Tanggung Jawab Hukum Advising Bank Dalam Pembayaran Barang Dengan Menggunakan “Letter Of Credit”; Studi Pada The Development Bank Of Singapore (Bank Dbs) Jakarta

25

BAB II
MEKANISME PEMBAYARAN BARANG
DENGAN MENGGUNAKAN L/C

A. Proses Terjadinya
Menggunakan L/C

Transaksi

Perdagangan

Internasional

dengan

Setiap negara di dunia tentu membutuhkan negara lain demi memenuhi
kebutuhan negara tersebut, maka diperlukanlah perdagangan. Tidak ada satu pihak
pun di dunia ini, termasuk negara, yang mampu memenuhi semua kebutuhannya
sendiri. Oleh karena itu, pada jaman ini tidak ada satu pihak pun yang tidak merasa

perlu berhubungan dengan pihak lain. Hubungan itu termasuk dalam rangka
memenuhi kebutuhan barang dan jasa (procurement).66

Perdagangan yang

melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional
(international trade) atau bisnis internasional (international business).67
D.M. Day menjelaskan pengertian transaksi perdagangan internasional
sebagai berikut : “The international sale transaction is in essence a sale of goods and
presents all those commercial and legal problems inherent in any sale of goods”.68
Maksudnya yaitu transaksi perdagangan internasional pada dasarnya merupakan
penjualan barang yang menyajikan semua masalah-masalah komersial dan hukum
yang melekat dalam setiap transaksi tersebut.

hal. 57.

66)

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),


67)

Adrian Sutedi, Hukum Ekspor Impor, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hal. 7.
D.M.Day, The Law of International Trade, (London: Butterworths, 1981), hal. 1.

68)

25

26

Tujuan utama bisnis internasional adalah akumulasi keuntungan sebesarbesarnya (optimum profit). Tujuan ini merupakan karakteristik dasar perdagangan
internasional, yang berkembang dari sekedar lintasan pertukaran hasil produksi
antarnegara.69
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan
melalui perjanjian jual beli atau perjanjian ekspor impor. Ekspor impor adalah
perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli di luar negeri, yang memiliki dua
unsur yakni suatu pelaksanaan perjanjian jual beli dan unsur pembayaran.70
Perjanjian ekspor impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian jual
beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara. Beberapa hal yang

menyebabkan ekspor impor berbeda, antara lain pembeli dan penjual dipisahkan oleh
batas-batas negara, barang-barang yang diperjualbelikan dari suatu negara ke negara
lain terkena berbagai peraturan seperti kepabean, serta terdapat berbagai perbedaan
seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan dan hukum.71
Menunjang terlaksananya transaksi perdagangan ekspor, seorang eksportir
banyak berhubungan dengan berbagai instansi/lembaga di Indonesia yang belum
sepenuhnya dikenal dan dimanfaatkan, antara lain: 72
a.

Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan sendiri);

69)

Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi
Bisnis Internasional, (Denpasar: Refika Aditama, 2000), hal. 9.
70)
Purwosutjipto, Hukum Dagang Indonesia: Hukum Jual Beli Perusahaan, (Jakarta:
Djambatan, 1984), hal. 4.
71)
Adrian Sutedi, Op.Cit.,hal. 8.

72)
Ibid., hal 2-3.

27

b.

Export merchant house (yang membeli barang dari perusahaan pembuat barang
dan mengkhususkan diri dalam perdagangan dengan negara-negara tertentu yang
membutuhkan barang-barang tersebut);

c.

Confirming house (yang bertindak sebagai perantara pembuat barang di luar
negeri dan importir dalam negeri, biasanya bertanggung jawab atas pengapalan
barang dan pembayaran kepada penjual);

d.

Buying agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih pembeli tertentu di

luar negeri);

e.

Trading house (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang keperluan
untuk diekspor dan diimpor);

f.

Consignment agent (bertindak sebagai agen penjual di luar negeri);

g.

Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang-piutang dagang/ barangbarang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian ditagih kepada
importir/pembeli;

h.

Bank;


i.

Freight Forwarder, EMKL/EMKU;

j.

Maskapai pelayaran;

k.

Asuransi;

l.

Bea Cukai;

m. Kedutaan/Konsulat;
n.

Surveyor (Badan Pemeriksa).


28

Sebagaimana halnya dengan ekspor, dalam transaksi impor, seorang importir
dalam usahanya juga berhubungan dengan instansi/lembaga berikut: 73
a.

Sole Agent (agen tunggal barang impor).

b.

Manufacturer Representative (perwakilan pabrik yang membuat barang).

c.

Import merchant house (yang melakukan pembelian barang di luar negeri, dan
dimasukkan ke dalam negeri, untuk dijual kembali).

d.


Trading house (badan usaha yang mengumpulkan barang untuk diekspor dan
diimpor).

e.

Bank

f.

Freight Forwarder, EMKL/EMKU

g.

Maskapai pelayaran

h.

Asuransi

i.


Bea Cukai

j.

Kedutaan/Konsulat

k.

Surveyor (Badan Pemeriksa)
Perdagangan internasional terwujud karena adanya kesepakatan antara penjual

dan pembeli yang dituangkan dalam kontrak. Dalam kontrak ini biasanya
dicantumkan bagaimana cara, sistem, atau klausul pembayaran. Sistem pembayaran
ini merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam transaksi perdagangan.74

73)
74)

Ibid.

Huala Adolf, Op.Cit., hal. 129.

29

Memperjelas tahapan pelaksanaan transaksi perdagangan internasional, dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

a. Promotion
b. Inquiry

E
K
S
P
O
R
T
I
R


c. Offer Sheet
d. Order Sheet

I
M
P
O
R
T
I
R

e. Sales Contract
f. Sales Confirmation

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan transaksi ekspor impor.
Keterangan gambar :
= menunjukkan arah aliran dari satu proses ke proses yang lain

Terlaksananya transaksi ekspor impor tentu tidak terlepas dari tahapan di atas
yaitu :75
a.

Promotion

75)

http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/93-empat-tahapan-utama-dalamekspor-menggunakan-l-c, diakses tanggal 15 November 2014.

30

Kegiatan promosi komoditas oleh eksportir yang akan diekspor dapat dilakukan
melalui media promosi seperti iklan di media elektronik, majalah, koran,
pameran dagang atau melalui badan/lembaga yang berhubungan dengan kegiatan
promosi ekspor seperti Kamar Dagang dan Industri, dan lain sebagainya.
b.

Inquiry
Pengiriman surat permintaan suatu komoditas tertentu oleh importir kepada
eksportir (letter of inquiry). Biasanya berisi deskripsi barang, mutu, harga dan
waktu pengiriman.

c.

