Rancang bangun Evaporator pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Absorpsi
Siklus absorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan
sebagai siklus refrijerasi dan digerakkan oleh energi dalam bentuk panas.
Ferdinand Carre,seorang perancis, menemukan sistem absorpsi dan memperoleh
hak paten dari pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1860. Kira-kira 100 tahun
lalu setelah ditemukanya sistem refrijerasi mekanik. Penggunaan pertama sistem
absorpsi di Amerika kemungkinan dilakukan oleh Negara-negara konfederasi
selama perang sipil setelah suplai es alam dari utara dihentikan. Kepopuleran
sistem refrijerasi absorpsi ini terhadap sistem refrijerasi mekanik dalam hal
penggunaan energi dan biaya telah terasa sejak pertengahan abad ini (yaitu saat
terjadinya krisi energi duniapada tahun 1970-an), hal ini sejalan dengan telah
dilakukannya perbaikan perbaikan sistem absorpsi terutama oleh negara-negara
asia timur jauh seperti jepang, korea, cina dan india.
Salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan untuk
menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang dari
200 oC. Sumber panas seperti ini adalah mudah untuk didapatkan secara gratis di
sekitar kita seperti, panas buang dari knalpot dan bahkan energi matahari. Mesin
siklus absorpsi terdiri dari tiga macam yaitu:



Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang
digunakan dapat berupa minyak bumi (solar) dan gas. Pada sistem
pembakaran langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran
bahan bakarnya.



Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam)
yang biasanya dihasilkan oleh stem boiler.



Air panas (hot water-fired) sumber air panasnya dapat berupa diesel
genset.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Teori Umum Siklus Absorpsi

Pada dasarnya siklus absorpsi memanfaatkan ikatan kimia antara dua zat
yaitu zat penyerap dan zat yang diserap. Proses pengikatan ini dapat terjadi secara
alami atau tanpa energi luar. Tetapi untuk proses pelepasan ikatannya, akan
diperlukan panas. Setelah terpisah oleh panas , kedua pasangan zat ini akan dapat
dicampur kembali. Proses ini dapat diulang menjadi sebuah siklus. Dan siklus
inilah yang dimanfaatkan untuk dijadikan siklus refrigerasi dan menjadi dasar
siklus absorpsi. Zat yang dapat diserap (diikat) oleh zat lain akan disebut
absorbate, sementara zat yang bertugas menyerap (mengikat) akan dinamakan
absorben. Zat yang diikat bertindak sebagai fluida kerja yang melakukan
pendinginan, sehingga absorbate sebagai refrijeran dan disebut juga fluida utama
(primer), sedangkan fluida sekunder adalah absorben. Pasangan yang sering
digunakan adalah Amonia dengan Air dan pasangan Litium Bromida dengan Air.
Pasangan ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin pendingin siklus
absorpsi. Pada penelitian ini pasangan absorbent-absorbate yang digunakan
adalah larutan ammonia-air. Air bertindak sebagai absorben (penyerap) dan
amonia bertindak sebagai absorbate (yang diserap). Air akan menyerap amonia
dan bersatu menjadi larutan. Dan larutan ini akan berpisah, jika diberikan panas
tertentu. Siklus absorpsi menggunakan energi mekanik yang sangat kecil yaitu
penggunaan pompa untuk mensirkulasikan fluida kerjanya, persentasinya hanya
sekitar 1% dibandingkan dengan energi panas yang digunakan.


Siklus absorpsi sederhana terdiri atas beberapa komponen utama yaitu
evaporator, kondensor, generator, absorber, katup ekspansi,dan pompa. Siklus
absorpsi sederhana ditampilkan pada gambar 1 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Komponen utama siklus absorpsi sederhana
(Sumber : Miller, 2006; Moran, 1998; Shan, 1991)

Untuk mengetahui prinsip kerja siklus absorbsi sederhana ini maka
pertama siklusnya dibagi menjadi dua bagian siklus, yaitu siklus pertama
merupakan siklus ketika refrijeran terpisah dari absorben, ditunjukkan dengan titik
1-2-3-4. Siklus kedua adalah siklus dimana absorben dan refrijeran terlarut atau
terikat. Pada gambar ditunjukkan pada titik 5-6-7-8. Penjelasan prinsip kerja
siklus absorpsi sederhana ini dimulai dari titik 1-2-3-4.
Pada siklus pertama atau titik 1-2-3-4, yaitu :
1. Refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Kemudian uap ini akan
masuk ke siklus kedua dan keluar di titik 2 pada kondisi uap kering
(super heat) dan tekanan tinggi.

