MENYEBAR SEMANGAT SPMI MENUJU BUDAYA MUTU DI STT PLN

PRAKTIK BAIK SISTEM PENJAMINAN
MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI
Hambatan atau Kendala yang dihadapi Dalam Menerapkan Sistem
Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

MENYEBAR SEMANGAT SPMI MENUJU BUDAYA MUTU DI
STT-PLN
EFY YOSRITA *
*SEKOLAH TINGGI TEKNIK PLN, KEPALA SATUAN PENJAMINAN MUTU AKADEMIK STT-PLN

Abstract
MENYEBAR SEMANGAT SPMI MENUJU BUDAYA MUTU DI STT-PLN
Efy Yosrita*)
Berjalannya budaya mutu di lingkungan sebuah perguruan tinggi merupakan mimpi bagi seluruh
perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Namun untuk merealisasikan mimpi tersebut tidaklah
mudah, penuh dengan tantangan, perjuangan dan menguji kesabaran para pelaku penjaminan mutu
internal perguruan tinggi, begitu juga di STT-PLN. Banyak lika liku yang harus dilalui agar tecipta
dan terlaksananya sistem penjaminan mutu di STT-PLN dan hal itu harus terus di perjuangkan
hingga hari ini bahkan seterusnya.
Pada awal tahun 2011, sistem penjaminan mutu internal (SPMI) di STT-PLN bukanlah sesuatu yang
familiar. Penerapan SPMI di STT-PLN dimulai setelah dilakukan restrukturisasi di STT-PLN, dimana

dalam struktur organisasi STT-PLN terdapat Badan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), unit kerja
yang menangani SPMI yang dipimpin seorang kepala Bagian seorang Kepala Seksie Akreditasi.
Merupakan tugas yang berat bagi BPMP untuk menyebarkan semangat menerapkan SPMI di STTPLN, karena selama ini mind set dari sivitas akademika bahwa yang terpenting dari kegiatan
akademik yaitu berjalannya perkuliahan secara rutin. Pada tahap awal penerapan SPMI di STTPLN, BPMP harus menyediakan dokumen- dokumen mutu yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
SPMI. Dengan pengetahuan yang masih minim, BPMP mencoba menyediakan dokumen-dokumen
tersebut melalui internet, dengan prinsip ATM ( amati, tiru dan modifikasi), BPMP menyediakan satu
persatu dokumen SPMI. Pada tahun berikutnya BPMP mulai melaksanakan Audit Mutu Internal
(AMI), karena ini merupakan hal yang baru maka BPMP menghadapi kesulitan menyiapkan Auditor
untuk melaksanakan AMI, beruntung beberapa dosen senior pensiunan PLN merupakan auditor,
sehingga BPMP dapat melaksanakan AMI. Target di tahun pertama pelaksanaan AMI tidak mulukmuluk, hanya mengenalkan apa itu AMI dan mensosialisasikan perbedaan antara AMI dengan audit
yang dilaksanakan oleh BPK. Pada pelaksanaan AMI di tahun pertama penuh dengan tantangan,
karena para Ketua Jurusan dan Bagian masih berfikir AMI itu sama dengan audit yang dilaksanakan
oleh BPK, yang akhirnya akan merusak citra dari Ketua Jurusan atau Bagian jika ditemukan suatu
ketidaksesuaian. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa Ketua Jurusan atau Ketua Bagian yang
berusaha untuk menutupi data-data/ informasi yang diperlukan untuk AMI, sehingga auditor

menjelaskan jika sebaiknya data-data/ informasi itu diberikan dengan sebenarnya agar, dapat di cari
jalan perbaikannnya. Alhamdulillah, walaupun dengan berbagai kekurangan, AMI siklus pertama
dapat dilaksanakan pada 17 sampai dengan 24 Juni 2013.
Evaluasi pelaksanaan AMI pertama, adalah :

