J00889

PERJUANGAN RAKYAT TEMANGGUNG
MELAWAN MILITER BELANDA
PADA MASA AGRESI MILITER BELANDA II 1948-1950
Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi
Pendidikan Sejarah –FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRACT
The Research goals were to describe the struggle of the people of Temanggung against the Dutch
military force during the Dutch military aggressions II 1948-1959. The method use in the essay was
the historical methods. The results of the research conclude that on 22 rad December 1948, the
Dutch rules in Temanggung. The Indonesia Armed Forced (TNI) and the partisan withdraw to the
outer town region. Build their base in the Sumbing mountain slope. The bureaucrats refused to
cooperate with the Dutch. They seek refugees with the TNI, establishing emergency governments.
The struggles were assisted by all aspect of the people. TNI fought with guerrillas. The people gives
them shelter and foods. A lot of them become “pager desa” seeking information. The students fused
in the students army (Tentara Pelajar), join the fight against the Dutch. During the occupations of
the Dutch, the people of Temanggung are suffered. The most famous ferocity of the Dutch was the
slaughtered in the Progo River. It reached thousands of casualties not only TNI and partisan but the
citizens fall under suspicions of helping the struggle are killed as well. The Dutch rules in
Temanggung until 10th November 1949, until finally Temanggung return to Republik Indonesia like
the KMB agreement.

Key words: revolutions, the struggle of the people, guerilla, nationalism, military
aggressions

dan ekonomi secara cepat dan drastis,
yang mendorong perubahan untuk membebaskan diri dari segala bentuk imperialisme
dan kolonialisme.

PENDAHULUAN
Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat
bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara
yang baru merdeka belum lepas dari
incaran negara imperialis untuk kembali
menjajah
Indonesia.
Periode
rakyat
Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan negara dikenal sebagai
periode revolusi. Periode revolusi ditandai
dengan perlawanan fisik seluruh rakyat
Indonesia dengan ciri dan lingkungan yang

berbeda dari daerah satu dengan yang lain
dalam menghadapi penjajah. Masa revolusi
ditandai juga dengan tumbuhnya kesadaran nasional dan mulai diterimanya nilainilai revolusi, kemerdekaan, demokrasi,
hak asasi, anti imperialisme, dan heroisme.
Nilai-nilai revolusi yang tumbuh menimbulkan banyak perubahan baik sosial, politik,

Kedatangan tentara Sekutu yang
diboncengi oleh NICA menyebabkan terjadinya banyak insiden, bahkan pertempuran
antara tentara Sekutu dengan pihak
Indonesia yang disebabkan oleh tercorengnya kedaulatan bangsa Indonesia (Sudharmono, 1981:45). Untuk menengahi
keadaan ini maka pada tanggal 15
November
1946
dibuat
persetujuan
Linggarjati
yang
berisi
17
pasal.

Pengesahan persetujuan Linggarjati baru
ditandatangani oleh ke-dua belah pihak
pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana
Gambir (sekarang Istana Merdeka) Jakarta.

53

Perjuangan Rakyat Temanggung Melawan Militer Belanda
(Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi)

Penyimpangan terhadap persetujuan Linggarjati oleh pihak Belanda terjadi
pada tanggal 21 Juli 1947 dengan
melancarkan agresi militer I terhadap
daerah-daerah di Indonesia. Keberhasilan
NICA dalam agresi militer I, tidak diiringi
dengan keberhasilannya dipentas politik
internasional. Inggris dan Amerika Serikat
(AS) tidak menyetujui aksi militer tersebut.
Inggris dan AS telah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia (RI) secara de
facto (Kahin, 1995:269). Segera setelah

agresi militer I dihentikan kembali diadakan
perundingan di atas kapal laut Renville,
yang menghasilkan perjanjian Renville dan
ditandatangani pada tanggal 17 Januari
1948. Seperti persetujuan Linggarjati,
pihak Belanda kembali mengingkari dengan
melancarkan agresi militer II pada tanggal
19 Desember 1948. Belanda bersikeras RI
tidak melaksanakan gencatan senjata dan
perjanjian Renville. Hasil dari agresi militer
II, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta
sebagai Ibu kota RI (C.S.T. Kansil dan
Julianto, 1988:52). Selain itu, Belanda juga
menyerang dan menduduki kota-kota RI.
Sejarah mencatat perlawanan rakyat
terhadap penguasaan sepihak oleh Belanda
terjadi di banyak tempat. Dalam rangka
menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan RI, segenap komponen bangsa dari
berbagai daerah di Indonesia ikut
berpartisipasi secara aktif. Demikian juga di