2. Dari titik 2, uap refrijeran masuk menuju kondensor. Di kondensor
panas dilepaskan ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi
secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3.
3. Kemudian refrijeran mengalir dari titik 3 menuju titik 4. Pada proses
ini terjadi penurunan tekanan secara adiabatik oleh katub ekspansi.
Pada saat tekanan turun temperatur juga akan turun dan sebagian
cairan akan berubah menjadi uap di titik 4.
4. Selanjutnya dari titik 4 menuju titik 1. Refrijeran akan melakukan
fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, dan siklus akan
berulang.

Universitas Sumatera Utara

Pada siklus kedua atau titik 5-6-7-8, yaitu :
1. Setelah selesai dari siklus pertama uap refrijeran keluar dari titik 1
masuk ke absorber dan keluar melalui titik 6. Di absorber terjadi
proses pengikatan uap oleh larutan yang datang dari titik 5 yaitu
larutan konsentrasi lemah. Proses ikatan kimia ini akan melepas
sejumlah panas ke lingkungan.
2. Kemudian larutan dari titik 6 menjadi larutan konsentrasi kuat akan

dipompakan ke titik 7 menuju generator oleh pompa.
3. Larutan dari titik 7 masuk ke generator, disini larutan akan dipanaskan
sehingga terjadi proses pelepasan refrijeran dan absorben. Refrijeran
akan keluar dari titik 2 sedangkan absorben atau larutan konsentrasi
lemah keluar dari titik 8.
4. Dari titik 8 larutan konsentrasi lemah akan diturunkan tekanannya
oleh katub ekspansi dan keluar menuju titik 5. Sebagai catatan, untuk
membuat siklus absorpsi dapat terjadi rasio tekanan pada generator
atau kondensor dan absorber atau evaporator harus diatur cukup tinggi.
Diagram p-h dari siklua absorpsi sederhana dengan komponen siklus
kedua ditampilkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi
(Sumber : Miler, 2006; Moran, 1998)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Komponen Siklus Absorpsi
Mesin pendingin absorpsi bekerja secara siklus dimana terdapat
beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain diantaranya

sebgai berikut :


Generator
Pada sikus absorpsi generator berperan untuk menaikkan tekanan serta
memberikan kalor terhadap larutan amonia-air sehingga uap amonia
terpisah dari absorben. Generator akan menghasilkan uap amonia
bertekanan tinggi yang selanjutnya masuk ke kondensor (Cengel,
1989) .



Absorber
Absorber merupakan wadah untuk proses pelarutan uap amonia
dengan absorben sekaligus sebagai alat penukar kalor untuk
membuang panas yang dihasilkan selama proses absorpsi. Absorber
memiliki dua sumber masukan yaitu uap amonia dari evaporator dan
larutan konsentrasi lemah dari generator, larutan yang dihasilkan dari
absorber adalah larutan amonia konsentrasi tinggi yang akan
dipompakan ke generator (Miller, 2006)




Kondensor
Tugas kondensor pada siklus absorpsi sama halnya pada siklus
kompresi uap yaitu membuang panas ke lingkungan dengan media
pendingin udara yang dialirkan oleh kipas ke sisi pipa kondensor. Pada
kondensor terjadi perubahan fasa yaitu dari fasa uap menjadi fasa cair,
refrijeran cair dengan tekanan tinggi selanjutnya masuk menuju katup
ekspansi (Miller, 2006) .



Evaporator
Evaporator bertugas untuk menyerap panas dari lingkungan yang akan
didinginkan,

proses di evaporator

merupakan kebalikan dari


kondensor, pada evaporator terjadi perubahan fasa dari refrijeran
dimana akibat proses penyerapan kalor dari lingkungan, refrijeran akan
berubah dari cair menjadi uap dengan tekanan yang sama (Miller,
2006). Uap refrijeran ini selanjutnya masuk menuju absorber.

Universitas Sumatera Utara



Katup ekspansi
Katup ekspansi adalah komponen siklus absorpsi yang berfungsi untuk
menurunkan tekanan dari refrijeran setelah keluar dari kondensor
akibat dari penurunan tekan ini temperatur dari refrijeran juga akan
menurun sesuai dengan penurunan tekanan (Miller, 2006) .