Offer Sheet
Permintaan importir akan ditanggapi melalui offer sheet yang dikirimkan
eksportir. Offer sheet ini berisikan keterangan sesuai permintaan importir
mengenai deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Selain itu pada
offer sheet ini biasanya ditambahkan tentang ketentuan pembayaran dan
pengiriman sample/brochure.

d.

Order Sheet
Setelah mendapatkan penawaran dari eksportir dan mempelajarinya, jika setuju
maka importir akan mengirimkan surat pesanan dalam bentuk order sheet
(purchase order) kepada eksportir.

e.

Sales Contract
Sesuai dengan data dari order sheet maka selanjutnya eksportir akan menyiapkan
surat kontrak jual beli (sales contract) yang ditambah dengan keterangan force

31

majeur clause dan inspection clause. Sales contract ini ditandatangani oleh
eksportir dan dikirimkan sebanyak dua rangkap kepada importir.
f.

Sales Confirmation
Surat kontrak jual beli akan dipelajari oleh Importir, apabila importir setuju maka
surat kontrak jual beli tersebut akan ditandatangi oleh importir untuk kemudian
dikembalikan kepada eksportir sebagai sales confirmation. Sedangkan satu copy
lain dari surat kontrak jual beli ini akan disimpan oleh importir.
Setelah sales confirmation didapat oleh eksportir, belum tentu para pihak

yaitu eksportir dan importir dapat langsung saling bertransaksi. Adanya jarak dan
tidak saling mengenal secara pribadi tentu akan menimbulkan resiko dan kecurigaan
bagi masing-masing pihak, seperti eksportir takut tidak mendapat bayaran atas barang
yang dikirimnya. Sebaliknya importir juga takut apabila barang yang dipesan tidak
sampai ataupun tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.76
Oleh karena kedua belah pihak yakni eksportir dan importir berdomisili yang
berjauhan dan para pihak mungkin belum terlalu akrab satu sama lain, maka sistem
pembayaran yang cocok untuk digunakan adalah Letter of Credit atau sering
disingkat L/C.
Letter of Credit merupakan surat dari bank ditujukan kepada eksportir yang
menyatakan atas nama nasabah mereka (importir) akan membayar atau mengaksep

76)

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Transaksi Bisnis Internasional
(Ekspor-Impor & Imbal Beli), (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2001), hal. 23.

32

draft yang diterbitkan oleh eksportir, dengan ketentuan semua syarat dalam L/C telah
terpenuhi.77
O’Halloran mengatakan bahwa: “L/C is an instrument issued by a bank on
behalf of one of its customers authorizing an account under certain condition
stipulated in the credit”.78 Maksudnya yaitu L/C adalah suatu instrumen yang
diterbitkan oleh bank atas nama salah satu pelanggan yang akunnya terautorisasi
didalam kondisi tertentu yang ditetapkan dalam kredit. Oleh karena itu, instrumen ini
disebut juga sebagai kredit dokumenter.79
L/C dianggap sebagai instrumen yang paling penting dan paling aman didalam
transaksi perdagangan internasional, terutama dilihat dari sudut sistem pembayaran.
Peranan L/C dalam perdagangan internasional adalah:80
a.

Mempermudah lalu lintas pembayaran.

b.

Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi kewajibannya.

c.

Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan.
Setelah pihak eksportir dan importir setuju terhadap pembayaran dengan L/C,

maka barulah dilakukan proses pengiriman kargo.

77)

Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, (Jakarta: Damar Mulia Pustaka,
2001), hal. 81.
78)
Soepriyo Andhibroto, Letter of Credit Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Dahara
Prize, 1984), hal. 59.
79)
T. May Rudy, Bisnis Internasional; Teori, Aplikasi dan Operasionalisasi, (Bandung:
Refika Aditama, 2002), hal. 59.
80)
Eddie Renaldy, Istilah Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
hal. 151.

33

Gambar 2 merupakan tahapan atau proses pengiriman kargo.

Sumber

:

http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/93-empattahapan-utama-dalam-ekspor-menggunakan-l-c, diakses tanggal 15
November 2014.

Keterangan gambar :

= menunjukkan arah aliran dari satu proses ke
proses yang lain
= kegiatan pemindahan (transportation/ move)
-----------------------

= garis instruksi atau koordinasi, antara
struktur gambar bawah (eksportir, advising
bank, perusahaan pelayaran, bea cukai),
terhadap struktur gambar atas (importir,
opening bank, agen pelayaran, kepabeanan)

34

Tahapan atau proses pengiriman kargo adalah sebagai berikut:
a.

Eksportir (beneficiary) akan melakukan shipment booking kepada perusahaan
pelayaran atas dasar purchase order atau sales contract yang diterimanya dari
importir. Namum sebelum shipment booking dilakukan, eksportir terlebih
dahulu harus mengurus kewajibannya, seperti membayar pajak ekspor,
mengurus Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Bea Cukai, certificate of
origin (Surat Keterangan Asal), serta dokumen-dokumen lain jika diperlukan.
Seperti : Health Certificate (untuk produk perikanan), Veterinary Certificate
(untuk produk peternakan), Phytosanitary Certificate (untuk produk pertanian
atau tumbuhan).

b.

Setelah perusahaan pelayaran ataupun Freight Forwarder menerima dokumen
yang lengkap, barulah proses pengapalan akan dijalankan. Setelah kapal
berangkat, konosemen

akan diterbitkan oleh perusahaan pelayaran dan

kemudian diberikan kepada eksportir. Kemudian eksportir akan mengirimkan
semua dokumen terkait pada advising bank yang akan diteruskan kepada
opening bank.
c.

Perusahaan pelayaran akan mengangkut barang sampai pada port of destination
(pelabuhan tujuan) yang tercantum dalam Bill of Lading (B/L).

d.

Selanjutnya importir harus melakukan kewajiban pembayarannya pada advising
bank agar dapat memperoleh seluruh dokumen yang dikirimkan oleh eksportir.
Dokumen inilah yang akan digunakan untuk mengurus import custom
clearance di pelabuhan tujuan ketika barang sampai.

35

e.

Agen pelayaran bersedia mengijinkan barang untuk ditarik oleh importir dari
pelabuhan apabila biaya pengapalan sudah dilunasi. Atau jika belum, tentunya
ada term of credit yang disepakati sebelumnya. Bisa saja dibayar lunas sebelum
pengapalan atau satu bulan setelah tanggal pengapalan. Biaya ini dapat dibayar
oleh eksportir maupun importir tergantung kesepakatan.

