CUT ELSYA AZZANIE kti cemuanya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN
IBU HAMIL TENTANG PERSALINAN WATER BIRTH DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA ALAM
BANDA ACEH

KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi
Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah
Banda Aceh

Oleh:

CUT ELSYA AZZANIE
NIM : 10010117

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM
STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN BANDA ACEH
TAHUN 2013

ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL

TENTANG PERSALINAN WATER BIRTH DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KUTA ALAM BANDA ACEH
Cut Elsya Azzani,1 Cut Efriana2

ix + halaman : 56, 9 tabel, 2 gambar , 7 lampiran
Latar Belakang : Selama tahun 1980-1990, water birth bertumbuh pesat di Inggris, Eropa, dan
Kanada. Pada tahun 1985, The family Birthing di Upland, Di Jakarta metode ini sudah diterapkan
dibeberapa rumah sakit, salah satunya di SamMary Family Healtcare pada tanggal 4 Oktober
2006 pukul 06.05 WIB. Liz Adianti menjadi ibu pertama di Indonesia yang melakukan persalinan
di air dengan bantuan dokter spesialis kandungan dan kebidanan. Hingga saat ini telah tercatat
sekitar 130 bayi yang lahir dalam air di SamMary Family Healtcare.Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh dari 8 orang ibu hamil yang diwawancarai 3
ibu hamil yang mengetahui persalinan Water Birth dan 5 orang yang tidak mengetahui.
Tujuan Penelitian : Peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu
hamil tentang persalinan water birth di wilayah kerja Puskesmas Kuta Alam,berdasarkan
pendidikan, informasi dan pekerjaan
Metode Penelitian :Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan Analitik dengan
menggunakan pendekatan cross secctional dengan populasi 56 orang, Accedental sampling. Cara
pengambilan data dengan cara membagikan kuesioner.Sampel 32 responden dilakukan peneltian
tanggal 19-27 agustus 2013 di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.

Hasil Penelitian : hasil penelitian tidak ada hubungan pendidikan dengan pengetahuan water
birth p value 0,798,Tidak terdapat hubungan pekerjaan dengan pengetahuan water birth nilai p
value 0,265,Tidak adanya hubungan informasi dengan pengetahuan nilai p value 0,678.
Kesimpulan dan saran : Bahwa tidak ada hubungan pendidikan, pekerjaa, informasi dengan
pengetahuan water birth p value 0,798, 0,265, 0,678 diharapkan agar dapat menjadi masukan
untuk puskesmas dalam rangka peningkatan para ibu untuk memilih persalinan melalui water
birth. Diharapkan agar dapat menjadi masukan untuk puskesmas dalam rangka peningkatan para
ibu untuk memilih persalinan melalui water birth.

Kata kunci : Pengetahuan, Waterbirth, Ibu hamil
Sumber

1

: 6 buku (2002 - 2008 ), 13 situs internet (2006-2012)

Mahasiswi Prodi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah
Dosen Pembimbing Prodi D-III Kebidanan STIKes U’Budiyah

2


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T, dimana atas
rahmat dan hidayah-Nya peneliti telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Persalinan Water Birth Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kuta Alam Banda Aceh Tahun 2013” .
Peneliti Karya Tulis Ilmiah ini merupakan kewajiban yang harus di
laksanakan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli Kebidanan
STIKes U’Budiyah.
Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmah ini peneliti telah banyak menerima
bimbingan dari ibu Cut Efriana, SST sebagai pembimbing dan bantuan serta
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini peneliti
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya :
1. Bapak Dedi Zefrizal, S.T, Selaku Ketua Yayasan U’Budiyah Indonesia.
2. Ibu Marniati, M. Kes. Selaku Ketua STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
3. Ibu Nuzulul Rahmi, SST. Selaku Ketua Prodi D-III Kebidanan STIKes
U’Budiyah Banda Aceh.
4. Ibu Cut Rosmawar, SST selaku Ketua Prodi D-IV Kebidanan STIKes

U’Budiyah Banda Aceh.
5. Bapak Agussalim, SKM, M.Kes selaku Ketua Prodi S-1 Fakultas
Kesehatan Masyarakat STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
6. dr. Prita Amelia Siregar selaku Kepala UPTD Puskesmas Kuta Alam.
7. Terima Kasih kepada pegawai puskesmas kuta alam khususnya untuk ibu –
ibu hamil yang telah memberikan Informasinya tentang pengetahuan
persalinan Water Birth.

8. Teristimewa buat Ayah dan Mama yang telah memberikan pengorbanan
baik material maupun do’a bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan
pendidikan Akademi Kebidanan.
9. Kakak, Adik, Tante dan Keluarga Besar semuanya yang telah memberikan
do’a, dukungan dan semangat bagi peneliti sehingga dapat menyelesaikan
penulisan ini.
10. Soulmate yaitu Bahtiar Faalah yang selalu membantu, memberi dukungan
dan semangat ketika sudah lelah, dan juga do’a bagi peneliti sehingga dapat
selesainya penulisan ini.
11. Sahabat tercinta di Jakarta yaitu ain, tie-tie, sherly, amel dan nopi yang
sudah banyak membantu dan memberi dukungan, semangat dan do’a bagi
peneliti sehingga dapat selesainya penulisan ini.

12. Siti Julita, Dara Khairina dan Raudhatul Jannah yang telah banyak bersusah
payah membantu peneliti dalam membuat penulisan ini sehingga dapat
terselesaikan.
13. Teman-teman seangkatan yang telah banyak membantu dan berjuang samasama khususnya untuk kelas III-B sehingga selesainya penulisan ini.

