Analisis Hukum Terhadap Letter Of Credit Syariah Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008

TENTANG PERBANKAN SYARIAH

TESIS

Oleh

DIAN MANDAYANI ANANDA NASUTION 067005086/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008

TENTANG PERBANKAN SYARIAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

DIAN MANDAYANI ANANDA NASUTION 067005086/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP LETTER OF CREDIT SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH Nama Mahasiswa : Dian Mandayani Ananda Nasution

Nomor Pokok : 067005086 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D e k a n

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 11 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 2. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Interdependensi kebutuhan antar negara menjadikan perdagangan lintas negara menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh tiap negara maupun penduduknya. Transaksi bisnis internasional melahirkan hubungan hukum antara eksportir dan importir yang terpisah secara geografis, geopolitis dan sistem hukum, bahkan tidak jarang para pebisnis internasional ini tidak saling mengenal antara satu sama lain. Untuk menopang transaksi yang mengandung banyak resiko ini diperlukan suatu alat pembayaran transaksi internasional yang aman dan efisien. Dewasa ini,

letter of credit atau yang lebih sering disingkat dengan L/C sudah menjadi alat

pembayaran dalam transaksi internasional yang paling sering digunakan, karena resiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.

Bagi pebisnis muslim yang ingin menjalankan keislamannya secara kaffah, L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sangat diharapkan keberadaannya karena L/C konvensional yang berjalan selama ini dianggap kurang syar’i dimana dalam prakteknya masih menerapkan sistem bunga.

Pengaturan L/C Syariah telah ada di dalam Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 19 huruf p. Bahkan jauh sebelum Undang-Undang ini lahir, eksistensi L/C Syariah telah disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI NO. 35/DSN-MUI IX/2002 tentang L/C Ekspor Syariah. Baik Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional tidak mengatur prinsip-prinsip L/C secara khusus. Karena L/C merupakan perjanjian yang termasuk dalam ranah muamalat maka prinsip-prinsip muamalat pada umumnya berarti juga harus diterapkan dalam perjanjian L/C, seperti: dilakukan atas dasar sukarela tanpa adanya unsur paksaan, mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dan tidak mengandung unsur riba.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah dapat mengaplikasikan berbagai macam model akad yaitu : akad wakalah bil

ujrah, wakalah bil ujrah dan qardh, murabahah, salam dan murabahah, wakalah bil ujrah dan mudharabah, musyarakah dan al bai’. Dari berbagai macam model akad

yang dapat diaplikasikan tersebut, akad wakalah bil ujrah dinilai paling tepat dan paling minim resiko serta sesuai dengan tujuan keberadaan L/C yaitu mempermudah proses perdagangan internasional.

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada norma hukum yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan bagaimana harusnya hubungan antara kontrak dasar dengan perjanjian L/C itu sendiri sebagaimana UCP 600 telah mengatur prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang berbagai akad yang dapat daplikasikan dapat perjanjian L/C, ternyata hanya L/C dengan akad wakalah bil ujrah saja yang dapat diterapkan prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With


(6)

Dengan eksistensi L/C syariah yang benar-benar syar’i dengan mekanisme yang praktis, aman dan mudah serta ditopang oleh peraturan yang memadai, maka transaksi bisnis internasional tidak akan menjadi suatu hal meragukan bagi pebisnis yang ingin menjalankan prinsip syariah dalam bisnisnya. Bahkan konsep L/C Syariah ini juga dapat melintasi ruang dan waktu, apalagi wilayah dan negara, karena kesempurnaannya dapat dijadikan pedoman oleh siapa saja, dan tidak kalah bersaing dengan L/C konvensional.


(7)

ABSTRACT

Interdependency of needs amoung countries, makes the trans national trade be an avoidable affair by a nation also its citizens. International bussiness transaction makes law relationship between exportir and importir which are geographicalli, geopolitically, and law sistematically separated, even some of them are not knowing each other. In supporting the risky transaction, a tool of international transaction payment is so needed. The tool must be safed and efficient. Nowadays, letter of credit or L/C has been a well known tool of international transaction that people often use in their bussiness. The risks wich may occurs in the transaction can be handled by banks.

The existence of letter of credit which is really accordance with Islamic syariah principles has been waited by moslem bussinessmen who want to run their religion values in all their life. The conventional L/C has been existed is considered as un syariah L/C due to its practice still applicates the interest system.

The regulation of L/C Syariah has been existed in Act No. 21/2008 concerning Perbankan Syariah, in article 19 p, and long before the act was born, the existence of L/C Syariah has been mentioned in Fatwa Dewan Syariah Nasional NUI NO.34/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Impor Syariah and Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 35/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Ekspor Syariah.

Both of Act No. 21/2008 and Fatwa DSN MUI do not regulate the L/C Syariah principles specifically. By considering L/C as one of muamalat aspects, so the principles of muamalat must be applicated in L/C syariah, such as : Done according to the aggreement of each parties, makes utilities and avoids riskies or dangers, and does not applicate interest/ riba.

In according to the result of the research on Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah can applicate some models of akads/ contracts, such as : wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah and qardh, murabahah, salam and mudharabah, musyarakah and al bai’.

From the variety of contract models which can be applicated to the L/C Syariah, wakalah bil ujrah is considered as the most efficient, safest, and the most minimum risky. Wakalah bil ujrah is also an aggreement that closest to the goal of L/C existence, that is : makes the international trade process become easier.

Norms concerning with L/C Syariah do not regulate how the relation between Sales Contract and L/C Aggreement itself should be. Meanwhile, the UCP 600 has regulated the relation by Independency Principles, Complying Presentation Principles, and Deals With Documents Only Principles. The result of this research has shown that only L/C Syariah applicates wakalah bil ujrah contract can adopt the three principles mentioned above.

The existence of L/C Syariah that trully based on syariah principles, with its mechanism accordance to the goal of L/C as a safe and efficient tool of international payment and supported by good regulations, makes the international bussiness


(8)

transaction be an undoubtful thing for bussinessmen who want to run their syariah principles in their bussiness life. Thus, the concept of L/C Syariah can across the time and place, countries and nations, due to its perfectness can be reffered by anyone. With such qualifications, L/C Syariah also can be more competitive than the conventional ones.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat merampungkan tesis ini.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Humaniora pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Hukum Terhadap Letter Of

Credit Syariah Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah.” Di dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para pembimbing Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA. Dimana ditengah-tengah kesibukan beliau masih berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatara Utara.

2. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum sekaligus Pembimbing Utama penulis.

3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum sekaligus Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.


(10)

4. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, sebagai Komisi Pembimbing yang telah dengan begitu sabar memberikan arahan, semangat bagi penulis untuk menyelesaikan studi ini.

6. Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum, sebagai Penguji dalam tesis ini.

7. Kepada Kedua Orang Tua yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang. 8. Kepada Suamiku Ibnu Faisal Siregar, Thanks for colouring my life.

9. Kepada adik-adikku tersayang, Ade, Riris dan Indah terima kasih atas doanya 10. Kepada Mertuaku Almarhum H. Parluhutan Siregar, SH dan Hj. Rosmalenna

Lubis terima kasih atas doanya

11. Kepada semua Rekan-rekan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Semoga Allah SWT membalas jasa, amal dan budi baik tersebut dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat dan menyampaikan permohonan maaf yang tulus jika terhdapa kekurangan dan kekeliruan disana-sini. Kritis dan saran yang membangun penulis harapkan demi penyempurnaan tesis ini.