Misalnya free on board (penjual menanggung resiko dari kehilangan atau
kerusakan barang sampai pada waktu barang melewati pagar kapal pelabuhan tujuan),
cost and freight (pembeli menanggung semua resiko kehilangan atau kerusakan
terhadap barang mulai pada saat barang itu melewati pagar kapal pelabuhan asal). 81

B. Mekanisme Pelaksanaan L/C pada Bank DBS Jakarta
Mekanisme pembayaran barang dengan L/C tentunya membutuhkan Bank
selaku opening bank (issuing bank) yang berhubungan langsung kepada pemohon
L/C (importir) serta advising bank yang berhubungan langsung kepada eksportir
selaku penerima L/C (beneficiary).
Bank memiliki peranan penting, sehingga digolongkan sebagai subjek hukum
perdagangan internasional dalam arti yang terbatas, karena bank tunduk pada hukum
nasional dimana bank tersebut didirikan.82
Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini, Bank begitu penting adalah
sebagai berikut :83
81)

Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan
Internasional, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1994), hal 117 dan 122.
82)
Huala Adolf, Op.Cit., hal. 72.

36

a.

Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai pemain
kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak dapat berjalan.

b.

Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama lain mungkin
saja tidak mengenal karena mereka berada di negara yang berbeda. Perannya di
sini adalah dalam memfasilitasi pembayaran antara penjual dan pembeli.

c.

Bank berperan penting dalam menciptakan aturan-aturan hukum dalam
perdagangan internasional khususnya dalam mengembangkan hukum perbankan
internasional. Salah satu instrumen hukum yang bank telah dikembangkan adalah
sistem pembayaran dalam transaksi perdagangan internasional berbentuk kredit
berdokumen atau documentary credit.
Jalannya pembukaan suatu L/C oleh secara skematis dapat dilihat pada

Gambar 3 berikut ini.84
Opening Bank /
Issuing Bank
1

Importir

Dalam negeri

83)
84)

Ibid.
Amir M.S. Buku III., hal. 23.

2

Negotiating Bank /
Advising Bank
3

Exportir
Luar negeri

37

a. Importir minta kepada Banknya (Bank Devisa) untuk membuka suatu L/C
untuk dan atas nama eksportir. Importir dalam hal ini bertindak sebagai
opener / issuing bank.
b. Bilamana importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor
seperti keharusan adanya Surat Ijin Impor, maka Bank melakukan penutupan
Kontrak Valuta dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas
nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai opening / issuing bank.
Pembukaan L/C ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar
negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai pengantara kedua ini
disebut advising bank atau notifying bank.
c. Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C
tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary. Di dalam hal
advising bank juga dikuasakan untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh
eksportir atas L/C itu, maka advising bank ini juga dapat disebut negotiating
bank.
Menurut sifatnya, ada beberapa jenis L/C yang umum yaitu:
a.

Revocable L/C
Suatu L/C yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali atau dibatalkan oleh
opening bank (issuing bank), tanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary.85

b.

Irrevocable L/C
Suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan dan opening bank mengikatkan diri untuk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C, kecuali
dengan persetujuan semua pihak yang terlibat dalam L/C.86

c.

Irrevocable and Confirmed L/C
Suatu L/C yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan mempunyai jaminan
pelunasan berganda atas wesel, atas penyerahan dokumen pengapalan yang

85)
86)

Amir M.S., Buku III, hal.35.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 27.

38

diberikan oleh opening bank bersama-sama dengan advising bank.87 L/C
semacam ini dianggap paling sempurna dan paling aman dipandang dari sudut
beneficiary karena pertama, pembayaran atau pelunasan wesel yang ditarik atas
L/C semacam ini dijamin sepenuhnya oleh opening bank maupun oleh advising
bank, bila segala syarat-syaratnya dipenuhi, kedua adalah tidak mudah dibatalkan
karena bersifat irrevocable.88
d.

Irrevocable and Unconfirmed L/C
L/C ini sama dengan L/C biasa kecuali bahwa L/C ini diadviskan melalui sebuah
bank lain yang tidak menyatakan penanggungan kewajiban apapun atas L/C
tersebut. Misalnya, L/C dari bank-bank kecil yang belum dikenal atau diakui
kredibilitasnya perlu dimintakan L/C nya dikonfirmasi oleh bank lain yang sudah
dikenal baik.89
Menurut syarat-syaratnya, secara khusus L/C dapat dibedakan sebagai berikut:

a.

Open / Clean Letter of Credit
Merupakan suatu L/C dimana L/C itu tidak dicantumkan syarat-syarat lain untuk
penarikan suatu wesel, dalam arti tidak perlu dokumen-dokumen lainnya, bahkan
pengambilan uang dari credit

yang tersedia itu dapat dilakukan dengan

penyerahan kwitansi biasa.90
b.

Restricted / Straight Letter of Credit

87)

Ibid., hal 27-28.
Amir M.S., Buku II, Op.Cit., hal. 89.
89)
Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 61.
90)
Amir M.S., Buku III, hal. 25.

88)

39

Merupakan suatu L/C yang berkebalikan dengan open L/C dimana negotiating
bank dibatasi pada bank tertentu.91
c.

Documentary Letter of Credit
Merupakan L/C yang mewajibkan eksportir atau penerima L/C untuk
menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta
dokumen pelenngkap lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran.92

d.

Back to back Letter of Credit
Merupakan L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportir penerima L/C pertama
kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang diterimanya. L/C ini
biasa digunakan dalam perdagangan segi tiga.93

e.

Revolving Letter of Credit
Merupakan

suatu

L/C

yang

berdasarkan

syarat-syaratnya,

jumlahnya

diperbaharui atau dinyatakan berlaku kembali secara otomatis tanpa memerlukan
perubahan khusus pada L/C tersebut.94
Melihat segi pembayarannya, L/C dapat dibagi menjadi:
a.

Sight Letter of Credit
Merupakan suatu L/C yang jika semua persyaratan telah terpenuhi, maka
negotiating bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama
dalam 7 (tujuh) hari kerja.95

91)

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 28.
Ibid.
93)
Ibid.
94)
Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 34.
92)

40

b.

Usance Letter of Credit
Merupakan suatu L/C yang pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C tersebut
sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan (tanggal Bill of
Lading).96

c.

Red clause Letter of Credit
Merupakan suatu L/C dimana pembayaran dilakukan oleh negotiating bank
kepada eksportir sebelum barang dikapalkan.97
Pada dasarnya setiap L/C mempunyai syarat-syarat tersendiri namun beberapa

syarat umum yang harus dipenuhi oleh penerima L/C (eksportir), khususnya di
Indonesia, untuk memperoleh pembayaran adalah sebagai berikut:98
a.

