Sifat Anatomi Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L) dan Kayu Duku (Lansium domesticum Corr.)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Deskripsi Tanaman
1. Rambutan (N. lappaceum)
Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa
pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang
tergolong ke dalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae, berasal dari daerah
kepulauan di Asia Tenggara. Rambutan banyak terdapat di daerah tropis seperti
Afrika, Kamboja, Karibia, Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand dan Sri Lanka. Kayu Rambutan (N. lappaceum ), mempunyai berat jenis
rata-rata 0,91 berarti pori-pori dan seratnya rapat sehingga daya serap airnya kecil.
Tanaman ini dapat tumbuh baik pada suhu 250C pada pengukuran suhu siang hari,
dengan kelembaban rendah, tumbuh di dataran rendah sampai sedang dengan
ketinggian 30-500 m dpl, dengan curah hujan antara 1500-2500 mm pertahun dan
merata sepanjang tahun, pH tanaman yang baik adalah 6-7 (Wijayatrie, 2008).
Kelas awetnya III, yang berarti mampu bertahan sampai 10 tahun ke atas
bila diolah dengan baik. Kelas kuatnya I-II, yang berarti mampu menahan lentur
di atas 1100 kg/cm2 dan mengantisipasi kuat desak diatas 650 kg/cm2.
Berdasarkan sifat kembang susut kayu yang sedang, daya retaknya sedang,
kekerasannya sedang dan bertekstur agak kasar, serta berserat lurus, maka kayu
ini mempunyai sifat pengerjaan mudah sampai sedang, sehingga banyak diminati

untuk digunakan sebagai bahan konstruksi (Abdurrochim, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2. Duku (L. domesticum)
Duku (L. domesticum) merupakan tanaman buah berupa pohon yang
berasal dari Indonesia. Populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh
pelosok nusantara. Selain itu ada yang menyebutkan duku berasal dari Asia
Tenggara bagian Barat, Semenanjung Thailand di sebelah Barat sampai
Kalimantan di sebelah Timur. Jenis ini masih dijumpai tumbuh liar/meliar
kembali di wilayah tersebut dan merupakan salah satu buah-buahan budidaya
utama (Wijayatrie, 2008).
Duku (L. domesticum) merupakan tanaman berupa pohon yang berasal
dari Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai pada
ketinggian 500 m dpl. Dengan tipe iklim basah sampai agak basah dengan curah
hujan antara 1500-2500 mm pertahun dan merata sepanjang tahun, pH tanaman
yang baik adalah 6-7 dan tanaman ini relatif lebih toleran terhadap keadaan tanah.
Mempunyai berat jenis rata-rata 0,33. Termasuk pada kelas awetnya IV-V
sedangkan kelas kuatnya III (Krisdianto, 2001).


Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar
1. Lingkar Tumbuh
Pada penampang lintang dari batang terlihat adanya garis-garis konsentris
bisa nyata atau kurang nyata dan memusat pada empulur. Garis-garis konsentris
ini disebut sebagai lingkaran tumbuh (growth ring) yang terjadi sehubungan
dengan mekanisme pertumbuhan pohon. Lingkaran tumbuh dalam penampang
lintang batang dapat tampak mencolok ini disebabkan intensitas pertumbuhan dan
kerapatan kayu yang dihasilkan sepanjang periode pertumbuhan tidak seragam.
Pembentukan kayu pada permulaan musim tumbuh berjalan cepat, kemudian