Temanggung, rakyat Temanggung ikut
serta terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.

mempergunakan kekerasan. Dalam
suatu revolusi kekuatan-kekuatan
dan cita-cita yang telah lama
tertekan dan terpendam muncul
kepermukaan,
sering
disertai
dengan kemarahan dan kadangkadang keganasan. Menurut Sartono Kartodirdjo (1994:1) bahwa
yang menjadi ciri khas revolusi
Indonesia ialah anti kolonialisme
self-determination,
sebab
dan
revolusi Indonesia adalah proses
total yang meliputi seluruh bangsa
Indonesia
untuk

membongkar
politik kolonial dan menggantikannya dengan negara nation
berdasarkan
pada
kedaulatan
rakyat serta pemerintahan yang
dipilih sendiri.
2. Perjuangan Rakyat. Perjuangan
berarti suatu usaha untuk meraih
sesuatu yang diharapkan demi
kemuliaan dan kebaikan. Rakyat
adalah orang-orang yang bernaung
dibawah pemerintah tertentu. Rakyat (Peoples) adalah bagian dari
suatu negara atau elemen penting
dari suatu pemerintahan. Jadi
perjuangan rakyat adalah suatu
usaha bersama yang dilakukan
oleh segenap warga negara untuk
mencapai cita-cita bersama yaitu
menjadi bangsa yang merdeka

lepas dari kolonialisme.
3. Perang Gerilya. Perang gerilya
adalah suatu taktik dalam pertahanan, yang dilakukan dengan
cara maju untuk menghancurkan
musuh dan mundur agar jangan
dihancurkan musuh, yang dilakukan sekaligus, serentak dan dengan gerakan yang cepat. Dinamis
dalam arti berpindah-pindah dengan mobilitas yang tinggi, tidak
bersifat statis, bergerak dalam
kelompok-kelompok kecil, berada

KAJIAN PUSTAKA
1. Revolusi. Revolusi dapat dilihat
sebagai loncatan dari penjajahan
ke alam merdeka Dalam revolusi
juga sering menonjolkan unsurunsur kekerasan (violence), karena
dalam suasana revolusi memang
ada kecenderungan untuk mem”beres”-kan segala sesuatu melalui
jalan pintas, yang sering berarti
54


Widya Sari Edisi Khusus
Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 53-61

tindakan kekerasan (Yahoo answer)

dibawah satu kendali dan komando. Untuk itu harus ada daerah
gerilya yang dipimpin oleh seorang
komandan yang menghubungkan
gerakan satu dengan lainnya,
sehingga tidak merupakan perang
liar, karena mempunyai susunan
tertentu dengan rencana dan garis
beleid yang tertentu pula (Nasution, 1979: 261-262).
4. Nasionalisme. Secara konseptual
nasionalisme adalah suatu paham
kebangsaan
yang
mendorong
bangkitnya semangat untuk mencapai cita-cita nasional. Secara
harfiah nasionalisme berasal dari