L/C yang dibuka harus commercial/documentary L/C. L/C yang diterima harus
bersifat irrevocable.

b.

Dokumen-dokumen pengapalan sekurang-kurangnya harus terdiri dari: full set of
Bill of Lading (konosemen), commercial invoice (faktur perdagangan).

c.

Dalam hal impor diatas US$5,000 dan ekspor barang-barang yang memperoleh
sertifikat ekspor maka diperlukan dokumen lain, yakni Laporan Kebenaran
Pemeriksaan (LKP).

d.

Dokumen-dokumen pengapalan yang umumnya diisyaratkan dalam L/C antara
lain: daftar pengepakan, certificate of inspection, surat keterangan asal, weight

95)

Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 56.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 28.
97)
Ibid.
98)
Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 157-158.

96)

41

certificate/note/list, daftar pengukuran, certificate of analyst, certificate of
quality, dan sebagainya.
Setiap bank tentu memiliki prosedur pelaksanaan L/C, dimana secara umum
adalah berikut ini :99
a.

Setiap perusahaan yang ingin mengajukan L/C harus memiliki akun atau
rekening di bank pemohon.

b.

Eksportir dan importir harus telah sepakat tentang hal-hal yang tercantum dalam
sales contract, seperti : detail barang, delivery time, term of payment, shipment
term, shipment documents dan kesepakatan yang telah diperbuat lainnya jika ada.

c.

Pemohon harus mengajukan pembukaan L/C kepada bank-nya dengan membawa
semua dokumen terkait dengan transaksi tersebut.

d.

Apabila telah disetujui, maka L/C yang diterbitkan oleh bank pemohon akan
diteruskan kepada advising bank selaku bank penerima yang akan akan
diteruskan kepada beneficiary.

e.

Setelah barang dikirim dan kapal berangkat, perusahaan pelayaran akan
menerbitkan Bill of Lading sebagai tanda bukti pengapalan.

f.

Eksportir harus membawa seluruh dokumen terkait dengan pengapalan seperti :
Bill of Lading, invoice, daftar pengepakan, PEB, dan dokumen lengkap lainnya
kepada advising bank. Jika semua dokumen tersebut cocok dengan sesuai dengan

99)

Wawancara dengan Bapak Albert Tanady, selaku Institutional Banking Export Import
Operations Bank DBS Jakarta, tanggal 3 November 2014.

42

L/C dan tidak ada discrepancy, maka advising bank boleh melakukan
pembayaran
Meskipun UCP tidak menjelaskan secara gamblang tentang prosedur
pelaksanaan L/C, akan tetapi prosedur pelaksanaan L/C pada Bank DBS di atas telah
sesuai dengan praktek kebiasaan dalam dunia perdagangan internasional.
C. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Tentang L/C
Sebelum menguraikan lebih jauh mengenai ketentuan yang mengatur tentang
L/C, berikut merupakan makna betapa pentingnya L/C dalam transaksi bisnis
internasional.
Letter of credit payment mechanism is such as blood flow in body of
international transactions. Letter of Credit, due to the need to have vital
importance in international transactions is independent of the mother or the
original transaction of purchase and sale and subsequently specific problems
separately from it.100
Lahirnya

transaksi

bisnis

internasional

dengan

menggunakan

L/C

dipergunakan orang pada masa perdagangan di Romawi dan Lombardia dimana
negara-negara tersebut saat itu memegang peranan dalam perdagangan dunia.
Perkembangan dari bentuk yang sederhana sampai menjadi bentuk kredit yang
modern dimulai kira-kira pada abad ke-17, dan di negara Inggrislah kredit
berdokumen ini berkembang dan menjadi bentuk seperti sekarang. Bentuk kredit ini
mengalami kemajuan pesat disana.101

100)

Maryam Solhi Lord, Marjan Alsadat Ojaghzadeh Mohammadi, Fatemeh Gowsi
Rashtabadi, Nastran Mahmoudi, Sharareh Khoshnoud, “The Role of Letter of Credit in International
Trade”, vol.3, no.11, 2013, hal. 51.
101)
Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 29.

43

Sebelum tahun 1941 perdagangan didasarkan atas rasa saling percaya. Namun
akibat pecahnya Perang Dunia I timbul akibat-akibat yang kurang menyenangkan,
terjadi kegoncangan harga dan valuta dapat terjadi sewaktu-waktu, lalu lintas antar
negara terputus sehingga menyebabkan putusnya hubungan sebagian besar relasirelasi dagang yang telah ada sebelumnya.102
Sesudah Perang Dunia I selesai dan ketika dunia perdagangan internasional
ingin membangun kembali transaksi internasional, ternyata pengusaha-pengusaha itu
menghadapi kenyataan bahwa cara pembayaran yang diikuti sebelum perang yang
berdasarkan kepercayaan semata-mata tidak dapat dipertahankan lagi. Adanya unsur
resiko bagi eksportir dan importir tersebut telah mendorong mereka untuk menempuh
cara yang termuat dalam documentary credit. Hal inilah yang membawa documentary
credit sebagai alat pembayaran kepada suatu kemajuan dan perkembangan pesat
dalam hukum perdagangan internasional.103
Menurut laporan dari Sekjen PBB, untuk memenuhi Resolusi Sidang Umum
nomor 2102/XX/tertanggal 20 Desember 1965, yang diartikan dengan Hukum
Dagang Internasional (International Trade Law) adalah :
“Keseluruhan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan dagang yang
bersifat hukum perdata dan mencakup berbagai negara” (The body of rules
governing commercial relationship of private law nature involving different
countries).104
102)

Ibid., hal. 30.
Ibid., hal. 31.
104)
Sudargo Gautama, Hukum Dagang Internasional, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 24.
103)

44

Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang berbedabeda, karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut, baik
para eksportir, importir, maupun petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan
peraturan serta sistem perdagangan luar negeri, baik yang berlaku di Indonesia
maupun berbagai negara lain.105
Dalam mengikuti kesepakatan perkembangan tersebut, banyak diantara bankbank yang pada waktu itu belum tercapai kesepakatan maupun keseragaman di dalam
pemakaian istilah-istilah yang digunakan dalam transaksi jual beli internasional.
Istilah-istilah ditafsirkan menurut pendapat masing-masing pihak, yang menyebabkan
banyaknya perbedaan penafsiran, bahkan pertentangan. Penetapan secara yuridis
yang menjadi hak dan kewajiban para eksportir dan importir-pun belum ada.106
Akibat yang tidak terhindarkan dari hal tersebut yaitu bank-bank yang
menjamin pembayaran telah terikat untuk memenuhi kewajiban pembayaran,
sehingga banyak di antara bank-bank tersebut yang menderita kerugian. Untuk
mengatasi kerugian-kerugian yang timbul tersebut, terutama di Amerika Serikat telah
diadakan musyawarah untuk menyeragamkan istilah-istilah yang dipakai dalam letter
of credit yaitu pada tahun 1919 yang disebut dengan American Foreign Trade
Definition. Kemudian pada tahun 1920 diadakan New York Bankers Commercial
Credit Conference yang menghasilkan Regulation Effecting Export Commercial
Credit.107 Setelahnya pada tahun 1933 barulah dikeluarkan ketentuan yang lebih

105)

Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 2.
Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 31.
107)
Ibid., hal. 32.

