Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang

paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan. (Depkes RI, 2005).
Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang
jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus
memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia
disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin.
Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan
membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi.
Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit penyakit
tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya
(Satgas IDAI, 2008).

2.1.1 Tujuan Imunisasi
Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi
sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/
anak-anak pra sekolah. Adapun tujuan program imunisasi dimaksud bertujuan
sebagai berikut :

11
Universitas Sumatera Utara

12

1. Tujuan Umum
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit
Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain,
Difteri, Tetanus, Pertusis (Batuk Rejan), Measles (Campak), Polio dan
Tuberculosis.
2. Tujuan Khusus
a.

Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan

imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2010.

b.

Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar
pada tahun 2008.

c.

Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan
kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada
tahun 2008.

d.

Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak
turun pada tahun 2006.


2.1.2 Sasaran Program Imunisasi
Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :
1.

Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT,
Polio, Campak dan Hepatitis-B.

2.

Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin) untuk
mendapatkan imunisasi TT.

Universitas Sumatera Utara

13

3.

Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan
imunisasi DPT.


4.

Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untuk
mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak
SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).

2.1.3 Manfaat Imunisasi
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
1.

Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit menular yang sering berjangkit

2.

Untuk keluarga,

bermanfaat


menghilangkan kecemasan serta

biaya

pengobatan jika anak sakit
3.

Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara
(Depkes RI, 2001).

2.2

Jenis Imunisasi

2.2.1

Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan


bertahan selama bertahun-tahun (A.H Markum, 2002).
Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup
mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat
menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati
dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang dihasilkannya yang
dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. (A.H Markum, 2002).

Universitas Sumatera Utara

14

Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah :
-

BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

-

DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.


-

Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.

-

Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).

-

Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

2.2.2

Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan

untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk
upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri

maupun virus (Satgas IDAI, 2008).
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan
antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama
kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah
immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi
melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA).
Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima
plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang
kekebalan tubuhnya.
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama,
sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil
produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena pemberian dari

Universitas Sumatera Utara

15

luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat
mencegah anak dari penyakit campak (measles). (AH, Markum, 2002)
2.2.3


Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Lengkap Dalam Program
Imunisasi
Ada lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara

lain :
1.

Imunisasi BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis dan frekuensi pemberian imunisasi
BCG adalah 1 kali, tidak perlu diulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup
sehingga antibodi yang dihasilkan tinggi.
a. Usia Pemberian
Pemberian imunisasi dianjurkan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi
pada umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan
dilakukan tes mantoux (tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi
sudah terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis atau belum.
b. Tanda Keberhasilan Imunisasi

Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas
suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi pustula,
kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan sembuh sendiri dan
meninggalkan tanda parut.
c. Efek samping imunisasi

Universitas Sumatera Utara

16

Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak timbul
pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher di bagian bawah
biasanya, akan sembuh sendiri.
d. Kontra - indikasi imunisasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang berpenyakit TB
atau menunjukan uji Mantoux positif.
2. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu: difteri, pertusis, tetanus
imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang

telah di hilangkan sifat racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid).
a.

Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada usia 2

bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali
di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan
cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muscular (im).
b. Efek Samping Imunisasi
Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam, rewel, selama
1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat
suntikan yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam
dapat diberikan obat penurun panas bayi.
c. Kontra - indikasi Imunisasi

Universitas Sumatera Utara

17

Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai
atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anakanak yang sedang demam yang mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat
alergi seperti penyakit asma.
3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang
saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
a. Pemberian imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya Pekan
Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk
karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.
b. Usia pemberian
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan berikutya
pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
c. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral poliomyelitis
vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui
suntikan disebut (inactivated poliomyelitis vaccine/IPV).

Universitas Sumatera Utara

18

d. Efek samping imunisasi
Hanya sebagian kecil mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot,
kasusnya pun sangat jarang.
e. Kontra - indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah,
seperti demam tinggi (diatas 38 C). Pada anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan tidak diberikan imunisasi polio demikian juga anak dengan penyakit
HIV/AIDS, penyakit kanker, sedang menjalani pengobatan steroid dan
pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.
4.

Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles), penyakit yang
sangat menular. Sebenarnya bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya.
Namun seiring bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun
sehingga membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.
a.

Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali.

b.

Usia pemberian imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan

pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di
usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia bayi, jika
sampai usia 12 bulan anak harus di imunisasi campak MMR (Measles Mumps
Rubella).

Universitas Sumatera Utara

19

c.

Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan.

d.

Efek samping imunisasi
Biasanya tidak terjadi reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam

ringan dan terdapat efek keerahan / bercak merah pada pipi dibawah telinga pada
hari ke 7-8 setelah penyuntikan kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada
tempat penyuntikan.
e.

Kontra - indikasi imunisasi
Kontra-indikasi pemberian imunisasi campak pada anak yaitu penyakit

akut yang disertai demam, penyakit gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan,
kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, kerentanan tinggi dengan protein telur,
kanamisin dan eritromisin (antibiotik).
5.

Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus

hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau
cairan tubuh (Marimba, 2010).
a.

Pemberian imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.

b.

Usia pemberian imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir dengan keadaan kondisi bayi

dalam keadaan baik, tidak ada gangguan dalam paru-paru dan jantung dilanjutkan
pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan.

Universitas Sumatera Utara

20

c.

Cara Pemberian imunisasi
Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan daerah bokong

tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
d.

Efek samping imunisasi
Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang yaitu berupa keluhan

nyeri pada tepat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun
reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.
e.

Tanda keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan, tetapi dapat

dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan memeriksa
kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000,
berarti daya tahannya 8 tahun, diatas 500 tahan lima tahun, diatas 200 tahan 3
tahun tetapi bila angkanya diatas 100, maka dalam setahun akan hilang sementara
bila angka nol berarti bayi harus disuntik ulang tiga kali lagi.( Maryunani , 2010).
2.2.4

Vaksin Kombinasi/Kombo
Vaksin Kombinasi adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu

jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda. Misalnya vaksin
kombinasi DPT/ Hb adalah gabungan antigen-antigen D-P-T dengan antigen Hb
untuk mencegah penyakit difteria, pertusis, tetanus, dan Hb (Depkes RI,2008).
Alasan utama pembuatan vaksin kombinasi adalah :
a.

Kemasan vaksin kombinasi lebih praktis dibandingkan dengan vaksin
monovalen,

sehingga

mempermudah

pemberian

maka

dapat

lebih

meningkatkan cakupan imunisasi

Universitas Sumatera Utara

21

b.

Mengurangi frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan sehingga mengurangi
biaya pengobatan

c.

Mengurangi biaya pengadaan vaksin

d.

Memudahkan penambahan vaksin baru ke dalam program imunisasi yang
telah ada

e.

Untuk mengejar imunisasi yang terlambat

f.

Biaya lebih murah

2.2.5

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar
Pada Bayi
Definisi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat

atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007).
Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan
lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).
Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan
imunisasi dasar adalah :
a.

Pendidikan
Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan

kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak
secara

rasional

sehingga

latar

belakang

pendidikan

seseorang

dapat

mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2012). Pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula
tingkat pengetahuannya.

Universitas Sumatera Utara

22

b.

Pendapatan atau Penghasilan
Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2009), pendapatan adalah jumlah

penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk
memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam
kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta
pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan
pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi
oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi
ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun
kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi
(Syamsul, 2010).
c.

Pengalaman
Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti

kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan
menghindari hal-hal yang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat.
Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat
menunggu giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini
dapat mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto, 2011).
d.

Pekerjaan
Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat

kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan
pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut
adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

23

sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Suami yang mempunyai
pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan
perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan daripada mengantarkan
bayinya untuk di imunisasi (Suparyanto, 2011).
e.

Dukungan Keluarga
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari

lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan
sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan
anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu
respon dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan
imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena
tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
f.

Motif
Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan
(Suparyanto, 2011).
g.

Fasilitas Posyandu
Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi

(Suparyanto, 2011).
h.

Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial

hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

24

rumah dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak
pelayanan kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2009).
i.

Tenaga Kesehatan
Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan

pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan
mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau
mengimunisasikan bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya
imunisasi (Suparyanto, 2011).
j.

Ketersediaan Vaksin
Adanya ketersediaan vaksin yang cukup karena masalah vaksin sangat

menjadi hambatan bagi petugas puskesmas dalam mencapai imunisasi UCI di
wilayah kerjanya, vaksin salah satu indikator yang paling penting untuk
melakukan kegiatan imunisasi bayi, apabila vaksin tidak tersedia maka program
pencapaian imunisasi lengkap tidak akan tercapai.
2.3

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

2.3.1

Tuberculosis
Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejenis

bakteri yang berbentuk batang disebut Mycobakterium Tuberculosis dan dikenal
juga dengan Basil Tahan Asam. Penyakit TBC berat pada anak adalah
Tuberculosis Miller (penyakit paru berat) yang menyebar ke seluruh tubuh dan
Meningitis Tuberculosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

25

kematian pada anak. Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium,
suatu

anggota

dari

famili

Mycobacterium

dan

termasuk

dalam

ordo

Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit
berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi. Masih terdapat
Mycobacterium paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai
Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes RI,
2013).
Tuberculosis milier dapat mengenai bayi, terbanyak pada usia 1-6 bulan.
Tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Gejala dan tanda tersering pada
bayi adalah demam, berat badan turun atau tetap, anoreksia, pembesaran kelenjar
getah bening, dan hepatosplenomegali. Gejala spesifik tuberkulosis pada anak
biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya
Tuberkulosis otak dan saraf yaitu meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk,
muntah-muntah dan kesadaran menurun.
WHO melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan
100.000 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia angka kejadian
tuberkulosis pada anak belum diketahui pasti karena sulit mendiagnosa, namun
bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian
tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang
dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang di lingkungannya,
terutama anak-anak. Penularan dari orang dewasa yang menderita TB ini biasanya
melelaui inhalasi butir sputum penderita yang mengandung kuman tuberkulosis,
ketika penderita dewasa batuk, bersin dan berbicara (Depkes, RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

26

Menurut Kartasasmita (2006) diagnosa TB pada anak ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin (Mantoux Test) serta
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Uji tuberculin
(Mantoux Test) menjadi alat diagnostik utama pada kasus TB anak. Pemeriksaan
klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Pemeriksaan
laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung dan
pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru. Salah satu pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan imunisasi BCG (Bacille Calmette Geurin).
Vaksin ini terbuat dari kuman TBC yang hidup, namun telah dilemahkan. BCG
dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi TB seperti milier, meningitis, dan
spondilitis.
2.3.2

Difteri
Adalah penyakit akut saluran napas bagian atas yang sangat mudah

menular. Penularannya melalui droplet (ludah) yang melayang-layang di udara
dalam sebuah ruangan dengan penderita atau melalui kontak memegang benda
yang terkontaminasi oleh kuman diphteria dan melalui kontak dari orang ke
orang. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman
ini tahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang
mengering. Manusia adalah natural host dari bakteri C. diphteriae. Penyakit ini
ditandai dengan adanya pertumbuhan membran (pseudomembran) berwarna putih
keabu-abuan, yang berlokasi utamanya di nasofaring atau daerah tenggorokan,
selain itu dapat juga di trachea, hidung dan tonsil (Depkes RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

27

Secara umum gejala penyakit difteri ditandai dengan adanya demam yang
tidak terlalu tinggi, kemudian tampak lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia (gejala
tidak mampu makan) dan gejala khas pilek, napas yang sesak dan berbunyi
(Stridor). Untuk pencegahan penyakit ini, vaksin diberikan secara bersama dengan
vaksin pertusis dan tetanus toxoid, yang dikenal sebagai vaksin trivalent yaitu
DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).
2.3.3

Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular dari manusia

ke manusia secara langsung. Penyebabnya sejenis kuman yang dinamakan
Clostridium tetani. Binatang seperti kuda dan kerbau bertindak sebagai harbor
(persinggahan sementara). Gejala umum penyakit tetannus pada awalnya dapat
dikatakan tidak khas bahkan gejala ini terselimuti oleh rasa sakit yang
berhubungan dengan luka yang diderita. Dalam waktu 48 jam penyakit ini dapat
menjadi buruk. Penderita akan mengalami kesulitan membuka mulut, tengkuk
terasa kaku, dinding otot perut kaku dan terjadi rhisus sardonikus, yaitu suatu
keadaan berupa kekejangan atau spasme otot wajah dengan alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi (Depkes
RI, 2013).
Ada tiga tipe gejala tetanus, yaitu :
1.

Tipe pertama penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal, jadi tidak
mengalami rhisus sardonikus.

2.

Tipe generalized, yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah dan otot
seluruh badan.

Universitas Sumatera Utara

28

3.

Tipe cephalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini jarang terjadi. Gejalanya
timbul kekejangan pada otot-otot yang langsung mendapat sambungan saraf
pusat.
Masa inkubasi biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa satu hari

sampai beberapa bulan. Hal ini tergantung pada ciri, letak dan kedalaman luka.
Rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14
hari. Pada umumnya, makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka
terkontaminasi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek
prognosisnya. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian tetanus toxoid
bersama-sama diphteria toxoid dan vaksin pertusis dalam kombinasi vaksin DPT
(Depkes RI, 2013).
2.3.4

Pertusis atau Batuk Rejan
Penyakit yang dikenal sebagai penyakit batuk rejan, menyerang bronchus

yakni saluran napas bagian atas. Cara penularan melalui airborne (jalan udara).
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, namun terbanyak berumur 1-5 tahun.
Penyebab pertusis adalah sejenis kuman yang disebut Bordetella pertussis. Gejala
awal berupa batuk-batuk ringan pada siang hari. Makin hari makin berat disertai
batuk paroksismal selama dua hingga enam minggu. Batuk tersebut dikenal
sebagai whooing cough, yaitu batuk terus tak berhenti-henti yang diakhiri dengan
tarikan napas panjang berbunyi suara melengking khas. Gejala lain adalah anak
menjadi gelisah, muka merah karena menahan batuk, pilek, serak, anoreksia (tidak
mau makan), dan gejala lain yang mirip influenza. Pencegahan penyakit ini
dengan melakukan imuniasi DPT (diteri, pertusis, dan tetanus) (Depkes RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

29

2.3.5

Campak
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular

lewat udara melalui sistem pernapasan, terutama percikan ludah seseorang
penderita. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk ke dalam genus
Morbilivirus dan keluarga Paramyxoviridae. Masa ikubasi berkisar antara 10
hingga 12 hari, kadang 2-4 hari. Gejala awal berupa demam, malaise atau demam,
gejala conjunctivis dan coryza atau kemerahan pada mata seperti sakit mata, serta
gejala radang tracheo bronchitis yakni daerah tenggorokan saluran napas bagian
atas. Campak dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia
(radang paru), diare, encephalitis (radang otak), hemiplegia (kelumpuhan otot
kaki) (Depkes RI, 2013). Penyakit campak secara klinik dikenal memiliki tiga
stadium, yaitu (Depkes RI, 2013):
a.

Stadium kataral, berlangsung selama 4-5 hari disertai panas malaise, batuk,
fotofobia (takut terhadap suasana terang atau cahaya), konjungtivis dan
coryza. Menjelang akhir stadium kataral timbul bercak berwarna putih kelabu
khas sebesar ujung jarum dan dikelilingi eritema, lokasi disekitar mukosa
mulut.

b.

Stadium erupsi, dengan gejala batuk yang bertambah serta timbul eritema di
mana-mana. Ketika erupsi berkurang maka demam makin lama makin
berkurang.

c.

Stadium konvalesen, pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi campak yang menggunakan vaksin yang mengandung
virus campak yang dilemahkan.