Universitas Sumatera Utara

semakin lambat mendekati akhir musim pertumbuhan. lingkaran tumbuh
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :
a. Jenis pohon, lebar dan kerapatan lingkaran tumbuh berbeda-beda menurut jenis
yang sama tapi pohon yang berbeda
b. Kecepatan pertumbuhan, pohon-pohon yang mempunyai pertumbuhan cepat
akan mempunyai lingkaran tumbuh yang lebar
c. Tempat tumbuh, tempat tumbuh yang mempunyai kesuburan berbeda akan
menyebabkan lingkaran tumbuh yang berbeda pula. Pada tempat tumbuh yang

sama dan umur yang sama, lebar lingkaran tumbuh tergantung pada kelas
tajuk. Pohon yang terlindung mempunyai lingkaran tumbuh yang sempit.
Pohon yang biasa tumbuh di daerah yang lembab, mempunyai lingkaran
tumbuh yang lebih sempit bila ditanam di tempat yang kering
d. Letak lingkaran tumbuh di dalam batang, makin tinggi dalam batang lingkaran
tumbuh semakin lebar. Juga semakin jauh dari empulur lingkaran tumbuh juga
semakin sempit
e. Toleransi pohon terhadap cahaya, pohon-pohon yang toleran (tahan tempat
yang teduh) mempunyai variasi lebar lingkaran tumbuh yang lebih banyak
daripada pohon-pohon yang suka akan cahaya.
Apabila suatu lingkaran tumbuh dibentuk dalam jangka waktu 1 tahun, maka
lingkaran tumbuh tersebut disebut juga lingkaran tahun. Pada umumnya jenisjenis kayu di Indonesia tidak mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas
(Mandang dan Pandit, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2. Kayu Gubal dan Kayu Teras
Kayu gubal adalah sel-sel kayu yang baru dibentuk oleh kambium. Kayu
gubal ini berfungsi menyalurkan zat-zat makanan dari akar dan sebagai tempat
penimbunan makanan. Oleh sebab itu, bagian ini mempunyai sel pori yang lebar.

Sedangkan kayu teras terbentuk oleh perubahan sel-sel kayu gubal yang sudah tua
dan mengeras serta tidak lagi dapat berfungsi seperti kayu gubal. Fungsinya dalam
batang tinggal sebagai penguat. Warna bagian kayu ini lebih gelap daripada kayu
gubal. Warnanya berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat ekstraktif
(Budianto, 1996). Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan bahwa kayu teras
seringkali lebih awet dari pada kayu gubal, kayu teras lebih tahan terhadap
serangan jamur dan serangan serangga perusak kayu. Kayu teras mempunyai
keawetan tinggi, hal ini disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif yang bersifat
toksik (racun) terhadap serangga.
Dalam bidang pemanfaatan kayu, bagian kayu teras mempunyai nilai lebih
dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi.
Kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam
kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan juga sebagai tempat
penimbun zat-zat makanan. Sedangkan kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi
lagi tetapi berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis. Kadar ekstraktif
suatu pohon mengalami penurunan dari pangkal (butt) menuju ujung pohon (top),
kayu bagian pangkal pohon mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi
karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak, kayu
teras mempunyai lebih banyak zat ekstraktif dibandingkan kayu gubal karena
adanya ekstraktif minyak, lilin, getah yang menyumbat dinding sel. Kadar


Universitas Sumatera Utara

ekstraktif dan susunannya dalam pohon bergantung pada daerah tempat tumbuh,
umur, faktor genetik dan lokasi pada batang (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Ciri Umum Kayu
1. Warna dan Corak
Warna kayu ada beraneka macam, antara lain warna kuning, keputihputihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain
sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang
berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut: tempat di dalam batang, umur pohon, kadar air dan lama penyimpanan
kayu setelah ditebang maupun setelah digergaji. Kayu teras umumnya memiliki
warna yang lebih jelas atau lebih gelap daripada kayu gubal. Pada pengenalan
kayu, warna kayu yang dipakai adalah warna kayu terasnya. Pada umumnya
warna suatu jenis kayu bukanlah warna yang murni, tetapi warna campuran
beberapa jenis warna. Kadangkala terdapat satu warna mencolok dengan
kombinasi warna-warna lain yang sukar dipisahkan (Dumanauw, 1990).
Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh perbedaan
warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh. Corak dapat pula

ditimbulkan oleh perbedaan warna jaringan, perbedaan intensitas pewarnaan pada
lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan
(Mandang dan Pandit, 1997).