Medan, April 2010 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Dian Mandayani Ananda Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 11 September 1979

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Dosen Kopertis Wil. I NAD – SUMUT

dpk. UNIVA Medan

Alamat : Jl. Selamat No. 36 A Medan

Pendidikan : a. SD Negeri 122340 P. Siantar Tamat Tahun 1991 b. SMP Negeri 2 P. Siantar Tamat Tahun 1994 c. SMU Negeri 2 P. Siantar Tamat Tahun 1997

d. Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Tamat Tahun 2001

e. Strata Dua (S2) Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ………... iii

KATA PENGANTAR ……….. v

RIWAYAT HIDUP ……….. vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ……….... 11

1. Kerangka Teori... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 27

G. Metodologi Penelitian ……… 30

1. Tipe atau Jenis Penelitian... 30

2. Sumber Data... 31

3. Teknik Pengumpulan Data... 32

4. Analisis Data ... 32

BAB II LETTER OF CREDIT BERDASARKAN PRINSIP- PRINSIP SYARIAH ……… 34

A. Tinjauan Umum Tentang Letter Of Credit ………. 34

1. Letter of Credit Pada Umumnya... 34

2. Independensi L/C Terhadap Kontrak Dasar ... 37


(13)

4. Mekanisme Letter of Credit... 39

5. Klasifikasi Letter of Credit... 41

B. L/C Menurut Hukum Islam ... 48

1. L/C Sebagai salah satu bentuk akad dalam hukum Islam ... 48

2. Klasifikasi L/C Berbasis Syariah... 52

3. Dasar Hukum L/C Syariah ... 52

4. Beberapa Kontrak/Akad Yang Berkaitan Dengan L/C Syariah ... 55

BAB III PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP L/C DALAM UCP 600 TERHADAP L/C SYARIAH ... 95

A. Prinsip-prinsip L/C Pada Umumnya Yang Terdapat Dalam UCP 600 1. Prinsip Independensi ... 95

2. Prinsip Complying Presentation... 96

3. Prinsip Deals With Documents Only ... 100

B. Prinsip-Prinsip L/C Syariah... 100

C. Penerapan Prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only dalam L/C Syariah ... 102

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN L/C SYARIAH ……….. 109

A. Hubungan Hukum Dalam Perjanjian L/C Syariah... 109

B. Pilihan Hukum Dalam Perjanjian L/C Syariah ... 112

C. Arbitrase (Tahkim) ... 117


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran... 128


(15)

ABSTRAK

Interdependensi kebutuhan antar negara menjadikan perdagangan lintas negara menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh tiap negara maupun penduduknya. Transaksi bisnis internasional melahirkan hubungan hukum antara eksportir dan importir yang terpisah secara geografis, geopolitis dan sistem hukum, bahkan tidak jarang para pebisnis internasional ini tidak saling mengenal antara satu sama lain. Untuk menopang transaksi yang mengandung banyak resiko ini diperlukan suatu alat pembayaran transaksi internasional yang aman dan efisien. Dewasa ini,

letter of credit atau yang lebih sering disingkat dengan L/C sudah menjadi alat

pembayaran dalam transaksi internasional yang paling sering digunakan, karena resiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.

Bagi pebisnis muslim yang ingin menjalankan keislamannya secara kaffah, L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sangat diharapkan keberadaannya karena L/C konvensional yang berjalan selama ini dianggap kurang syar’i dimana dalam prakteknya masih menerapkan sistem bunga.

Pengaturan L/C Syariah telah ada di dalam Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pada pasal 19 huruf p. Bahkan jauh sebelum Undang-Undang ini lahir, eksistensi L/C Syariah telah disebutkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI NO. 35/DSN-MUI IX/2002 tentang L/C Ekspor Syariah. Baik Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional tidak mengatur prinsip-prinsip L/C secara khusus. Karena L/C merupakan perjanjian yang termasuk dalam ranah muamalat maka prinsip-prinsip muamalat pada umumnya berarti juga harus diterapkan dalam perjanjian L/C, seperti: dilakukan atas dasar sukarela tanpa adanya unsur paksaan, mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dan tidak mengandung unsur riba.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah dapat mengaplikasikan berbagai macam model akad yaitu : akad wakalah bil

ujrah, wakalah bil ujrah dan qardh, murabahah, salam dan murabahah, wakalah bil ujrah dan mudharabah, musyarakah dan al bai’. Dari berbagai macam model akad

yang dapat diaplikasikan tersebut, akad wakalah bil ujrah dinilai paling tepat dan paling minim resiko serta sesuai dengan tujuan keberadaan L/C yaitu mempermudah proses perdagangan internasional.

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada norma hukum yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan bagaimana harusnya hubungan antara kontrak dasar dengan perjanjian L/C itu sendiri sebagaimana UCP 600 telah mengatur prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With Documents Only. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang berbagai akad yang dapat daplikasikan dapat perjanjian L/C, ternyata hanya L/C dengan akad wakalah bil ujrah saja yang dapat diterapkan prinsip Independensi, Complying Presentation dan Deals With


(16)

Dengan eksistensi L/C syariah yang benar-benar syar’i dengan mekanisme yang praktis, aman dan mudah serta ditopang oleh peraturan yang memadai, maka transaksi bisnis internasional tidak akan menjadi suatu hal meragukan bagi pebisnis yang ingin menjalankan prinsip syariah dalam bisnisnya. Bahkan konsep L/C Syariah ini juga dapat melintasi ruang dan waktu, apalagi wilayah dan negara, karena kesempurnaannya dapat dijadikan pedoman oleh siapa saja, dan tidak kalah bersaing dengan L/C konvensional.


(17)

ABSTRACT

Interdependency of needs amoung countries, makes the trans national trade be an avoidable affair by a nation also its citizens. International bussiness transaction makes law relationship between exportir and importir which are geographicalli, geopolitically, and law sistematically separated, even some of them are not knowing each other. In supporting the risky transaction, a tool of international transaction payment is so needed. The tool must be safed and efficient. Nowadays, letter of credit or L/C has been a well known tool of international transaction that people often use in their bussiness. The risks wich may occurs in the transaction can be handled by banks.

The existence of letter of credit which is really accordance with Islamic syariah principles has been waited by moslem bussinessmen who want to run their religion values in all their life. The conventional L/C has been existed is considered as un syariah L/C due to its practice still applicates the interest system.

The regulation of L/C Syariah has been existed in Act No. 21/2008 concerning Perbankan Syariah, in article 19 p, and long before the act was born, the existence of L/C Syariah has been mentioned in Fatwa Dewan Syariah Nasional NUI NO.34/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Impor Syariah and Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 35/DSN-MUI/IX/2002 concerning L/C Ekspor Syariah.

Both of Act No. 21/2008 and Fatwa DSN MUI do not regulate the L/C Syariah principles specifically. By considering L/C as one of muamalat aspects, so the principles of muamalat must be applicated in L/C syariah, such as : Done according to the aggreement of each parties, makes utilities and avoids riskies or dangers, and does not applicate interest/ riba.

In according to the result of the research on Fatwa Dewan Syariah Nasional, L/C Syariah can applicate some models of akads/ contracts, such as : wakalah bil ujrah, wakalah bil ujrah and qardh, murabahah, salam and mudharabah, musyarakah and al bai’.

From the variety of contract models which can be applicated to the L/C Syariah, wakalah bil ujrah is considered as the most efficient, safest, and the most minimum risky. Wakalah bil ujrah is also an aggreement that closest to the goal of L/C existence, that is : makes the international trade process become easier.

Norms concerning with L/C Syariah do not regulate how the relation between Sales Contract and L/C Aggreement itself should be. Meanwhile, the UCP 600 has regulated the relation by Independency Principles, Complying Presentation Principles, and Deals With Documents Only Principles. The result of this research has shown that only L/C Syariah applicates wakalah bil ujrah contract can adopt the three principles mentioned above.

The existence of L/C Syariah that trully based on syariah principles, with its mechanism accordance to the goal of L/C as a safe and efficient tool of international payment and supported by good regulations, makes the international bussiness


(18)

transaction be an undoubtful thing for bussinessmen who want to run their syariah principles in their bussiness life. Thus, the concept of L/C Syariah can across the time and place, countries and nations, due to its perfectness can be reffered by anyone. With such qualifications, L/C Syariah also can be more competitive than the conventional ones.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Adalah suatu hal yang kodrati, dimana suatu negara tidak akan pernah bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa memerlukan negara lainnya, walaupun negara superpower seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya di dunia ini. Satu negara tidak dapat benar-benar mandiri dalam memenuhi dan memuaskan segala kebutuhannya. Masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, letak geografis, tingkat perekonomian dan situasi sosial politiknya, dengan kata lain masing-masing negara mempunyai keunggulan disatu sisi dengan kelemahan / kekurangan disisi yang lain, misalnya suatu negara yang unggul dengan sumber daya manusianya kadang-kadang minim dalam hal sumber daya alamnya, demikian juga sebaliknya, oleh karena itu terdapat hubungan interdependensi antar negara yang satu dengan negara lainnya didunia ini.1

Transaksi bisnis internasional timbul berdasarkan interdependensi kebutuhan antar negara. Untuk lebih memperinci, berikut ini disebutkan faktor yang mendorong suatu negara melakukan transaksi bisnis internasional, antara lain sebagai berikut :2

1

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli ), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) hal 1.

2


(20)

1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. 2. Keinginan memperoleh keuntungan dan pendapatan negara.

3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.

5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

7. Keinginan membuka kerjasama, hubungan politikdan dukungan dari negara lain. 8. Terjadinya globalisasi sehingga tidak ada suatu negarapun didunia ini yang dapat

hidup sendiri.

Subjek dalam transaksi bisnis internasional tidak hanya negara. Menurut ensiklopedia Wikipedia Indonesia3, perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.

3

Dapat diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Letter of Credit, diakses pada tanggal 9 Maret 2008.