dua kata “nation” atau bangsa dan
“ism” atau paham. Dengan demikian nasionalisme dapat diartikan
sebagai paham kebangsaan atau
keinginan untuk menjadi satu
bangsa. Semangat kebangsaan
yang merupakan psychological
state of mind harus selalu dibangkitkan dan dihidupkan. Karena
itulah nasionalisme harus dipupuk
setiap saat (Suhartono, 1994:8)
5. Agresi Militer Belanda II. Agresi
militer adalah penggunaan kekuatan bersenjata oleh suatu negara
terhadap kedaulatan negara lain.
Agresi militer Belanda terhadap
Indonesia menggunaka cara diantaranya melakukan: 1) invasi berupa serangan bersenjata nagara
musuh; 2) bombardemen berupa
penggunaan senjata atau bom
yang dilakukan oleh musuh; 3)
serangan unsur angkatan bersenjata yang berada dalam wilayah
dimana tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku; 4) pengiriman kelompok

militer khusus untuk melakukan

METODE PENELITIAN
Berdasarkan masalah yang dikaji,
maka metode penelitian yang digunakan
adalah metode Historis atau metode
sejarah. Metode sejarah terdiri dari empat
tahap, yaitu heuristik, verifikasi (kritik),
interpretasi,
dan
historiografi.
Jenis
penelitian deskriptif naratif yang bertujuan
untuk memberikan gambaran secara jelas
dan memberikan kesimpulan analisa yang
mendalam pada persoalan yang dikaji.
Dalam penelitian ini ada tiga sumber data
yang
dimanfaatkan
yaitu

pustaka,
dokumen dan arsip, serta informan
(narasumber).
PEMBAHASAN
Temanggung merupakan salah
satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten
Temanggung
berbatasan
dengan Kabupaten Kendal di utara,
Kabupaten Semarang di timur, Kabupaten
Magelang di selatan, dan Kabupaten
Wonosobo di barat. Sesuai dengan yang
tercatat
dalam
Binnenland Bestuur,
Departemen Dalam Negeri Pemerintah
Kolonial
Belanda,
besluit
kelahiran
Kabupaten (Regentschap) Temanggung
yaitu 10 November 1834. Tanggal 10
November sekarang diperingati sebagai
kelahiran Temanggung.
Agresi Militer Belanda I, berakhir
dengan diadakannya perjanjian Renville
pada tanggal 17 Januari 1948. Meskipun
Temanggung tidak menjadi medan tempur
tetapi dampak dari Agresi Militer Belanda I
ini juga dirasakan di Temanggung. Blokade
ekonomi yang dilakukan oleh Belanda
semakin ketat sejak 1947, membuat
persediaan logistik di daerah republik
semakin menipis. Mutu pelayanan umum
ikut merosot. Pukulan terberat adalah
hilangnya daerah-daerah yang paling
makmur, serta diikuti dengan pemotongan
55

Perjuangan Rakyat Temanggung Melawan Militer Belanda
(Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi)

jalur-jalur komunikasi dan lalu lintas
barang (Husni, 2008: 199). Dalam keadaan
serba keterbatasan, Temanggung harus
ikut menampung pasukan dari daerah lain
yang hijrah akibat perjanjian Renville.

arkan Perintah Kilat No. 1, yang menginstruksikan segenap jajaran Angkatan
Perang RI untuk melaksanakan rencana
operasi yang telah ditetapkan masingmasing kesatuan TNI berdasarkan Perintah
Siasat Nomor 1 Panglima Besar. Di dalam
strategi militer yang telah digariskan
Perintah Siasat No. 1 tidak ada rencana
untuk menghadapi serangan Belanda
secara mati-matian, sebab sudah diperhitungkan bahwa keunggulan taktis dan
teknis militer Belanda, seperti pada agresi
militer pertamanya, akan sangat menentukan dalam perang konvensional (Himawan, 2006:301).

Pada November 1948, Panglima
Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel A. H.
Nasution, ketika masih menjabat Kepala
Staf Operasi Markas Besar Angkatan
Perang (SOMBAP), pada Juni 1948 telah
menyusun konsep pertahanan rakyat
semesta yang sekaligus merupakan konsep
strategi
militer
Republik
Indonesia.
Rencana operasi tersebut dirumuskan
dalam Perintah Siasat Nomor Satu
Panglima Besar. Adapun pokok isi Perintah
Siasat No. 1 adalah: Tidak akan menerapkan pertahanan linier; Memperlambat
kemajuan serbuan musuh dan pengungsian
total (semua pegawai) serta bumi hangus
total; Membentuk kantong-kantong di
setiap onderdistrik militer yang mempunyai
pemerintah gerilya (wehrkreise) yang
totaliter dan mempunyai pusat di beberapa
kompleks pegunungan; Melakukan aksi
Wingate (penyusupan kembali ke daerah
asalnya), bagi pasukan-pasukan dari
daerah federal, dan membentuk kantongkantong, sehingga seluruh Pulau Jawa
akan menjadi satu medan perang gerilya
besar.