2.1.3. Perbedaan Sistem Absorpsi dengan Sistem Kompresi Uap
Siklus absorpsi hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus
kompresi uap. Siklus refrijerasi beroperasi dengan peralatan seperti
kondensor,katup ekspansi, dan evaporator. Perbedaan yang mendasar

hanyalah pada cara menaikkan uap tekanan rendah dari evaporator
menjadi uap tekanan tinggi dan dialirkan ke kondensor. Sistem kompresi
uap menggunakan kompresor untuk keperluan tersebut. Sedangkan pada
sistem refrijerasi absorpsi menggunakan absorber-generator untuk
mengganti peran kompresor pada sistem SKU.
Prinsip sederhana sistem absorpsi yaitu: pertama- tama, sistem
absorpsi menyerap uap tekanan rendah ke dalam suatu zat cair penyerap
(absorben) yang cocok dan merupakan pasangan biner dari refrijeran yang
digunakan. Proses ini terjadinya sepenuhnya di absorber. Yang terkandung
di dalam proses absorpsi yaitu konversi (perubahan) dari uap menjadi cair,
Karena proses ini sama dengan kondensasi maka selama proses
berjalan,kalor dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu menaikkan tekanan zat
cair dengan pompa ke generator. Dan tahap akhir adalah memanaskan zat
cair penyerap dengan cara pemberian kalor sehingga uap tersebut memiliki
tekanan yang tinggi dan siap untuk dialirkan ke kondensor.
2.2

Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan


diabsorpsi pada permukaannya,baik secara fisik atau dengan reaksi kimia.
Absorben (juga disebut cairan pencuci) harus memenuhi persyaratan yang sangat
beragam. Misalnya bahan itu harus :

Universitas Sumatera Utara



Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebuthan akan cairan lebih sedikit,volume alat lebih kecil)

2.3



Sedapat mungkin sangat reaktif



Memiliki tekanan uap yang tinggi




Mempunyai viskositas yang rendah



Stabil secara termis dan murah
Refrijeran
Refrijeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrijerasi)

atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari
benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke
udara sekeliling di luar benda.
Berdasarkan jenis senyawanya, refrijeran dapat dikelompokkan menjadi 7
kelompok yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon.
Kelompok refrijeran senyawa halocarbon diturunkan dari hidrokarbon
(HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propane (C3H8) dengan
mengganti atom-atom hydrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor
(Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hydrogen tergantikan oleh
atom Cl dan F maka refrijeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor,
fluor, dan karbon. Refrijeran ini disebut refrijeran chlorofluorocarbon(CFC).
Jika hanya sebagian saja atom hydrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F
maka refrijeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon(HCFC).
Refrijeran halocarbon

yang

tidak

mengandung

atom khlor

disebut

hydrofluorocarbon (HFC).
2. Kelompok refrijeran senyawa organic cyclic.
Kelompok refrijeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor
refrijeran adalah sama dengan cara penulisan refrijeran halocarbon tetapi
ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrijeran ini
adalah:

Universitas Sumatera Utara

1) R-C316

C4Cl2F6

1,2-dichlorohexafluorocyclobutane

2) R-C317

C4ClF7

chloroheptafluorocyclobutane

3) R-318

C4F8

octafluorocyclobutane

3. Kelompok refrijeran campuran zeotropik.
Kelompok refrijeran ini merupakan refrijeran campuran yang bias terdiri
dari campuran refrijeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrijeran yang
terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan
dengan cara destilasi.
4. Kelompok refrijeran campuran Azeotropik.
Kelompok refrijeran ini adalah refrijeran campuran tak bereaksi yang tidak
dapat dipisahkan dengan destilasi. Refrijeran ini pada konsentrasi, tekanan dan
temperature tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada
temperature yang sama, sehingga mirip dengan refrijeran tunggal. Namun
demikian pada kondisi (konsentrasi, temperature atau tekanan) yang lain
refrijeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.
5. Kelompok refrijeran senyawa organic biasa.
Kelompok refrijeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.
Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara
penomoran refrijeran halocarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah
dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrijeran menjadi
dua digit. Sebagai contoh butane (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai
dengan cara penomoran refrijeran halocarbon, maka refrijeran ini akan
bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.
6. Kelompok refrijeran senyawa anorganik.
Kelompok refrijeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan
digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari
refrijeran ini adalah:
1) R-702