Peneliti menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, banyak kekurangan baik dari segi bahasa, penulisan, maupun isinya.
Oleh sebab itu peneliti senantiasa mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak yang dapat membantu dalam pembuatan penulisan
pada penelitian ini.

Akhirnya kepada Allah SWT kita sepantasnya berserah diri, tiada satupun
yang terjadi tanpa kehendaknya.
Banda Aceh, 28 Agustus 2013
Tertanda

Peneliti

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

ABSTRAK
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PENGESAHAN PENGUJI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
i
ii
iii
iv
v
viii
x
xi
xii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian

1
1
4
5
5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Persalinan
B. Water Birth
a. Metode Water Birth
b. Keuntungan Water Birth
c. Kerugian Water Birth
d. Patofisiologi
e. Indikasi dan Kontraindikasi

f. Prosedur Persalinan
C. Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
D. Kerangka Teoritis

6
6
17
17
19
22
27
31
33
36
43

BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
B. Definisi Operasional
C. Hipotesa


44
44
45
46

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Populasi dan Sampel
C. Tempat dan Waktu Penelitian
D. Instrumen
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Pengolahan Data
G. Analisa Data

47
47
47
48
48

48
48
49

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan

51
51
51
56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran

60
60

60

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

43

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

44

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional

45

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Persalinan Water Birth

51

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Persalinan Water Birth

52

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Persalinan Water Birth

52

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang Persalinan Water Birth

53

Tabel 5.5 Hubungan Pendidikan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Persalinan Water Birth

53

Tabel 5.6 Hubungan Pekerjaan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Persalinan Water Birth

54

Tabel 5.7 Hubungan Informasi Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Persalinan Water Birth

55

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Lembaran Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2

: Lembaran Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3

: Kuesioner

Lampiran 4

: Surat Pengambilan Data Awal

Lampiran 5

: Surat Selesai Pengambilan Data

Lampiran 6

: Surat Izin Penelitian

Lampiran 7

: Surat Selesai Izin Penelitian

Lampiran 8

: Master Tabel

Lampiran 9

: Lembaran SPSS Output Analisa Univariat

Lampiran 10 : Lembaran SPSS Output Analisa Bivariat
Lampiran 11 : Lembar konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 12 : Biodata

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dokumen modern pertama ditemukan pada suatu desa di Perancis tahun
1805 dan secara lengkap pada kumpulan jurnal medis di Perancis, dimana terjadi
pengurangan yang signifikan ibu bersalin dengan distosia (yang tidak mengalami
kemajuan dalam proses persalinannya) akan menjadi lebih progresif dengan
menggunakan metode persalinan water birth, di mana bayi akan lahir lebih
mudah. Peneliti Rusia Igor Charkovsky yang meneliti tentang keamanan dan
kemungkinan manfaat water birth di Uni Soviet selama tahun 1960-an. Pada akhir
tahun 1960-an, ahli obstetri Perancis Frederick Leboter mengembangkan teknik
baru berendam di air hangat untuk memudahkan transisi bayi dari jalan lahir ke
dunia luar, dan dapat mengurangi efek trauma yang mungkin terjadi. Pada awal
tahun 70-an Dr. Michel Odent, kepala instalasi bedah rumah sakit Pithiviers,
Perancis, pertama kali memperkenalkan keuntungan dari persalinan dan kelahiran
di dalam air (Febrina, 2010) .
Selama tahun 1980-1990, water birth bertumbuh pesat di Inggris, Eropa,
dan Kanada. Pada tahun 1985, The family Birthing di Upland, California Selatan
yang di pimpin oleh Dr. Michael Rosenthal menyarankan wanita untuk bersalin
dan melahirkan di air. Setelah 5 tahun akumulasi pengalaman water birth, pada
tahun 1993 telah terjadi 1000 kelahiran, di Odent’s Birthing Center Pithiviers

tanpa komplikasi atau infeksi pada ibu atau bayi. Pada tahun 1989 Water Birth
International Project, Barbara Harper mengembangkan “Topic Of Gentle
Alternatives In Childbirth”. Pada tahun 1991, Monadnock Community Hospital di
Peterborough, New Hampshire menjadi rumah sakit pertama yang membuat
protokol water birth. Pada tahun 1990, The Scientific Advisory Committee
membuat pernyataan tentang water birth dengan penekanan pada pentingya
penelitian ilmiah. Pernyataan tersebut di revisi tahun 1994 tentang pentingnya
keamanan persalinan dan kelahiran di air, serta perlunya informasi yang tepat
tentang manfaat dan risiko water birth. Pada 1-2 april 1995 pada Wembley
Conference Center di London, Inggris, menggelar konferensi pertama water birth
untuk mengekplorasi masalah-masalah yang berkembang, dihadiri 39 negara
dengan data 19.000 persalinan di dalam air. Konferensi berlanjut tahun 1996,
2004, dan bulan September 2007 (Febrina, 2010).
Water Birth telah diterima dan dipraktekkan di banyak Negara seperti
Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan New Zealand. Di Negara-negara Eropa
termasuk Inggris dan Jerman terdapat banyak Maternity Clinics yang
menggunakan birthing tubs. Pada tahun 2006 Water Birth Internasional mencatat
lebih dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat menawarkan fasilitas tersebut. The
Royal College of Obstetricans and Gynecologist dan The Royal College of
Midwife mendukung persalinan dalam air bagi wanita yang sehat tanpa
komplikasi pada kehamilannya. Jika petunjuk praktis dijalankan dengan baik
dalam hal mengontrol infeksi, manajemen rupture tali pusat dan dengan kepatuhan
pada persyaratan yang ada, komplikasi akan dapat dikurangi.( Buckley, S.)

