Analisis yuridis terhadap status perwalian anak akibat pembatalan nikah : studi putusan pengadilan agama Probolinggo No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

ANALISIS YURIDIS TERHADAP STATUS PERWALIAN ANAK
AKIBAT PEMBATALAN NIKAH
(Studi Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob)

SKRIPSI
Oleh:
Kurota Ayun
NIM. C01213043

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Keluarga
Surabaya
2017

ABSTRAK
Dalam hal ini, penulis mencoba menguraikan beberapa hal mengenai status
perwalian anak akibat pembatalan nikah yang menggunakan yuridis (peraturan
perundang-undangan yang berlaku) sebagai pisau analisa utama, sekalipun tidak
menutup kemungkinan menggunakan beberapa pendapat ulama fikih klasik, seperti:

Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap
Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah (Studi Putusan Pengadilan
Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob)”.
Pembatalan nikah dalam perkara Putusan Pengadilan Agama Probolinggo
No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob dilatarbelakangi oleh adanya kekeliruan wali saat
akad nikah dilangsungkan, dengan menggunakan wali yang tidak berhak (ayah tiri
dari mempelai perempuan). Hal ini juga didukung oleh adanya berkas dari pihak
Pegawai Pencatatan Nikah di KUA (Kantor Urusan Agama) yang dengan sengaja
memanipulasi data dalam kutipan akta nikah. Sehingga pernikahan ini harus
dibatalkan sesuai dengan pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Hal ini tentu berdampak pada status anak akibat dari pembatalan nikah,
namun peneliti hanya fokus terhadap status perwalian (nikah) anak tersebut (jika
perempuan), sesuai dengan pendapat imam madzhab (kecuali Hambali) yang
menjadikan wali sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Dalam Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 28ayat (2) dan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) pasal 75 poin b dan pasal 76 pun telah dijelaskan mengenai status
anak akibat pembatalan nikah, namun berbeda dengan pandangan hakim dalam
salah satu pertimbangan dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No.
154/Pdt.G/PA.Prob yang menyatakan bahwa “jika diketahui anak dari pemohon I

dan pemohon II adalah perempuan, maka yang berhak menjadi wali nikah adalah
wali hakim”
Pernyataan yang terkandung dalam petimbangan (tambahan) ini merupakan
hasil ijtihad hakim Pengadilan Agama Probolinggo selaku yang berwenang dalam
memutus perkara pembatalan nikahi ni, sehingga dirasa oleh penulis perlu kembali
untuk menganalisis pernyataan hakim dalam pertimbangan tersebut.

v
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................

ii


PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................

iii

PENGESAHAN………………………………………………..………….

iv

ABSTRAK ........................................................................................................

v

KATA PENGANTAR .......................................................................................

vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................

viii


DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................

x

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...............................................

6

C. Rumusan Masalah .......................................................................

7


D. Kajian Pustaka ............................................................................

8

E. Tujuan Penelitian .........................................................................

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ...........................................................

11

G. Definisi Operasional ....................................................................

12

H. Metode Penelitian ........................................................................

13


I. Sistematika Pembahasan .............................................................

18

PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA
A. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Nikah ..............................

20

B. Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Nikah...............................

35

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III


STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH
DALAM
PERKARA
PUTUSAN
PENGADILAN
AGAMA
PROBOLINGGO NO. 154/PDT.G/2015/PA. PROB
A. Kewenangan (Kompetensi) Pengadilan Agama Probolinggo .....

48

B. Deskripsi Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No.
154/Pdt.G/2015/PA.Prob .............................................................
BAB IV

50

ANALISIS YURIDIS TERHADAP STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT
PEMBATALAN NIKAH


A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah
dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No.
154/Pdt.G/2015/PA.Prob Menurut Undang-Undang Perkawinan
No.1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam... ......................
57
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................

65

B. Saran .........................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dan
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.1
Oleh karena itu, jika dapat disimpulkan dari kedua pasal ini yakni
bahwa perkawinan adalah sebuah hubungan baru antara seorang pria dan
wanita dalam membentuk suatu keluarga yang salah satunya bertujuan untuk
melestarikan keturunan dengan didasari ikatan yang kuat (mitsaqan

ghalidhan) dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan. Maka, dalam hal
ini jika syarat dan rukun dari perkawinan belum terpenuhi (atau adanya
kesalahan; kekeliruan wali), maka perkawinan dapat dibatalkan demi hukum.

Akibat (konsekuensi) hukum dari pembatalan nikah dalam UndangUndang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan KHI (Kompilasi Hukum Islam)
tidak banyak dijelaskan, namun hal yang pasti yakni putusnya hubungan
antara suami isteri yang telah melaksanakan akad nikah atau bahkan memiliki

1

Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab I tentang Dasar Perkawinan, Pasal 1 dan 2