Sesuai perintah Markas Besar Angkatan Perang RI (APRI), sebelum Belanda
datang, taktik bumi hangus harus dilakukan. Senin, 20 Desember 1948, aksi bumi
hangus Temanggung dilaksanakan. Massa
berkumpul di berbagai tempat, dengan
perintah Komandan Batalyon Terirtotial
Salmun, aksi bumi hangus dilakukan
serentak di Temanggung, Parakan, dan
Ngadirejo. Aksi massa itu di bawah kendali
Kompi Oetoyo dibantu polisi, Tentara
Pelajar, pemuda Hisbullah, para pamong
praja dan massa rakyat. Di kota Temanggung terdapat 28 bangunan yang dibumihanguskan. Untuk menghambat laju bala
tentara Belanda, jembatan Progo di
Kranggan diprioritaskan untuk dihancurkan.
Beberapa lokasi jembatan tersebut sudah
dipasangi peledak. Tetapi rencana penghancuran jembatan yang sangat strategis,
untuk menuju Temanggung dan Wonosobo
itu gagal karena jembatan Progo tidak
hancur dan hanya berlubang. Jembatan
Progo yang tidak berhasil dihancurkan oleh
TNI menguntungkan Belanda untuk dapat
bergerak lebih maju lagi (Emy, 2006:19).

19 Desember 1948, pasukan Belanda melakukan penyerbuan secara besarbesaran ke Kota Yogyakarta. Setelah
Yogyakarta sebagai ibukota negara berhasil
diduduki, tentara Belanda meneruskan
penyerbuan ke daerah RI yang belum
didudukinya. Sekalipun Belanda berhasil
menawan pimpinan pemerintahan RI
dengan pendudukan Yogyakarta, Belanda
tidak berhasil menawan pimpinan utama
Angkatan Perang RI, Panglima Besar
Sudirman.
Panglima
besar
Jenderal
Sudirman sebelum meninggalakan istana
negara di Yogyakarta sempat mengelu-

Tanggal 21 Desember 1948 pasukan Belanda melancarkan serangan besarbesaran terhadap kota Temanggung. Pada
hari Selasa pagi empat unit Mustang P-51
56

Widya Sari Edisi Khusus
Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 53-61

Pemerintah Kabupaten dan beberapa
Jawatan menuju ke lereng Sumbing
selatan, ke Desa Ngawen, Tembarak.
Mereka berada di bawah komandan SWK
Mayor Bintoro. Markas tentara dan kantorkantor darurat dibuka di rumah-rumah
penduduk. Markas Polisi Temanggung
mundur ke dukuh Kerokan desa Losari.
Pasukan TNI dan pejuang segera melakukan konsolidasi. Konsolidasi pertama
menghasilkan 4 keputusan. Pertama,
membantu struktur komando/organisasi.
Kedua, membagi wilayah dan tanggung
Jawab. Ketiga, membentuk pasukan mobil,
dan keempat melakukan serangan mendadak, penghadangan patroli Belanda,
sabotase dan melakukan pengacauan di
daerah yang diduduki Belanda (Gema,
2009:38).