Di Bali telah ada sejak tahun 2003, Robin Lim dari klinik Yayasan Bumi
Sehat Desa Nyuh Kuning, Ubud-Bali telah menangani lebih dari 400 kasus Water
Birth per tahun. Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama kali
menyediakan fasilitas Water Birth adalah Rumah Sakit Umum harapan Bunda
(Rhudy, 2011).
Meski proses persalinan dalam air alias Water Birth sudah menjadi trend
di kota-kota besar tanah air, tak terkecuali di provinsi Aceh yang sudah mengenal
teknik tersebut sejak setahun belakangan, nyatanya Water Birth belum banyak
diaplikasikan oleh bidan-bidan lokal. Meski untuk pengetahuan dasarnya sudah
diberikan saat perkuliahan, namun teknik menyeluruh mengenai penanganan
persalinan dalam air belum masuk di kurikulum ilmu kebidanan. Hal tersebut tak
dipungkiri oleh bidan senior Sumiatun Sudemba, S.ST, S.Pd. Karena itulah,
wanita yang akrab disapa Demba itu berharap banyak pada kegiatan seminar
maupun penyuluhan soal Water Birth. “Memang belum semua bidan tahu. Saya
setuju bila sosialisasi Water Birth terus digalakkan di kalangan mahasisiwa
maupun praktisi kebidanan karena banyak manfaat yang akan diperoleh.(Sulis
Tiyani, 2012).
Persalinan dan kelahiran adalah kejadian fisiologi yang normal yang mana
kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa sosial yang dinantikan ibu dan
keluarga selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah untuk
melahirkan bayinya, sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau
persalinan dan mendeteksi dini adanya komplikasi selama persalinan, disamping

juga bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin.(
Nelson, 2000).
Bagi kebanyakan melahirkan di air atau water birth masih belum populer,
berbeda dengan di beberapa Negara Asia lain, metode ini justru menjadi pilihan
utama ibu untuk melahirkan. Di Indonesia, tidak semua rumah sakit dilengkapi
fasilitas untuk persalinan dengan metode water birth. Selain dibutuhkan tenaga
medis yang terlatih khusus, pihak rumah sakit harus memiliki kolam bersalin
berdesain khusus (birth pool).Strelisasi air perlu diperhatikan agar tidak
menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi yang dilahirkan.
Di Jakarta metode ini sudah diterapkan dibeberapa rumah sakit, salah
satunya di SamMary Family Healtcare pada tanggal 4 Oktober 2006 pukul 06.05
WIB. Liz Adianti menjadi ibu pertama di Indonesia yang melakukan persalinan
di air dengan bantuan dokter spesialis kandungan dan kebidanan. Hingga saat ini
telah tercatat sekitar 130 bayi yang lahir dalam air di SamMary Family Healtcare.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Kuta Alam
Banda Aceh dari 8 orang ibu hamil yang diwawancarai 3 ibu hamil yang
mengetahui persalinan Water Birth dan 5 orang yang tidak mengetahui.
Kunjungan ibu hamil di Puskessmas Kuta Alam dari Januari sampai Febuari 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka yang menjadi masalah
dalam penelitian ini adalah : “Apakah Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Pengetahuan Ibu Hamil Tertang Persalinan Water Birth di Wilayah Kerja
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh Tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pengetahuan ibu hamil tentang persalinan water birth di wilayah kerja
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang persalinan water birth dari
pendidikan.
b. Mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang persalinan water birth dari
pekerjaan.
c. Mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang persalinan water birth dari
informasi.
D. Manfaat Penelitian
a. Peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman serta dapat memperoleh
informasi pengetahuan ibu hamil tentang persalinan water birth.
b. Tempat Penelitian
Menjadi

masukan yang luar biasa bagi puskesmas dalam rangka

peningkatan para ibu untuk memilih persalinan melalui water birth.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 1824 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Suparyanto,
2010).
Salah satu hal penting yang terjadi pada proses persalinan adalah nyeri
persalinan. Dalam proses persalinan hal inilah yang paling dirasakan tidak
menyenangkan bahkan menakutkan bagi ibu. Saat ini proses persalinan
pervaginam telah berkembang yang bertujuan memberi rasa nyaman aman
dan menyenangkan serta dapat mengurangi bahkan meniadakan perasaan
cemas dan menegangkan. Salah satu metode alternative yang saat ini populer
adalah

persalinan

dalam

air

hangat

atau

dikenal

sebagai

water

birth.(Bayuningrat, 2008).
Sekalipun menganggap Water Birth tak ubahnya merupakan proses
persalinan normal, namun Demba menilai teknik tersebut memiliki banyak
kelebihan. “Sebenarnya standar persalinan normal, namun water birth memiliki
sejumlah

keunggulan.

Tapi

bagaimanapun

setiap

persalinan

harus

mengedepankan beberapa aspek, sebut saja cara kelahiran, kekuatan bayi,

penolong, psikologis si ibu hingga pendampingnya pun harus diperhatikan
(Suparyanto, 2010).
1. Fisiologis Persalinan
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya persalinan:
a).Teori Penurunan Progesteron
Penuaan plasenta telah dimulai sejak usia kehamilan 30-60 minggu
sehingga terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan estrogen pada
saat hamil, terjadi perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron
yang menimbulkan kontraksi Braxton Hicks, yang selanjutnya akan
bertindak sebagai kontraksi persalinan. Kenyataan menunjukkan bahwa
saat menjelang persalinan, tidak terjadi penurunan konsentrasi
progesterone (Suparyanto, 2010).
b).Teori Oksitosin
Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam
otot rahim sehingga mudah terstimulasi saat disuntikkan oksitosin dan
menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan
pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus atau
minimal melakukan kerjasama (Suparyanto, 2010).
c). Keregangan Otot Rahim
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban
sehingga keregangan otot rahim makin pendek dan kekuatan untuk
berkontraksi makin meningkat (Suparyanto, 2010).