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

anak setelahnya. Namun hal ini tidak berdampak (tidak berlaku surut)
terhadap status anak (dalam hal hubungan keperdataan).
Penentuan nasab anak akibat nikah fasid (perkawinan yang dibatalkan)
memiliki keterkaitan dengan status perwalian (dalam hal perkawinan) anak
akibat pembatalan nikah.Sehingga perlu dilakukannya penentuan nasab karena
dapat menjaga kelangsungan hidup bagi anak itu sendiri.
Dengan demikian, penentuan nasab dalam pernikahan fasid disyaratkan

tiga hal: Pertama, suami termasuk orang yang mampu menghamili, yaitu
dengan usia yang sudah baligh menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah. Atau

murahiq menurut Hanafiyyah dan Hanabilah.Kedua, sudah jelas melakukan
hubungan suami isteri atau khalwat (menurut Malikiyyah).Sedangkan ulama
Hanafiyyah hanya mensyaratkan dukhul.Ketiga, jika pihak wanita melahirkan
setelah enam bulan atau lebih dari hari dukhul.Jika istri melahirkan anak
sebelum lewat enam bulan dari dukhul, nasab anak tidak diikutkan pada pihak
lelaki.2
Sederhana bahasa dari pendapat para imam mazhab tentang penentuan
nasab ini adalah bahwa nasab anak dari pernikahan orang tuanya yang
(setelah) dibatalkan oleh Pengadilan Agama tergantung pada masa kehamilan
si wanita. Perbedaan tentang nasab anak akan membawa pada perbedaan
tentang hak perwalian dalam pernikahan anak (apabila perempuan) ketika ia
hendak menikah di kemudian hari. Karena jika nasab diturunkan pada ibunya,
maka yang berhak menjadi wali adalah wali hakim karena keturunan dari ibu
2

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, jilid 10 (Jakarta:
Gema Insani, 2011), 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

tidak berhak menjadi wali. Begitu pula sebaliknya, jika nasab diturunkan pada
ayah, maka secara langsung ayah berhak menjadi wali nasab (terhadap
anak)nya.
Adapun hal yang berkaitan dengan hak-hak anak (salah satunya adalah
memperoleh status perwalian yang jelas) akibat dibatalkannya pernikahan
kedua orang tuanya (akibat kekeliruan wali) oleh Pengadilan Agama ini pun
ada perbedaan pendapat tentang nasab anak (yang menentukan hak walinya).
Perwalian adalah pengaturan orang dewasa terhadap urusan orang yang
“kurang” dalam hal kepribadian dan hartanya. Menurut ulama Hanafiyah,
perwalian adalah melaksanakan ucapan atas orang lain, baik ia setuju maupun
tidak. sedangkan ulama madzhab bersepakat, selain Hanafiyah bahwa wali
adalah salah satu rukun akad nikah. Sedangkan ia (Hanafiyah) berpendapat
bahwa wali hanyalah syarat sahnya pernikahan bagi anak kecil, orang gila, dan
budak.3
Namun demikian, perwalian yang diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 mulai dari pasal 50 hingga pasal 54 terkesan
tidak membahas tentang perwalian dalam lingkup perkawinan. Sebagaimana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap sebagai suatu
kepengurusan terhadap harta kekayaan dan pengawasan terhadap pribadi
seorang anak yang belum dewasa sedangkan anak tersebut tidak berada di
bawah kekuasaan orang tua.4

3

Ibid.,82
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta, Rineka Cipta,1991), 206.

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Hal ini (status perwalian anak akibat pembatalan nikah) tentu sangat
memerlukan

ijtihad

hakim,selaku

pihak

yang

berwenang

dalam

mempertimbangkan, menetapkan dan memutuskan suatu perkara yang belum
ada atau belum terang (jelas) hukumnya.
T.M. Hasbi As-Shiddiqie menyatakan bahwa ijtihad ialah memberikan
segala kesanggupan akal dalam mengistinbatkan (merangkum)hukum dari
dalil-dalilnya dengan mempergunakan penyelidikan yang menyampaikan kita
pada hukum itu. Sederhananya, ijtihad adalah proses pemikiran ulang dan
penafsiran ulang hukum secara independen.
Selain itu, ijtihad juga perlu dilakukan karena mengingat banyaknya
persoalan barudan kesadaran hukum masyarakat telah sejalan dengan
kehidupan manusia, terutama jika hal itu dikaitkan dengan adanya suatu
peristiwa hukum yang dilakukan manusia belum ada hukumnyadalam sumbersumber hukum islam itu sendiri; al-qur’an dan hadits.5
Mengenai kebebasan hakim untuk mencari dan menemukan hukum
terkait erat dengan pasal 56 ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dan pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Pasal tersebut mengandung asas hakim atau
pengadilan tidak boleh menolak perkara dengan dalih hukum tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.6

5

Moh. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta, Sinar Grafika:1995), 136
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah,(Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), 40