(21)

Perdagangan internasional pun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran perusahaan multinasional.

Transaksi bisnis internasional sebagaimana transaksi-transaksi lainnya mengakibatkan adanya pihak penjual (eksportir) dan pembeli (importir). Masing- masing pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik dimana ekportir wajib melakukan penyerahan barang dan berhak menerima pembayaran atas penyerahan barang. Disisi lain importir wajib melunasi harga barang dan berhak menuntut penyerahan barang yang dibelinya.

Perdagangan antar negara lebih rumit dibandingkan perdagangan dalam negeri, karena perdagangan antar negara melintasi batas-batas negeri dan berhubungan dengan pemerintahan lain, meliputi mata uangnya, politik ekonominya ataupun sistem atau peraturan tata niaga pemerintah tersebut.4

Kehadiran lembaga keuangan dalam hal ini bank sangat dibutuhkan untuk mempermudah transaksi bisnis internasional yang mana para pelakunya (ekspotir dan importir) terpisah secara geografis dan geopolitis, bahkan tidak saling kenal mengenal antara satu sama lain.

Dewasa ini untuk membagi serta mengurangi resiko masing-masing pihak dimana adanya jarak dan faktor tidak saling mengenal antara eksportir dan importir, maka lazim dikenal cara pembayaran dengan Letter of Credit (L/C), yang sudah menjadi kebiasaan internasional yang paling sering digunakan sebagai alat pembayaran transaksi.

4


(22)

Letter of Credit yang biasa disingkat L/C atau dalam bahasa Indonesia

disebut Surat Kredit Berdokumen adalah suatu bentuk jasa yang ditawarkan oleh bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran oleh pembeli dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.5

L/C menjadi alat pembayaran primadona dalam transaksi bisnis internasional karena merupakan alat pembayaran yang paling aman dimana risiko bagi eksportir dan importir dapat dialihkan pada pihak bank.

Hal ini dapat dilihat dari pengertian L/C sebagai “jaminan pembayaran bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain di negara eksportir (advising/negotiating bank) untuk kepentingan pihak eksportir (beneficiary/penikmat) dimana eksportir diberi hak untuk menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.6

Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pembukaan L/C yaitu:

1. Pembeli sebagai importir barang yang mengajukan permohonan pembukaan L/C. Pembeli disebut juga sebagai importir, accountee atau principal.

2. Penjual sebagai eksportir untuk siapa L/C dibuka. Penjual ini disebut juga vendor atau beneficiary.

3. Bank pembuka L/C yang melakukan pembukaan kredit setelah adanya permohonan dari pembeli. Bank ini disebut juga opening bank atau issuing bank.

5

Y. Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal.90.

6


(23)

4. Bank penerus L/C yang meneruskan kepada kantor cabang atau salah satu bank koresponden di luar negeri dimana eksportir berada. Bank ini disebut juga

confirming bank, paying bank, atau disebut juga negotiating bank.7

Peranan bank dalam cara pembayaran ekspor impor dengan sarana L/C yaitu pihak bank penerbit bertindak sebagai pengganti importir. L/C yang diterbitkan oleh bank tersebut adalah atas nama dan untuk kepentingan importir. Pembayaran akan dilakukan oleh pihak bank sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang terdapat di dalam L/C.8 Fasilitas yang diberikan oleh bank adalah berupa penangguhan pembayaran. Terdapat dua kemungkinan dalam hal ini, kemungkinan pertama adalah importir membayar lunas tepat waktu kepada bank penerbit sehingga proses L/C selesai. Kemungkinan kedua adalah, importir tidak membayar tepat waktu kepada bank penerbit, sehingga bank merubah kredit tersebut menjadi kredit biasa yang harus dibayar beserta bunga. Ini merupakan gambaran umum proses L/C yang dilaksanakan bank konvensional, dimana masih terlihat adanya unsur riba yang dalam perspektif syariah Islam riba merupakan hal yang diharamkan.

Dalam transaksi bisnis yang menggunakan L/C, masing-masing pihak tentu menghendaki hukum nasionalnya masing-masinglah yang akan berlaku dalam hal terjadi perbedaan pemahaman tentang L/C. Disini bargaining power masing-masing pihak akan sangat menentukan pilihan hukum yang akan diterapkan. Untuk mengatasi hal tersebut Internasional Chamber of Commerce (ICC) telah membuat konvensi

7

Ibid, hal.26.

8

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006), hal.443.


(24)

berupa Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) yang menjadi

model law yang dapat menjadi acuan bagi sebagian besar negara-negara didunia

dalam pelaksanaan transaksi perdagangan dengan menggunakan L/C.9 UCP yang berlaku sekarang adalah UCP 600 sebagai perbaikan dari UCP 500.

Sebagai model law, keberlakuan UCP terhadap suatu kontrak bukanlah suatu keharusan. Para pihak boleh mempergunakan UCP sebagai acuan boleh juga tidak.

Telah disinggung sebelumnya bahwa perdagangan yang melewati batas-batas negara lebih kompleks jika dibandingkan dengan perdagangan dalam negeri, karena perdagangan antar negara melibatkan pihak-pihak dengan perbedaan geografis dan yang paling penting perbedaan sistem hukum. Secara garis besar di dunia ini dikenal lima sistem hukum yaitu Cyvil Law, Common Law, Socialis Law, Islamic

Law dan sistem hukum adat. Indonesia yang merupakan negara bekas jajahan

Belanda, menganut Cyvil Law System sebagai konsekwensi logis dimana negara jajahan mengadopsi sistem hukum dari negara penjajah. Namun dalam prakteknya dalam berbagai transaksi bisnis internasional dan dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundangan yang mengandung ketentuan yang bersinggungan dengan transaksi bisnis internasional, kita juga mengadopsi beberapa ketentuan yang biasa dipakai oleh negara-negara dengan sistem hukum common law. Oleh karena itu dapat dikatakan, tiada suatu negara yang benar-benar mengeksklusifkan dirinya hanya menganut satu sistem hukum tertentu saja, masing-masing sistem hukum terlihat

9


(25)

saling mentransfer masing-masing corak dan karakteristiknya terhadap ketentuan-ketentuan tertentu mengenai hal-hal tertentu pula.

Indonesia dengan pluralisme penduduknya pun tidak tertutup dari berbagai pengaruh sistem hukum. Islam dengan perangkat hukumnya sebagai sebuah sistem turut memperkaya khasanah hukum nasional.

Hukum perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional di bidang perikatan, disamping hukum perikatan adat dan hukum perikatan menurut KUH Perdata.10

Salah satu wujud yang paling nyata telah diakuinya eksistensi hukum perikatan Islam disamping hukum nasional adalah dengan diundangkannya Undang-Undang No.10/1998 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang No. 7/1992 tentang perbankan dimana sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional.11 Hal ini mendapat tanggapan positif dari kalangan perbankan, sehingga perkembangan kelembagaan bank syariah mengalami peningkatan dari tahun ketahun.12

Puncaknya adalah pada tanggal 16 Juli 2008 pemerintah dengan persetujuan DPR telah mengundangkan UU No.21 Tahun/2008 tentang Perbankan Syariah sehingga pengaturan perbankan syariah lebih spesifik dan terperinci dan tidak sekedar ”menumpang” pada Undang-undang No.10/1998 tentang perbankan.

10

Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hal.6.

11

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), hal.8.

12


(26)

Fenomena ini merupakan jawaban terhadap keinginan masyarakat muslim sebagai ummat mayoritas di negara ini yang ingin mengaplikasikan keislaman mereka secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan termasuk dalam melakukan transaksi bisnis. Oleh karena itu, jasa perbankan syariah yang melayani transaksi bisnis seperti Letter of Credit (L/C) sangat diharapkan keberadaannya, mengingat L/C yang dilaksanakan oleh bank-bank konvensional dalam prakteknya masih menerapkan bunga, hal mana yang sangat ditentang oleh syariat Islam.

Berkaitan dengan hal ini, jauh sebelum diundangkannya UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah, sebenarnya telah ada aturan tentang L/C Syariah yaitu fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah dan fatwa no.35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia. Kedua fatwa ini memaparkan prinsip-prinsip syariah tentang perdagangan antar negara sebagai solusi bagi kedua belah pihak.

Islam melarang adanya bunga,13maka untuk mematuhi norma ini, bank syariah telah memberikan solusi yang memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C tersebut dengan

13

Larangan eksplisit tentang riba atau bunga dapat dilihat dalam Firman Allah SWT dalam al Qu’ran QS. Al Baqarah ayat 275: “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”lihat Al Quran dan Terjemahannya, ( Bandung: Diponegoro, 2000).


