Kata Tugas dalam Cerita Rakyat Panglima Bukit Cermin dan Panglima Nayan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keputakaan yang Relevan
Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah.
Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai datadata yang kuat serta buku-buku acuan yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk
dapat mempertahankan hasil dari suatu penelitian, seorang penulis akan lebih mudah
mempertanggungjawabkannya dengan menyertai data-data yang kuat serta bukubuku acuan yang relevan atau yang ada hubungannya dengan apa yang diteliti.
Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah beberapa buku pendukung
lainnya seperti Morfosintaksis karangan H. Abdul, dan Kajian Morfologi karangan
Ida Bagus.
Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan ”Kata Tugas dalam Cerita Rakyat
Panglima Bukit Cermin dan Panglima Nayan”, tentunya tidak terlepas dengan apa
yang disebut kata. Untuk itu penulis akan menguraikan beberapa pendapat tentang
pengertian kata sebagai berikut:
Ramlan (1996), mengatakan, ”Kata adalah dua macam satuan, yaitu satuan fonologis
dan satuan gramatis”.
Alisyahbana (1978), mengatakan, ”Kata adalah kesatuan kumpulan fonem
atau huruf yang terkecil yang mengandung pengertian”.
Bloomfield (1996), mengatakan, ”Kata adalah minimal free form, yaitu

sebagai suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk

Universitas Sumatera Utara

tersebut tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang satu di antaranya
(bermakna)”.
Kridalaksana (1985), mengatakan, ”Kata adalah sebagai satuan fonologis”.
Parera (1994), mengatakan, ”Kata adalah satu kesatuan sintaksis dalam tutur
atau kalimat”.
Crystal (1980), mengatakan, ”Kata adalah satuan ujaran yang mempunyai
pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun
dalam bahasa tulisan”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan kata adalah bentuk bebas terkecil yang mempunyai kesatuan fonologis dan
kesatuan gramatis yang mengandung suatu pengertian.

2.2 Teori yang Digunakan
Setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan penulisan
tersebut. Penelitian akan lebih praktis metode kerjanya apabila teori yang digunakan
mempunyai hubungan langsung dengan penelitian yang diadakan.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan
berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan
suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi
arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori linguistik
struktural. Teori linguistik struktural berangkat dari anggapan dasar yang
mengatakan bahwa bahasa pada hakikatnya adalah ujaran atau speech (Bloomfield,

Universitas Sumatera Utara

1993:6). Sejalan dengan maksud anggapan dasar ini diambil ujaran-ujaran yang
dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa Melayu Serdang masa kini.
Teori struktural digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan berbagai
unsur dipandang dari segi sruktur formal, yaitu unsur-unsur yang membentuk suatu
satuan dan hubungan antarunsur itu dalam sebuah satuan. Teori ini meninjau aspek
bahasa berdasarkan sudut bahasa itu sendiri serta menelaah unsur-unsur dan
fungsinya dalam bahasa yang akan diteliti. Teori ini menganalisis bahan berdasarkan
pada stuktur atau berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan makna,
walaupun segi makna tidak dikesampingkan.
Adapun


sistematika

pembahasan

dan

penyajian

unsur-unsur

yang

dikemukakan dalam penelitian ini terutama didasarkan pada pendapat para pakar
bahasa Indonesia tentang kata tugas yang terdapat dalam buku Tata Bahasa Baku
Indonesia (1988). Alwi (1998:287) mengatakan, ”Kata Tugas adalah hanya

mempunyai arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Arti suatu kata tugas
ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata
lain dalam frasa atau kalimat”.

Jika dilihat dari segi bentuk kata tugas umumnya tidak dapat mengalami
perubahan bentuk. Kata-kata, seperti: dengan, telah, dan, tetapi tidak bisa mengalami
perubahan. Jika dari verba datang kita dapat menurunkan kata lain, seperti
mendatangi, mendatangkan, dan kedatangan, tidak demikian halnya dengan kata

tugas, seperti dan, serta , dari. Bentuk-bentuk, seperti menyebabkan dan
menyampaikan tidak diturunkan dari kata tugas sebab dan sampai, tetapi dari nomina
sebab dan verba sampai yang bentuknya sama, tetapi kategorinya berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi menjadi
lima kelompok, yaitu:
(1) preposisi
(2) konjungtor
(3) interjeksi
(4) artikula
(5) partikel penegas.
Preposisi yang juga disebut kata depan, menandai berbagai hubungan makna
antara konstituen di depan preposisi tersebut dengan konstituen di belakangnya.

Dalam frasa pergi ke pasar , misalnya, preposisi ke menyatakan hubungan makna
arah antara pergi dan pasar . ”Ditinjau dari segi bentuknya, preposisi ada dua macam,
yaitu (1) preposisi tunggal, seperti di, ke, dari, pada , akan, antara, bagi, buat, demi,
dengan, hingga, kecuali, lepas, lewat, oleh, pada, peri, sampai, sejak/semenjak,
seperti, serta, tanpa, tentang, untuk; serta (2) preposisi majemuk, seperti daripada ,
kepada , oleh karena , sampai ke, sampai dengan, dan selain dari (Alwi, et. al,

1998:288)”.

(1) Preposisi Tunggal
Contoh:
1.

Kampongnye di sanan. ’Kampungnya di sana’.

2.