menembaki Kota Temanggung menyebabkan
tangsi
Gemoh
porak-poranda.
Serangan udara hanya untuk membuka
jalan bagi pasukan darat yang akan
melakukan pendudukan. Sekitar pukul
13.45 pasukan Belanda mulai masuk dan
menduduki Temanggung. Mereka menembus kota dari dua arah. Pertama dari
Sumowono melalui Ngoho, Kaloran, ke
Temanggung. Pasukan ini merupakan
bagian dari pasukan Brigade T. Kedua,
dalam jumlah yang jauh lebih besar, dari
Brigade W, datang dari Magelang melalui
Secang dan tembus ke Temanggung
Sehari kemudian, tanggal 22
Desember 1948 pukul 10.00 WIB, mereka
berhasil masuk ke kota Temanggung yang
hanya tinggal reruntuhan. Setelah rendezvous di Temanggung, satuan Brigade T
bergerak ke Yogyakarta memperkuat induk
pasukannya. Temanggung dijaga oleh
Vossen Brigade (V-Brigade/Anjing NICA)
dibantu serdadu kulit putih Koninglijke
Landmacht (KL) hasil wajib militer di
Belanda. Pasukan Belanda ini dipimpin oleh
Mayor A. Van Zanten (Mei 1947-Juli 1949).
Sebagian anggota pasukannya yang
berjumlah sekitar 900 personil adalah
orang Indonesia.

Temanggung masuk daerah STC II
yang berada di bawah pimpinan Letnan
Kolonel Sarbini, meliputi Kedu dan
Semarang Barat. Kekuatan 5 batalyon TNI
dengan persenjataan lebih kurang 80%,
serta berbagai pasukan lain, sehingga
jumlah seluruhnya lebih kurang 6 batalyon
infanteri. Tiga “sub-wehrkreise” di utara,
dipimpin oleh Mayor Akhmad Yani,
Komando Brigade 9, dengan 3 batalyon
infanteri. Dengan tiap komandan “subwehrkreise” turut pula bupati atau patih
yang bersangkutan yang memimpin staf
urusan sipil dalam Pemerintahan Militer
Kabupaten (“sub-wehrkreise”), biasanya
disertai pula kepala polisi dan beberapa
orang kepala Jawatan kabupaten. Penyusunan organisasi teritorial berjalan cepat
dan tenaga umumnya cukup. Tenaga
pelajar banyak disebarkan untuk membantu (Nasution,1979:46).

Tidak ada birokrasi sipil yang bisa
difungsikan untuk melegitimasikan pendudukan Belanda di Temanggung. Para tokoh
birokrasi menolak bekerjasama dengan
tentara pendudukan dan memilih menyingkir ke pedalaman bekerjasama dengan TNI
membentuk pemerintahan darurat di
pedesaan. Di dalam kota, tersebar beberapa anggota Tentara Pelajar yang sengaja
tinggal untuk memata-matai gerakan
pasukan Belanda.

Mayor Salamun selaku Komando
KDM, dibantu oleh Kapten Yudomo selaku
wakil Komando KDM ini membawahi OPI
yang terbagi menjadi tiga. OPI I dipimpin
seorang komandan Letnan Mutamat

Gerak mundur dilakukan oleh
Pimpinan Komando Daerah Militer (KDM)
yang sekaligus merangkap sebagai Komandan Batalyon Teritorial Temanggung,
Mayor Salmun. Bersama jajaran aparatur
57

Perjuangan Rakyat Temanggung Melawan Militer Belanda
(Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi)

Februari 1949 kota kabupaten Temanggung mendapat giliran serangan Gerilya.
Beranggotakan 15 orang tentara dan 10
orang TP menargetkan menyerang stasiun
kereta api di kampung Banyuurip. Pasukan
gerilya menyerbu ke dalamnya dan
melakukan pengacauan selama sejam
(Nasution,1979:48). Selain membuat pukulan fisik dan mental kepada lawan,
serangan itu juga dimaksudkan untuk
memberi peringatan kepada masyarakat
yang berani mencoba-coba menjadi kaki
tangan Belanda.