d).Teori Janin
Sinyal yang diarahkan pada maternal sebagai tanda bahwa janin
telah siap lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan,
bila terdapat anomaly hubungan hipofisis dan kelenjar supraneal,
persalinan akan menjadi lebih lambat. Diduga bahwa keutuhan hipofisis
dan glandula suprarenal sangat penting walaupun bentuk diketahui
bentuk sinyalnya (Suparyanto, 2010).
e).Teori Prostaglandin
Menjelang persalinan, diketahui bahwa prostaglandin sangat
meningkat pada cairan amnion dan desidua. Diperkirakan bahwa
terjadinya penurunan progesterone dapat memicu interleukin -1 untuk
melakukan “hidrolisis gliserofosfolofid” sehingga terjadi pelepasan dari
asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2, dan PGF2 alfa. Terbukti
pula bahwa saat mulainya persalinan terdapat penimbunan dalam
jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion.
Selain itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium desidua
dan korion leave (Suparyanto, 2010).
Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang
kontraksi bila diberikan dalam bentuk infuse, per os, atau secara intra
vaginal. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa proses mulainya
persalinan merupakan proses yang kompleks dan paling dominant,
tetapi merupakan inisiasi pertama yang masih belum diketahui dengan
pasti (Suparyanto, 2010).

2. Tanda Menjelang Persalinan
Untuk primigravida kepala janin telah masuk PAP pada minggu 36
yang disebut lightening :
a.

Rasa sesak di daerah epigastrum makin berkurang.

b.

Masuknya kepala janin menimbulkan sesak dibagian bawah dan
menekan kandung kemih.

c.

Dapat menimbulkan sering kencing atau polakisuria.

d.

Pada Pemeriksaan : Tinggi fundus uteri semakin turun; Serviks uteri
mulai lunak, sekalipun terdapat pembukaan (Suparyanto, 2010).

3. Tanda Mulai Persalinan
Timbulnya his persalinan dengan ciri :
a. Fundul dominan.
b. Sifatnya teratur makin lama intervalnya makin pendek.
c. Terasa nyeri dari abdomen dan menjalar ke pinggang.
d. Menimbulkan perubahan progresif pada serviks berupa pembukaan dan
perlunakan.
e. Dengan aktivitas his persalinan makin bertambah (Manuaba, 2007).
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks (Manuaba, 2007).

4. Tanda dan Gejala Inpartu termasuk :
a. Penipisan dan pembukaan serviks.
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
c. Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina
(Suparyanto, 2010).
5. Berlangsungnya Persalinan Normal
a. Persalinan dibagi menjadi 4 kala:
1) Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga
serviks membuka lengkap (10 cm).
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2
fase :
a) Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lembab sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi, yakni :
1) Fase Akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
tadi menjadi 4 cm.
2) Fase Dilatasi Maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

3) Fase Deselerasi : Pembukaan menjadi lambat kembali.
Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap ( Suparyanto, 2010 )
Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam sedangkan
pada multipara kira-kira 7 jam( Suparyanto, 2010 ).
2). Kala II
Pengertian Kala II
Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Kala II
persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Gejala dan Tanda Kala II Persalinan adalah :
a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan
atau vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
f. Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi
obyektif) yang hasilnya adalah (Suparyanto,2010):
1.

Pembukaan serviks telah lengkap.

2.

Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira
2 sampai 3 menit sekali. Oleh karena biasanya kepala janin sudah
masuk ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otototot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rectum dan hendak
buang air besar. Perineum menonjol menjadi lebih besar dan anus
membuka. Labia membuka dan tak lama kemudian kepala janin
tampak dalam vulva pada waktu his. Bila panggul sudah lebih
berelaksasi kepala tidak masuk lagi di luar his. Dengan kekuatan
mengejan maksimal kepala lahir dengan suboksiput dibawah
simphisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan
anggota bayi. Para primgravida kala II berlangsung rata-rata 1,5
jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Suparyanto,2010).
3. Kala II
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak
diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi
untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah. Kala III berlangsung
sampai 6 sampai 15 menit setelah janin dikeluarkan
( Suparyanto.2010).

4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum. Harus diperhartikan 7 pokok penting
a. Kontraksi uterus harus bagus;
b. Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia lainnya;
c. Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap;
d. Kandung kencing harus kosong;
e. Luka-luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada
hematoma;
f. Bayi dalam keadaan baik;
g. Ibu dalam keadaan baik. Nadi dan tekanan darah normal, tidak
ada pengaduan sakit kepala atau enek. Adanya frekuensi nadi
yang menurun dengan volume yang baik adalah suatu gejala
baik (Suparyanto,2010).
6. Penatalaksanaan Persalinan Normal
a. Anamnesa
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang
riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan
dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis
dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai,
meliputi :
1)

Nama, umur, dan alamat

2)

Gravida dan para

3)

Hari pertama haid terakhir

4)

Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)

5)

Riwayat alergi obat-obat tertentu

6)

Riwayat kehamilan yang sekarang dan sebelumnya

7) Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan
jantung, berkemih, dan lain-lain).
Riwayat medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan,
atau nyeri epigastrum bagian atas) (Suparyanto,2010).
7.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan
ibu dan bayinya serta kenyamanan fisik ibu bersalin, meliputi;
pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan abdomen digunakan untuk

8.

a.

Menentukan tinggi fundus uterus

b.

Memantau kontraksi usus

c.

Memantau denyut jantung janin

d.

Menentukan presentasi

e.