106)

45

sempurna, International Reglement yang saat ini kita kenal dengan The Uniform
Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
Beberapa ketentuan yang mengatur tentang L/C yang dapat dijadikan acuan
oleh para pihak dalam melaksanakan L/C.
1.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor,
Impor, dan Lalu Lintas Devisa.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 merupakan dasar hukum L/C di

Indonesia. Namun ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982
ini belum rinci mengatur tentang L/C.108 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982
tanggal 16 Januari 1982 ini tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas
Devisa yang mengatur bahwa L/C sebagai salah satu cara pembayaran dalam
transaksi ekpor impor.
PP No. 1 Tahun 1982 hanya menyatakan bahwa metode pembayaran
perdagangan internasional dilakukan dengan tunai atau kredit.109 Kemudian, dalam
penjelasan PP No. 1 Tahun 1982 dinyatakan bahwa metode pembayaran perdagangan
internasional dapat dilakukan dengan :
a.

Advance Payment;

b.

Letter of Credit;

c.

Collection dengan kondisi Documents Against Payment dan Documents Against
Acceptance;
108)

Ramlan Ginting, Letter of Credit; Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Universitas
Trisakti, 2007), hal. 40. (selanjutnya disebut buku II).
109)
Pasal 3 ayat (1) PP No. 1 Tahun 1982.

46

d.

Open Account;

e.

Consignment, dan

f.

Metode pembayaran lain yang lazim dalam perdagangan internasional sesuai
kesepakatan antara eksportir dan importir.
Selanjutnya, PP No.1 Tahun 1982 mengamanatkan agar Menteri Perindustrian

dan Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia bersama-sama atau masing-masing
dalam bidangnya mengeluarkan peraturan pelaksanaan atas metode pembayaran
perdagangan internasional, namun hingga saat ini tindak lanjut amanat PP No. 1
Tahun 1982 belum terlaksana sebagaimana seharusnya. PP No. 1 Tahun 1982 ini
belum mencantumkan ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang L/C sehingga
digunakan ketentuan UCP.110
2.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003 pada tanggal 23 Juni 2003
tentang Pembayaran Transaksi Impor.
Ketentuan lainnya tentang L/C juga dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang

tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003 pada tanggal 23
Juni 2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor. Peraturan ini memuat tentang
pembayaran transaksi impor dapat dilakukan dengan menggunakan L/C ataupun
tanpa L/C.111

110)

Ramlan Ginting, “Peranan Bank Indonesia Dalam Mendorong Ekspor Melalui
Pengaturan Metode Pembayaran dan Metode Pembiayaan Perdagangan Internasional”, vol.2, no.3,
2004, hal. 8.
111)
Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

47

Pihak Bank menerbitkan L/C dalam rangka pembayaran transaksi impor atas
dasar permintaan importir yang diajukan kepada Bank dengan mengisi formulir
permohonan penerbitan L/C. Bank hanya dapat mengubah L/C atas dasar permintaan
importir yang diajukan kepada Bank dengan mengisi formulir permohonan perubahan
L/C.112
Regulasi ini menetapkan bahwa formulir permohonan penerbitan L/C
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :113
a.

nama jelas dan alamat importir;

b.

nama jelas dan alamat eksportir;

c.

nilai L/C;

d.

syarat pembayaran atas unjuk, pembayaran kemudian atau berjangka, akseptasi
atau negosiasi;

e.

jenis/rincian dokumen;

f.

tanggal terakhir pengajuan dokumen;

g.

tempat pengajuan dokumen;

h.

tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo L/C;

i.

nomor dan tanggal surat ijin dari instansi yang berwenang untuk impor barang
yang diawasi dan diatur tata niaga impornya;

j.

media penerbitan L/C : surat, teleks, atau sarana lainnya;

112)
113)

Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

48

k.

uraian barang antara lain meliputi nama dan jenis barang, jumlah barang, harga
satuan, harga FOB/C&F/CIF;

l.

tarif (Bea Masuk, Cukai, PPN, PPnBM & PPh impor);

m. nomor HS (Harmonized System) / pos tarif;
n.

asuransi;

o.

tanggal terakhir pengapalan barang;

p.

negara tujuan pengapalan barang;

q.

negara asal barang;

r.

pencantuman pernyataan umum tunduk pada syarat-syarat umum bank untuk
penerbitan L/C.
Perihal bank dalam menerbitkan atau melakukan perubahan L/C, maka bank

wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:114
a.

meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian data yang dicantumkan importir
dalam formulir permohonan penerbitan atau perubahan L/C;

b.

memastikan

bahwa

importir

telah

memenuhi

ketentuan

Departemen

Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku di bidang impor yang berkaitan
dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang diawasi dan diatur tata
niaga impornya;
c.

meneliti surat persetujuan impor barang dari Departemen Perindustrian dan
Perdagangan yang dicantumkan dalam formulir permohonan penerbitan L/C

114)

Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.

49

dalam hal barang yang diimpor merupakan barang yang diawasi dan diatur tata
niaga impornya.
Bank dilarang menerbitkan atau melakukan perubahan L/C apabila importir
tidak memenuhi ketentuan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang berlaku
di bidang impor yang berkaitan dengan persyaratan sebagai importir, dan barang yang
diawasi dan diatur tata niaga impornya.115 Dalam hal bank tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini maka bank dikenakan sanksi
dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank.116
3.

Ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17
Desember 1993 tentang UCP.
Ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17

Desember 1993 tentang UCP

juga mengatur bahwa jika dalam penerbitan L/C

disepakati untuk menerapkan UCP maka dalam L/C harus secara tegas dicantumkan
penundukan pada UCP. Dengan demikian, walaupun tidak mewajibkan suatu L/C
harus tunduk pada UCP, namun Bank Indonesia mendukung agar UCP dipergunakan
dalam praktek penerbitan L/C oleh bank-bank umum.117 Isi Surat Edaran Bank
Indonesia tersebut dilatarbelakangi status UCP yang bukan sebagai produk hukum
yang memiliki kekuatan mengikat. Maka Bank Indonesia dalam Surat Edaran
dimaksudkan secara eksplisit mengharuskan L/C yang diterbitkan bank umum tunduk

115)

Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.
Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/11/PBI/2003.
117)
Surat Edaran No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang UCP.
116)

50

pada UCP ini.118 Hal ini berarti Bank Indonesia menjadikan UCP bagian dari hukum
nasional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sejalan dengan pernyataan diatas, hal yang sama juga dikemukakan Tim
Pengkajian Hukum tentang L/C, Agus Sudrajat yang mengatakan bahwa “UCP
merupakan “payung” transaksi Letter of Credit yang merupakan kodifikasi praktek
dan kebiasaan internasional mengenai L/C. UCP tidak merupakan produk hukum,
UCP tidak memiliki “force of law”. UCP hanya mengikat secara hukum apabila para
pihak dalam L/C menyatakan L/C yang bersangkutan tunduk pada UCP.”119
4.

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) International
Chamber of Commerce (ICC) Publication Nomor 600 atau UCP 600.
Pada tahun 1933, Majelis Perdagangan Internasional (The Council of The

International Chamber of Commerce) telah berhasil mengeluarkan ketentuan yang
lebih sempurna yang disebut International Reglement atau sekarang disebut UCP.120
Kamar Dagang Internasional menuangkan peraturan L/C secara internasional
ke dalam The Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC).
UCP ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82 pada
kongres ke-7 dari UCPDC.

118)

Ramlan Ginting, Buku II, hal. 41.
Agus Sudrajat, dkk., Pengkajian Hukum Tentang Masalah Hukum L/C Sebagai Alat
Pembayaran Dalam Perdagangan, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman RI, 1998), hal. 12.
120)
Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 32.
119)

51

Perkembangan selanjutnya UCP ini mengalami revisi-revisi seiring dengan
begitu dinamisnya dunia bisnis internasional, serta sesuai dengan perubahan dan
perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.121
Revisi pertama dilakukan pada tahun 1951. Pada tahun 1951 International
Reglement disempurnakan dan menghasilkan UCPDC yang dalam bahasa Perancis
Regles et Usances Uniformes Relatives au Credits Documentaires yang berlaku sejak
1 Januari 1952. Revisi tahun 1951 tersebut ditujukan untuk menyesuaikan semua
peraturan tahun 1933 dengan perkembangan-perkembangan yang dialami dan yang
terjadi di antara tahun 1933 sampai tahun 1951 dalam lalu lintas perdagangan antar
negara. Sehingga peraturan tersebut dipandang dapat menampung kebutuhan negaranegara peserta. Namun demikian, revisi tahun 1951 ini masih dianggap kurang karena
negara Inggris menolak untuk menjadi peserta dan tunduk pada peraturan tersebut.
Hal ini menyebabkan negara-negara peserta lain menganggap bahwa lingkungan
berlakunya peraturan ini masih terbatas, karena dalam kenyataanya mereka banyak
berhubungan dengan Inggris dalam hal ekspor-impor barang.122
Revisi kedua dilakukan pada tahun 1962. Pada bulan Nopember 1962,
International Chamber of Commerce berhasil mengadakan revisi lagi dengan ditandai
masuknya Inggris sebagai negara peserta. Dalam peraturan lama, penekanan dan
perhatian mengenai pihak bank menjadi sangat penting. Namun saat Inggris
bergabung, ia mengemukakan bahwa tidak hanya kedudukan bank saja yang harus

121)
122)

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 33.
Soepriyo Andhibroto, Op.Cit., hal. 32.

52

diperhatikan, tetapi juga kedudukan pihak pembeli. Adapun dasar alasannya yaitu
bahwa semua hak dan kewajiban yang timbul dari tindakan pembukaan L/C
bersumber pada amanat atau kuasa yang diberikan oleh pembeli sebagai applicant
kepada issuing bank. Hak dan kewajiban dari bank maupun beneficiary atas L/C itu
semuanya bersumber dari amanat tersebut. Setelah Inggris menjadi peserta dan
menganut ketentuan yang telah direvisi pada tahun 1962, maka teks dari bahasa
Perancis secara resmi diganti ke dalam bahasa Inggris.123
Revisi ketiga kalinya pada tahun 1974. Hal yang menjadi pendorong
International Chamber of Commerce untuk meninjau kembali peraturan yang telah
ada, hingga akhirnya pada tahun 1974 dengan Publication No.290 mulai
diberlakukan sejak tanggal 1 Oktober 1975 adalah perkembangan pesat dalam dunia
pengangkutan barang-barang dalam perdagangan internasional. Barang-barang yang
diperdagangkan tidak lagi diangkut secara terpisah-pisah, tetapi sudah dimasukkan ke
dalam container baik itu dalam bentuk Full Container Loaded maupun Less
Container Loaded.124 Maka dari itu, syarat-syarat pengangkutan juga sudah berbeda
dan

sebagai

menyesuaikan

konsekuensinya
perkembangan

dokumen-dokumen
tersebut.

Hal

pengangkutan-pun

tersebutlah

yang

harus

mendorong

dilakukannya revisi tersebut.
Revisi keempat pada tahun 1983. Revisi ini dilakukan oleh ICC Commision
on Banking Technique and Practice dibawa pimpinan Bernard S. Wheble yang mulai

123)
124)

Ibid., hal. 33.
Ibid., hal. 34.

53

berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1984 dan dikenal dengan sebutan Revision ICC
Publication No.400.
Kurun waktu hampir sepuluh tahun dari revisi ketiga hingga keempat, maka
dalam perkembangannya banyak masalah yang timbul yang semata-mata disebabkan
karena kemajuan teknologi dan perubahan kebiasaan dalam dunia usaha, yang pada
hakekatnya menyangkut empat aspek pokok yaitu: 125
a.

Berlanjutnya perkembangan teknologi pengangkutan dan perluasan secara
geografis yang dikuti oleh beberapa negara;

b.

Pengaruh perkembangan fasilitas di bidang perdagangan internasional terutama
munculnya jenis-jenis dokumen baru;

c.

Perkembangan teknologi di bidang komunikasi yang menggantikan kertas
sebagai suatu upaya pengiriman informasi data, beralih dengan menggunakan
metode automate/electronic data processing;

d.