: hydrogen

Universitas Sumatera Utara

2) R-704

: helium

3) R-717

: ammonia

4) R-718

: air

5) R-744

: oksigen

7. Kelompok refrijeran senyawa organik tak jenuh
Kelompok refrijeran ini mempunyai nomor 4 digit, dengan menambahkan
angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga
angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrijeran halocarbon.
2.3.1 Amonia
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas I(disebut bau
ammonia). Sifat ammonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Sifat Amonia
Sifat Amonia

(Su

Massa jenis

682 kg/m3, cair

Titik lebur

-77,7 oC

Titik didih

-33.3 oC

Klasifikasi EU

Kautik, korosif

Panas Laten Penguapan (Le)

1357 kJ/kg

mbe
r : Chang, 2003)

Walaupun ammonia memberi sumbangan penting bagi keberadaan
nutrisi di bumi, ammonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat
merusak kesehatan. Kontak dengan gas ammonia berkonsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun
ammonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar, ammonia masih
digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.

Universitas Sumatera Utara

2.4

Evaporator
Evaporator mempunyai fungsi sebagai penukar kalor pada siklus refrijerasi

atau pendinginan. Tekanan cairan refrigran yang diturunkan pada pipa kapiler,
didistribusikan secara merata ke dalam pipa evaporator. Dalam hal ini refrigran
akan menguap dan menyerap kalor udara luar yang dialirkan mengenai
permukaan pipa bagian luar evaporator.
Kemampuan evaporator ditentukan oleh kemampuan laju perpindahan
kalor yang dapat terjadi dalam evaporator itu sendiri. Artinya semakin besar
koefisien perpindahan kalor , maka luas bidang pendingin yang diperlukan akan
semakin kecil. Selain itu, semakin banyak benda yang akan didinginkan.
Dari pemakaiannya evaporator dibagi menjadi dua :
1. Ekspansi langsung (direct expansion)
2. Ekspansi tidak langsung (indirect expansion)

Evaporator dibagi menjadi dua dari cara kerjanya :
1. Evaporator kering (dry evaporator)
2. Evaporator banjir (flooded evaporator)

Dari konstruksinya terbagi menjadi tiga tipe :
1. Pipa saja (bare tube)
2. Pipa dengan rusuk-rusuk (finned)
3. Permukaan pelat (plate surface)

1. Bare Tube Evaporator
Biasanya terbuat dari pipa baja atau tembaga. Pipa baja digunakan untuk
evaporator yang berukuran besar dan untuk evaporator yang menggunakan
ammonia sebagai refrijerannya. Ukuran, bentuk dan desain dari bare tube
evaporator ini tergantung dari aplikasi yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Bare Tube Evaporator
2. Finned Evaporator
Rusuk-rusuk digunakan sebagai permukaan pengikat panas kedua, karena
pada dasarnya hamper sama dengan bare tube evaporator. Mempunyai pengaruh
untuk memperluas permukaan luar dari area evaporator, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi untuk pendinginan udara.
Dengan menggunakan bare tube evaporator kebanyakan dari udara
yangdisirkulasikan di atas koil melewati ruang terbuka di antara pipa ,dan tidak
bersentuhan langsung dengan permukaan koil. Ketika ditambahkan rusuk-rusuk
koil, fins dapat memperluas ruang terbuka di antara pipa dan berfungsi sebagai
pengumpul panas. Ukuran fin tergantung dari aplikasi yang diinginkan oleh
desainer. Ukuran ppipa menentukan ukuran dari fin, ukuran pipa yang kecil
membutuhkan fin yang kecil pula.

Gambar 2.4 Finned Evaporator

Universitas Sumatera Utara

3. Plate Surface Evaporators
Beberapa disusun dari dua lembar pelat dari logam yang ditimbulkan dan
di las bersama untuk menyediakan jalan bagi refrijeran mengalir di antara dua
lembar pelat tersebut. Biasanya digunakan untuk refrijerasi rumah tangga dan
lemari es, karena mudah dibersihkann, murah, serta tersedia dalam berbagai
variasi bentuk.