Menentukan penurunan bagian terbawah janin (Suparyanto,2010).

Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam diperlukan untuk menilai :
a.

Vagina, terutama dindingnya, apakah ada bagian yang menyempit

b.

Keadaan serta pembukaan serviks

c.

Kapasitas panggul

d.

Ada atau tidak adanya penghalang (tumor) pada jalan lahir

e.

Sifat fluor albus dan apakah ada alat yang sakit umpamanya
bartholmitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya

f.

Pecah tidaknya ketuban

g.

Presentasi kepada janin

h.

Turunnya kepala dalam ruang panggul

i.

Penilaian besarnya kepala terhadap panggul

j.

Apakah partus telah mulai atau sampai dimanakah partus telah
berlangsung (Prawirohardjo, 2006 : 193).
Mendokumentasikan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik kedalam

patograf meliputi: informasi tentang ibu, kondisi janin, kemajuan
persalinan, jam dan waktu, kontraksi uterus, obat-obatan dan cairan
yang diberikan, kondisi ibu dan asuhan serta pengamatan klinik,
mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
(Suparyanto, 2010).
9.

Mekanisme Persalinan
His adalah salah satu kekuatan pada ibu seperti telah dijelaskanyang

menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin kebawah.

Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun
dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi
pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah
sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.
Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah

sumbu kepala janin miring dengan pintu atas panggul (Suparyanto,
2010).
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada
mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena
ruangan pelvis di daerah posterior adalah lebih luas dibandingkan
dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Akibat sumbu kepala janin
yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati
suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala
yang akan menurun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di
dalam rongga panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan
diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboksipitobregmatikus (32 cm) (Suparyanto, 2010).
Sampai didasar panggul kepala janin berada didalam keadaan
fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis
yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi
elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his
yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran
paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan
berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil
berada di bawah simfisis. Dengan suboksiput sebagai hipomoklion,
kepala

mengadakan

(Suparyanto, 2010).

gerakan

defleksi

untuk

dapat

dilahirkan

Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah
kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi
luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi
dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung
anak. Didalam rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan
bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga didasar panggul, apabila kepala
telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan terebih dahulu baru kemudian bahu
belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru
kemudian

trokanter

belakang,

kemudian

bayi

lahir

seluruhnya

(Prawirohardjo, 2006).
Lama persalinan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh paritas,
interval kelahiran, status psikologis, presentasi dan posisi janin, bentuk
dan ukuran pelvik maternal, serta karakteristik kontraksi uterus (Fraser,
2009 : 432).
B. Water Birth
Water Birth merupakan salah satu metode alternative persalinan
pervaginam, dimana ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan
berendam di air hangat ( yang dilakukan pada bathtub atau kolam ) dengan
tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan member rasa nyaman
(Bayuningrat,2008).

a. Metode Water Birth
Ada 2 metode water birth :
1. Water birth murni, ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami
pembukaan 6 sampai proses melahirkan terjadi.
2. Water birth emulsion, ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa
kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur
(Rhudy, 2011).
b. Keuntungan Water Birth
Metode Water Birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi
dibandingkan dengan metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara
signifikan dengan adanya pengurangan penggunaan analgesic pemendekan
persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika dibandingkan
dengan persalinan lainnya ( Rhudy, 2011 )
1. Keuntungan Bagi Ibu
a.

Mengurangi nyeri persalinan dan memberi rasa nyaman.
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air
hangat yang membuat rileks dan nyaman sehingga rasa sakit dan
stress akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah tujuan
utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada
dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya
sama hanya tempatnya yang berbeda. Pada Water Birth ibu
melahirkan bayinya dalam kolam dengan posisi bebas dan yang

paling dirasakan nyaman oleh ibu. Kolam dapat terbuat dari fiber
glass atau bahan lain (Rhudy,2011 ).
Adanya

mitos

yang

menyebutkan

pemanjangan

fase-fase

persalinan. Pada kenyataannya Water Birth merupakan persalinan
alamiah, dan tidak sepenuhnya mengurangi nyeri kontraksi.
Meskipun demikian banyak wanita merasakan adanya pengurangan
nyeri sewaktu ada dalam air, berendam dalam air hangat dan
mengapung. Penelitian juga menunjukkan persalinan dalam air
sesungguhnya dapat memperpendek persalinan kala I dan tekanan
darah menjadi lebih rendah di banding persalinan konvensional. Ibu
hamil yang berendam di dalam air hangat pada persalinan dengan
penyulit

(distosia) dibandingkan dengan augmentasi

standar

menunjukkan bahwa angka penggunaan epidural analgesia dan
intervensi obstetri lebih rendah. Berendam dalam air akan dapat
mengurangi 75% nyeri persalinan, kemampuan mengapung ibu akan
menolong untuk relaksasi, pergerakan selama persalinan water birth
yang lebih leluasa menyebabkan ibu nyaman dan rileks, sedangkan
air hangat akan membantu mengurangi nyeri ( Rhudy, 2011 ).
b. Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala
bayi crowning lambat akan menurunkan risiko robekan dan dapat
mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Selain itu, trauma
perineum yang terjadi tidak berat dengan dijumpai lebih banyak

kejadian intak perineum. Masih terdapat mitos bahwa ibu yang
melahirkan dalam air lebih mungkin untuk mengalami robekan
karena yang membantu persalinan kesulitan untuk melakukan
episiotomi jika diperlukan. Namun sesungguhnya ibu yang
melahirkan dalam air hangat kurang mengalami robekan karena air
hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu melunakkan
jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan episiotomy,
penolong justru lebih mudah menjangkau bagian perineum ibu untuk
melakukan message atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi tidak
diperlukan dan jika penolong menganggap selama proses persalinan
terdapat keadaan emergensi penolong akan membatalkan pelaksana
metode ini ( Rhudy,2011 ).
c.

Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat
proses persalinan yang dihubungkan secara signifikan dengan
persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek. Dalam hal ini ibu
dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah,
lebih rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan
obat-obatan dan intervensi lainnya, member perlindungan secara
pribadi, mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan
episiotomy, mengurangi kejadian seksio sesaria, memudahkan
persalinan (Rhudy, 2011).

d.

Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah, menurut Pre & Perinatal
Psycology Association of North America Conference, wanita dengan
hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah setelah berendam
dalam

air

hangat

selama

10-15

menit.

Kecemasan

yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan dapat dikurangi
dengan berendam dalam air hangat (Rhudy, 2011 ).
2.

Keuntungan Bagi Bayi
Persalinan

sendiri

dapat

mejadi

masalah,

mungkin

juga

mengganggu dan merupakan pengalaman bagi bayi. Water Birth
memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir,
dimana persalinan akan menjadi lebih mudah. Air hangat dengan suhu
yang tepat suasananya menyerupai lingkungan intrauterine sehingga
memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar. Air hangat juga
dapat mengurangi ketegangan perineum dan member rasa nyaman bagi
ibu dan bayi, sehingga bayi lahir kurang mendapatkan trauma (oleh
karena adanya efek dapat melenturkan dan meregangkan jaringan
perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan
tempat bersalin umumnya ( Rhudy.2011).
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak
menajdi tenang. Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena
selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai
terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air. Demikian pula
masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah, sepanjang

tidak ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan fetal
distress) sebagai akibatnya ketatnya lilitan tali pusat di leher.
Pemendekan persalinan kala I selain memudahkan persalinan bagi ibu
juga baik untuk bayi yaitu mencegah trauma atau resiko cedera kepala
bayi, kulit menjadi lebih bersih, menurunkan risiko bayi keracunan air
ketuban ( Rhudy,2011 ).
c. Kerugian Water Birth
Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain:
a.) Risiko Maternal
1.

Infeksi
Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive
Biology 2007, Water Birth merupakan avaluable alternative
persalinan normal. Penelitian yang dipimpin oleh Rosanna ZanettiDaellenbach menemukan tidak ada perbedaan angka kejadian
infeksi maternal maupun neonatal atau parameter laboratorium
termasuk luaran fetus dalam hal APGAR Score, pH darah dan
keperluan perawatan intensif. Ada pendapat yang menyatakan
bahwa Water Birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena
berendam dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan
kotoran saat mengedan dalam kolam air. Namun penelitian
menunjukkan

bahwa

traktus

intestinal

bayi

mendapatkan

keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita
sendiri tidak steril. Sekresi vagina blood slim, cairan amnion, dan

feses ibu ketika bayi masuk ke dalam rongga panggul,
keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam keadaan persalinan kala
aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam
kolam. Air dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke
vagina bagian dalam, ke serviks maupaun uterus. Penyakit infeksi
tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air. Salah satu cara
yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah
menggunakan pompa pengatur agar air tetap bersikulasi dengan
filter/penyaring air sehingga jika air terminum tidak beresiko
infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang
suhunya

sekitar

32-370 disesuaikan

dengan

suhu

tubuh

juga

harus

di

Swiss

( Rhudy,2011 ).
2. Perdarahan Postpartum
Risiko

perdarahan

dipertimbangkan.

pada

Walaupun

ibu

dan

comparative

bayi
study

menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain di
Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara
metode Water Birth dengan metode persalinan lainnya. Penyedia
layanan Water Birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai
jumlah perdarahan post partum, sementara metode penanganannya
telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan sejumlah
penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam
seperti di The University of Michigan Hospital (Rhudy, 2011 ).

3. Trauma Perineum
Penggunaan

episiotomy pada

Water Birth

8,3% tidak

menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dan
25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum
derajat tingkat III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi
lebih tinggi. A Cochrane review oleh Cluett et all, membuktikan
bahwa ada resiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan
Water Birth, namun tidak terdapat perbedaan yang bermkana pada
luaran klinik dalam hal trauma perineum. Pada penelitian tahun
1991-1997 Obstetrics and Gynecology of Cantonal Hospital of
Frauenfeld, Switzerland membandingkan 3 group persalinan
pervaginam: water birth, Maia-birthing stool, dan bedbirth
mendapatkan angka kejadian episiotomy 12,8% pada water birth
27,7% pada Maia-birthing stool, dan 34,5% pada bedbirth. Ini
secara statistic sangat bermakna. Disamping angka episiotomy
bedbirth terjadi paling tinggi juga menunjukkan derajat laserasi
perineum III dan IV (4,1%) ( Rhudy,2011 ).
b.) Risiko Neonatal
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah
pernapasan rupture tali pusat disertai perdarahan, dan penularan infeksi
melalui air (Rhudy,2011).

1.

Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir
sesegera mungkin dibawa ke permukaan air tidak sedara “gentle”, jika
tali pusat pendek akan dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan
pada tali pusat. Suatu review yang mengidentifikasi 16 artikel,
melaporkan adanya 63 komplikasi neonatal diakibatkan oleh water
birth, salah satu diantaranya adalah masalah putusnya tali pusat.
Kasus terputusnya tali pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu
cepat mengangkat bayi kepermukaan sehingga menyebabkan tarikan
cepat dari tali pusat yang melampaui panjang tali dibandingkan
biasanya( Rhudy,2011 ).

2.