2. Tekstur
Tekstur dari kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran-ukuran
relatif dari sel-sel yang mencolok besarnya di dalam kayu. Tekstur dikatakan

Universitas Sumatera Utara

halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Halus kasarnya tekstur kayu
ditentukan atas dasar ukuran diameter tangensial pori, dikatakan bertekstur kasar
apabila ukuran diameter tangensial pori >200 (µm), bertekstur sedang apabila
ukuran diameter tangensial pori 100~200 (µm), dan bertekstur halus apabila
ukuran diameter tangensial pori < 100 (µm) (Brown et al. 1994).
Tekstur dinilai pula dari tingkat kerataannya, tekstur dikatakan tidak rata
jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat-tempat lain pada
permukaan yang sama. Hal ini disebabkan oleh pembuluh yang berkelompok atau
berganda radial 4 sel atau lebih (Mandang dan Pandit, 1997).


3. Arah Serat
Pengertian arah serat pada kayu sebenarnya adalah arah seluruh sel-sel
aksial pada suatu lapisan kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap arah
sel-sel aksial dari lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu
yang bersangkutan. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan
arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti goresangoresan. Menurut Mandang dan Pandit (1997), secara garis besar arah serat
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Serat lurus yaitu apabila sel-selnya membentang searah dengan sumbu batang
b. Serat melintang (cross grain), yaitu jika arah sel-sel aksial membentuk sudut
dengan sumbu batang, serat melintang dapat digolongkan lagi atas:
- Serat terpadu (interlocked grain), bila arah letak sel-sel aksial pada suatu
lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel yang serupa pada lapisan
berikutnya

Universitas Sumatera Utara

- Serat terpilin (spiral grain), jika sel-sel aksial mengelilingi sumbu batang
seperti spiral
- Serat berombak atau bergelombang (curly grain atau wavy grain), jika sel-sel
aksial tersusun berbelok-belok ke arah longitudinal

- Serat miring, jika sel-sel aksial pada sebuah papan atau balok membentuk
sudut terhadap salah satu sisinya.

4. Kilap
Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap disini berbeda
dengan kilap yang diakibatkan oleh pemberian bahan seperti pernis. Kandungan
minyak atau wax (berlilin) dalam kayu teras saja umumnya mengurangi kilapnya.
Identifikasi kilap hanya bersifat sekunder saja (Pandit dan Ramdan, 2002).

5. Kesan Raba
Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan menggosok-gosokkan jari ke
permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang
mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang
licin. Kesan licin juga dapat bertambah jika kayunya mengandung minyak
(Mandang dan Pandit,1997).
Kesan raba ini nilainya sangat terbatas sekali. Dalam identifikasi
disamping sangat bervariasi menurut individu-individu bersangkutan penilaian
kesan raba juga tergantung dari bagian-bagian pohon yang diambil (Pandit dan

Ramdan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

6. Kekerasan
Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat yang berguna dalam
identifikasi jenis kayu. Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak
keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat
contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas
sayatannya juga mengkilap. Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal
relatif dinding serat. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang
bersangkutan. Kekerasan kayu dapat pula bertambah oleh kandungan mineral,
terutama silika dalam sel-sel kayu (Mandang dan Pandit, 1997).

Ciri Anatomi Kayu
1. Pori-Pori Kayu (Vessel Cell)
Pada penampang melintang sel-sel pembuluh tampak seperti lubanglubang, karena itu sel-sel pembuluh ini juga sering disebut pori-pori kayu. Sel-sel
yang berbentuk pipa dinamakan pembuluh. Dalam batang kayu, sel-sel ini
tersusun longitudinal, sambung menyambung searah dengan sumbu batang.
Pembuluh dikatakan soliter jika berdiri sendiri-sendiri. Pembuluh dikatakan

berganda jika dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga
dinding singgung tampak datar. Gandaan dua pembuluh disebut pasangan
(Mandang dan Pandit, 1997).
Pengelompokan pori diamati pada penampang lintang. Pori-pori yang
mengelompok tersusun menurut arah jari-jari sehingga pori-pori kelihatan
berderet ke arah radial ini disebut pengelompokan pori radial. Ada pori-pori yang
tersusun pengelompokkannya menurut deretan miring disebut pengelompokkan
miring (oblique arrangementi) yaitu pori-pori tersusun menurut deretan miring