(27)

menggunakan skema transaksi yang islami seperti musyarakah, mudharabah ataupun

murabahah.14

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional tentang L/C Impor Syariah, maka pelaksanaan L/C impor syariah dapat menggunakan akad-akad Wakalah bil

Ujrah, Murabahah, Salam/Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Hawalah. Dan

untuk L/C ekpor syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad Wakalah bil

Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al Bai’15.

Adapun pengaturan L/C dalam UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah dapat dilihat pada pasal 19 ayat(1) huruf p yang menyebutkan salah satu kegiatan usaha bank syariah adalah memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.16 Undang-undang ini tidak mengatur lebih lanjut mengenai bagaimana L/C yang sesuai dengan prinsip syariah secara khusus, namun pada pasal 1 angka 12 dijelaskan tentang prinsip syariah yaitu prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.17

14

M.Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.166.

15

Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, Diterbitkan Atas Kerjasama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan Bank Indonesia, 2003, hal.211-222.

16

Lihat pasal 19 ayat (1) huruf p Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

17


(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah ketentuan L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?

2. Apakah prinsip-prinsip L/C yang terkandung dalam UCP 600 dapat diterapkan pada L/C Syariah?

3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perjanjian L/C Syariah?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan yang akan dikaji, maka yang menjadi tujuan penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan L/C yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 2. Untuk mengetahui apakah prinsip-prinsip yang terkandung dalam UCP 600 dapat

diterapkan pada L/C Syariah.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perjanjian L/C Syariah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:


(29)

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian yang bersifat teoritis diharapkan bahwa hasil penelitian dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum terutama di bidang hukum khususnya yang menyangkut hukum tentang L/C.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian secara praktis dapat dijadikan bahan masukan bagi para praktisi bisnis yang menggunakan L/C sebagai alat pembayaran. Penelitian ini bermanfaat pula bagi para akademisi dan pihak perbankan syariah untuk lebih mengembangkan L/C syariah. Sedangkan untuk mayarakat umum, hasil penelitian ini dapat berguna untuk lebih memperkenalkan konsep-konsep L/C yang syar’i.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap L/C Syariah Berdasarkan Undang-undang No.21/2008 tentang Perbankan Syariah” yang diketahui berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian khususnya di Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Hukum, belum pernah dilakukan penelitian analisis hukum terhadap L/C berbasis syariah dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.


(30)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Ketentuan internasional L/C dimuat dalam Uniform Customs and Practice

for Documentary Credit (UCP).18 UCP mengatur pelaksanaan L/C secara internasional tetapi hanya bersifat pengaturan umum. Sebagai model law, keberlakuan

UCP adalah berdasarkan kesepakatan para pihak. Oleh karena itu agar

ketentuan-ketentuan UCP dapat berlaku, maka dalam L/C harus memuat pernyataan tunduk pada UCP terhadap seluruh atau sebagian ketentuan UCP.19

Pasal 2 UCP 600 memberikan definisi tentang Letter of Credit, yaitu setiap perjanjian, apapun nama dan bentuknya yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan merupakan jaminan dari issuing bank untuk membayar atas penyerahan dokumen yang disyaratkan L/C.20

C.F.G. Sunaryati Hartono mengatakan; sebagaimana yang dikutip oleh Ramlan Ginting:21

“Secara harfiah L/C dapat diterjemahkan sebagai surat hutang atau surat piutang atau surat tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.”

18

UCP 600 telah resmi disetujui oleh Banking Commission Meeting International Chamber of Commerce Paris pada tanggal 25 Oktober 2006 dan berlaku pada tanggal 1 Juli 2007. UCP 600 ini merupakan revisi UCP 500, karena baik UCP 500 maupun UCP 600 mempunyai pengertian yang sama. Tjarsim Adisasmita, Menangani Transaksi Ekspor Berdasarkan Letter of Credit, (Jakarta: Puja Almasar Consultant, 2007), hal.23.

19

Ramlan Ginting, Letter of Credit, Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal.7.

20

Tjarsim Adisasmita, Op.cit, hal.31

21


(31)

L/C sebagai suatu perjanjian atau kontrak pembayaran yang terpisah dari kontrak dasarnya. Realisasi L/C dilakukan atas dasar penyerahan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan L/C, sedangkan realisasi kontrak dasar dilaksanakan berdasarkan pengiriman barang sesuai dengan persyaratan kontrak dasar.22 Hal ini dijelaskan dalam article 4 UCP 600 sebagai berikut:23

“A credit by its nature is separate transaction from the sale or other

contract on which it may be based. Banks are in no way concerned with or bound by such contract…”

Kerangka teori yang akan dipakai dalam penelitian ini, adalah teori-teori tentang akad dalam hukum Islam sesuai dengan judul penelitian ini yang mencoba menganalisis L/C berbasis syariah. Dalam perbankan syariah L/C merupakan salah satu produk yang diaplikasikan dengan prinsip wakalah (pemberian kuasa),24 oleh karena itu teori-teori tentang wakalah juga akan dikembangkan sebagai landasan teori dalam penelitian ini.

Terminologi L/C tentu tidak akan dijumpai dalam nash-nash Al qur’an maupun Al Hadist sebagai sumber hukum Islam yang utama, namun konsep-konsep yang menjiwai pembentukan L/C Syariah tentunya bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist ditambah dengan pendapat para ulama sebagai hasil ijtihad dan

22

Ramlan Ginting, Op.cit, hal.8

23

Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 600, article 4.

24

Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, (Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, 1999), hal.117. Lebih lengkapnya disebutkan bahwa produk-produk yang dapat diaplikasikan dengan prinsip wakalah adalah: Letter of Credit, berupa L/C Impor, Red Clause L/C, Diskonto Wesel Expor Ussance L/C ke Bank Indonesia, jasa-jasa bank lainnya berupa Clean and Documentary Collection, Money Transfer serta penyelesaian L/C (settlement L/C), yang apabila tidak tersedia dana oleh nasabah dapat dilakukan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah yang prosesnya sesuai dengan proses pembiayaan yang bersangkutan.


(32)

sumber hukum Islam lainnya yang terkait dengan perjanjian dan perikatan (kontrak). Hukum Islam (syariah) mempunyai kemampuan untuk ber -evolusi dan berkembang dalam menghadapi soal-soal dunia Islam masa kini. Semangat dan prinsip umum hukum Islam berlaku di masa lampau, masa kini dan akan tetap berlaku dimasa yang akan datang25. Pola hukum Islam menyerahkan soal-soal rincian kepada akal manusia dalam berbagai kegiatannya26, hal ini memberikan elastisitas pada hukum Islam itu sendiri sehingga hukum Islam selalu up to date dan applicable sepanjang zaman dan dalam setiap permasalahan, termasuk salah satunya adalah L/C.

Hukum perikatan Islam adalah bagian dari hukum Islam di bidang

muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam menjalankan hubungan

ekonominya.27

Menurut H.M. Tahir Azhary, sebagaimana yang dikutip oleh Gemala Dewi,Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, hukum perikatan Islam adalah seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al Quran, As-Sunnah (Al-Hadist), dan Ar-Ra’yu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.28

Dalam bahasa hukum Islam, perikatan atau perjanjian disebut dengan “akad”. Ensiklopedi Hukum Islam mengartikan akad sebagai pertalian ijab

25

Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal.26.

26

Ibid.

27

Gemala Dewi, Wirdyanigsih, Yeni Salma Barlinti, Op.cit, hal.3.

28


(33)

(pernyataan melakukan ikatan), sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada obyek perikatan.29

Pencantuman kalimat yang sesuai dengan kehendak syariat maksudnya adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’.Sedangkan pencantuman kalimat ”berpengaruh pada obyek perikatan” maksudnya adalah terjadinya pemindahan pemilikan dari suatu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan kabul)30

Perikatan atau akad adalah salah satu cara untuk memperoleh harta dalam Hukum Islam merupakan cara yang banyak dilakukan sehari-hari dan merupakan cara yang diridhai Allah.31

Akad atau perikatan merupakan hal yang diatur dalam fiqh muamalat. Ada

dua kaidah hukum asal dalam syariah. Kaidah hukum asal muamalat adalah boleh, artinya semua bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangannya. Berbeda dengan kaidah hukum asal ibadah yang melarang semua bentuk peribadatan kecuali ada ketentuannya.32

29

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.101.

30

H.M.Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqih Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah, ( Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005), hal.1.

31

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.11.

32

Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.29.


(34)

Berdasarkan kaidah hukum asal muamalat, maka perjanjian L/C adalah boleh dalam perspektif syariah, kecuali dalam pelaksanaannya mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariah, misalnya mengandung unsur riba.