Gambar 2.5 Plate Surface Evaporator

2.5 Perpindahan panas
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi
(dalam bentuk panas) yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara kedua
benda atau material. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hokum pertama dan
kedua

termodinamika,sebagai

contoh

pada

peristiwa

pendinginan

yang

berlangsung pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan kedalam air.
Dengan termodinamika kita dapat menentukan suhu keseimbangan akhir dari
suatu batangan baja, namun termodinamika tidak akan dapat menunjukkan kepada
kita berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbanganitu atau
berapa suhu batangan itu pada saat sebelum tercapainya keseimbangan,sebaliknya
ilmu perpindahan kalor dapat membantu kita untuk menentukan suhu batangan

Universitas Sumatera Utara

baja sebagai fungsi waktu. Jenis-jenis perpindahan panas yang terjadi pada siklus
absorpsi yaitu :


Konduksi (hantaran)



Konveksi (aliran)

2.5.1 Perpindahan panas konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor
dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
rendah dalam suatu medium (padat,cair,gas) atau medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung. Secara umum laju aliran kalor secara
konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

� = −��

��
��

……………………………………………………………...…(2.1)

Keterangan :
q

= laju aliran kalor (watt)

k

= konduktifitas termal bahan (W/(m2.0C)

��

= gradient suhu kearah perpindahn kalor (0C/m)

A

= luas penampang (m2)

��

Tanda minus diselipkan agar memenuhi hokum ke 2 termodinamika yaitu kalor
mengalir ke temperature yang lebih rendah. Perpindahan kalor secara hantaran/
konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini
hanyan terjadi di dalam bahan. Arah aliran energy kalor, adalah dari titik bersuhu
tinggi ke titik bersuhu rendah.
Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama
sempurnanya. Dengan demikian,umpamanya seorang tukang hembus kaca dapat
memegang suatu barang kaca, yang beberapa cm lebih jauh dari tempat pegangan
itu adalah demikian panasnya, sehingga bentuknya dapat berubah. Akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

seorang pandai tempa harus memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah
tang. Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor.
Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yanag digunakan untuk
menyatakn bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah
koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan
mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan
isolator,koefisien ini bernilai kecil.
Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan
sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan
sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam
dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan
bagaimana kalor dipindahkan dari ujung ynag panas ke ujung yang dingin.
Apabila ujung batang logam tadi menerima energy kalor dari api, energy ini akan
memindahkan sebagian energy kepada molekul dan electron yang membangun
bahan tersebut. Molekul dan electron merupakan alat pengankut kalor di dalam
bahan menurut proses perpindahan panas konduksi. Dengan demikian dalam
prosespengankutan kalor di dalam bahan, aliran electron akan memainkan peranan
penting. Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar
alir energy kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan susunan molekul dan juga
atom di dalm setiap bahan adalah berbeda. Unutuk satu bahan berfasa padat
molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara.
Molekul udara adalah renggang sekali. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat
seperti kayu, dan besi, maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada
molekul kayu.
Pada alat penukar kalor dalam hal ini evaporator perpindahan konduksi
terjadi pada bagian tabung/pipa,tahanan termal yang terjadi pada tabung/pipa
adalah seperti pada gambar 2.6

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Tahanan termal pada permukaan silinder
( Sumber : Heat and mass transfer seventh edition, Incropera )

Dimana persamaan yang berlaku adalah :

� ��



��ℎ = �� 2���
…………………………………………………………(2.2)

Dimana :

Rth

= tahanan termal (0C/W)

ro

= Jari jari luar (m)

ri

= Jari jari dalam (m)

L

= Panjang pipa/silinder (m)

K

= Konduktivitas dari benda (W/m0C)

2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi
Pada permasalahan evaporator perpindahan panas konveksi terdapat pada dua sisi
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a) Sisi udara (Aliran Luar)

Gambar 2.7 Konveksi paksa aliran menyilang
( Sumber : Heat and mass transfer seventh edition, Incropera )
Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara
bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di
dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas
yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperature dapat
di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar
dimana laju perpindahan panasnya :

� = ℎ . �� . (�� − �∞ )……………………………………………(2.3)

Dimana :
h

= Koefisien perpindahan pans konveksi

As

= Luas permukaan perpindahan kalor

Ts

= Suhu pada plat

T∞

= Suhu udara/Gas buang

q

= Laju perpindahan panas

Universitas Sumatera Utara

b) Sisi amonia (Aliran Dalam)

Gambar 2.8 Konveksi paksa aliran dalam
( Sumber : Heat and mass transfer seventh edition, Incropera )

Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran dalam
seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana fluida
dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang
secara bebas seperti halnya pada luar.
Laju perpindahan panas aliran dalam :

� = ℎ . �� . (�� − �∞ ) ………………………………….…………(2.4)
h

= Koefisien perpindahan pans konveksi

As

= Luas permukaan perpindahan kalor

Ts

= Suhu pada plat

T∞

= Suhu fluida

q

= Laju perpindahan panas

c) Perpindahan panas secara keseluruhan
Pada banyak kasus perpindahan panas yang melibatkan proses konveksi
dan konduksi, dimana laju perpindahan panas total :

� = � . �� . ∆�1� ………………………………………….……..(2.5)
Dimana untuk mencari U (kefisien perpindahan panas keseluruhan )
adalah :

Universitas Sumatera Utara

1


=

�� �

ℎ� .��

+

�� �
2.�

. ln �

�� �
��

�+

1
ℎ�

…………………………………(2.6)

Panas dari generator di alirkan ke larutan ammonia yang besarnya dapat di
tentukan dari persamaan :

� = � . �� . ( ��� − ��� )………………………………….………(2.7)

Dimana:
�� 0

���

= Suhu gas buang masuk generator
= Suhu gas buang keluar generator

2.6 Parameter dalam Perhitungan nilai Perpindahan Panas Evaporator
Dalam alat penukar kalor diterapkan susunan tabung bersirip (finned tube)
untuk membuang kalor dari fluida panas. Namun dalam pembahasan nilai nilai
parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan panas, laporan ini tidak di
bahas mengenai efektifitas sirip atau fin melainkan hanya membahas mengenai
perpindahan panas pasa tabung atau tube-nya saja, sehingga persamaan yang di
bahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan persamaan konveksi
yang secara umum digunakan pada penukar kalor pipa ganda (double pipe)
ataupun tabung pipa (shell and tube). Seringkali salah satu fluida dalam penukar
panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir dalam ruang annulus
sebuah pipa yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell yang memuat banyak
pipa, perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap pipa. Antara lain
fluida di dalam pipa dan permukaan dinding pipa sebelah dalam, panas
dipertukarkan secara konveksi, kemudian panas menjalar secara konduksi melalui
logam dinding pipa sedangkan diluar pipa terjadi lagi konveksi.
Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung
berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan
panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor
adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan
panas secara konveksi diperkirakan dari persamaan persamaan empiris lain

Universitas Sumatera Utara

daripada untuk konveksi luar pipa. Banyak buku yang memuat keterangan tentang
koefisien perpindahan panas baik dalam bentuk persamaan maupun dalam bentuk
lain. Dalam mencari persamaan empiris ituharus diperhatikan sifat fluida,sifat
aliran,jenis perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan), letak pipa dan lain
sebagainya.

2.6.1 Sifat sifat termodinamika fluida
a) Temperatur rata-rata fluida

���� =

��� +���
2

……………………………………...…………………(2.8)

Temperatur inlet (Tci)

Dimana :

Temperatur outlet (Tco)

b) Mencari Temperatur rata-rata udara

������ =

�ℎ � +�ℎ �

Dimana :

2

…………………………………………………….….(2.9)

Temperatur inlet (Thi)
Temperatur outlet (Tho)

2.6.2 Sifat aliran fluida
Di alam mini terdapat dua jenis aliran fluida. Pertama dikenal dengan
aliran laminar dimana sifatnya tenang, kecepatanya rendah, semua partikel
partikelnya mempunyai ssifat aliran yang seragam. Kedua addlah aliran turbulen
pada aliran ini masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang
berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah

Universitas Sumatera Utara

kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya
mempunyai kesempatan yang sama untuk menyentuh permukaan atau dinding
saluran, dengan demikian kesempatan fluida mengambil atau mentransfer panas
pada dinding saluran menjadi lebih besar. Dalam heat exchanger selalu diinginkan
agar alirannya turbulen sehingga kapasitas perpindahan panasnya meningkat.
Aliran turbulen dapat diperoleh dengan pemasangan baffle atau dengan membuat
permukaan dinding saluarn kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat
ditentukan perhitungan bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran dalam
pipa dapat didefinisikan dengan menggunakan rumus :

�� =

� .� .�
µ

…………………………………………………….…………..(2.10)