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Sedangkan dalam pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan
No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob tentang perkara pembatalan nikah, hakim
menetapkan hal yang berbunyi “Menimbang, bahwa dengan dibatalkannya
perkawinan Pemohon I dan Pemohon II tersebut, maka sesuai ketentuan pasal
28 ayat (2) huruf a Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo
pasal 75 huruf b dan pasal 76 KHI (Kompilasi Hukum Islam) bahwa
pembatalan perkawinan Pemohon I dengan Pemohon II tidak memutuskan
hubungan keperdataan antara seorang anak perempuan yang bernama si
fulanah (anak perempuan) dengan orang tua Pemohon I dan II, kecuali dalam
hal wali nikah bagi anak tersebut sesuai ketentuan pasal 28 ayat (1) UUP No.1
Tahun 1974 jo pasal 74 ayat (2) KHI, yang pada pokoknya bahwa pembatalan
perkawinan tersebut berlaku sejak tanggal pernikahan Pemohon 1 dan
Pemohon II , oleh karena itu jika pada saatnya nanti anak perempuan
Pemohon I dan II tersebut menikah wali nikahnya adalah wali hakim.”
Isi pertimbangan hukum dari hakim dalam menetapkan putusan
perkara pembatalan nikah No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob ini ada beberapa hal
yang dirasa masih memiliki persoalan dan perlu ditinjau ulang melalui
peraturan perundang-undangan (yuridis) yang berlaku di Pengadilan Agama,
beberapa darinya seperti Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam.Karena dasar hukum dari pertimbangan ini pun tidak
menyatakan secara eksplisit tentang status keperdataan yang dikecualikan
dalam hal perwalian nikah si anak (perempuan).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti terkait status
perwalian anak akibat pembatalan nikah dengan ditijau dari yuridis (peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Pengadilan Agama) dan dasar
pertimbangan hukum dari hakim yang ditetapkan dalam putusan perkara
pembatalan nikah No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Banyaknya kekurangjelasan hukum tentang akibat hukum dari
pembatalan nikah membuat problematika yang berkaitan butuh kembali
diuraikan secara mendalam (salah satunya adalah status perwalian anak). Hal
ini mampu membuka pintu ijtihad bagi hakim selaku yang berwenang dalam
mempertimbangkan, menetapkan, dan memutuskan perkara yang belum
terbahas secara eksplisit dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan maupun dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang menjadi dasar
hukum dalam penanganan perkara perdata di Pengadilan Agama, salah
satunya yakni terkait pembatalan nikah dan status perwalian anak akibat
pembatalan nikah.
Masalah yang teridentifikasi oleh peneliti yaitu berhubungan dengan:
1. Akibat (konsekuensi) hukum terhadap pembatalan nikah
2. Pandangan hakim dalam hal kedudukan dan status perwalian anak akibat
pembatalan nikah.
3. Analisis pertimbangan hakim dalam putusan No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

4. Analisis yuridis terhadap status perwalian anak akibat pembatalan nikah
dalam pandangan hakim di putusan No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob.
Dalam hal ini peneliti perlu kirannya memberikan batasan-batasan
supaya dalam pembahasan status perwalian anak akibat pembatalan nikah ini
tidak terlalu meluas.
Adapun yang menjadi batasan masalah mengenai status perwalian
anak akibat pembatalan nikah sebagai berikut:
1. Deskripsi tentang pandangan hakim dalam hal kedudukan dan
perwalian anak akibat pembatalan nikah.
2. Deskripsi status perwalian anak akibat pembatalan nikah dalam
pandangan hakim di pertimbangan putusan perkara pembatalan nikah
No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob ditinjau dari yuridis.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana status perwalian anak akibat pembatalan nikah dalam
pandangan hakim Pengadilan Agama Probolinggo?
2. Bagaimana analisis yuridis terhadap status perwalian anak akibat
pembatalan nikah di dalam putusan Pengadilan Agama Probolinggo
No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

D. Tinjauan Pustaka
Sebagaimana

telah

diuraikan

dalam

rumusan

masalah,

tidak

mengingkari kenyataan bahwa kajian ini terpaut dengan kajian-kajian yang
terdahulu. Namun hal ini tidak menjadikan kajian ini hanya melakukan
pengulangan. Kajian ini diarahkan pada menjelaskan tentang bagaimana status
perwalian anak akibat pembatalan nikah dengan pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob. Menurut pengamatan
penulis, karya ilmiah dengan substansi yang sama, khususnya di Fakultas
Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Islam Prodi Hukum Keluarga belum
ditemui. Namun penulis mengakui sudah ada banyak karya-karya ilmiah para
peneliti terdahulu baik berbentuk buku-buku baik dalam bahasa asli maupun
terjemahan, jurnal atau makalah telah membahas atau menyinggung hal ini.
Diantaranya seperti yang tersebut adalah:
Pertama, Zakiyatus Soimah yang membahas tentang Dampak

Pembatalan Perkawinan Akibat Wali Yang Tidak Sebenarnya Terhadap Anak
dan Harta Bersama Menurut Hakim Pengadilan Agama Kediri. Penelitian ini
menghasilkan penguatan hukum yang berupa penyataan (pendapat) hakim
Pengadilan Agama terhadap status anak dan harta bersama akibat pembatalan
nikah yang mengacu pada Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974
pasal 28 ayat (2) dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 75 dan pasal 76,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

yang menyatakan bahwa hukum tidak berlaku surut setelah pembatalan nikah
disahkan di hadapan Pengadilan Agama.7
Kedua, Fithna Nurul Laily membahas tentang Analisis Hukum Islam

Terhadap Putusan Pengadilan Agama Gresik No.0051/Pdt.G/2010/PA/Gs
Tentang Wali Adlal Karena Perceraian Kedua Orang Tua. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa menyelesaikan perkara di pengadilan
agama gresik, hakim mengabulkan permohonan pemohon dengan calon
suaminya dikarenakan alas an seorang wali (ayah kandungnya) telah bercerai
dengan ibu kandungnya. Sebagaimana dalam KHI pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan
44 tentang larangan perkawinan bahwa alasan perceraian kedua orangtuanya
tidak termasuk faktor penghalang pelaksanaan perkawinan.8
Ketiga, Nur Shoimah membahas tentang Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Pemalsuan Identitas Wali Nikah Di KUA Wonocolo Surabaya.
Penelitian ini menghasilkan beberapa hal, antara lain adalah menyatakan
bahwa salah satu faktor dari adanya perkara ini adalah unsur kesengajaan dari
pihak kepala KUA sehingga data yang ada dapat dipalsukan. Dalam hal ini,
perkawinan menjadi batal demi hukum karena tidak terpenuhinya rukun (wali
yang berhak) atas perkawinan tersebut.9