Universitas Sumatera Utara

atau membentuk sudut dengan jari-jari. Pengelompokan bentuk gerombol
(pore cluster) dimana pori-pori mengelompok bergerombol pada daerah-daerah
yang berbentuk bulat atau lingkaran (Pandit dan Ramdan, 2002).

2. Parenkima
Parenkima merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta
mengatur bahan makanan cadangan di dalam kayu. Menurut Mandang dan
Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya, parenkima dibagi atas parenkima
aksial (parenkima) yang tersusun secara vertikal dan parenkima jari-jari (jari-jari

kayu), yang tersusun secara horizontal. Ciri parenkima yang penting untuk
identifikasi adalah susunannya sebagaimana terlihat pada penampang lintang
kayu. Pada bidang ini, dengan bantuan lup, parenkima biasanya dapat dilihat
berupa jaringan yang berwarna lebih cerah daripada jaringan serat: umumnya
hampir putih dan lainnya agak coklat atau coklat merah. Secara garis besar,
susunan parenkima dapat dibagi atas dua tipe berdasarkan hubungannya dengan
pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim apotrakea yaitu semua bentuk
parenkima yang tidak berhubungan langsung dengan pembuluh. Tipe kedua
parenkima paratrakea, meliputi semua parenkima yang berhubungan dengan
pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997).

3. Jari-Jari Kayu
Jari-jari pada penampang lintang kayu seperti garis-garis yang hampir
sejajar satu sama lain. Pada bidang radial, jari-jari tampak seperti pita putus-putus
ke arah horizontal. Jika tingginya cukup maka jari-jari akan tampak seperti
sapuan-sapuan kuas ke arah horizontal. Jari-jari sukar diamati pada bidang

Universitas Sumatera Utara

tangensial. Jika ukurannya cukup lebar, jari-jari dapat dilihat dengan mata
telanjang seperti bintik-bintik lensa cembung atau garis-garis tipis pendek ke arah
longitudinal (Mandang dan Pandit, 1997)

4. Serat (Fiber)
Apabila sepotong kayu lebar dipisah-pisahkan dan diamati di bawah
mikroskop, maka akan tampak sel-sel dengan berbagai macam bentuk dan ukuran,
ada yang mirip tong atau pipa, ada yang mirip kotak dan ada yang berbentuk
panjang dan sangat langsing. Sel-sel yang berbentuk panjang dan langsing ini
dikenal dengan nama serat. Dinding serat umumnya lebih tebal daripada dinding
parenkima dan pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µm, bergantung jenis
pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15-50 µm. Ketebalan
dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat
dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir
seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding, dari ciri ini dipahami bahwa
serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 1997).

Sifat Mikroskopis Kayu
1. Dinding Sel
Dinding sel tersusun atas sejumlah lapisan yaitu lamella tengah, dinding
primer, lapisan luar dinding sekunder, lapisan tengah dinding sekunder, lapisan
dalam dinding sekunder, dan lapisan kutikula. Lapisan-lapisan ini berbeda antara
satu sama lain dalam hal struktur maupun komposisi kimia. Mikofibril-mikofibril
membelit sekeliling sumbu sel dalam arah yang berbeda baik ke kanan maupun ke
kiri. Penyimpanan dalam arah sudut menyebabkan perbedaan-perbedaan fisik dan

Universitas Sumatera Utara

lapisan-lapisan dapat diamati dalam mikroskop di bawah sinar terpolarisasi
(Sjőstrőm, 1995).