Lebih jauh akan dipaparkan beberapa kaidah pokok yang harus dipegang dalam fiqh Islam yang akan menjadi pedoman umum bagi teori, konsep dan praktek ekonomi Islam:

1. Pada dasarnya setiap bentuk muamalat adalah dibolehkan kecuali terdapat larangan dalam Al Quran atau Sunnah.

2. Hanya Allah lah yang berhak mengharamkan atau menghalalkan suatu hal. manusia hanya memiliki hak untuk berijtihad, yaitu menafsirkan atas apa yang dijelaskan oleh Al Quran dan Sunnah.

3. Sesuatu yang bersifat najis dan merusak harkat manusia dan lingkungan adalah haram.

4. Sesuatu yang menyebabkan kepada yang haram adalah haram.

5. Tujuan atau niat baik tidak dapat membuat yang haram menjadi halal.

6. Halal dan haram adalah berlaku bagi siapapun yang muslim, berakal dan merdeka.

7. Keharusan dalam menentukan skala prioritas dalam pengambilan keputusan, yaitu:

a) menghindari kerusakan lebih diutamakan daripada mencari kebaikan,

b) kepentingan sosial dan luas diutamakan daripada kepentingan individu yang sempit,


(35)

c) manfaat kecil dapat dikorbankan untuk mendapat manfaat yang lebih besar, d) bahaya kecil dapat dikorbankan untuk menghindari bahaya yang lebih besar.33

Al Quran dan Sunnah dengan tegas menguraikan prinsip dasar hukum kontrak atau akad Islam. Prinsip yang pertama adalah bahwa harta merupakan ciptaan dan pemberian Allah, bedanya dengan konsep harta yang sekularistik, yang menganggap harta merupakan nilai yang ditetapkan dan ditetapkan ulang sesuai kebutuhan untuk memanfaatkan kegunaannya. Prinsip yang kedua adalah, kontrak merupakan cara yang bermoral dan absah untuk mendapatkan kekayaan.34

Adapun rukun akad menurut jumhur (mayoritas) fuqoha, rukun akad terdiri dari:

1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al aqad). 2. Pihak-pihak yang berakad.

3. Obyek akad.35

Setiap akad memiliki syarat-syarat khusus. Tetapi secara umum ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu akad. Para ulama fiqih menetapkan syarat-syarat umum tersebut sebagai berikut:36

33

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal.35.

34

Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes,III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan Praktik, di alih bahasakan oleh M. Sobirin Asnawi, Siwi Purwandari dan Waluyati Handayani, (Bandung: Nusamedia, 2007), hal. 87-88.

35

Ulama mazhab Hanafi berpendapat, bahwa rukun akad itu hanya satu yaitu sighah al-aqad, sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad tidak termasuk rukun akad, tetapi syarat akad. M. Ali Hasan, Op.cit, hal.103.

36


(36)

1. Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf).37

2. Obyek akad harus diakui oleh syara’. Untuk itu obyek akad ini harus memenuhi syarat: berbentuk harta, dimiliki seseorang, dan bernilai harta menurut syara’.

Para ulama fiqih menetapkan bahwa akad yang telah memenuhi rukun dan syarat, mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad.38 Mengenai hal ini Allah SWT telah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…”(QS.Al Maidah:1)

Dapat juga dilihat pada Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: “Perjanjian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslim terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalakan yang haram.”

Syariah Islam sangat menjunjung asas kebebasan berkontrak sebagaimana dapat dilihat dari kaidah usul fiqih yang menyatakan pada dasarnya semua bentuk

muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Oleh karena

itu, seorang muslim bebas untuk mengadakan berbagai macam akad dengan segala inovasinya sepanjang tidak ada mengandung unsur atau hal-hal yang diharamkan oleh Al Quran dan atau Sunnah.

37

Berdasarkan ketentuan ini akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belum mumayyiz atau dilakukan oleh orang yang kurang waras secara langsung hukumnya tidak sah kecuali dilakukan oleh wali mereka dan mendatangkan manfaat bagi mereka. Ibid.

38


(37)

Dengan demikian syariah Islam menganut asas kebebasan berkontrak dengan batasan-batasan tertentu. Di antara beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam adalah Israf dan tabzir (menafkahkan hartanya untuk berbagai hal yang diharamkan oleh Allah seperti digunakan untuk menyuap), taraf (berfoya-foya dengan jalan menyalahgunakan nikmat) dan taqtir( tidak mau memberikan hartanya untuk keperluan yang hak seperti enggan membayar zakat).39

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa L/C adalah salah satu produk perbankan syariah yang merupakan aplikasi dari akad wakalah.

Ensiklopedi hukum Islam menjelaskan pengertian wakalah, yaitu perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama orang yang diwakilinya. Dalam fiqih Islam wakalah merupakan salah satu bentuk transaksi dalam rangka tolong menolong antarpribadi dalam masalah perdata dan pidana.40

Pengertian wakalah menurut Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam adalah mewakilkan seseorang atas wewenangnya dalam hal yang dibolehkan untuk diwakilkan, seperti dalam jual beli dan lain-lainnya.41

Secara etimologi wakalah berasal dari kata “wakalah” yang berarti menjaga. Seperti dalam firman Allah: “waqaalu hasbunallahu wani’mal wakiil” artinya Maha Suci Allah Dialah yang memberikan segala nikmat dan Allah adalah sebaik-baik

39

M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal.136.

40

Abdul Azis Dahlan, et.al., (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hal.1911.

41

Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam , Ensiklopedi Ijmak , dialih bahasakan oleh Sahal Mahfudz, Mustafa Bisri, (Jakarta: Pustaka Firdaus kerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987), hal.102.


(38)

wakil (QS. Ali Imran (3): 173). Kata wakil disini berarti Al Hafizh, “Yang Menjaga”. Juga dalam firman Allah: “Laa ilaa ha illa huwa fat takhidzuhu wakila” (QS. Al Muzammil (73): 9).42

Hukum wakalah adalah jaiz dan masyru’ (disyariatkan).43 Dengan demikian

akad al wakalah dibolehkan dalam Islam.

Landasan hukum dari pemberian fasilitas di Bank Syariah dalam bentuk

wakalah seperti dalam pembukaan L/ C adalah:

1. Al Quran

Surat Al Kahfi (18) : 19 yang artinya:

“…maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa

uang perakmu ini,…”

Surat An Nisa (4): 35 yang artinya:

“…Maka jikalau kamu kuatirkan ada persengketaan antara keduanya maka

kirimkanlah seorang juru damai, dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan.”

2. Hadist

Banyak hadist yang mengandung hukum perwakilan diantaranya sebagai berikut: Dikabarkan Rasulullah SAW telah mengutus Assaah untuk mengumpulkan zakat, Urwah Bin Umayah untuk menjadi wali dalam pernikahan beliau dengan Ummu Habibah Binti Abi Sofyan, Abu Rafi’i dalam menerima pernikahan Maimunaah Binti Haris (HR.Malik, Syafi’i, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Hibban) dan

42

HM. Hasballah Thaib, Op.cit., hal.91.

43

Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Muamalah, dialihbahasakan oleh Rachmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1991), hal.782.


(39)

diriwayatkan Rasulullah telah mengangkat Hakim Bin Hajam dikala membeli ternak kurban (HR. Abu Dawud dan At Tirmizi).44

Rukun wakalah menurut jumhur ulama ada empat, yaitu yang mewakilkan, wakil, hal yang diwakilkan, dan sigah (lafal) wakil. 45

Sedangkan syarat yang harus dipenuhi oleh suatu akad wakalah adalah: 1. Orang yang mewakilkan (muwakkil, pen) disyaratkan

a) telah cakap bertindak hukum, yaitu telah balig dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan,

b) boleh tidak berada ditempat maupun berada di tempat, c) boleh dalam keadaan sakit maupun dalam keadaan sehat46; 2. Wakil disyaratkan:

a) cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain serta memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya, b) wakil ditunjuk secara langsung oleh orang yang mewakilkan dan

penunjukannya harus tegas sehingga benar-benar tertuju kepada wakil yang dimaksud,

c) syarat bahwa wakil harus secara tegas dan serius menjalankan tugasnya47. Menurut HM. Hasballah Thaib, syarat wakalah adalah pemberian kuasa dari

muwakkil kepada wakil dicantumkan dalam akad, dan kedua-duanya cakap hukum.

44

HM.Hasballah Thaib, Op.cit, hal. 92.

45

Abdul Azis Dahlan, et.al., Loc.cit.

46

Ibid.