Perkembangan jenis baru dari documentary credit.
Revisi kali ini mengutarakan pula bahwa pengertian letter of credit seperti

yang sekarang dijumpai dalam peraturan internasional tersebut adalah tidak sama
seperti pada permulaan cara pembayaran itu dikenal. Documentary L/C pada
permulaanya tidaklah dibuka oleh bank, melainkan oleh pedagang-pedagang. Oleh
karena itu dikenal dengan nama Merchant’s Letter of Credit, yang kemudian
berkembang menjadi Banker’s Letter of Credit. Merchant’s Letter of Credit ini
mengandung pengertian bahwa bank sama sekali tidak mengikatkan dirinya terhadap
125)

Ibid.

54

beneficiary dalam pembukaan kredit. Pembeli langsung mengikatkan dirinya kepada
penjual untuk membayar melalui banknya. 126
Revisi kelima dilakukan pada tahun 1993 dengan terbitan nomor 500 dan
populer dengan istilah UCP 500, terdiri dari 49 artikel yang mulai digunakan sejak
tanggal 1 Januari 1994.
Seorang pakar hukum asal Australia, Thanuja Rodrigo berpendapat bahwa
UCP 500 ini memperkenalkan sejumlah aturan baru. Para hukum lainnya seperti
Ellinger juga menunjukkan optimismenya terhadap aturan ini, yang merupakan
langkah lebih lanjut dalam arah yang benar. UCP 500 ini juga berusaha untuk
menjawab banyak pertanyaan para bankir dan pedagang tentang istilah-istilah dalam
“negosiasi”, “waktu serta jumlah hari” dalam pemeriksaan dokumen.
The 1993 revision which is widely known as the UCP 500 came into operation
on 1st January 1994. The rules introduced a number of novel provisions.
Ellinger has expressed optimism that these rules would constitute ‘a further
step in the right direction. UCP 500 sought to answer many questions the
bankers and traders have had to face with, including the definitions of terms
such as “negotiation”, “reasonable time” and the appropriate number of
days to check the documents.127
Selain hal tersebut dalam UCP 500 ini, ICC mengemukakan bahwa UCP
bukanlah satu-satunya sumber hukum L/C. Sumber hukum lainnya yaitu hukum
kebiasaan internasional, putusan pengadilan, dan peraturan perundang-undangan.
UCP sering menggunakan pengadilan karena keberadaan UCP telah diterima secara
internasional. Akan tetapi, pencantuman klausul tunduk pada UCP dalam L/C bukan
126)

Ibid., hal. 35.

127)

Thanuja Rodrigo, “UCP 500 to 600: A Forward Movement”, vol.2, no.18, 2011,

hal. 2.

55

berarti larangan bagi hakim untuk menggunakan sumber hukum lainnya.128 Pendapat
ini dikemukakan oleh ICC yang berbunyi :129
“Because of its incorporation into the Documentary Credit, the UCP governs
Documentary Credits primarily, but not solely. Courts and arbitration tribunals
often apply the UCP because it is the most universally followed set of
customery Documentary Credit rules and because it is perceived as being quite
close to the level of perfection permitted by the “laws” of international
compromised. However, it must be recognised that incorporation of the UCP
into the Documentary Credit does not prevent a court from appliying its
country’s national law”
Hal tersebut memiliki makna bahwa pengadilan dapat menggunakan hukum
nasional negaranya, melihat kenyataan bahwa tidak semua aspek di dalam L/C diatur
oleh UCP. Maka dari itu, hukum nasional dan UCP dapat dipakai sebagai acuan
untuk menyelesaikan kasus L/C. Tentunya hukum kebiasaan internasional juga dapat
dipakai.
Revisi keenam sekaligus yang terbaru dilakukan pada tahun 2007 yang kita
kenal dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP)
International Chamber of Commerce (ICC) Publication Nomor 600 atau UCP 600
yang terdiri dari 39 artikel dinyatakan mulai berlaku di seluruh dunia pada tanggal 1
Juli 2007 menggantikan pedoman sebelumnya yaitu UCP 500.130 Sejak tanggal
tersebut diharapkan semua bank mengacu pada UCP 600.
Namun demikian, secara formal UCP 600 tidak mencabut UCP 500. Artinya
dalam UCP 600 tidak ada ketentuan mengenai pencabutan UCP 500. ICC yang
128)

Ramlan Ginting, Buku II, hal. 42.
ICC, UCP 500 & 400 Compared, hal. 2.
130)
Roselyne Hutabarat, Op.Cit., hal. 53.
129)

56

menerbitkan UCP 600 menyatakan bahwa UCP 600 berlaku mulai tanggal 1 Juli
2007, tetapi tidak mencabut atau menyatakan UCP 500 tidak berlaku lagi sejak saat
itu. Oleh karena itu, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak dalam L/C
masih dapat melakukan kesepakatan untuk memberlakukan UCP 500 atau UCP
600.131
Secara substansi terdapat beberapa perbedaan pokok antara UCP 600 dengan
UCP 500 seperti:132
a.

Artikel 14 b UCP 600 mengatakan bahwa bank memiliki waktu maksimal 5
(lima) hari kerja perbankan setelah hari presentasi untuk menentukan presentasi
yang sesuai (complying presentation).
“A nominated bank acting on its nomination, a confirming bank, if any, and the
issuing bank shall each have a maximum of five banking days following the day
of presentation to determine if a presentation is complying. This period is not
curtailed or otherwise affected by the occurrence on or after the date of
presentation of any expiry date or last day for presentation.”133
Sedangkan, artikel 13 b UCP 500 mengatakan bahwa bank memiliki waktu
maksimal 7 (tujuh) hari kerja perbankan setelah dokumen diterima.
“The Issuing Bank, the Confirming Bank, if any, or a Nominated Bank acting on
their behalf, shall each have a reasonable time, not to exceed seven banking
days following the day of receipt of the documents, to examine the documents
and determine whether to take up or refuse the documents and to inform the
party from which it received the documents accordingly.”134

131)

Ramlan Ginting, Buku I., hal. 7.
Ramlan Ginting, Buku II., hal. 48.
133)
UCP 600, Artikel 14 b.
134)
UCP 500, Artikel 13 b.

132)

57

Artikel di atas, terlihat bahwa batas waktu bank untuk meneliti dokumen
dipersempit berdasarkan UCP 600 dibandingkan UCP 500.
b.