Infeksi
Risiko infeksi terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan
pada bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi namun
resiko ini tetap harus diperhitungkan. Sejumlah kasus yang mungkin
membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas, dan
berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan
pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang dipublikasikan,
infeksi P.aeruginosa didapatkan pada bayi preterm. Berdasarkan
laporan kasus yang dipublikasikan infeksi P.aeruginosa didapatkan
pada swab telinga dan umbilicus bayi yang lahir dengan water birth
(Rhudy,2011 ).

3.

Hipoksia
Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah
beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi baru yaitu pertama kali
mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan
pemotongan tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi
untuk hidup di luar uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi
jaringan paru. Garland (2000) tidak merekomendasikan pemotongan
dan pengkleman tali pusat sampai bayi mencapai permukaan air
disebabkan oleh meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia bayi akan
mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan penekanan
respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air
selama proses water birth. Odent (1998) merekomendasikan
pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah persalinan. Namun menurut
Austin, Bridges, Markiewicz and Abrahamson (1997) penundaan
pengkleman tali pusat dapat mengakibatkan polistemia. Berdasarkan
hipotesa bahwa air hangat mencegah vasokonstriksi tali pusat
sehingga banyak darah ibu tertransfer ke bayi (vasokontriksi terjadi
ketika kontak dengan udara) ( Rhudy, 2011 ).

4. Aspirasi Air dan Tenggelam
Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar
95%. Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bati dapat dihindari
dengan mengangkat bayi yang lahir sesegera mungkin ke permukaan
air. Pemanjangan fase berendam mengakibatkan kekurangan oksigen

emboli air dan perdarahan. Air hangat mencegah pembekuan darah
setelah persalinan dan juga risiko infeksi (Rhudy,2011 ).
d. Patofisiologi
1. Pengurangan Rasa Nyeri
Keuntungan yang diperoleh dengan motede persalinan ini
adalah berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan berlangsung. Hal ini
disebabkan oleh keadaan sirkulasi darah uterus yang menjadi lebih
baik, berkurangnya tekanan abdomen, serta meningkatnya produksi
endorphin (stress related hormone) ( Rhudy,2011)
Berendam dalam air selama persalinan akan mengurangi
tekanan pada abdomen ibu, dan mengapung mengakibatkan kontraksi
uterus lebih efisien dan sirkulasi darah lebih baik. Ini menyebabkan
sirkulasi dan oksigenasi darah otot uterus menjadi lebih baik.
Persalinan dalam air memberi keleluasaan ibu untuk bergerak bebas,
dapat member rasa lebih rileks dan nyaman sehingga ibu hamil
mampu berkonsentrasi pada persalinannya dan oleh karena itu
kondisi ibu nyaman, maka sirkulasi darah dan oksigen dari plasenta
ke janin berlangsung lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi hangat
sesuai suhu tubuh ibu. Suhu tubuh yang baik ini akan mempengaruhi
oksigenasi bayi, sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap
lingkunagn di luar rahim dengan baik (Rhudy,2011 ).
Air hangat dan tekanan dari pusaran air kolam tersebut
merupakan salah satu sumber penghilang rasa sakit selama persalinan

dengan jalan mengurangi beban gravitasi secara alami, sehingga ibu
hamil dapat berubah posisi tanpa beban saat berendam di air.
Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon fisiologi pada
ibu hamil, sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi
volume darah, yang mana akan merangsang pelepasan oksitosin dan
vasopressin, sehingga akan meningkatkan level oksitosin dalam
darah. Selain itu ada hipotesa yang menyatakan bahwa air hangat
akan

dapat

menyebabkan

merelaksasi
peningkatan

otot-otot

dan

pelepasan

mental

selanjutnya

katekolamin,

yang

memungkinkan peningkatan perfusi, relaksasi dan kontraksi uterus,
sehingga dapat mengurangi nyeri kontraksi dan pemendekan fase
persalinan (Rhudy,2011).
2. Pengurangan Risiko Aspirasi
Ada beberapa faktor yang mencegah bayi menghirup air sewaktu
bersalin. Pertama, terdapat faktor penghambat yang secara normal
ada pada setiap bayi. Bayi dalam kandungan mendapatkan oksigen
dari plasenta melalui tali pusat dan bernapas dengan menggerakkan
otot-otot intercostal dan diaphragma dengan pola teratur sejak usia
kehamilan 10 minggu. Janin menerima oksigen selama kehamilan
melalui tali pusat sampai waktu ketika tali pusat dipotong atau
plasenta terlepas dari dinding rahim, rata-rata 2-10 menit setelah lahir
hingga

30

menit.

Kerja

otot

diaphragma

dan

intercostals

menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ vital termasuk

otak sehingga dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM)
pada profil biofisik. Pada 24-48 jam sebelum onset persalinan
spontan, bayi mengalami peningkatan level prostaglandin E2 dari
plasenta yang menyebabkan perlambatan dan penghentian gerakan
napas. Secara normal terlihat pergerakan otot kira-kira 40%. Ketika
bayi lahir dan level prostaglandin masih tinggi, otot bayi untuk
pernapasan sederhana belum bekerja, hal tersebut merupakan respon
penghambatan pertama ( Rhudy,2011 ).
Respon penghambat kedua adalah fakta bahwa bayi-bayi yang
lahir mengalami hipoksia akut atau kekurangan oksigen, ini
merupakan respon proses kelahiran.Hipoksia menyebabkan apnea
dan menelan bukan bernapas ataupun mengap-mengap. Jika janin
mengalami kekurangan oksigen berat dan lama, maka mengapmengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin air akan terhirup ke
dalam

paru-paru.