47


(40)

Wakil yang ditunjuk tidak ada hubungan darah langsung dengan mitra (pihak)

muwakkil. Kelalaian wakil dalam menjalankan kuasa dari muwakkil menjadi

tanggung jawab wakil. Tetapi apabila kegagalan tersebut disebabkan forcemajeur, menjadi tanggung jawab muwakkil. Apabila wakil yang ditunjuk ada beberapa orang maka masing-masing wakil tidak dibenarkan bertindak sendiri sebelum bermusyawarah dengan wakil yang lain, kecuali dengan seizin muwakkil.48

3. Hal yang diwakilkan disyaratkan:

a) bukan sesuatu yang mubah (boleh) dilakukan oleh setiap orang atau dengan kata lain yang menjadi objek perwakilan bukan milik umum,

b) merupakan milik sah dari orang yang mewakilkan, c) memiliki identitasyang jelas,

d) bukan berbentuk utang kepada orang lain seperti pernyataan:”saya tunjuk engkau sebagai wakil saya untuk meminjam uang kepada Ahmad.” Jika hal ini terjadi maka utang itu merupakan utang wakil,

e) merupakan sesuatu yang dibolehkan menurut syarak. Apabila objek perwakilan adalah sesuatu yang diharamkan maka perwakilan tersebut tidak sah.49

4. Keuntungan wakil, disyaratkan:50

a) tidak merugikan pemberi kuasa dan mitra pemberi kuasa,

48

HM. Hasballah Thaib, Op.cit, hal.94-95.

49

Abdul Azis Dahlan, et.al., Loc.cit.

50


(41)

b) wakil berhak mendapatkan upah (fee) berdasarkan kesepakatan bersama yang didasarkan pada ‘urf (kebiasaan).

Akibat hukum wakalah dalam hal jual beli, menurut ulama fikih dibedakan antara perwakilan mutlak dan perwakilan secara terbatas. Dalam perwakilan secara mutlak maka wakil bebas melakukan segala tindakan dalam jual beli yang diwakilkan itu. Sedangkan dalam perwakilan terbatas, tindakan wakil hanya terbatas pada hal-hal yang telah ditentukan oleh muwakkil dan tidak boleh bertindak melampaui batas-batas tersebut.51

Kebijakan-kebijakan wakalah menurut Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam adalah:

1. Wakalah dapat ditetapkan berdasarkan setiap perkataan yang menunjukkan

adanya izin. Dalam hal wakil mewakilkan itu, tidak disyaratkan bentuk ungkapan khusus.

2. Perwakilan itu sah dalam segala hak perdata seperti dalam hal jual beli,

nikah-ruju’, fasakh, cerai dan khulu’, begitu pula perwakilan sah dalam hal menunaikan

hak-hak Allah yang memang boleh diwakilkan seperti memberikan zakat, haji atau umrahnya orang yang telah meninggal atau orang yang lemah.

3. Perwakilan sah bila dilakukan dalam penerapan hudud dan dalam pemenuhannya. 4. Perwakilan itu tidak boleh dalam hal bertaqarrub kepada Allah.

51


(42)

5. Perwakilan itu batal dengan adanya fasakh (pembatalan) dari salah seorang yang menjadi wakil, atau yang mewakilkan, atau salah satu pihak meninggal dunia, gila, atau muwakkil mencabut perwakilan terhadap wakil.

6. Wakil dilarang untuk membeli atau menjual barang yang serupa dengan objek yang diwakilkan dari dan kepada orang-orang yang masih dalam ikatan kekerabatan.

7. Wakil tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang yang diwakilkan kepadanya kecuali dia yang merusaknya.

8. Perwakilan mutlak adalah sah, maka seseorang boleh mewakilkan segala urusan perdata dan wakil dapat melakukan apa saja yang termasuk hak-hak perdata orang yang diwakilinya.

9. Apabila wakil membeli atau menjual barang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan muwakkil kepadanya, membeli barang yang cacat, atau membeli dengan maksud menipu , maka muwakkil berhak menolaknya.

10. Perwakilan itu sah dengan pemberian upah dan ketentuan batas kerja yang dijelaskan oleh pihak yang mewakilkan.52

Menurut Sayid Sabiq sebagaimana yang dikutip oleh Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi k. Lubis, wakalah berakhir dengan sendirinya apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

52


(43)

1. Pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia, atau menjadi tidak waras, sebab dengan terjadinya kematian dan ketidakwarasan berarti syarat syahnya perjanjian kuasa tidak terpenuhi.

2. Dihentikannya pekerjaan dimaksud, yang berarti secara otomatis pemberian kuasa tidak bermanfaat lagi.

3. Pencabutan kuasa oleh orang yang memberikan kuasa. 4. Penerima kuasa memutuskan sendiri.

5. Orang yang memberikan kuasa keluar dari status kepemilikan.53

Dalam konteks L/C, maka berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 tentang L/C Impor Syariah, akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C impor adalah:

1. Wakalah bil Ujrah;

2. Wakalah bil Ujrah dengan Qardh; 3. Murabahah;

4. Salam atau Istishna dan Murabahah; 5. Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah 6. Musyarakah; dan

7. Wakalah bil Ujrah dan Hawalah.

53

Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 25.


(44)

Sedangkan akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C ekspor berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.35 tentang L/C Ekspor Syariah adalah:

1. Wakalah bil Ujrah;

2. Wakalah bil Ujrah dan Qardh; 3. Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah; 4. Musyarakah;

5. Bai’ dan Wakalah.

Aplikasi wakalah dalam pembukaan L/C adalah sebagai berikut:

1. Nasabah memberi tahu bank kebutuhan membuka L/C dan meminta bank untuk menyediakan fasilitas tersebut.

2. Bank meminta nasabah untuk menempatkan dana di bank dalam jumlah yang cukup atas dasar prinsip al wadiah (dalam giro).

3. Bank membuka L/C dan membayar kepada bank koresponden dengan mempergunakan uang nasabah yang didepositokan dan menyerahkan dokumen terkait kepada nasabah.

4. Bank menarik fee dan komisi kepada nasabah atas penggunaan fasilitas pembukaan L/C. 54

54

Karnaen Perwataatmadja, H. Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1992), hal.42-43.


(45)

2. Kerangka Konsepsi

Untuk menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan, maka di bawah ini akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah berikut:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.55

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).56

Letter of Credit (L/C) adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan

pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya konosemen, faktur, sertifikat asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C.57

55

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

56

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

57


(46)

Wakalah adalah perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama orang yang

diwakilinya.58

Wakalah bil Ujrah adalah perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama

orang yang diwakilinya dengan memberikan upah kepada wakil.

Qardh secara syariah bermakna harta yang diberikan kepada orang lain

untuk ditagih kembali dengan yang sepadan dengan itu. Secara teknis perbankan

qardh adalah akad pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan

untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan / cerukan (over draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.59

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.60

Salam adalah penjualan sesuatu dengan kriteria tertentu (yang masih berada)

dalam tanggungan dengan pembayaran segera/disegerakan. Atau akad yang disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kepada pembeli di kemudian hari.61

58

Abdul Azis Dahlan, et.al., (ed.),Op.cit hal.1911.

59

Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Op.cit, hal. 131 dan 134.

60

Adiwarman A. Karim, Op.cit, hal.113.

61


(47)

Istishna’ adalah perjanjian jual beli antara Mustashni’ (pemesan/pembeli)

dan Shani’ (produsen/penjual), dimana barang (mashnu’) yang akan diperjualbelikan tersebut harus dipesan terlebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Menurut jumhur ulama istishna’ sama dengan salam yaitu dari segi obyek pesanannya harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Pebedaannya hanya terletak pada sistem pembayarannya, dimana salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima sedangkan istishna’ bisa di awal, di tengah atau diakhir pesanan.62

Mudharabah adalah pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya

kepada pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.63

Musyarakah atau syirkah adalah transaksi antara dua orang atau lebih yang

dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.64

Hawalah adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang

(pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga, karena pihak ketiga berutang kepada pihak pertama dan pihak pertama berutang kepada pihak kedua , atau karena pihak pertama berutang kepada pihak ketiga dan pihak kedua berutang kepada pihak pertama, baik

62

Ibid, hal.58.

63

HM. Hasballah Thaib, Op. cit, hal.114.

64


(48)

pemindahan itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran yang ditegaskan dalam akad ataupun tidak.65

Bai’ adalah jual beli, yaitu menjual, mengganti dan menukar (sesuatu

dengan sesuatu yang lain.66

G. Metode Penelitian

Metode mutlak harus digunakan dalam suatu penelitian ilmiah, karena ciri khas ilmu adalah dengan menggunakan metode.67 Inti daripada metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan.68

1. Tipe atau Jenis Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian normatif. Penelitian normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.69 Dapat disimpulkan bahwa metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum

65

Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed.), Op.cit, hal.138.

