2. Potensi Ekologis
a. Ekosistem Pesisir dan Laut
1) Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan struktur di dasar
laut

berupa

endapan

kalsium

karbonat

dihasilkan terutama hewan karang.

(CaCO3)

yang

Karang adalah hewan

yang tidak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum
Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria yang dapat
mengeluarkan CaCO3. Jika CaCO3 terkena air laut maka akan
membentuk endapan kapur (Timotius, 2003 dalam Yulianda
dkk.,

2009).

Terumbu

karang

adalah

ekosistem

yang

memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah,
seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan organisme
26

autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor
yang tersedia. Cahaya merupakan salah satu faktor yang
penting bagi karang hermatypic (kelompok karang yang mampu
membentuk

terumbu).

Cahaya

dibutuhkan

oleh

simbion

karang zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh
karang

hermatypic

yang

merupakan

penyuplai

utama

kebutuhan hidup karang.
Terumbu karang memiliki nilai penting sebagai sumber
makanan, habitat bagi berbagai biota laut yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi, sebagai penyedia jasa alam dalam
kegiatan wisata bahari, sebagai tempat perlindungan

bagi

satwa laut lainnya dari hewan pemangsa, tempat mencari
makan dan berkembang biak bagi ikan-ikan terumbu dan
sebagai

penghalang

bagi

daerah

pantai

dari

terjangan

gelombang.
Laut Sawu merupakan salah satu kawasan yang memiliki
potensi terumbu karang dengan keanekaragaman yang sangat
tinggi. TNP Laut Sawu yang merupakan bagian dari Eko-region
Sunda Kecil, tercatat memiliki jumlah spesies karang sebanyak
532 spesies dan terdapat 11 spesies endemik dan sub endemik
dan merupakan tempat hidup bagi sekitar 350 jenis ikan
karang. Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan
tersebar di perairan pesisir di seluruh kabupaten yang masuk
dalam kawasan TNP Laut Sawu dengan luasan total 63.339,32
ha (TNC Savu Sea, 2011).
Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis citra
satelit yang difasilitasi oleh TNC pada Tahun 2011 diperoleh
sebaran ekosistem terumbu karang sebagaimana yang terlihat
pada Gambar 11.

27

Gambar 11.

Sebaran Ekosistem Terumbu Karang di Wilayah
TNP Laut Sawu dan Sekitarnya
Sumber : Savu Sea Project, TNC (2011)

Hasil Penilaian Munasik, dkk., 2011 tentang kondisi
terumbu karang di TNP Laut Sawu telah dilakukan dengan
metode

Manta

Tow

yang

meliputi

8

(delapan)

wilayah

kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao,
Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten
Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten
Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat pada bulan MeiJuli 2011. Hasil menunjukkan kondisi terumbu karang
bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali. Kondisi
terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8%
sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai
39,2%, kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%.
Kondisi terumbu karang yang baik umumnya terdapat di
Kabupaten Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai
Baru, Desa Onatali Kec. Rote Tengah dan Pulau Ndo’o
Kecamatan Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk di
Kabupaten

Manggarai

dan

Kabupaten

Manggarai

Barat.

Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut
Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu
karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk
resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan
bom, racun dan pembuangan jangkar.

28

Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di
perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kabupaten
Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya,
Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat, dan
sebarannya terkonsentrasi terutama di Kabupaten Rote Ndao.
Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali
hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan
karang

hidupnya.

Hasil

pengamatan

lintasan

survey

sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan
TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang
dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%,
kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4%, dan kondisi
buruk

sekali

27,4%.

Hasil

ini

mengindikasikan

hampir

sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP
Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang
hidup ≤ 25%). Untuk mengetahui kondisi eksisting dan
sebaran terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu dan
tingkat kerusakannya serta sebaran biota laut lainnya akan
dijelaskan pada setiap Kabupaten berikut