Akhirnye tibelah ie ke gubuknye. ’Akhirnya sampailah ia ke gubuknya’.

3.


Katanye ie dari kampung nin. ’Katanya ia dari kampung ini’.

4.

Pade jaman dulu kale . ’Pada zaman dahulu’.

Universitas Sumatera Utara

(2) Preposisi Majemuk
Contoh:
1.

Anak tēnan pē diberikenye kepade bininye si Ijah. ’Anak itu pun diberikannya

kepada isterinya si Ijah’.
2.

Esok harinye berangkatlah Panglime Bukit Ceremin dengan diantarke oleh
segenap rakyatnye sampai ke perbatasan kampongnye. ’Keesokan harinya


Panglima Bukit Cermin berangkat diantarkan segenap rakyatnya sampai ke
perbatasan kampungnya’.
”Konjungtor yang juga dinamakan kata sambung, adalah kata tugas yang
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan
frasa, atau klausa dengan klausa (Alwi, et. al, 1998:296)”. Kata seperti dan, serta ,
dan kalau adalah contoh konjungtor.
Contoh:
1.

Pak Kolok dan ibu Ijah pē lenjar sibuk dibuatnye . ’Pak Kolok dan bu Ijah pun

semakin sibuk dibuatnya’.
2.

Sesampainye di kerajaan seberang mereka pe disambut oleh raje, permaisuri
serte pembesar kerajaan. ’Sesampainya di kerajaan seberang mereka pun

disambut oleh raja, permaisuri serta pembesar-pembesar kerajaan’.
3.


Ie pē selalu ingat kate-kate ayahandenye dulu, kalau ie endak jadi orang make
betapelah dulu. ’Ia pun selalu teringat kata-kata ayahandanya dahulu, kalau ia

hendak jadi orang seharusnya ia bertapa dahulu’.
”Interjeksi atau kata seru adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati
pembicara, seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik, orang memakai kata tertentu di
samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud (Alwi, et. al,

Universitas Sumatera Utara

1998:303)”. Untuk menyatakan betapa cantiknya seorang teman yang memakai
pakaian baru, misalnya, kita tidak hanya berkata, ” Cantik sekali kau malam ini ”,
tetapi kita awali dengan kata seru aduh yang mengungkapkan perasaan kita. Dengan
demikian, kalimat Aduh, cantik sekali kau malam ini tidak hanya menyatakan fakta,
tetapi juga rasa hati pembicara.
Interjeksi biasanya dipakai di permulaan kalimat dan diikuti oleh tanda koma.
Umumnya, interjeksi mengacu ke sikap yang (1) negatif, contohnya: cih, cis, dan ih,
(2) positif, contohnya: amboi, alhamdulillah, dan insya Allah, (3) bernada keheranan,
contohnya: ai, astagfirullah, dan masyaallah, dan (4) netral atau campur, bergantung

pada makna kalimat yang mengiringinya, contohnya: nah, ah, oh, dan aduh.
Contoh:
1. Ih, engkau anak siape? ’Ih, engkau anak siapa?’.
2. Ah, paling handal!, jinye orang tuhe tēnan. ’Ah, paling sakti!, kata orang tua
tersebut’.
3. Oh, wak ape name kampong nin wak? ’Oh, wak apa nama kampung ini wak?’.
4. Aduh, mohon ampun tuanku, patēk ndak tau! ’Aduh, mohon ampun tuanku,
hamba tidak tahu!’.
”Artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina (Alwi, et. al,
1998:304)”. Dalam bahasa Indonesia ada tiga kelompok artikula, yaitu (1) yang
bersifat gelar: sang, sri, hang dan dang, (2) yang mengacu ke makna kelompok:
para , dan (3) yang menominalkan: si.

Universitas Sumatera Utara

Contoh:
1.

Sang Puteri menjerit serte menutup wajahnye . ’Sang Puteri menjerit dan


menutupi matanya’.
2.

Make Sultan pē memanggil pare dayang untuk menukari pakaian si Nayan dan
si Awang dengan pakaian yang mendai-mendai. ’Maka Sultan pun memanggil

para dayang untuk segera menukar pakaian si Nayan dan si Awang dengan
pakaian yang cantik-cantik’.
3.

Si Bukit pē besarlah sudah. ’Si Bukit pun sudah besar’.

”Partikel penegas meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk
dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Ada empat macam
partikel penegas: -kah, -lah, -tah, dan pun. (Alwi, et. al, 1998:307)”.
Contoh:
1. Awang tē endak kau pulang?, jinye Nayan. ’Awang apakah engkau tidak akan
pulang?’.
2. Akhirnye tibelah ie ke gubuknye. ’Akhirnya sampailah ia ke gubuknya’.
3. Merēka so lame tiade mempunyai seorang seorang pē si jantung hati, baēk puteri

apa tah putere. ’Mereka lama sekali belum dikaruniai anak, baik anak lelaki

maupun anak perempuan’.
4. Ie pē mulailah memerikse pohon tēnan. ’Ia pun mulai memeriksa pohon itu’.
Kata tugas berfungsi untuk menunjukkan penanda hubungan: (1) tempat, (2)
peruntukan, (3) sebab, (4) kesertaan atau cara, (5) pelaku, (6) waktu, (7) ihwal
peristiwa, (8) penanda hubungan milik.

Universitas Sumatera Utara