Universitas Sumatera Utara

30

2.3.6

Polio
Polio atau penyakit infeksi yang menyebabkan kelumpuhan kaki. Penyakit

polio disebabkan oleh poliovirus (genus enterovirus) tipe 1,2 dan 3. semua tipe
dapat menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua
kelumpuhan. Tipe 3 lebih jarang, demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling
sering menyebabkan kejadian luar biasa. Sebagian besar kasus vaccine associated
disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Masa inkubasi umumnya 7-14 hari untuk kasus
paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35 hari. Reservoir satu-satunya adalah
manusia, dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala (inapparent
infection) terutama anak-anak (Depkes RI, 2013).
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui orofecal, virus
lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari
sekret tenggorokan. Di daerah denan sanitasi lingkungan yang baik penularan
lebih sering terjadi melalui sekret faring daripada melalui rute orofecal. Cara
pencegahan dengan memberikan imunisasi polio (OPV/Oral Polio Vaccine) yang
sangat efektif memproduksi antibodi terhadap virus polio. Satu dosis OPV
menimbulkan kekebalan terhadap ketiga tipe virus polio pada sekitar 50%
penerima vaksin. Dengan 3 dosis OPV, 95% penerima vaksin akan terlindungi
dari ancaman poliomielitis, diperkirakan seumur hidup. Dosis ke empat akan
meningkatkan serokonversi sehingga 3 dosis OV. Disamping itu, virus yang ada
pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang disekitarnya dengan cara penyebaran
sekunder. Hal ini dapat memutuskan rantai penularan polio (Depkes RI, 2013).

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.7

Hepatitis B
Penyakit hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena

agen penyebab infeksi, yaitu virus hepatitis B infeksi virus pada hati yang terletak
dibagian perut kanan mempunyai gejala tidak spesifik karena tidak selalu terdapat
kuning, kadang-kadang hanya terasa mual, lesu atau demam seperti penyakit flu
biasa. Hepatitis B pada anak yang biasanya tanpa gejala atau ringan saja seperti
cepat lelah kurang nafsu makan dan perasaan tidak enak di perut kemudian baru
timbul kuning, walaupun demikian, infeksi pada anak mempunyai resiko menjadi
kronis, terutama bila infeksi terjadi pada saat didalam kandungan. Penyakit ini
menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi bisa
juga ditularkan dari ibu ke bayi.
2.4

Pedoman Pemberian Imunisasi
Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi

mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah
imunisasi sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi
imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Khusus untuk campak, dimulai segera
setelah anak berumur 9 bulan. Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar
pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat
kekebalan yang berasal dari darah ibu (Satgas IDAI, 2008).
Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan serta jumlah
dosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi.
Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari sekali juga harus
diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan pemberian berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

32

Untuk lebih jelasnya sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi
dan Selang waktu serta Umur Pemberian
Pemberian
Selang Waktu
Vaksin
Umur
Keterangan
Imunisasi
Pemberian
BCG
1x
0-11 Bulan
Untuk bayi
yang
lahir di
DPT
3x (Dpt 1,23)
4 Minggu
2-11 Bulan
rumah sakit
4x (Pol 1, 2, 3,
Polio
4 Minggu
0-11 Bulan
atau
4)
puskesmas
Campak
1x
9-11 Bulan
Hep-B, BCG
dan Polio
3x (Hep-B 1,
Hep-B
4 Minggu
0-11 Bulan
dapat segera
2, 3)
diberikan
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008
Dari tabel diatas, bahwa pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan
diberikan dengan selang waktu pemberian 4 minggu dengan variasi pemberian
vaksin yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi dan tentunya sesuai dengan
tingkat usia bayi yang akan diberikan imunisasi.
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo
UMUR
VAKSIN
TEMPAT
Bayi Lahir di Rumah
0 Bulan
HB 1
Rumah
1 Bulan
BCG, Polio 1
Posyandu*
2 Bulan
DPT/HB Kombo 1, Polio 2
Posyandu*
3 Bulan
DPT/HB Kombo 2, Polio 3
Posyandu*
4 Bulan
DPT/HB Kombo 3, Polio 4
Posyandu*
9 Bulan
Campak
Posyandu*
Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
0 Bulan
HB 1, Polio 1, BCG
RS/RB/Bidan
2 Bulan
DPT/HB Kombo 1, Polio 2
RS/RB/Bidan#
3 Bulan
DPT/HB Kombo 2, Polio 3
RS/RB/Bidan#
4 Bulan
DPT/HB Kombo 3, Polio 4
RS/RB/Bidan#
9 Bulan
Campak
RS/RB/Bidan#
Keterangan :
* : Atau tempat pelayanan lain
# : Atau posyandu