Keterangan : ρ = kerapatan fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter pipa (m)
µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Bilangan Reynolds digunakan sebagai criteria untuk menunjukkan sifat
aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk
Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re
4000 adalah jenis aliran turbulen.
Sedangkan

bilangan nusselt untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau

berkembang penuh (fully developed turbulent flow) di dalam tabung licin dapat di
tuliskan dengan persamaan :
�� = 0,023 (��)0,8 (�� � )…………………………………………………(2.11)

Pada bagian pintu masuk dimana aliran belum berkembang atau bersifat aliran
transisi, bilangan nusselt dapat dituliskan dalam persamaan :
�� = 0,023 (��)0,8 (��)0,3 (�/�)0,055 …………………..…………………(2.12)

Dan bilangan nusselt untuk laminar dapat dituliskan dalam persamaan :

Universitas Sumatera Utara

�� = 1,86 (��. ��)0,8 (�/�)0,3 (µ/µ� )0,14 ……..…………………………..(2.13)

Keterangan :

n

= 0,3 untuk pendingin

n

= 0,4 untuk pemanasan

Re

= Bilangan Reynolds

Pr

= Bilangan Prandtl

d

= diameter tabung

L

= Panjang tabung

2.6.3 Laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor
Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada alat penukar kalor dipengaruhi
oleh adanya tiga (3) hal, yaitu:
1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U)
Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat didasarkan
atas luas dalam atau luar tabung, menurut selera perancang sehingga cara
menghitungnya bias dengan 2 cara yaitu:


Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Ui)

�� =


1

��
�� ��
1
��
+2 . � . �
ℎ�
��������

�� 1
+
. � �� ℎ �

…………………………..(2.14)

Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam
(Uo)

�� =

1

��
1
��
+
ℎ � 2 . � . � ��������
�� ��

Keterangan : ri

. �

+

�� 1
�� ℎ �

……………………..…….(2.15)

= jari-jari pipa dalam (m)

ro

= Jari jari pipa luar (m)

Ao

= Luas permukaan luar total (m2)

Universitas Sumatera Utara

Ai

= Luas permukaan dalam total (m2)

ho

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian luar (W/m2 K)

hi

= Koefisien perpindahan kalor konveksi
pada pipa bagian dalam (W/m2K)

L

= Panjang pipa

Kmaterial = Konduktivitas panas material (W/m0K)
Koefisien perpindahan kalor pada masing masing proses perpindahan
kalor dapat dijabarkan sebagai berikut :


Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian
dalam (hi)

�� =

ℎ � .��


………………………………………………………(2.16)

Keterangan :
hi

= koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam
(W/m2K)



Nu

= Bilangan nusselt

k

= Kondukt ifitas thermal (W/m2 0C)

Di

= Diameter dalam (m)

Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian
luar (ho)

�� =

ℎ � .��


……………………………………………………….(2.17)

Keterangan :
ho

= koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar
(W/m2K)

Universitas Sumatera Utara

Nu

= Bilangan nusselt

k

= Kondukt ifitas thermal (W/m2 0C)

Do

= Diameter luar (m)

2. Luas perpindahan panas (A)


Menghitung luas perpindahan panas (A)

Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai)
�� = � . �� . � ……………………………………………………………….(2.18)
Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao)

�� = � . �� . �

……………………………………………………………….(2.19)
Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan
persamaan :


Luas permukaan penukar panas (Atotal)
� = �� . ������ . � . ������ …………………….…………(2.20)

`

������ =



�� . � . ������

……………………….………….(2.21)

Keterangan :
Ao

= Luas permukaan total,dalam (m2)

Ai

= Luas permukaan total,luar (m2)

Do

= Diameter pipa bagian luar total (m)

Di

= Diameter pipa bagian dalam (m)

L

= Panjang pipa (m)

Uo

= Koefisien perpindahan panas menyeluruh
Berdasarkan pipa luar (W/m2K)

Universitas Sumatera Utara

F

= Faktor koreksi

ΔTLMTD = Beda suhu rata-rata log
3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperature Difference
(ΔLMTD)
��1 = �ℎ� − ��� ……………………………………………………..(2.22)

��2 = �ℎ� − ��� ……………………………………………………..(2.23)

����� =

��2 −��1
��

�� 2
�� 1

……………………………………………..…………..(2.24)

Keterangan : Tci

= Temperatur air masuk (C)