Jika

bayi

bermasalah

selama

persalinan,

variabilitasnya akan melebar yang tercatat pada Fetal Heart Rate, hal
ini mengakibatkan prolonged bradicardia, sehingga penolong akan
meminta ibu untuk meninggalkan kolam sebelum bayi lahir
( Rhudy,2011 ).
Faktor ketiga yang menghambat bayi dalam pernapasan ketika
berada di dalam air adalah perbedaan temperatur. Temperatur air
dibuat sesuai temperatur badan ibu. Temperatur air kolam serupa
dengan cairan amnion yang dapat menjadi faktor penghambatan.

Penelitian terbaru dan observasi di Jerman, Jepang, dan Rusia
member kesan bahwa temperatur rendah pada waktu lahir
berkontribusi pada vigorous baby. Cairan paru diproduksi dalam
paru-paru dan secara kimia menyerupai cairan lambung. Cairan ini
akan keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Bayi baru lahir
sangat cerdas dan dapat mendeteksi substansi apa yang mengenainya,
dapat membedakan antara cairan amnion, air, susu, dan ASI yang
diakibatkan oleh adanya Dive Reflex. Pada kondisi bayi normal
(dilihat dari monitoring Fetal Heart Rate selama persalinan),
kombinasi faktor-faktor tersebut mencegah bayi bernapas di dalam
air sampai bayi berada di atas permukaan air, dimana akan
merangsang mammalian diving reflex yang berhubungan dengan
tekanan udara daerah nervus trigeminus wajah. Pada pernapasan bayi
pertama kali terjadi adalah dengan merubah sirkulasi bayi, penutupan
shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal, merubah tekanan
pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan
ruangan paru-paru dan mengijinkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Proses ini memerlukan beberapa menit untuk
memulai secara lengkap. Selama waktu tertentu bayi masih menerima
oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman bahwa bayi akan
menghirup air selama proses kelahiran karena factor pencetus untuk
menghirup oksigen tidak aka nada sampai kepala bayi kontak dengan
udara (Rhudy,2011 ).

3. Pemendekan Fase Persalinan
Persalinan dalam air kadangkala dihubungkan dengan penurunan
intensitas kontraksi, sehingga menyebabkan perlambatan persalinan.
Tidak ada bukti kuat kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam
pada persalinan kala I, sehingga persalinan awal akan lebih baik jika
ditangani dengan mobilisasi daripada berendam. Ada juga laporan
bahwa air kadang-kadang memberi efek melambatkan bahkan
menghentikan persalinan jika digunakan terlalu dini dan banyak
dilaporkan bahwa kontraksi kurang efektif jika ibu berendam terlalu
awal ( Rhudy,2011).
4. Pengurangan Perdarahan Postpartum
Hilangnya darah ibu selama water birth sangat sedikit. Rata-rata
darah yang hilang pada water birth 5,26 g/l secara bermakna lebih
rendah daripada land birth 8,08 g/l. Kehilangan darah pada persalinan
ini sukar dinilai terutama jika diakibatkan oleh penolong yang kurang
berpengalaman pada persalinan dalam air (Rhudy,2011 ).
e. Indikasi dan Kontraindikasi
1.Syarat-syarat
a. Ibu hamil resiko rendah
b. Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina saluran kencing dan kulit
c. Tanda vital ibu dalam batas normal dan CTG bayi normal (baseline,
variabilitas dan ada akselerasi)

d. Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan
nyeri setelah dilatasi serviks mencapai 4-5 cm
e. Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari
kolam tempat berendam jika diperlukan (Rhudy, 2011).
2. Kriteria / Indikasi
a. Merupakan pilihan ibu
b. Kehamilan normal ≥ 37 minggu
c. Fetus tunggal presentasi kepala
d. Tidak menggunakan obat-obat penenang
e. Ketuban pecah spontan < 24 jam
f. Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan
g. Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak
terkontrol, dll)
h. Denyut jantung normal
i. Cairan amnion jernih
j. Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau
pitocin (Rhudy,2011).
3. Kontra Indikasi
a. Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah
b. Infeksi dan demam pada ibu
c. Herpes genitalis
d. HIV, Hepatitis
e. Denyut jantung abnormal

f. Perdarahan pervaginam berlebihan (Rhudy,2011).
f. Prosedur Persalinan
1. Beberapa instrument essential yang harus dipersiapkan pada persalinan
dengan metode water birth antara lain:
a. Termometer air
b. Termometer ibu
c. Doppler anti air
d. Sarung tangan
e. Apron
f. jaring untuk mengangkat kotoran
g. Alas lutut kaki, bantal, instrument partus set
h. Shower air hangat, portable/permanent pool
i. Handuk, selimut
j. Warmer dan peralatan resusitasi bayi (Rhudy, 2011).
2. Selama Berlangsungnya Persalinan
a.) Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat
pembukaan 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik, ibu dapat
mengambil posisi persalinan yang disukainya.
b.) Volume air di dalam kolam berada di bawah pusar ibu, di isi air
dengan suhu tubuh sekitar 37º C (sesuai dengan suhu air ketuban
dalam rahim).

c.) Observasi dan monitoring antara lain:
1. Fetal Heart Rate (FHR) dengan doopler atau fetoskop setiap 30
menit selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit
selama persalinan kala II. Auskultasi dilakuakn sebelum,
selama, setelah kontraksi.
2. Penipisan

dan

pembukaan

serviks

dan

posisi

janin.

Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di dalam air atau
pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
3. Status ketuban, jika terjadi rupture ketuban, periksa FHR dan
periksa adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban
mekonium pasien harus meninggalkan kolam.
4. Tanda vital ibu diperiksa setiap 3 jam, dengan suhu setiap 2
jam (atau jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa
vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi .
5. Dehidrasi ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan a