Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor (1980-1997)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena pendidikan merupakan sarana ataupun alat untuk mengubah
kehidupan menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Untuk itu pendidikan
diharuskan dapat dirasakan oleh setiap manusia dimanapun berada, karena tujuan dari
pendidikan adalah, mengeluarkan unsur-unsur kemanusiaan yang sama. Unsur-unsur
itu pada dasarnya tidak berbeda meski tempat dan waktunya berlainan. 1 Pendidikan
haruslah dilakukan secara maksimal, akan tetapi tidak semua anak dapat berada
dalam lingkungan keluarga ataupun mendapat didikan di sekolah umum. Hal inilah
yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus.
Indonesia belum memiliki data yang akurat dan spesifik tentang berapa
banyak jumlah anak berkebutuhan khusus.Yang berhasil di data hanya sekitar
1.544.184 anak dan di prediksikan angka anak-anak berkebutuhan khusus (5-18
tahun) adalah sebanyak 330.764. Angka anak berkebutuhan khusus yang sudah
mendapat layanan pendidikan hanya 85.737 anak, artinya ada 245,027 anak dengan
berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan layanan pendidikan. 2Padahal jelas
dikatakan dalam UUD 1945 bahwa, salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan

1


Paulo Frere, Ivan Illich, dkk, Menggugat Pendidikan: Konservativ, Liberal, Anarkis,
Yogyakarta: Pustaka Pelajaran, Cetakan VI, 2006, Hlm 135
2
Mudjito, Harizal, dkk, Pendidikan Inklusif, Jakarta: Baduose Media Jakarta, Cetakan
Pertama, 2012,hlm.12

Universitas Sumatera Utara

kehidupan bangsa. Hal tersebut relevan dengan pasal 31 UUD 1945 tentang
pendidikan yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran. Yang dimaksud tiap-tiap warga negara di sini adalah setiap warga Negara
Indonesia tanpa memandang latar belakang suku, ras, agama, ekonomi maupun
keterbatasan fisiknya karena semua mempunyai hak yang sama, yaitu mendapatkan
pendidikan. Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan
remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan
menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari
segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan
khusus, pendidikan inklusi yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan
anak-anak normal pada umumnya untuk belajar, dan kebutuhan akan kesejahteraan

sosial dan bantuan sosial.
Menurut Suran dan Rizzo seorang pengamat sosial, yang dimaksud dengan
anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam dimensi
yang penting, secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial yang menjadikan mereka
terhambat dalam mencapai tujuan dan potensinya secara maksimal. 3 Ada bermacammacam jenis anak berkebutuhan khusus, yang dikategorikan sebagai berikut: Anak
dengan gangguan IQ dibawah rata-rata (tunagrahita), Anak dengan gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan (tunadaksa), Anak dengan gangguan sulit mengendalikan emosi dan
kontrol sosial (tunalaras) ,Anak dengan gangguan pendengaran (tunarunggu), Anak
3

Wikasanti Esthy, Pengembangan Life skills untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta:
Redaksi Maxima, Cetakan I, 2014, hlm.8

Universitas Sumatera Utara

dengan gangguan penglihatan (tunanetra). 4 Yang dimana mereka sangat memerlukan
pendidikan, yang juga dipandang sebagai pencipta sumber daya manusia (SDM)
suatu bangsa dalam rangka mempersiapkan masa depan generasi muda yang lebih
baik menuju ke arah yang bertujuan untuk mencapai kemampuan dan daya saing

bangsa pada lingkungan regional dan global. 5Diperlukan penanganan khusus untuk
mereka karena terdapatnya keterbatasan kemampuan mereka dalam mendapatkan
pengalaman belajar dan sedikitnya kemampuan fisik dalam bergerak, contohnya saja
setiap anak yang menderita kebutaan memerlukan latihan khusus yang harus
berlangsung sampai dewasa.Makin berat atau makin rumitnya ketidak mampuan yang
diderita anak tunanetra maka semakin diperlukan latihan tersebut. 6Ini bertujuan agar
anak-anak tunanetra tidak merasa terasing lagi dari lingkungan sosialnya seperti
abad-abad sebelumnya.
Disebutkan pada masa sebelum abad 18, merupakan masa kelam bagi penyandang
tunanetra, masyarakat memandang anak tunanetra ialah manusia yang tidak berguna.
Anak-anak bayi yang baru lahir apabila ternyata ia buta, tidak akan diberi hidup, ia
akan dibunuh. Mereka yang nyata menderita buta setelah besar akan diasingkan atau
diperalat sebagai kedok untuk mencari untung.
Selanjutnya pandangan masyarakat terhadap anak-anak tunanetra mulai berubah,
anak bayi yang terlahir dalam keadaan buta tidak lagi dibunuh, mereka diberi hak
hidup, peningkatan pandangan dan sikap masyarakat terhadap orang tunanetra sampai
4

Mudjito, Harizal, Op.cit, 2012, hlm26-27
Wardiman Djojonegoro, Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, Jakarta

:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, hlm. 2
6
J.Ebrahim, Perawatan Anak, Yogyakarta: Yayasan Essensa, 1994, Hlm.32
5

Universitas Sumatera Utara

ke taraf belas kasihan. Masyarakat mulai ikut merasakan penderitaan para tunanetra
hidup tanpa penglihatan . Barulah pada tahun 1784 di negara bagian Eropa, tepatnya
di Paris, di buka lembaga pendidikan untuk anak anak tunanetra oleh Valentine
Hauy 7 dengan bantuan dana dari perkumpulan filantropi. 8Paris. 9
Sejalan dengan perkembangan pandangan masyarakat, maka beberapa negara
membuka sekolah tunanetra antara lain di Amerika Serikat dibuka Sekolah tunanetra
yang berada di kota Virginia, didirikan tahun 1840, di kota Carolina didirikan tahun
1841, di Kentucky di didirikan tahun 1842 ,di Kanada yakni Ontario School for the
blind didirikan tahun 1872. Pengaruh perkembangan pendidikan anak tunanetra di
Eropa menyebar pula ke Asia termasuk Indonesia. Di Jepang di kota Kyoto didirikan
pada tahun 1876, di Hongkong di kota Hankow didirikan pada tahun 1883, di
Indonesia sendiri pada tahun 1901 berdirilah sebuah lembaga pendikan tunanetra
yang berada di kota Bandung, yang dipelopori oleh Dr. C.H.A Westhoff seorang ahli

penyakit mata, berkebangsaan Belanda. 10begitulah Lembaga pendidikan untuk anak
tunanetra pun terus berkembang seiring waktu, Kini sudah banyak lembaga yang
menampung anak-anak yang bermasalah sosial, khususnya anak yang mengalami
gangguan penglihatan atau penyandang cacat tunanetra. Lembaga yang ada bukan
hanya didirikan atau ditangani oleh pihak pemerintah tetapi banyak juga lembaga
yang didirikan oleh pihak swasta. Sekolah yang menampung anak-anak berkebutuhan
khusus, khususnya buta atau tunanetra berada di kota Medan, Kota Medan adalah
7

Pelopor di bidang yang khusus mengembangkan suatu sistem huruf menyembul
Sebutan untuk orang-orang dermawan
9
Pradopo Soekini,Pendidikan anak-anak tunanetra,Jakarta: Departemen pendidikan dan
Kebudayaan, 1977, hlm.27
10
Ibid.,hlm56
8

Universitas Sumatera Utara


ibukota dari Provinsi sumatera Utara yang mempunyai banyak kabupaten dan kota.
Kota Medan mempunyai 21 Kecamatan dan 151 kelurahan.Salah satunya adalah
Kecamatan Medan Johor, yang dimana terdapat nya sekolah luar biasa untuk
tunanetra.Sekolah ini tepatnya berada di Jalan Karya Wisata, Kelurahan Gedung
Johor, Medan Johor. Dimana sekolah ini berada dibawah yang naungan KSSY 11
Sekolah Luar Biasa Karya Murni merupakan Sekolah yang mempunyai motto
Venerate Vitam 12 memiliki Visi, terwujudnya keyakinan diri para tunanetra akan
kemandirian dan harkat manusia yang sama dengan sesamanya di tengah tengah
masyarakat melalui pemberdayaan berlandaskan ajaran dan moral Katolik, adapun
misi nya adalah:
1.Memberdayakan para tunanetra agar mampu merealisasikan potensi yang ada
dalam dirinya
2.Mengadakan pelatihan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan
3.Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan fisik
dan kejiwaan
4.Memperdayakan tenaga pengajaran yang profesional
5.Menyediakan sarana dan fasilitas yang menunjang pembelajaran yang baik
6.Menyediakan komunitas terpadu dan sarana selama mereka dalam pembinaan
dalam jenjang sosial 13
Sekolah Luar biasa Karya Murni awalnya berada di komplek Jln.Hayam Wuruk

No.11 Medan dan diresmikan tahun 1953,yang mengelola 2 sekolah yaitu SLB-A dan
11

Konggregasi Susteran Santo Yosef
Berasal dari bahasa latin yang berarti Hormatilah kehidupan
13
KSSY, Venerate Vitam SLB/A Karya Murni, Medan: Bina Media Perintis,2003 hlm2-3

12

Universitas Sumatera Utara

SLB B. dimana SLB-A adalah Sekolah Luar biasa khusus untuk anak tunanetra dan
SLB-B adalah Sekolah Luar biasa untuk anak tunarungu.
Seiring perkembangan nya kompleks yang berada di jalan Hayam Wuruk tidak
mengalami perkembangan yang signifikan sehingga tidak mendukung proses
kegiatan belajar mengajar. Sehingga muncullah keputusan untuk memisahkan SLB-A
dan SLB-B.di Tahun 1969 SLB-B dipindahkan ke Jalan Pasar Merah Medan, dan
SLB-A tetap berada di kompleks Hayam Wuruk. Dari waktu ke waktu Sekolah Luar
Biasa-A ini pun banyak peminatnya, sementara lokasi di jalan Hayam Wuruk tidak

mengalami perkembangan, sebagai langkah awal untuk memperluas sekolah maka,
dibelilah sebidang tanah seluas tiga setengah hektar di daerah Medan Johor Jln. Karya
Wisata. Pembangunan terus dilakukan di daerah tersebut sampai akhirnya ditahun
1980 Sekolah Luar Biasa Karya Murni Pindah dengan sukacita dan menempati
gedung baru, perkembangan murid terus bertambah ,namun ada sesuatu yang dirasa
janggal pada saat itu yaitu anak anak anak bergaul tidak sesuai dengan usianya, dari
situ timbullah pemikiran untuk mengadakan pengelompokan anak sesuai tingkatan
usia masing masing. Untuk maksud tersebut maka pada tahun 1997 kembali dibangun
lima unit gedung asrama tunanetra Karya Murni, masing masing unit terdiri dari
kamar tidur lengkap dengan kamar mandi , ruang makan, ruang rekreasi, yang setiap
unitnya di isi oleh 10 sampai 12 orang anak dengan satu orang suster pengasuh.
Ditahun yang sama juga telah dibangun aula, guna mereka berkreasi baik dalam
pengembangan musik ataupun olahraga.
Maka

berdasarkan

pemaparan

diatas,


Penulis

ingin

menulis

tentang

“Perkembangan Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor 1980-

Universitas Sumatera Utara

1997” Penetapan tahun 1980 sebagai awal penelitian adalah, karena di tahun tersebut
Sekolah Luar Biasa Karya Murni mulai menempati gedung baru setelah sebelumnya
berada di Jalan Hayam Wuruk. Batas akhir penelitian pada tahun 1997 adalah, karena
setelah menempati gedung baru, banyak perkembangan yang terjadi disekolah
tersebut, yaitu pembangunan gedung, asrama, dan banyaknya anak tunanetra yang
bersekolah di sekolah luar biasa Karya Murni, perkembangan bangunan ,sarana dan
prasarana mulai dilakukan pada tahun 1997.


1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan awal dari setiap proses kerja ilmiah, tanpa adanya
masalah tidak akan ada suatu proses penelitian ilmiah, untuk itu perlu dibuat suatu
rumusan masalah sebagai landasan utama dalam sebuah penelitian agar
mempermudah penelitian. Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Sekolah Luar Biasa Karya Murni di
Kecamatan Medan Johor ?
2. Bagaimana perkembangan Sekolah Luar Biasa Karya Murni pada tahun 1980
1997 ?
3. Bagaimana peranan Sekolah Luar Biasa Karya Murni terhadap Anak Tunanetra
dalam mendukung proses interaksi

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan suatu cara untuk menjawab masalah yang kita rumuskan.
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi
peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan bagaimana Latar belakang berdirinya Sekolah Luar Biasa Karya
Murni di Kecamatan Medan Johor
2. Menjelaskan bagaimana perkembangan Sekolah Luar Biasa Karya Murni
Pada tahun 1980-1997
3. Menjelaskan bagaimana peran Sekolah Luar Biasa Karya Murni terhadap
anak tunanetra dalam mendukung Proses Interaksi.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Penulis mengaharapkan tulisan ini dapat menjadi landasan untuk tetap
mempertahankan peranannya sebagai lembaga pendidikan baik secara religius
maupun pengetahuan umum.
2. Sebagai tambahan literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi
perkembangan dunia pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam hal sejarah
pendidikan
3. Sebagai sarana infomasi bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian
lebih lanjut mengenai Sekolah Luar Biasa Karya Murni

baik dari pihak

yayasan itu sendiri maupun masyarakat umum.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Tinjauan Pustaka
Untuk dapat menyusun kepustakaan yang baik, tidak ada cara lain mengumpulkan
dan mengusahakan bahan sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan judul
penulisan. Telaah pustaka dilakukan dalam rangka memuat data yang objektif dan
relevan dengan topik penelitian.
Soekini Pradopo, dalam “Pendidikan anak-anak Tunanetra”, menjelaskan
tentang sejarah perkembangan dan sistem pendidikan anak tunanetra serta
menguraikan ciri khusus ketunanetraan yang terdiri atas tiga hal. Yaitu faktor
penyebab, usaha pencegahan, dan karakteristik ketunanetraan
Direktorat pendidikan luar biasa, dalam “Pedoman penyelenggaraan
pendidikaninsklusif” menjelaskan bagaimana mengembangkan pendidikan inklusif,
manajemen dan sistem yang relevan terhadap sekolah dan anak berkebutuhan khusus.
KSSY, dalam “Venerate Vitam, SLB/A Karya Murni”menjelaskan tentang
bagaimana peran SLB Karya Murni dalam mengasuh anak tunanetra dari proses awal
sampai dengan tahap terminasi, agar setelah menyelesaikan pendidikan luar biasa,
tuna netra diharapkan mampu berdampingan dengan masyarakat umum lainnya
S. Moerdani, dalam “Psikologi Anak Luar Biasa”, menjelaskan Segala hal
yang menyangkut aspek-aspek Psikologi Anak Luar Biasa yang melalui beberapa
periode perkembangan, dimana perkembangan anak merupakan menjadi suatu
tinjauan yang dapat dianalisis dan dibedakan dengan adanya ciri dan karakteristik
tertentu yang menonjol, sehingga kita dapat menandai tahapan utama yang
menunjukkan perkembangan tertentu

Universitas Sumatera Utara

Sr. Angelina, dalam “Menanamkan keterampilan kehidupan sehari-hari pada
anak-anak berkebutuhan khusus (Tunanetra) di SLB-A Karya Murni” menjelaskan
sekolah sebagai sarana untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan untuk
membangun rasa percaya diri yang kuat untuk menciptakan tunanetra sebagai
individu yang berharga
Esthy Wikasanti, dalam “Pengembangan Life skill untuk anak berkebutuhan
khusus” menjelaskan anak berkebutuhan khusus dapat hidup tanpa bantuan orang lain
sehingga timbul kepercayaan dirinya.

1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah
sangatlah penting.Metode penelitian sejarah lazim disebut dengan metode sejarah.
Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis
. 14Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum di dalam metode sejarah sangat
membantu setiap penelitian di dalam merekonstruksi kejadiann pada masa yang telah
berlalu. Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah
melalui tahapan demi tahapan, yaitu :
Tahap pertama Heuristik. Tahapan ini merupakan proses pengumpulan sumbersumber sejarah yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, penulis akan
melakukan studi pustaka dan studi lapangan. Dalam studi pustaka penulis akan

14

Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Group,2007, hlm. 53

Universitas Sumatera Utara

mengumpulkan buku-buku, skripsi dan karya tulis ilmiah lainnya yang pernah ditulis
sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Untuk
mengumpulkan sumber pustaka penulis melakukan kunjungan ke Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan Sekolah Luar
Biasa Karya Murni. Adapun penelitian lapangan dilakukan dengan metode
wawancara terhadap informan-informan yang terkait dengan penelitian, seperti
wawancara dengan Kepala sekolah Sekolah Luar Biasa Karya Murni, Tata Usaha
Sekolah Luar Biasa Karya Murni, Guru-guru Sekolah Luar Biasa Karya Murni,
Murid Sekolah Luar Biasa Karya Murni, dan yang mengetahui tentang sejarah
Sekolah Luar Biasa Karya Murni yang dianggap mampu memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam penulisan ini.
Dalam fase heuristik, selain mengumpulkan bahan-bahan seperti telah disebutkan
di atas, juga digunakan ”ilmu-ilmu bantu” yang relevan dengan fokus penelitian.
Ilmu-ilmu bantu yang merupakan pendukung ilmu sejarah disebut auxiliary sciences
atau sister discipline 15 yang penggunaannya tergantung pada pokok atau periode
sejarah yang dikaji. Ilmu bantu mempunyai fungsi-fungsi penting yang digunakan
oleh para sejarawan dalam membantu penelitian dan penulisan sejarah, sehingga
menjadikan sejarah sebagai suatu karya ilmiah. Ilmu bantu dalam ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi, psikologi, antropologi, Konsep-konsep dari ilmu sosial membantu
atau menjadi alat (tools) untuk kajian sejarah yang analitis-kritis ilmiah 16

15

Ibid., hal. 49
Helius Sjamsuddin, Metologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007, hlm. 240-241

16

Universitas Sumatera Utara

Tahapan kedua yang dilakukan adalah Kritik.Dalam tahapan ini kritik dilakukan
terhadap sumber yang telah terkumpul pada kegiatan heuristik, kemudian disaring
dan diseleksi. Data yang terkumpul tersebut baik merupakan data hasil wawancara
maupun data tulisan/pustaka akan disaring dan diseleksi guna mengetahui
keontetikan serta keabsahannya. 17Kritik sumber ini terbagi dua, yakni Kritik ekstern
yang meliputi, berbagai sumber yang penulis kumpulkan baik berupa dokumen atau
sumber pustaka dimana aspek fisiknya tersebut diuji dengan memperhatikan aspek
dominan yang mempengaruhi kondisi dokumen itu sehingga mendapat sumber yang
autentik. Selanjutnya kritik Intern, adalah berupa pengujian atas keaslian isi data yang
telah diperoleh..
Tahapan ketiga adalah Interpretasi, dalam tahapan ini merupakan penafsiranpenafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik.Dalam tahap ini penulis
melakukan analisis dan sintesa.Analisis berarti menguraikan. Dari proses tersebut
diperoleh fakta-fakta. Kemudian data-data yang diperoleh disintesakan sehingga
memperoleh kesimpulan.
Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah Historiografi, Historiografi
merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan
kritis-analitis. Pada Tahap ini, studi ini berusaha untuk memahami sejarah
sebagaimana yang dikisahkan, sehingga mampu disajikan dengan jelas “Sekolah Luar
Biasa Karya Murni (1980-1997)”. Penulisan tersebut akan dituangkan dalam bentuk
skripsi yang berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya

17

Kuntowijaya, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995,

Hlm.99

Universitas Sumatera Utara