Siswanto. OPI II dipimpin Letnan Utoyo
dan OPI III dikomandani oleh Letnan
Trisno dan Nirboyo. OPI I membawahi
Operasi Distrik Militer (ODM) Temanggung
dengan komandan Letnan Taryono, ODM
Bulu dengan Komandan Letnan Darsono,
ODM Tembarak dengan komandan Letnan
Mardi Dembyak, ODM Pringsurat dengan
Komandan Letnan Sumardi, dan ODM
Kranggan dengan komandan Letnan
Sutjipto yang diganti serma Sudarno. OPI
II membawahi ODM Kaloran dengan
komandan Letnan Tusi, ODM Kandangan
dengan komandan Letnan Tamijis, ODM
Kedu dengan komandan Letnan Janan, dan
ODM Jumo dengan komandan Letnan
Marsaid. OPI III membawahi ODM
Ngadirejo dengan komandan Letnan
Suwardikum, ODM Candiroto dengan
komandan Letnan Permadi, ODM Tretep
dengan komandan Letnan Sayuti dan ODM
Parakan
dengan
komandan
Letnan
Hartono. Selain membentuk KDM-OPI dan
ODM, TNI juga membentuk pasukan mobil.
Pasukan Mukri, Istanto, Usmanpuger,
pasukan Cakra Buntung

Pada tanggal 28 Februari kompi
Sukarno dari Batalyon Bintoro menyerbu
Parakan, serangan dilakukan pada malam
hari dengan target pos militer Belanda.
Baku tembak berlangsung selama tiga jam,
beberapa prajurit Belanda dilaporkan tewas
dan di pihak TNI tidak ada korban jiwa,
beberapa terluka dan sepucuk mitraliur
hilang. Pada tanggal 25 Maret 1949
penjagaan musuh di jembatan Kali Progo
ditembaki (Nasution,1979:50). Pada 5 Mei
1949, sebuah truk berisi personil militer
Belanda dihancurkan oleh TNI di Nguwet
Temanggung (Husni, 2008:272). Sementara itu penghadangan di jalan raya terhadap
lalu lintas musuh tidak putus-putusnya
dilakukan oleh pasukan gerilya. Aksi ini
sangat melelahkan pasukan Belanda
(Nasution,1979:51). Aksi-aksi ini merupakan kerja sama antara Tentara dan TP juga
masyarakat Temanggung diantaranya:
Pasukan TP Gedetacheerd bersama Havik
Soejono; Desa Jengkeling, pencegatan
patroli Belanda dengan TP yang pulang
patroli; Pertempuran di desa Balon, Citran,
dan Bledu Kandangan; Penyusupan ke
patroli Belanda di Selopampang; Serangan
TP ke Bantir markas Belanda Soemowono
pimpinan Soetarto

Sesuai dengan Perintah Siasat
Nomor 1 Panglima Besar untuk semua
Angkatan Perang menjalankan rencana
yang telah ditetapkan untuk menghadapi
serangan Belanda, maka tidak akan dilakukan pertahanan linier dengan pertimbangan bahwa dengan perang konvensional tidak akan berhasil mengalahkan
Belanda. Keunggulan Belanda dalam
persenjataan harus dihadapi dengan
perang gerilya yang inovatif. Tujuan dari
perang
gerilya
adalah
melelahkan,
mengacaukan, dan mengikis kekuatan
musuh.
Pertempuran terjadi di Temanggung, sepanjang bulan Februari, Maret dan
April 1949, merupakan masa-masa Brigade
9 pimpinan Letkol Ahmad Yani gencar
melakukan serangan. Pada tanggal 1

Pasukan TNI dan pejuang Temanggung secara gencar menyerang garis
perhubungan, garis logistik, pos, dan
58

Widya Sari Edisi Khusus
Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 53-61

pegunungan turun dan berkumpul di
daerah Kedu. R. Soemarsono yang pada
waktu itu menjabat menjadi Bupati
Temanggung juga turut bermarkas di
Kedu. Pada waktu itu Kedu menjadi pusat
Kota Temanggung Republik dari tanggal 1
September s/d 10 November 1949.
Pasukan Belanda yang waktu itu masih
menguasai Temanggung hanya boleh
berpatroli sampai pada batas/kring, patroli
pasukan Belanda hanya diberi jarak 1 km
dari kota, di luar itu daerah telah menjadi
daerah Republik. Pada tanggal 10
November 1949 Belanda meninggalkan
kota Temanggung dengan tenang dan
tanpa ada aksi tembak-menembak.