Zakiyatus Soimah, “Dampak Pembatalan Perkawinan Akibat Wali Yang Tidak Sebenarnya
Terhadap Anak dan Harta Bersama Menurut Hakim Pengadilan Agama Kediri”, (Skripsi: IAIN
Sunan, Surabaya, 2015)
8
Fithna Nurul, “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Gresik
No.0051/Pdt.G/2010/PA/Gs Tentang Wali Adlal Karena Perceraian Kedua Orang Tua”, (Skripsi:
IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013)
9
Nur Shoimah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemalsuan Identitas Wali Nikah Di KUA
Wonocolo Surabaya”, (Skripsi: IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013)
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Keempat, Nur Afifah membahas tentang StudiAnalisis Terhadap

Putusan Pengadilan Agama Jombang Tentang Status Anak Dari Pembatalan
Perkawinan No.1433/Pdt.G/2008/PA.Jbg. penelitian ini pun menghasilkan
pokok isi yang sama dengan peneliti yang pertama, yakni sesuai UndangUndang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 28 ayat (2) dan KHI (Kompilasi
Hukum Islam) pasal 75 dan pasal 76, menyatakan bahwa hukum tidak berlaku
surut setelah pembatalan nikah disahkan di hadapan Pengadilan Agama, salah
satunya adalah dalam hal status anak.10
Adapaun kajian yang dibahas pada skripsi ini berbeda dengan
penelitian yang lainnya, dimana penulis akan membahas tentang “Status

Perwalian

Anak

Akibat

Pembatalan

Nikah

(Studi

Putusan

No.

154/Pdt.G/2015/PA.Prob)”.Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus pada
masalah kedudukan dan status perwalian (nikah) anak dari kedua orangtua
yang dibatalkan pernikahannya oleh Pengadilan Agama akibat kekeliruan
wali. Yang dianalisis melalui yuridis (peraturan perundang-undangan yang
berlaku di PA) antara lain seperti: Hukum perkawinan yang ada dalam
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pada Pasal 28 ayat (2) dan
KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang tertera pada Bab XI tentang Batalnya
Perkawinan Pasal 75 dan Pasla 76 lebih rincinya dengan dasar pertimbangan
hakim dalam menetapkan putusan No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob, yang pada
intinya memiliki pengecualian dalam hal status perwalian anak.

10

Nur Afifah,“Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jombang Tentang Status Anak
Dari Pembatalan Perkawinan No.1433/Pdt.G/2008/PA.Jbg”,(Skripsi: IAIN Sunan Ampel,
Surabaya, 2009)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Demikian dapat diketahui dengan jelas bahwa peneliti dalam hal ini
masih baru, belum pernah dibahas dan bukan merupakan duplikasi atau
pengulangan dari karya ilmiah terdahulu karena segi yang menjadi fokus
kajian serta subjek dan objeknya memang berbeda.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan kedudukan dan status perwalian anak akibat pembatalan
nikah.
2. Menganalisis berdasarkan yuridis (Undang-Undang Perekawinan No.1
Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam) tentang status perwalian anak
akibat pembatalan nikah dengan dasar pertimbangan hukum dari hakim
dalam menetapkan putusan No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
hal-hal sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata islam,
menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya, sebagai sarana bagi
peneliti untuk belajar mengintegrasikan pengetahuan dengan terjun

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

langsung sehingga dapat mengetahui tentang status perwalian anak akibat
pembatalan nikah.
2. Secara Praktis, dapat digunakan sebagai masukan yang membangun dan/
atau membuka wacana bagi para praktisi hukum (khususnya) dalam
menangani perkara yang berkaitan atau sebagai acuan tentang status
perwalian anak akibat pembatalan nikah. Serta sebagai bahan referensi
dalam pentingnya suatu pandangan terhadap status perwalian bagi anak
akibat pembatalan nikah, apalagi dalam hal-hal yang berkaitan dengan
hukum positif dan hukum islam. Hal ini juga bermanfaat bagi peneliti
untuk dijadikan bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut
terhadap penelitian yang sejenis.

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari terhadap penyimpangan pemahaman terhadap skripsi
ini, maka perlu adanya penjelasan yang dapat dipahami beberapa istilah
sebagaimana berikut:
1. Analisis Yuridis: Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri berdasarkan hukum positif yang diatur dalam
perundang-undangan;

Undang-Undang

No.1

Tahun

1974

Tentang

Perkawinan dan KHI (Kompilasi Hukum Islam).
2. Status Perwalian: Keadaan atau kedudukan dalam hubungan perwalian
(nikah khususnya).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