66

M. Ali Hasan, Op.cit, hal.113.

67

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , (Malang: Bayu Media Publishing, 2006), hal.294.

68

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal.17.

69

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.14.


(49)

normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.70 Jenis penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum.71

2. Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder72, yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang

hukum perikatan atau kontrak, khususnya aturan hukum yang menyangkut masalah L/C. Terkait dengan judul penelitian yang menganalisis L/C Syariah berdasarkan UU Perbankan Syariah, maka UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah menjadi bahan hukum primer. Disamping itu sumber-sumber hukum Islam juga ditempatkan sebagai bahan hukum primer, yaitu: Al Quran, As Sunnah/Al Hadist, serta Ijtihad para fuqoha sebagai relevansi dari penelitian ini yang mengupas L/C dari perspektif syariah . Fatwa Dewan Syariah Nasional juga menjadi bahan hukum primer dalam penelitian ini. Demikian juga Konvensi Internasional di bidang L/C yaitu

Unifom Customs and Practice for Documentary Credit (UCP), 2007 Revision, ICC Publication No.600.

70

Johnny Ibrahim, Op.cit, hal.57.

71

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.63.

72

Pada penelitian hukum normatif, data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bambang Waluyo, Op.cit, hal.14.


(50)

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan, meneliti nash-nash AlQuran,As Sunnah/Al Hadist dan Ijtihad para ulama yang terkait dengan materi penelitian. Berbagai literatur serta tulisan-tulisan pakar hukum juga akan ditelusuri melalui studi kepustakaan ini.

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis secara kualitatif, kemudian ditafsirkan secara yuridis, logis, dan sistematis. Pertama, menemukan makna atau konsep-konsep yang terkandung dalam data sekunder. Konseptualisasi ini dilakukan dengan memberikan interpretasi terhadap data-data yang berupa kata-kata dan kalimat-kalimat; kedua, mengelompokkan konsep-konsep yang sejenis atau berkaitan (kategorisasi); ketiga, menemukan hubungan diantara pelbagai kategori; keempat, hubungan diantara


(51)

pelbagai kategori diuraikan dan dijelaskan. Penjelasan dilakukan dengan menggunakan perspektif pemikiran teoritis para sarjana.

Setelah data-data diseleksi, kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deduktif. Metode deduktif berpangkal dari prinsip-prinsip dasar, kemudian menghadirkan objek yang diteliti,73 untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

Analisis diuraikan secara deskriptif yang bersifat kualitatif. Hasil dari analisis ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

73

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal.42


(52)

BAB II

LETTER OF CREDIT BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH

A. Tinjauan Umum Tentang Letter of Credit

1. Letter Of Credit Pada Umumnya

Letter of Credit atau yang biasa disingkat dengan L/C bukanlah

merupakan suatu perjanjian yang dapat berdiri sendiri. L/C lahir dari adanya perjanjian lain, biasanya jual beli barang jarak jauh antara penjual dan pembeli yang belum saling mengenal dengan baik, bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya. Perjanjian atau kontrak inilah yang menjadi dasar lahirnya L/C.

Menurut C.F.G. Sunaryati Hartono, secara harfiah L/C dapat diterjemahkan sebagai Surat Hutang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan suatu janji akan dilakukannya pembayaran, apabila dan setelah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.74

Sementara, UCP mengatakan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen (misalnya konosemen, faktur, sertifikat asuransi) yang sesuai dengan persyaratan L/C. Inti dari pengertian L/C menurut UCP ialah bahwa L/C merupakan ”janji pembayaran.” Bank penerbit melakukan pembayaran kepada penerima baik

74


(53)

langsung ataupun melalui bank lain atas instruksi pemohon yang berjanji membayar kembali kepada bank penerbit.75

Ketentuan tentang L/C diatur dalam Uniform Customs and Practice for

Documentary Credit (UCP) International Chamber of Commerce (ICC) Pulication

No.600 pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut:

”The Uniform Customs and Practce for Documentary Credits, 2007

Revision,ICC Publication No.600 (UCP) are rules that apply to any documentary Credit (credit) including, to the extent to which they may be applicable, any standby letter of credit when the text of the credit expressli indicates that it is subject to this rules.they are binding on all parties thereto unless expressly modified or excluded by the credit”76

L/C berdasarkan fungsi, terdiri dari 2 (dua) klasifikasi yaitu L/C sebagai alat pembayaran dan L/C sebagai alat penjaminan. Sebagai alat pembayaran., L/C memberi rasa aman kepada pihak penerima, sedangkan sebagai alat penjamin, L/C memberi rasa aman kepada pihak terjamin.L/C sebagai alat pembayaran dapat dilaksanakan jika semua dokumen yang telah diminta L/C telah dipenuhi penerima, sebaliknya L/C sebagai alat penjaminan dapat dilaksanakan jika pelaksanaan kontrak dasar yang dijamin L/C tidak dapat dilakukan oleh pihak yang terjamin.77

Lebih jelas berikut ini diuraikan keuntungan masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan L/C sebagai berikut:

1. Bagi pembeli/pembuka L/C, dengan menggunakan sarana L/C,

kepentingannya akan terjamin, karena ia akan memperoleh kepastian dalam

75

Ibid

76

Uniform Customs and practice for Documentary Credit (UCP),2007 Revision,ICC Publication No.600

77


(54)

penerimaan barang yang dibelinya sesuai yang dipersyaratkan dalam L/C (jumlah/jenis barang/kualitas, waktu pengapalan/penyerahan, harga dan dokumen-dokumen), sepanjang semua persyaratan L/C dipenuhi oleh

beneficiary. Dengan demikian pembeli benar-benar terjamin kepentingannya

karena memiliki hak untuk menolak membayar dan atau menolak untuk menerima barang apabila persyaratan dalam L/C tidak dipenuhi.

2. Bagi penjual/beneficiary, dengan menggunakan sarana L/C ia akan terjamin kepentingannya, karena ia akan memperoleh kepastian penerimaan pembayaran atas barang yang dijualnya, sepanjang ia dapat memenuhi semua persyaratan yang diminta dalam L/C.

3. Bagi bank pembuka L/C (opening bank),dengan L/C bank akan terjamin keamanannya karena uang telah dan atau akan dibayarkan kepada eksportir melalui korespondennya (negotiating bank) akan dapat diterima kembali dari pembuka L/C (pembeli), sepanjang semua persyaratan L/C telah dipenuhi. 4. Bagi negotiating bank, dengan L/C bank akan terjamin keamanannya karena

uang yang telah/akan dibayarkan kepada beneficiry/penjual akan dapat diterima kembali dari opening bank, sepanjang semua persyaratan L/C dipenuhi.78

78


(55)

2. Independensi L/C Terhadap Kontrak Dasar

Secara hukum L/C merupakan perjanjian yang terpisah (independen) dari kontrak dasarnya, yaitu kontrak (perjanjian) pembelian dan perjanjian pembukaan L/C itu sendiri. Namun demikian eksistensi L/C sangat tergantung pada adanya kedua kontrak dasar tersebut, sebab perjanjian L/C tidak mungkin ada tanpa adanya kontrak penjualan dan perjanjian pembukaan L/C. Dengan kata lain. Kontrak penjualan merupakan dasar penerbitan permintaan pembukaan L/C, dan penerbitan pembukaan L/C menjadi dasar bagi perjanjian L/C itu sendiri.

Independensi L/C terhadap kontrak dasarnya dapat dilihat dari ketentuan

UCP 600 pada artikel 4 yang berbunyi sebagai berikut:

”a credit by its nature is a separate transaction from the sale or other

contract on which it may be based. Banks are in no way concern with or bound by such contract, even if any reference whatsoever to it is included in the credit. Consequently, the undertaking of a bank to honour, to negotiate or to fulfil any other obligation under the credit is not subject to claims or defences by the applicant resulting from its relationships with the issuing bank or the beneficiary...”

Independensi L/C dapat dilihat dari realisasinya yang hanya berkaitan dengan pemenuhan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C. Secara hukum apabila pelaksanaan kontrak penjualan tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka L/C tetap harus dilaksanakan. Sepanjang semua dokumen yang dipersyaratkan L/C dapat dipenuhi oleh penerima, maka bank penerbit atau kuasanya wajib membayar L/C tersebut, walaupun barang yang menjadi objek dalam perjanjian dasar(kontrak penjualan) tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan dalam kontrak


(56)

penjualan tersebut. Mengenai hal ini, UCP 600 secara tegas menyatakan pada artikel 5:

”Banks deal with documents and not with goods, services or performance

to which the documents may relate.”