Universitas Sumatera Utara

33

2.5

Peranan Suami Dalam Pemberian Imunisasi Pada Bayi
Peranan suami sangat besar bagi ibu dalam mendukung perilaku atau

tindakan ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Suami sebagai orang
terdekat di lingkungan keluarga dan sekaligus pemegang kekuasaan dalam
keluarga yang sangat menentukan dalam pemilihan tempat pelayanan kesehatan
(Depkes RI, 2013). Green (2010) menyebutkan bahwa dukungan keluarga
khususnya suami merupakan salah satu elemen penguat (reinforcing) dalam
penentuan perilaku seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini
terlihat dari penelitian Soewandijono (2010) yang meneliti tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan pencapaian cakupan imunisasi campak, terbukti bahwa
salah satu faktor yang mempunyai hubungan bermakna dalam pencapaian
cakupan imunisasi campak adalah tingkat peran serta keluarga terutama suami.
2.5.1

Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (2010) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru,

Universitas Sumatera Utara

34

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo,
2012) :
a.

Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b.

Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.

c.

Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d.

Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.

e.

Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Pengetahuan yang
dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2012):
1.

Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

Universitas Sumatera Utara

35

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3.

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat
diliat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5.

Sintesis (Synthesis)

Universitas Sumatera Utara

36

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.

2.5.2

Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu dalam kehidupan sehari-hari. (Notoatmodjo, 2007).
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu : Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek,
kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosional memegang peranan penting.
Menurut Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa seperti halnya dengan
pengatahuan, sikap ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu:

Universitas Sumatera Utara

37

a.

Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b.

Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi
dari sikap.

c.

Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah.

d.

Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang
paling tinggi.
Adapun indikator untuk mengetahui tingkat sikap terhadap kesehatan,

antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.

Sikap terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana penilaian atau pendapat
seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara
penularan penyakit, cara pencegahan penyakit.

b.

Sikap tentang cara pemeliharaan dan cara hidup sehat adalah penilaian atau
pendapat

seseorang

terhadap

cara-cara

memelihara

dan

cara-cara

(berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian
terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi (istirahat) atau istirahat
cukup.
c.

Sikap terhadap kesehatan lingkungan adalah pendapat atau penilaian
seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

38

2.6

Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
Variabel Penelitian
- Pengetahuan Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
- Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
Gambar 2.1 Variabel Penelitian

Berdasarkan variabel penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pemberian
imunisasi dasar lengkap pada baduta berhubungan dengan pengetahuan suami dan
sikap suami sehingga diperlukan pengetahuan dan sikap suami yang baik
mengenai pemberian imunisasi dasar secara lengkap pada baduta.

Universitas Sumatera Utara

39

2.7

Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas maka

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Karakteristik
Responden
 Umur
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Penghasilan

Pengetahuan
Responden terhadap
Pemberian Imunisasi
Dasar Lengkap pada
Baduta

Sikap Responden
Pemberian Imunisasi
Dasar Lengkap pada
Baduta

Cakupan Imunisasi Dasar
Lengkap pada Baduta pada
baduta di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai
tahun 2016

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar 2.2 diatas, diketahui bahwa karakteristik responden
yang akan digambarkan dalam hasil penelitian ini ialah dilihat dari aspek umur,
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, serta pengetahuan dan sikap responden
pemberian imunisasi dasar lengkap pada baduta dan cakupan imunisasi dasar
lengkap pada baduta pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

1 10 104

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 5 104

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 15

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 2

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 10

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 3

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 0 15

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 2

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9