3. Pembatalan Nikah: Perkawinan yang dibatalkan demi hukum, yang sah
setelah adanya putusan dari Pengadilan Agama.
4. Studi Putusan: Mempelajari atau menelaah kembali pandangan hakim
dalam

pertimbangan

putusan

perkara

pembatalan

nikah

No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Supaya dalam pembahasan ini dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis
membutuhkan data yang berkaitan dengan status perwalian anak akibat
pembatalan nikah. Diantaranya berupa:
a. Pandangan hakim Pengadilan Agama Probolinggo dalam putusan
perkara pembatalan nikah No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob.
b. Tentang batalnya perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974
c. Tentang kedudukan anak dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974
d. Tentang rukun dan syarat perkawinan dalam Kompilasi Hukum
Islam
e. Tentang batalnya perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam.
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, adalah data yang
diperoleh dari sumbernya baik data primer dan data sekunder, yaitu:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

a. Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari
literatur yang terkait.11 Dalam menganalisisterhadap status perwalian
anak akibat pembatalan nikah, hal ini mampu diuraikan dengan
menggunakan

putusan

Pengadilan

Agama

Probolinggo

No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob dan dengan wawancara kepada hakim yang
terkait, yang mempertimbangkan putusan ini dengan dasar hukum atau
hasil ijtihadnya sebagai hakim yang berwenang dalam memeriksa,
menetapkan,

dan

memutus

perkara

pembatalan

nikah

No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.
b. Sumber sekunder yaitu, bahan pustaka yang berisikan informasi tentang
bahan primer untuk menunjang sumber hukum primer.12 Sehingga dapat
membantu menganalisis dan memahami serta memberikan penjelasan
mengenai sumber data primer. Dalam hal ini sumber hukum ini berupa
buku-buku maupun kitab-kitab yang berhubungan dengan permasalahan
yang ada seperti:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2) KHI (Kompilasi Hukum Islam)
3) Terjemahan Al-Fiqhu Al-Islam Wa Adillatuhu oleh Wahbah Zuhaili
4) Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah
oleh Mardani
5) Hukum Islam Kontemporer oleh Mustofa dan Abdul Wahid
6) Asas-Asas Hukum Islam oleh Moh. Idris Ramulyo
11
12

Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), 34.
Ibid., 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

3. Teknik Pengumpulan Data
Dilihat dari segi caranya, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada responden selanjutnya jawaban responden
dicatat atau direkam.13 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan
untuk mengumpulkan data dengan cara berdialog bersama hakim yang
memberikan pertimbangan (hasil ijtihad)nya dalam putusan perkara
pembatalan nikah No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob. Dalam penelitian ini
penulis melakukan kontak langsung atau melakukan wawancara sendiri
dengan sumber data. Agar pertanyaan yang disampaikan mengarah pada
sasaran yang diharapkan, maka penulis menggunakan pedoman
wawancara.14
b. Dokumentasi, Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal
dari catatan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sehingga penulis
dapat

mempelajari,

mengkaji,

memahami,

mencermati

dan

menganalisis pertimbangan hukum dari hakim dalam memutuskan
perkara pembatalan nikah No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob berdasarkan
data yang diperoleh tersebut.
c. Pustaka, penulis melakukan penelaahan terhadap berbagai buku,
literature, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan

13

Rianti Ramli, “teknik pengumpulan data”, dalam http://kamriantiramli.wordpress.com/teknikpengumpulan-data.html, diakses pada 13 Oktober 2016.
14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian , (Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 56.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

masalah yang ingin dipecahkan. Sehingga penulis

mengumpulkan

buku-buku yang dianggap berkaitan dengan hal yang diteliti. Maka dari
itu penulis mengumpulkan beberapa literature, seperti: Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, Hukum Acara Perdata di Peradilan
Agama dan Mahkamah Syar’iyah, terjemahan kitab Fiqhu al-Islam wa

Adillatuhu, dan lain yang belum tersebutkan.
4. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapantahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi
kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan
serta relevansinya dengan permasalahan.15
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan
masalah.16
5. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperlukan diperoleh dan dikumpulkan, maka
perlu suatu bentuk teknik analisis data yang tepat. Penganalisaan data
merupakan tahap yang penting karena ditahap ini, data yang diperoleh akan

15

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
hal. 91.
16
Ibid., 92.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

diolah dan dianalisis guna memecahkan dan menjelaskan masalah yang
dikemukakan. Untuk

analisis

data dalam penelitian ini, penulis

mempergunakan analisis kualitatif untuk membuat catatan-catatan dan
menyusun rangkuman yang sistematis. Sedangkan teknik analisa data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Deskriptif-Analitis yaitu suatu yang bertujuan untuk membuat
deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.17
Analisis

yang

paling

mendasar

untuk

menggambarkan

atau

mendiskripsikan data secara umum, jadi dalam penelitian ini
Deskriptif-Analitis digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta
tentang apa yang menjadi dasar hukum pandangan hakim di dalam
mempertimbangkan

putusan

perkara

pembatalan

nikah

No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob yang dianalisis menggunakan yuridis
(hukum yang berlaku).
b. Pola Pikir Deduktif adalah sebuah pola pikir yang berangkat dari
wacana terhadap Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Bab IV Tentang
Batalnya Perkawinan Pasal 28 ayat (2) dan KHI (Kompilasi Hukum
Islam) Bab XI Tentang Batalnya Perkawinan Pasal 75 dan Pasal 76
dengan

pertimbangan

hakim

dalam

menetapkan

putusan

No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob, bahwa jika anak perempuan dari pasangan
suami istri (yang nikahnya dibatalkan) nantinya menikah, maka yang
17

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

berhak menjadi wali nikah adalah wali hakim. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan terkait benar atau tidaknya status perwalian anak akibat
pembatalan nikah ini dapat menggunakan sang ayah sebagai wali nasab
atau mungkin harus menggunakan wali hakim nantinya.