Ketentuan artikel 5 tersebut mencerminkan bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen-dokumen, sedangkan barang-barang, pelayanan maupun performa yang mungkin berhubungan dengan dokumen itu sendiri, tidak menjadi urusan bagi bank yang bersangkutan.

3. Pihak-pihak yang terkait dengan transaksi L/C

Pihak-pihak yang terkait dengan transaksi L/C diatur dalam pasal 2 UCP 600 tentang definisi, yaitu:

1. Applicant

Applicant/pemohon/pembuka L/C adalah pihak yang meminta dan

memerintahkan kepada bank untuk membuka L/C untuk keuntungan penerima L/C (beneficiary/penjualbarang/eksportir). Dalam perintah kepada bank untuk membuka L/C, pemohon menyatakan bertanggungjawab untuk membayar dokumen sepanjang semua persyaratan yang tertera di dalam L/C dipenuhi.

2. Opening Bank

Opening/issuing Bank yaitu bank yang membuka L/C untuk kepentingan beneficiary (penerima L/C). Di dalam L/C dicantumkan persyaratan yang

diminta oleh pembuka, persyaratan mana harus dipenuhi oleh beneficiary (penerima L/C).


(57)

3. Advising Bank

Advsing Bank adalah bank yang menerima dan meneruskan L/C kepada beneficiary

4. Beneficiary

Beneficiary (penerima L/C) adalah penjual/eksportir yang diberi hak untuk

menarik sejumlah uang yang tertera dalam L/C dengan memenuhi semua persyaratan yang diminta.

5. Negotiating Bank

Negotiating Bank adalah bank yang mengambil alih dokumen yang

dipersyaratkan dalam L/C. Menegosiasi/mengambil alih adalah membayar terlebih dahulu kepada beneficiary atas dokumen yang disyaratkan dalam L/C dan kemudian menagih (mereimburs) kepada bank pembuka L/C dengan mengirimkan dokumen yang telah diambil alih.

6. Confirming Bank

Confirming Bank adalah bank yang ikut menjamin terhadap suatu L/C atas

permintaan atau otorisasi dari issuing bank.79

4. Mekanisme Letter of Credit

Adapun mekanisme transaksi menggunakan sarana L/C sebagai berikut: 1. Eksportir / penjual/ beneficiary menandatangani kontrak jual beli (sales

contract) dengan pembeli/importir luar negeri.

79

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP),2007 Revision, ICC Publication No.600


(58)

2. Importir /pembeli/account meminta kepada banknya (bank devisa) untuk

membuka suatu L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya surat ijin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai

opening/issuing bank. Pembukaan L//C ini dilakukan melalui salah satu

koresponden bank di laur negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut sebagai advising bank atau notifying bank.

Advising bank memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C

tersebut. Eksportir yang menerima L/C disebut beneficiary.

3. Eksportir menghubungi instansi terkait dalam rangka pengiriman/pengapalan barang dan pengurusan perijinan serta dokumen-dokumen yang diperlukan. 4. Eksportir menerima konosemen (Bill of Lading) setelah menyerahkan barang

ke Carrier.

5. Eksportir menyerahkan dokumen yang disyaratkan dalam L/C (Wesel,Faktur, Konosemen/Airway bill, Certificate of Origin, Certificate of Quality,dll) kepada negotiating bank.

6. Bank membayar kepada eksportir setelah melakukan pemeriksaan dokumen yang diserahkan oleh eksportir, bahwa semua persyaratan L/C dipenuhi (tidak ada discrepancy)


(1)

B. Saran

1. Perlu pengaturan yang lebih jelas dan lengkap mengenai L/C Syariah, karena sifatnya yang spesifik dari perjanjian lainnya, dimana perjanjian L/C Syariah merupakan perjanjian lintas negara yang melibatkan sistem hukum yang berbeda, ditambah lagi harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sehingga L/C Syariah tidak hanya diterima pada ”pasar emosional” semata, tetapi juga aplikatif dan kompetitif pada tataran praktis perdagangan internasional.

2. Bank penerbit mempunyai kemungkinan besar berhubungan dengan bank konvensional yang berbasis pada bunga. Dalam pelaksanaan L/C tentu bank syariah akan berhubungan dengan bank konfirmasi, bank koresponden, bank penerus dan bank penerima yang notabene mayoritas berorientasi pada praktek perbankan konvensional yang berbasis bunga, oleh karena itu diperlukan aturan-aturan yang menyelesaikan permasalahan ini, disamping itu peran Dewan Pengawas Syariah sangat diperlukan dalam mengawasi metode pembayaran agar tidak menyimpang dari prinsip syariah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional mengenai L/C Syariah hendaknya direvisi, karena akad-akad yang digunakan selain akad wakalah bil ujrah sebagaimana yang disebut dalam fatwa ini telah membuat proses L/C sebagai instrumen pembayaran dalam transaksi internasional yang praktis, aman dan minim resiko menjadi L/C yang menimbulkan persoalan lain setelahnya.


(2)

3. Hendaknya Undang-Undang Perbankan Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional mengatur supaya dalam setiap perjanjian L/C Syariah harus mencantumkan klausula mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dan pilihan hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikan perselisihan, karena berdasarkan asas kebebasan berkontrak para pihak diberi kebebasan untuk menentukan forum maupun pilihan hukum yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan perselisihan. Dan sebaiknya sedapat mungkin menghindari jalur litigasi dan lebih mengutamakan perdamaian atau arbitrase. Untuk menempuh jalur arbitrase, para pihak harus mencantumkan klausula arbitase dalam perjanjian mereka..


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adisasmita, Tjarsim, Menangani Transaksi Ekspor Berdasarkan Letter of Credit, Jakarta: Puja Almasar Lestari Consultant (Palcons), 2007

Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2000

Anshori, Abdul Ghafur, Tanya Jawab Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press,2000

Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006

Basir, Cik, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Perbankan, Jakarta: Kencana, 2009

Dahlan, Abdul Azis, et.al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999

Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

______________, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004 Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,

2006

El-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Muamalah, Alih Bahasa oleh Rachmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991

Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional, Bandung: Alumni, 1998 Gilarso, T., Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro, Yogyakarta: Kanisius, 1992 Ginting, Ramlan, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Jakarta:


(4)

Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Group, 2006

Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004

Mannan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006

Muhamad, Aspek Hukum dalam Muamalat, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Pasaribu, Chairuman, Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika 1994

Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam, Ensiklopedi Ijmak, Alih Bahasa oleh Sahal Machfudz dan Mustafa Bisri, Jakarta: Pustaka Firdaus Kerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1987 Perwataatmadja, Karnaen, Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank

Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1992

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerjasama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008

Sholahuddin, M., Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007 Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004

_________________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986 Susilo, Sri Y., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2000 Thaib, H.M. Hasballah, Hukum Akad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam dan Praktek di

Bank Sistem Syariah ,Konsentrasi Hukum Islam Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan, 2005


(5)

Tim Asistensi Pengembangan LKS Bank Muamalat (ed), Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, Sebuah Paparan Komprehensif Praktek Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: Muamalat Institute Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, 1999

Vogel, Frank E., Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam, Konsep, Teori dan Praktik, Alih Bahasa oleh M. Sobirin Asnawi, Siwi Purwandari dan Waluyati Handayani, Bandung: Nusa Media, 2007

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002

Widjaja, Gunawan, Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah

Konvensi

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP), 2007 Revision, ICC Publication No.600


(6)

Makalah

Mannan, Abdul, Makalah Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama, disampaikan pada acara Diskusi Panel Dalam Rangka Dies Natalis Universitas YARSI ke 40, 7 Februari 2008

Nasution, Bismar, Makalah Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah, disampaikan pada Diskusi Terbatas Mediasi Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, 2007

Internet

http: // wikipedia.org/wiki/letter of credit http : // badilag.net.


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan)

0 36 133

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

1 28 72

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH

1 6 100

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRINSIP PRINSIP SYARIAH DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH UNTUK MENCIPTAKAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK

0 3 9

PENERAPAN UNDANG UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DALAM KONTEKS PRINSIP SYARIAH MENGENAI PRODUK PEMBIAYAAN

4 57 134

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH (STUDI DI BANK MUAMALAT CABANG SURAKARTA).

0 1 14

Pembiayaan Hunian Syariah Kongsi (PHSK) Berdasarkan Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) Dihubungkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

0 0 10

TINJAUAN YURIDIS PRAKTIK INVESTASI EMAS DI BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGADAAN UNDIAN BERHADIAH OLEH BANK SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.

0 0 1

TINJAUAN HUKUM PENGALIHAN UTANG DENGAN AKAD MURABAHAH DI BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 1 1