patroli Belanda. Bantuan yang diberikan
penduduk berupa makanan, intelijen,
petunjuk-petunjuk jalan, kurir, pasukan
territorial “pager desa”, dan early warning
system (sistem peringatan dini) apabila ada
gerakan pasukan Belanda. Bantuanbantuan itu memungkinkan pasukan gerilya
semakin mengembangkan inisiatif. Rintangan-rintangan di jalan pendekat yang
dipasang rakyat semakin berat dan
semakin sempurna dan terutama taktik
gerilya TNI semakin canggih (Himawan,
2006:341). Diluar bantuan tenaga, support
moril, pasokan bahan pangan, dan
perlindungan fisik, sumbangan yang tidak
ternilai dari rakyat Temanggung adalah
rakyat rela mempersembahkan putra-putri
terbaik mereka untuk perjuangan kemerdekaan (Husni, 2008:276).

Setelah Belanda meninggalkan
Temanggung, pasukan TNI dan Bupati R.
Soemarsono
mulai
masuk
Kota
Temanggung. Pada waktu itu kantor
Kabupaten menempati Kantor Jawatan
Sosial (RPCM), KDM menempati Kantor
Kabupaten sekarang, sedangkan polisi
bertempat di Gemoh (sekarang asrama
polisi). Pasukan TP masih berada di luar
kota untuk menjaga kekacauan, namun
akhirnya turut masuk pula ke kota
Temanggung sebanyak 1 regu di bawah
kompi Tjipto Darsono yang menempati
kantor Pos. Orang-orang sipil yang semula
ikut Belanda, akhirnya menyerahkan diri
kepada pemerintahan di Temanggung,
setelah pasukan Belanda meninggalkan
Temanggung. Mantan Tentara Pelajar yang
turut
mempertahankan
kemerdekaan,
berjuang dan terpaksa meninggalkan
sekolahnya, sebagian ada yang melanjutkan sekolah dan ada pula yang masuk ke
Akademi Militer.

Upaya Belanda untuk mengamankan
kedudukannya
di
Temanggung
dilakukan dengan menangkap siapa saja
yang dicurigai. Para pejuang dari TNI,
kelaskaran dan Tentara Pelajar, bahkan
rakyat biasa yang tertangkap dipenjarakan
di markas Inlichtingen Veiligheids Groep
(IVG/Badan Penyelidik Pemerintah Militer
Belanda). Jika tahanan merupakan orangorang yang dianggap berbahaya bagi
Belanda, mereka akan dibawa ke jembatan
Kali Progo untuk dieksekusi mati. Jumlah
korban mencapai ribuan orang.
Perundingan kembali dilakukan
antara Indonesia dengan Belanda. Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB)
berlangsung pada tanggal 23 Agustus-2
November 1949 dengan pokok tema
pengembalian kedaulatan RI. Berdasarkan
wawancara dengan Letda. Inf. (Purn)
Mundjiat (wawancara tanggal 18 Februari
2012), keadaan Temanggung selama
berlangsungnya perundingan antara pihak
RI dan Belanda, yaitu pada tanggal 1
September 1949 semua pasukan pejuang
yang sebelumnya bermarkas di daerah

KESIMPULAN
Belanda melancarkan serangan
besar-besaran ke Temanggung pada tanggal 21 Desember 1949. Pada 22 Desember
1948, Belanda berhasil menduduki kota
Temanggung yang hanya tinggal rerun59