I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan, maka kajian ini ditata dengan
sistematika sebagi berikut:
Bab pertama berupa pendahuluan untuk mengarahkan argumentasi
dasar penelitian tentang analisis yuridis terhadap status perwalian anak akibat
pembatalan nikah dan mengantarkan pembahasan skripsi secara menyeluruh.
Pendahuluan ini berisi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
definisi operasional dan metodologi penelitian yang diterapkan serta
sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi tentang pembatalan nikah dan akibat hukumnya.

Pertama, gambaran umum tentang pembatalan nikah dan akibat hukum dari
batalnya pernikahan. Pembatalan nikah dan akibat hukumya diuraikan dengan
menggunakan tinjauan yuridis (peraturan perundang-undangan yang berlaku)
yakni, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam dan serta tinjauan hukum islam berupa pendapat dari para imam
mazhab dalam kitab-kitab fikih. Kedua, gambaran umum tentang status anak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

akibat pembatalan nikah yang juga diuraikan dalam tinjauan yuridis dan
hukum islam (fikih).
Bab ketiga berisikan tentang status perwalian anak akibat pembatalan
nikah yang meliputi deskripsi putusan Pengadilan Agama Probolinggo No.
154/Pdt.G/2015/PA.Prob (meliputi: duduk perkara, dasar pertimbangan, dan
amar putusan) Dan dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan
Pengadilan Agma Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015/PA.Prob disertai dengan
hasil wawancara kepada hakim yang berwenang dalam memeriksa,
menetapkan, dan memutuskan perkara tersebut beserta dokumen (yang berisi:
alat bukti, BAP, dan lain) yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Bab keempat berisi analisis tentang status perwalian anak akibat
pembatalan nikah. Yang ditinjau melalui pendekatan yuridis (Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam) atas
pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan perkara pembatalan nikah
No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.
Bab kelima merupakan bab terakhir berisi mengenai kesimpulankesimpulan dan jawaban singkat dari rumusan masalah dan saran-saran yang
sesuai dan bermanfaat bagi penelitian berikutnya pada khususnya maupun
bagi masyarakat pada umumnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

A. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Nikah
1. Pengertian Pembatalan Nikah
Menurut bahasa kata fasakh berasal dari bahasa Arab fasakha-

yafsakhu-faskhan yang berarti batal atau rusak.1 Bila kata ini
dihubungkan dengan hal perkawinan mempunyai arti membatalkan
perkawinan atau merusak perkawinan. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq
dalam kitab fiqih as-sunah jilid 2 (dua)nya secara istilah mendefinisikan
fasakh yaitu membatalkan dan melepaskan hubungan ikatan pertalian
antara suami dan istri.2
Dalam fikih sebenarnya dikenal dua istilah yang berbeda, kendati
hukumnya sama antara nikah al-fasid dan nikah al-batil. Al-Jaziry
menyatakan bahwa nikah al-fasid adalah nikah yang tidak memenuhi
salah satu syarat dari syarat-syaratnya. Sedangkan nikah al-batil adalah
apabila tidak terpenuhinya rukun. Hukum nikah al-fasid dan al-batil
adalah sama-sama tidak sah. Dalam terminologi undang-undang
perkawinan nikah al-fasid dan al-batil dapat digunakan untuk pembatalan
dan bukan pada pencegahan.3

Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), 316.
Arif Jamaluddin, Hadis Hukum Keluarga, (Surabaya, UIN Sunan Ampel press: 2014), 100
3
http//darmansyahteknisicomp.wordpress.com/2012/04/06/pemmbatalan-perkawinan/diakses
pada tanggal 18 juni 2013
1

2

20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Adapun pendapat dari beberapa imam mazhab fikih terkait hal
pengertian

pembatalan

nikah

yaitu:

Menurut

ulama

Hanafiyah,

pernikahan yang rusak adalah pernikahan yang tidak memenuhi syarat
sahnya nikah.Sedangkan menurut ulama Malikiyah, pernikahan yang
tidak sah atau cacat adalah pernikahan yang terjadi karena rusak (cacat)
dalam salah satu rukun atau dalam salah satu syarat sahnya pernikahan.
Dan menurut ulama Syafi’iyah, pernikahan yang batal adalah
pernikahan yang tidak sempurna rukunnya. Sedangkan pernikahan yang
fasid (rusak) adalah pernikahan yang tidak sempurna syaratnya dan
terdapat cacat setelah terlaksana.4
Secara umum, batalnya perkawinan yaitu “rusak atau tidak sahnya
perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu
rukunnya, atau sebab lain yang dilarang atau diharamkan oleh agama”.
Batalnya perkawinan atau putusnya perkawinan disebut juga dengan
fasakh. Sedangkan yang dimaksud dengan memfasakh nikah adalah
memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara suami dan isteri.
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan pisahnya
karena talak. Sebab talak masih ada pengklasifikasiannya, seperti: talak
raj’i dan talak ba’in (dengan akibat hukum yang berbeda). Adapun fasakh,
baik karena hal-hal yang terjadi belakangan ataupun karena adanya syarat