Tco

= Temperatur air keluar (C)

Thi

= Temperatur udara masuk (C)

Tho

= Temperatur udara keluar (C)

Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada
satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma
alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Konfigurasi
aliran alternative adalah alat penukar panas diman fluida bergerak dalam arah
aliran melintang (cross flow) atau dengan sudut tegak lurus satu sama lainya
melalui alat penukar panas tersebut, jika suatu penukar kalor yang bukan jenis
pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan factor
koreksi terhadap LMTD untuk pipa susunan ganda aliran lawan arah dengan suhu
fluida panas dan dingin yang sama, maka persamaan perpindahan panas menjadi
Q = U.A.F.ΔT LMTD. Bila terdapat perubahan fase seperti kondensasi atau
penguapan, fluida biasanyaberada pada suhu yang hakekatnya tetap maka nilai
factor koreksi F = 1,0.

Universitas Sumatera Utara

2.6.4 Penukar panas dalam aliran paralel
Dari gambar di bawah ini,maka persamaan kekekalan energy dapat di tulis :
�� = −�
̇ . ��ℎ . � �ℎ ……………..…………………………………………..(2.25)

�� = �̇ . ��� . � �� ………..…………………………………………………(2.26)

��ℎ = −

��
�̇ℎ . ��ℎ

Dan
��� = −

��
�̇� . ���

Karena �(∆�) = � �ℎ − � ��

Maka � (∆�) = −��(

1

�� ℎ

+

1

���

) ………………….…………………………(2.27)

Gambar 2.9 Grafik penukar panas dalam arah parallel
( Sumber : Heat and mass transfer Cengel )

Universitas Sumatera Utara

Perpindahan kalor dinyatakan dengan :
�� = � . (�ℎ − �� ). ���

………………………...……………………………(2.28)

Bila persamaan 2.28 di substitusikan ke persamaan 2.27 kemudian di integralkan :


�(∆�)
∆�

Atau

= −�(

1
�ℎ

1

+ ) ∫ ��

∆�

��

1

1





∫ ln �∆�2 � = −�. � �� + � � ……………………………………………….(2.30)
1

Apabila di substitusikan dengan persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 maka :
ln �

�.�


∆�2
∆�1

� = −�. � �

� ℎ � −� ℎ �


+

��� −� ��




= ((�ℎ� − ��� ) − (�ℎ� − ��� ) ……………………………..…………….(2.31)

Dengan demikian maka laju perpindahan kalor dapat ditulis :
� = �. �. ����

…………………………………..………………………….(2.32)
Dimana :
���� =

∆� 2−∆� 1

ln ∆�2 /∆�1

∆�2 = �ℎ� − ���

∆�1 = �ℎ� − ���

Universitas Sumatera Utara

2.6.5 Penukar panas dengan arah yang berlawanan
Laju perpindahan panas dapat ditulis seperti laju perpindahan panas aliran
parallel namun untuk,
∆�1 = �ℎ� − �ℎ�

∆�2 = �ℎ� − �ℎ�

Gambar 2.10 Grafik penukar panas dengan aliran fluida berlawanan
( Sumber : Heat and mass transfer Cengel )
2.7 Faktor Pengotoran Evaporator
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan
hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran
pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam
tahanan termal (Janna, 2000; Incropera, 2006) .

Universitas Sumatera Utara

Faktor pengotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran
pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung
cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

�=

1
1


0,0002 +( )

………………………………………………………………..(2.27)

Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida
Fluida
Air laut, air sungai, air mendidih,

�� , � 2 , ⁰�/�

air suling
Dibawah 50 oC
o

0,0001

Diatas 50 C

0,0002

Bahan bakar

0,0009

Uap air (bebas minyak)

0,0001

Refrijeran (cair)

0,0002

Refrijeran (gas)

0,0004

Alcohol (gas)

0,0001

Udara

0,0004

(Sumber : Janna, 2000)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

6 39 109

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 1 21

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 2

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 3

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 28

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 3

Rancang Bangun Evaporator Pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar Dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 11

Rancang bangun Evaporator pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 21

Rancang bangun Evaporator pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 2

Rancang bangun Evaporator pada Mesin Pendingin Menggunakan Siklus Absorpsi Memanfaatkan Panas Buang Motor Bakar dengan Pasangan Refrijeran-Absorben Amonia-Air

0 0 3