Perjuangan Rakyat Temanggung Melawan Militer Belanda
(Titik Pardaningsih, Emy Wuryani, Sunardi)

tuhan karena aksi bumi hangus yang
dilakukan oleh TNI, pejuang dan rakyat
sebelumnya. Brigade T kembali bergerak
ke Yogyakarta, dan Temanggung dijaga
oleh V-Batalyon NICA dibantu serdadu kulit
putih KL hasil wajib militer di Belanda.
Pasukan ini dipimpin oleh Mayor A. Van
Zanten. Untuk menghadapi pendudukan
pasukan Belanda di Temanggung, TNI dan
rakyat melakukan perlawanan dengan
jalan:
1. Perlawanan gerilya. Fase perang
gerilya terjadi di Temanggung
sepanjang bulan Februari, Maret,
dan April 1949. Dibawah letkol
Ahmad Yani serangan gencar
dilakukan oleh TNI dan pejuang
terutama dari Tentara Pelajar. Dengan melakukan serangan mendadak, aksi pengacauan di daerah
yang diduduki Belanda, sabotase,
dan melakukan aksi penghadangan
patroli Belanda di jalan raya. Aksi
ini sangat melelahkan pasukan
Belanda.
2. Mendirikan pemerintahan darurat.
Banyak tokoh birokrasi menolak
untuk bekerjasama dengan Belanda dan memilih untuk menyingkir
ke pedalaman dan bersama TNI
membentuk pemerintahan darurat.
Kantor-kantor pemerintahan berpindah-pindah dan menggunakan
rumah warga.
3. Bantuan dari rakyat Temanggung.
Ada kerjasama yang rapi antara
rakyat, lurah membantu pemerintah darurat, TNI dan pejuang.
Rakyat dan lurah memberikan bantuan berupa makanan, petunjukpetunjuk jalan, kurir, dan pemondokan untuk pejuang yang lewat
dan bermalam di suatu desa. Bantuan dari rakyat ini memungkinkan
pasukan gerilya semakin mengembangkan inisiatifnya dalam meng-

hadapi Belanda. Rintangan-rintangan yang dibuat rakyat semakin
hari semakin sempurna sehingga
merepotkan Belanda. Selain itu
kerelaan rakyat untuk merelakan
anak-anak mereka berjuang demi
mempertahankan
kemerdekaan
merupakan sumbangan terbesar
bagi perjuangan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Emy Wuryani. 2006. Perang Kemerdekaan
di Magelang 1948-1949. Salatiga:
Widya Sari Press
Himawan Soetarto. 2006. Yogyakarta 19

Desember 1948: Jenderal Spoor
(Operatie Kraai) versus Jenderal
Sudirman (Perintah Siasat No. 1).
Jakarta. Gramedia
Husni Tamrin, Putut Tri Husodo, Soediran.
2008. Geger Doorstoot Perjuangan

Rakyat Temanggung 1945-1950.
Temanggung:
Dewan
Harian
Cabang
Badan
Pembudayaan
Kejuangan 45.
Kahin,

George

McTurnan.

1995.

Nasionalisme
dan
Revolusi
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kansil C. S. T., dan Julianto. 1988. Sejarah

Perjuangan
Pergerakan
Kebangsaan Indonesia: Pendidikan
Sejarah
Perjuangan
Bangsa.
Jakarta: Erlangga.

Sekitar
Perang Kemerdekaan Indonesia
Jilid 10: Perang Gerilya Semesta II.

Nasution.

Abdul

Haris.

1979.

Bandung : Angkasa
Sartono Kartodirdjo. 1984. Kepemimpinan
dalam Dimensi Sosial. Jakarta:
LP3ES

60

Widya Sari Edisi Khusus
Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 53-61

Sudharmono. 1981. 30 Tahun Indonesia
Merdeka Jilid 1. Jakarta: PT. Tira
Pustaka.

Sejarah
Pergerakan
Nasional: Dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908-1945. Jakarta:

Suhartono.1994.

Pustaka Pelajar
Majalah dan arsip
Gema Bhumi Phala. 2009.

November.
Temanggung Setelah Proklamasi.
Majalah Pemkab Temanggung.

Internet
https://id.answers.yahoo.com/question//in
dex?qid=20120910054403AAqnoao
diakses pada tanggal 15 Juni 2014

61

Dokumen yang terkait

J00889

0 1 9