4

Wahbah Zuhaili,Terjemahan Kitab Fiqhu Al-Islam Wa Adillatuhu,Abdul Hayyie al-Kattani,Jilid
9, (Depok: Gema Insani, 2011),108-114.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

dan rukun yang tidak terpenuhi, ia harus mengakhiri perkawinan seketika
itu.5
Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam
Undang-Undang

Perkawinan

untuk

menjelaskan

perceraian

atau

berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan
perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri.6
Dari uraian diatas, dapat dimengerti bahwa fasakh nikah adalah
suatu bentuk perceraian yang diputus oleh hakim karena adanya hal-hal
yang dirasa berat oleh masing-masing atau salah satu pihak suami istri
yang menjadikan tujuan pernikahan tidak dapat terwujud. Adakalanya
disebabkan terjadinya kecacatan atau kerusakan pada akad nikah itu
sendiri dan adakalanya disebabkan hal-hal yang datang di kemudian
sehingga menyebabkan akad pernikahan tersebut tidak dapat dilanjutkan.7
2. Sebab-Sebab Pembatalan Nikah
Dalam hal ini, sebab-sebab terjadinya pembatalan nikah akan
diuraikan melalui perspektif: Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,
Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Fikih (Hukum Islam) yang mana
mengatur terkait pembatalan nikah.

a. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

5

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008),141- 143
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), 189
7
Arif Jamaluddin, Hadis Hukum...,101.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Yang dimaksud dengan Undang-Undang Perkawinan ialah
segala sesuatu dalam bentuk aturan yang dapat dijadikan petunjuk
oleh umat Islam dalam hal perkawinan dan dijadikan pedoman hakim
di lembaga Peradilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan
perkara perkawinan, baik secara resmi dinyatakan sebagai peraturan
perundang-undangan negara atau tidak. Adapun bab yang menjelaskan
tentang pembatalan perkawinan tertera dalam Bab IV tentang
Batalnya Perkawinan yaitu:
Pasal 22 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
“Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.”
Dalam pasal ini, jelas menyatakan bahwa jika diketahui
bahwa ada salah satu dari beberapa syarat-syarat dalam pernikahan
tidak terpenuhi, maka pernikahan dapat dibatalkan karena hukum.
Pasal 26 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
(1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatatan
perkawinan yang tidak berwenang, wali-nikah yang tidak sah
atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang
saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga
dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa
dan suami atau isteri.
(2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan
alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah
hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan
yang tidak berwenang dan harus diperbaharui supaya sah.8
Pasal 26 ayat (1) ini menjelaskan bahwa ada beberapa sebabsebab dari dibatalkannya perkawinan, seperti: Petugas Pencatatan
Nikah yang tidak sah atau tidak memiliki wewenang (ilegal), wali
nikah yang tidak berhak (seperti dalam perkara ini, yang menjadi wali
nikah adalah ayah tiri dari mempelai perempuan), padahal hal itu jelas
tidak dapat dibenarkan, atau saat tidak adanya dua orang saksi dalam
suatu proses berjalannya akad atau adanya saksi namun tidak
memenuhi syarat sebagai saksi.
Adapun penjelasan dari ayat (2) menjelaskan bahwa hak akan
melakukan pembatalan nikah dapat batal (gugur) ketika mereka
(suami dan isteri) mampu hidup serumah sebagai sepasang suamiisteri, yang dibuktikan berupa akta nikah namun lalu diperbarui
dengan yang sah.
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Secara historis, Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan
kegiatan menghimpun bahan-bahan hukum yang diperlukan sebagai
pedoman dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan
Peradilan Agama. Yang merupakan berbagai pendapat dari ulama
fikih (imam madzhab) dalam kitab-kitab yang biasa digunakan
sebagai rujukan atau refrensi oleh para hakim yang ada dalam
8

Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Pengadilan Agama. Yang ditetapkan berlakunya melalui Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 1991.9
Dalam hal ini, pembatalan nikah diatur dalam Bab XI tentang
Batalnya Perkawinan dengan beberapa pasal, antara lain:
Pasal 70 dalam Kompilasi Hukum Islam
Perkawinan batal apabila:
a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak
melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang
istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam
‘iddah talak raj’i;
b. Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili’annya;
c. Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga
talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah
dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba’da al dukhul
dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai
hubungan darah, semenda, dan sesusuan sampai derajat
tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8
undang-undang no. 1 tahun 1974, yaitu:
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
atau ke atas.
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping
yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang
tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu
dan ibu atau ayah tirinya;
4) Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak
sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan;
e. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan
dari istri atau istri-istrinya.
Pasal

ini

menjelaskan

tentang

beberapa

sebab

dapat

dibatalkannya perkawinan, seperti: suami yang melaksanakan
perkawinan dengan wanita ke lima (padahal ia telah memiliki empat
orang isteri sekalipun salah satu dari mereka sedang melaksanakan
9

Dakwatul Chairah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Surabaya, UIN Sunan Ampel press:
2014), 11-13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

iddah dari talak raj’i), seorang suami yang menikahi kembali bekas
istri yang telah dili’annya (meskipun dengan alasan karena
penyesalan), seorang suami yang menikahi kembali bekas istri yang
pernah dijatuhi talak raj’i (kecuali jika ia (istri) menikah kembali
dengan laki-laki lain lalu diceraikan) dalam hal ini mereka bisa
menikah kembali., seorang laki-laki yang menikahi wanita yang
memiliki hubungan saudara, semenda, atau sepersusuan dengan garis
yang telah ditentukan, dan laki-laki yang menikahi saudara
kandungnya atau bibi atau kemenakan dari istri/ istri-istrinya.
Pasal 71 dalam Kompilasi Hukum Islam
Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih
menjadi istri pria lain yang mafqud;
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah suami lain;
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali
yang tidak berhak;
f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pasal ini menjelaskan tentang dapat dibatalkannya suatu
pernikahan apabila: suami yang berpoligami tanpa seizin dari
pengadilan (sekalipun si istri mengizinkan secara lisan) hal ini tidak
dapat dibenarkan karena poligami pun harus melalui pertimbangan
hukum, perempuan yang dikawini ternyata masih memiliki seorang
suami (sekalipun diketahui suami itu sedang sakit), jika diketahui
bahwa wanita yang dinikahi masihlah dalam masa iddah (meskipun

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

dalam talak raj’i), jika perkawinan dari kedua belah pihak (salah satu
atau keduanya) memiliki umur yang belum mencapai 16 (untuk
perempuan) dan 19 tahun (untuk laki-laki), perkawinan yang
dilangsungkan tanpa adanya wali (wali yang tidak berhak), dan/atau
perkawinan yang dilakukan melalui paksaan dari salah satu pihak
atau pihak lain.
Pasal 72 dalam Kompilasi Hukum Islam
(1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di
bawah ancaman yang melanggar hukum.
(2) Seorang suami istri dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu
menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak
menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan,
maka haknya gugur.10
Pasal ini menjelaskan tentang bahwa salah satu pihak (antara
suami atau istri) dapat membatalkan perkawinan apabila ada hal-hal
seperti: perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan ancaman dari
salah satu pihak atau pihak yang lain, atau perkawinan yang dilakukan
akibat adanya penipuan dan/ atau salah sangka mengenai salah satu
pihak (baik suami maupun istri), namun jika ayat (1) dan ayat (2)
(pemaksaan itu telah berhenti dan yang bersalah sangka itu menyadari
keadaannya) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mereka (antara

10

Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

suami dan isteri) masihlah hidup bersama, maka haknya dianggap
telah gugur.
c. Menurut Fikih
Menurut Hanafiyah, macam-macam sebab dari pembatalan
nikah adalah seperti: nikah tanpa saksi, nikah kontrak (temporal),
menikah lima orang sekaligus dalam satu kali akad, menikahi seorang
perempuan dan saudarinya, atau bibi dari ayah, dan bibi dari ibu. Juga
menikahi istri dari orang lain sedangkan mengetahui bahwa ia telah
menikah,

menikahi

mahram

padahal

mengetahui

akan

ketidakhalalannya. Dalam pernikahan ini, hubungan intim tidak
diperkenankan, tidak wajib memberi mahar dan nafkah kepada si
perempuan, tidak wajib menunaikan iddah, tidak terjadi hubungan
mahram sebab mushaharah, tidak ada penasaban anak kepada suami
dan juga tidak ada hak saling mewarisi antara suami dan istri.11
Adapun penyebab dari perkara pembatalan perkawinan dalam
putusan Pengadilan Agama Probolinggo No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob
adalah dikarenakan tidak sempurnanya syarat sah perkawinan (wali
yang tidak berhak), maka dalam hal ini ulama Hanafiyah membedakan
antara akad batil dan fasid (rusak). Batil adalah sesuatu yang tidak
disyariatkan pokok dan syaratnya seperti menjual bangkai atau
menikahkan wanita yang haram. Sedangkan fasid adalah sesuatu yang
11

Ibid., Wahbah Zuhaili, Fiqhu al-Islam…,109.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

disyariatkan pokoknya, tidak sifatnya, yaitu segala sesuatu yang
kehilangan satu dari beberapa syarat seperti akad tanpa saksi,
perkawinan yang dibatasi waktunya dengan menggunakan syighat
nikah atau kawinatau yang lain dari beberapa lafal yang menjadi akad
nikah. Jadi, jika cacat terjadi pada rukun akad maka disebut batil 12
Menurut Malikiyah, sebab dari pembatalan nikah terbagi
menjadi dua macam: pertama, pernikahan yang disepakati para ahli
fikih akan kerusakannya. Seperti: menikahi salah satu mahram dari
satu keturunan atau dari satu tempat penyusuan (dengan saudara
sepersusuan)

atau

ikatan

besanan.

Kedua,

pernikahan

yang

diperselisihkan para ahli fikih. Yaitu pernikahan yang dianggap rusak
oleh ulama Malikiyah dan dianggap sah menurut sebagian ahli fikih,
dengan syarat perselisihannya (dianggap) berat. Seperti pernikahan
orang yang sakit, dalam hal ini tidak diperbolehkan.
Menurut ulama Syafi’iyah, pernikahan yang tidak sah tersebut
jumlahnya banyak sekali, yang paling utama ada sembilan macam
antara lain: nikah syighar, nikah mut’ah (pernikahan yang dibatasi
dengan waktu atau biasa disebut kawin kontrak sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak), nikahnya orang yang sedang
berihram, poliandri (pernikahan yang dilakukan oleh seorang
perempuan dengan dua orang laki-laki dan t

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63