Artikel 14 d UCP 600 mengatakan bahwa data dalam sebuah dokumen tidak
perlu identik dengan data dalam dokumen dimaksud.
“Data in a document, when read in context with the credit, the document itself
and international standard banking practice, need not be identical to, but must
not conflict with, data in that document, any other stipulated document or the
credit.”135
Sedangkan, artikel 13 a UCP 500 mengatakan dokumen-dokumen yang nyata
tidak konsisten satu terhadap yang lainnya akan dianggap sebagai tidak sesuai
dengan syarat dan kondisi L/C.
“Banks must examine all documents stipulated in the credit with reasonable
care, to ascertain whether or not they appear, on their face, to be in compliance
with the terms and conditions of the credit. Compliance of the stipulated
documents on their face with the terms and conditions of the credit, shall be
determined by international standart banking practice as reflected in these
articles. Documents which appear on their face to be inconsistent with one
another will be considered as not appearing on their face to be in compliance
with the terms and conditions of the credit. Documents not stipulated in the
credit will not be examined by banks. If they receive such documents, they shall
return them to the presenter or pass them on without responsibility.”136
Artikel di atas menunjukkan bahwa ukuran kesesuaian yang ditentukan dalam
UCP 600 lebih longgar dibandingkan dengan UCP 500.

c.

Artikel 12 b UCP 600 mengatakan bahwa menunjuk bank untuk mengaksep
wesel atau menanggung janji pembayaran, bank penerbit memberi kuasa kepada

135)
136)

UCP 600, Artikel 14 d.
UCP 500, Artikel 13 a.

58

bank yang ditunjuk untuk melakukan prepay atau purchase atas wesel yang
diaksep atau janji pembayaran kemudian yang ditanggung bank yang ditunjuk.
“By nominating a bank to accept a draft or incur a deferred payment
undertaking, an issuing bank authorizes that nominated bank to prepay or
purchase a draft accepted or a deferred payment undertaking incurred by that
nominated bank .”137
Sedangkan, UCP 500 tidak memiliki ketentuan seperti ini.
d.

Artikel 15 b UCP 600 mengatakan bahwa bilamana confirming bank menetapkan
bahwa terdapat presentasi yang sesuai maka confirming bank wajib membayar
atau menegosiasi dan meneruskan dokumen-dokumen kepada bank penerbit.
“When a confirming bank determines that a presentation is complying, it must
honour or negotiate and forward the documents to the issuing bank.”138
Sedangkan, artikel 9 b UCP 500 mengatakan bahwa konfirmasi atas irrevocable
L/C oleh confirming bank merupakan suatu janji pasti dari confirming bank,
sebagai tambahan terhadap janji pasti dari bank penerbit, sepanjang dokumendokumen yang diajukan memenuhi syarat dan kondisi L/C .
“A confirming bank of an irrevocable credit by another bank (the “Confirming
Bank”) upon the authorisation or request of the Issuing Bank, constitues a
definite undertaking of the Confirming Bank, in addition to that of the Issuing
Bank, provided that the stipulated documents are presented to the Confirming
Bank or to any other Nominated Bank and that the terms and conditions of the
credit are complied with....”139

137)

UCP 600, Artikel 12 b.
UCP 600, Artikel 15 b.
139)
UCP 500, Artikel 9 b.
138)

59

Artikel di atas menunjukkan bahwa tanggung jawab confirming bank untuk
membayar L/C lebih tegas dan jelas berdasarkan UCP 600 dibandingkan dengan
UCP 500.
e.

Artikel 2 dan artikel 3 UCP 600 memuat definisi atas istilah yang digunakan
dalam UCP 600. Misalnya pengertian advising bank, applicant, banking day,
beneficiary, dan seterusnya. Sedangkan, UCP 500 tidak memiliki artikel khusus
mengenai istilah dalam L/C.
Sebagai sebuah kerangka acuan yang sama di semua negara, dalam transaksi

bisnis yang menggunakan L/C, UCP memiliki berbagai karakter hukum, sebagai
berikut :140
a.

UCP menganut prinsip separation.
Prinsip ini berarti perjanjian tata cara pembayaran dengan L/C merupakan
kontrak yang terpisah dengan sales contract atau kontrak lainnya, meskipun
dalam kontrak tersebut berisi ketentuan tentang klausula penggunaan L/C. Bank
yang terlibat dalam pembayaran transaksi yang menggunakan L/C tidak bisa
dilibatkan dalam kontrak bisnis para pihak. Artinya jika terjadi wanprestasi
(misalnya tentang pembayaran atau pengiriman barang) dalam kontrak bisnis
para pihak, maka pihak bank tidak bisa ditarik sebagai salah satu pihak yang
terlibat dalam kontrak tersebut. Bank hanya bertanggung jawab sepanjang
mengenai dokumen-dokumen L/C sesuai dengan perjanjian kredit yang
bersangkutan.

b.

UCP merupakan hukum yang mengatur.

140)

Adrian Sutedi, Op.Cit., hal. 62.

60

UCP 600 merupakan hukum yang bersifat mengatur. Sifat mengatur ini
didasarkan pada prinsip lex specialis derogat lex generalis yang dianut dalam
Arikel 1 UCP 600 yang berbunyi :
“The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 2007 Revision,
ICC Publication no. 600 (UCP) are rules that apply to any documentary credit
(credit) (including, to the extent to which they may be applicable, any standby
letter of credit) when the text of the credit expressly indicates that it is subject to
these rules. They are binding on all parties thereto unless expressly modified or
excluded by the credit.”141
Dengan prinsip ini berarti UCP 600 hanya akan digunakan sebagai hukum
yang mengatur hubungan para pihak sepanjang mereka tidak mengisyaratkan atau
mengatur mekanisme sendiri dalam hubungan hukum antara mereka. Maka sifat UCP
ini adalah memaksa. Dengan demikian pemberlakuan ketentuan UCP sesuai dengan
asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata.
UCP 600 tersebut bukan hanya mengatur tentang peraturan baku serta
mekanisme pelaksanaan L/C. Namun ia juga mengantisipasi, apabila di dalam
pelaksanaannya terjadi penyimpangan oleh para pihak. Dalam hal ini, aturan baku
menjadi pedoman dalam pelaksanaan L/C sehingga sejauh mungkin dapat dihindari
perbedaan atau kesalahan penafsiran di antara para pihak dalam melaksanakan L/C.142
Sesuai dengan kenyataan bahwa dalam praktik perbankan Indonesia telah
digunakan UCP sebagai ketentuan L/C sejak tahun 1970-an, maka Bank Indonesia
mendukung keberadaan praktik tersebut. Bank Indonesia mendukung UCP untuk
dijadikan sebagai ketentuan L/C karena ia melihat bahwa rasa aman tercipta jika L/C
tunduk pada UCP.

141)
142)

UCP 600, Artikel 1.
Ramlan Ginting, B