2. Dimensi Serat
Sel serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga
mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Pada kayu daun lebar serat dibagi atas
dua macam serat yaitu serat libriform dan serat trakeida. Serat libriform memiliki
noktah sederhana yang lebih kecil, memberi kekuatan karena diameternya lebih
kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat trakeida adalah serat yang mempunyai
noktah halaman (Achmadi, 1995).
Menurut Pandit dan Ramdan (2002), sel serat (fibers) hanya terdapat pada
golongan kayu daun lebar dimana 50 % atau lebih volume dari kayu daun lebar ini
disusun dari serat. Bahan baku serat yang memenuhi kriteria dalam produksi pulp
biasanya

lebih

ditentukan

oleh

kualitas

seratnya.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi dimensi serat meliputi umur kayu, tempat tumbuh, lingkar tahun
dan faktor genetis (Nawawi, 1997).
Beberapa dimensi serat yang penting dipelajari untuk menganalisis bahan
baku pulp antara lain panjang serat, diameter serta, diameter lumen, dan tebal
dinding serat. Berikut penjelasannya :
a. Panjang Serat
Serat kayu adalah kumpulan dari sel-sel individu penyusun kayu terutama
sel serat/sel trakeida, sel pembuluh, dan sel parenkim. Serat yang panjang
dianggap akan memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi dan dalam
batas yang lebih rendah memberikan pula kekuatan tarik, jebol, dan kekuatan lipat
yang tinggi. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih

Universitas Sumatera Utara

luas. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa panjang serat bukan satu-satunya
dasar yang menentukan kekuatan kertas yang tinggi tetapi terdapat faktor lain
yang besar peranannya seperti tebal dinding serat, diameter serat, dan diameter
lumen. Besaran ini biasanya dinyatakan dalam bentuk kombinasi atau
perbandingannya (Pasaribu dan Ritonga, 1997).
Secara umum dapat dikatakan bahwa kekuatan sobek dan lipat tergantung
pada panjang serat, sedangkan kekuatan jebol dan tahan regang dipengaruhi oleh
perbandingan panjang serat dengan diameternya, tipis tebalnya dinding serat serta
diameter lumen. Perbandingan panjang serat dan diameter serat disebut felting
power (daya tenun) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan tersebut
maka semakin tinggi kekuatan sobek dan semakin baik daya tenun serat.
Disamping panjang serat, bagaimana penyebaran atau distribusi panjang serat
menentukan pula mudah tidaknya pulp dicuci dan disaring. Selain itu, distribusi
panjang serat berpengaruh terhadap kehalusan lembaran pulp dimana semakin
panjang serat maka lembaran kertas semakin kasar (Sjőstrőm, 1995).
b. Diameter Serat
Diameter serat berpengaruh besar terhadap sifat kekuatan pulp dalam
pencucian, penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat,
kekuatan serat, dan mobilitas serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar
dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan
kekuatan yang tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

c. Diameter Lumen
Diameter lumen adalah diameter rongga serat. Diameter lumen akan
berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai

Universitas Sumatera Utara

flexibility ratio (tingkat fleksibilitas) serat yang menunjukkan hubungan parabolis
dengan kekuatan tarik dan panjang putus (Haygreen dan Bowyer, 1996).

d. Tebal Dinding Serat
Tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut
menentukan

sifat-sifat

kertas.

Dinding

serat

yang

tebal

menyebabkan

terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal (bulky). Serat berbanding tipis mudah
mengalami lembek (collapse) dan menjadi pipih sehingga memberikan
permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat sedangkan serat dengan
dinding tebal sukar menjadi lembek/lembut dan bentuknya tetap membulat pada
waktu pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan
dimana akan memberikan kekuatan sobek yang rendah tetapi kekuatan tarik yang
tinggi (Nawawi, 1997).

Parameter Penilaian Kualitas serat
1. Klasifikasi Dimensi Serat
Teknologi pulp dan kertas mempunyai beberapa macam klasifikasi
dimensi serat yang dipakai sebagai penduga mengenai sifat pulp yang dihasilkan.
Klasifikasi dimensi dan turunan dimensi serat tertera pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat
Kelas
Lebar
Sedang
Sempit
Sumber: Kasmudjo (1994)

Nilai interval (µm)
26,00-40,00
11,00-25,00
2,00-10,00

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Klasifikasi Panjang Serat
Kelas
Pendek

Sub Kelas
Teramat pendek
Sangat pendek
Cukup pendek
Cukup panjang
Sangat panjang
Teramat panjang

Sedang
Panjang

Selang Kelas (µm)
3000

Sumber: Kasmudjo (1994)

2. Klasifikasi Turunan Dimensi Serat
A. Klasifikasi Runkel
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Runkel mengklasifikasikan kayu
tropis dalam lima kelas:
a. Kelas 1 (≤ 0,25), dinding sel tipis sekali dan lumen lebar. Terdapat pada
jenis kayu ringan sekali. Serat dalam lembaran pulp memipih seluruhnya
dan ikatan antar serat sangat baik.
b. Kelas II (0,26-0,50), dinding sel tipis dan lumen agak lebar, terdapat pada
jenis kayu ringan. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar
serat baik.
c. Kelas III (0,51-1,00), dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada kayu
agak berat/sedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar
serat masih cukup baik.
d. Kelas IV (1,01-2,00), dinding sel tebal dan lumen sempit, terdapat pada
kayu berat. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat
kecil.
e. Kelas V (>2,01), dinding sel sangat tebal dan lumen sangat sempit,
terdapat

pada

kayu

sangat

berat.

Serat

dalam

lembaran

pulp

mempertahankan bentuk semula dan ikatan antar sel sangat kecil.

Universitas Sumatera Utara

B. Klasifikasi Muhlsteph
Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Muhlsteph mengklasifikasikan
dimensi serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas:
a. Kelas I: serat yang mempunyai Muhlsteph sampai 30% untuk serat kayu
dan 20% untuk pulp. Serat membentuk lembaran pulp dan kertas yang
baik dengan sifat kekuatan baik.
b. Kelas II: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 31-60% untuk tipe serat
pulp dari conifer. Sifat seratnya merupakan kombinasi dari sifat serat kayu
dalam ketiga kelas lainnya.
c. Kelas III: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80% untuk kayu,
dan 21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan
lembaran yang lebih halus.
d. Kelas IV: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph >80%, seratnya
bersifat kaku, menghasilkan kertas dengan kerapatan rendah dan kekuatan
rendah kecuali keteguhan sobek yang lebih tinggi dari kelas I.

Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
Kriteria penilaian kayu Indonesia pada dimensi serat yang dihubungkan
dengan mutu pulp yang dihasilkan. Kriteria penilaian serat ini dikeluarkan oleh
Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor. Menurut Kasmudjo (1998), kriteria serat
kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dibagi menjadi 3 kelas mutu yaitu:
a. Kelas mutu I: jenis kayu agak ringan berdinding serat sangat tipis dengan
lumen lebar. Serat menggepeng seluruhnya pada lembaran pulp dengan

Universitas Sumatera Utara

ikatan antar serat dan daya tenun sangat kuat. Lembaran pulp yang
dihasilkan mempunyai keteguhan sobek, dan tarik yang tinggi.
b. Kelas mutu II: jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding sel serat tipis
sampai sedang dan lumen agak lebar. Dalam pembentukan lembaran pulp,
serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan tenunan baik,
menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang sedang.
c. Kelas mutu III: jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding
serat tebal dan lumen sempit. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat sulit
digepengkan dengan ikatan antar serat dan tenunan tidak baik,
menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang rendah.

Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia
No
1
2
3
4
5
6

Panjang (µm)
Nisbah Runkel
Daya tenun
Muhlsteph Ratio
Fleksibility Ratio
Koeff. Kekakuan
Selang Nilai

Kelas Mutu
II

I

Uraian
Syarat
> 2000
< 0,25
> 90
< 30
> 0,80
< 0,10
450 –600

Nilai
100
100
100
100
100
100

Syarat
1000-2000
0,25-0,50
50-90
30-60
0,50-0,80
0,10-0,15
225 – 449

III

Nilai
50
50
50
50
50
50

Syarat
0,15
< 225

Nilai
25
25
25
25
25
25

Sumber: Sulistyowati (1998)

Turunan Dimensi Serat
Kualitas pulp tidak hanya ditentukan oleh dimensi serat kayu, tetapi
perkembangan teknologi menunjukkan bahwa perbandingan antar faktor
morfologis serat berpengaruh lebih nyata terhadap pulp dibandingkan pengaruh
dimensi serat itu sendiri (Nawawi, 1997).

Universitas Sumatera Utara

1. Runkel Ratio (Bilangan Runkle)
Runkel Ratio adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat
dengan diameter lumen, yang dinyatakan dengan persamaan:
2w
l
Keterangan: w = tebal dinding serat
Runkel Ratio =

l = diameter lumen (Sutiya et all, 2012).
Perbandingan runkel ratio (bilangan runkle) rendah, berarti memiliki dinding sel
tipis dan lumen yang tebal pada waktu pembentukan lembaran serat akan
membentuk pita dengan memperluas permukaan kontak serat memungkinkan
terjadinya ikatan antar serat yang tinggi melalui gugus hidroksilnya. Lembaran
kertas selain memiliki sifat kekuatan yang baik juga dihasilkan lembaran yang
tembus cahaya (Nawawi, 1997).

2. Felting Power/Slendernes (Daya Tenun)
Felting Power/Slendernes adalah perbandingan antar panjang serat
dengan diamter serat, dengan persamaan:
Felting Power/Slendernes =

L
d

Keterangan: L = panjang serat
d = diameter serat (Sutiya et all, 2012).
Menurut Nawawi (1997), daya tenun serat sangat berpengaruh terhadap kekuatan
sobek kertas sedangkan bilangan fleksibilitas mempunyai hubungan parabolis
terhadap kekuatan panjang putus, tetapi negatif dengan koefisien kekuatan serat.

Universitas Sumatera Utara

3. Mulhsteph Ratio (Bilangan Multsteph)
Mulhsteph Ratio adalah perbandingan antara luas penampang tebal dinding
serat dengan luas penampang lintang serat, dengan persamaan:
Mulhsteph Ratio =

d 2 − l2
x100%
d2

Keterangan: d = diameter serat
l = diameter lumen (Sutiya et all, 2012).
Mulhsteph Ratio akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi dan
sebaliknya serat yang mempunyai dinding sel tebal dan diameter kecil cenderung
akan mempertahankan bentuknya selama pembentukan lembaran, sehingga luas
kontak antar serat kecil yang mengakibatkan kekuatan tarik dan sobek rendah
(Nawawi, 1997).

4. Coefficient of Rigidity (Koefisien Kekakuan)
Coefficient of Rigidity adalah perbandingan antara tebal dinding serat
dengan diameter serat, dengan persamaan:
Coefficient of Rigidity = w
d
Keterangan: w = tebal dinding serat
d = diameter serat (Sutiya et all, 2012).

5. Flexibility Ratio (Bilangan Fleksibilitas)
Flexibility Ratio adalah perbandingan antara diameter lumen dengan
diameter serat dengan persamaan:
Flexibility Ratio =

l
d

Keterangan: l = diameter lumen
d = diameter serat (Sutiya et all, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Pengukuran Dimensi Serat
Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop camera dengan
perbesaran 40 kali untuk pengukuran panjang serat, diameter serat, dan diameter
lumen. Pengukuran tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter serat
dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. Dalam pengukuran dimensi serat, yaitu
panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih serat
yang utuh atau tidak patah, rusak terlipat, pecah, terpotong, dan kerusakan
lainnya. (Budi dan Husein, 2006).

Universitas Sumatera Utara