a. Kurangnya jumlah Auditor
b. kurangnya pengetahuan tentang SPMI di kalangan Ketua Jurusan dan Kepala
Bagian
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka program kerja BPMP selanjutnya mengadakan pelatihan
SPMI dan AMI dengan tujuan :
a. Mensosialisasikan tentang SPMI dan AMI kepada Ketua Jurusan, Sekretaris
Jurusan
serta dosen tetap STT-PLN
b. Melahirkan auditor-auditor internal baru untuk melaksanakan AMI. Manfaat
diadakannya pelatihan SPMI dan AMI yaitu: a. Bertambahnya jumlah Auditor internal b. Ketua
Jurusan / Kepala Bagian mulai menerapkan SPMI di Jurusan/ Bagian
Pada tahun 2015, kembali dilakukan restrukturisasi, dimana terjadi perubahan nama dari BPMP
menjadi Satuan Penjaminan Mutu Akademik (SPMA). Formasi SPMA lebih lengkap dari sebelumnya
dimana terdiri dari seorang kepala dibantu tiga orang Kepala Seksie yaitu :
a. Kasie Akreditasi yang mengoordinir akreditasi jurusan dan institusi;
b. Kasie Monev yang mengelola pelaksanaan monev untuk seluruh kegiatan di
Jurusan
dan unit kerja di STT-PLN dan ;
c. Kasie AMI yang mengordinir pelaksanaan AMI di STT-PLN.
Dengan struktur organisasi yang baru serta SDM yang minim pengetahuan tentang SPMI dan AMI,

merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kepala SPMA agar SPMI dapat dilaksanakan secara
berkelanjutan. Beberapa langkah yang dilakukan oleh kepala SPMA adalah dengan :
1. Menguatkan Kedalam, dalam arti melakukan beberapa usaha agar tim SPMA
dapat
lebih memahami apa itu SPMI dan menjadi duta SPMI, sehingga dapat
mensosialisasikan
kepada yang lain dilinkungan STT-PLN. Beberapa usaha yang
dilaksanakan yaitu, dengan :
a.
Mengirimkan beberapa anggota tim SPMA untuk mengikuti pelatihan
tentang SPMI dan AMI, baik yang dilaksanakan dilingkungan STT-PLN,
maupun diluar
lingkungan STT-PLN seperti pelatihan yang diadakan oleh
kopertis 3.
b.
Memberi pemahaman kepada tim SPMA melalui dikusi, tentang bagaimana
agar
SPMI dan AMI dapat dilaksanakan secara berkelanjutan di STT-PLN
c.
Memberi pengarahan teknis kepada tim, bagaimana melaksanakan SPMI

sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan oleh pemerintah, terutama
bidang
monitoring dan monev, yang belum berjalan efektif
d.
Memberikan konsultasi kepada tim, bila ada yang belum jelas dalam
melaksanakan tugasnya
2. Menyebarkan keluar, dalam arti seluruh tim harus menjadi duta SPMI yang selalu
mensosialisasikan kepada Jurusan dan unit kerja secara berkelanjutan mengenai
pelaksanaan
SPMI dan AMI disetiap unit kerja dengan cara :
a.
Setiap anggota tim memberi penjelasan dan pemahaman kepada jurusan/
Bagian tentang teknis pelaksanaan SPMI baik secara formal maupun
informal
b.
Mengadakan sosialisasi terkait kebijakan-kebijakan SPMI yang akan
dilaksanakan
c.
Mengadakan pelatihan mengenai SPMI dan AMI bagi dosen tetap STT-PLN
d.

Memberikan konsultasi teknis bagi jurusan/ bagian yang membutuhkan
Dalam setiap perjalanan, pasti akan ditemui masalah/ kendala, demikian juga dalam menjalankan
SPMI, SPMA menemui beberapa masalah/ kendala, diantaranya :
1. Belum lengkapnya formulir monev untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di
STT-

PLN.
2. Jumlah Auditor yang masih belum memadai
3. Berubahnya kebijakan pemeritah mengenai standar mutu dari 8 standar menjadi 24
standar
SNPT,
Untuk menjawab permasalahan diatas, strategi yang di buat oleh SPMA yaitu :
1. Untuk masalah kurang lengkapnya formulir monev,
Pada tahap awal, SPMA mencari referensi melalui internet, tapi ternyata
hasilnya tidak optimal, karena sangat sedikit refernsi yang diperoleh.
Melakukan studi banding ke perguruan tinggi yang sudah melaksanakan
SPMI sejak lama., hal ini masih belum optimal, karena hanya sebatas
review
pengalaman perguruan tinggi tersebut dalam membangun dan
menjalankan SPMI di

kampusnya.
Mengikut sertakan ketua SPMA dalam pelatihan tentang SNPT, SPMI dan
SPME yang diadakan oleh kopertis 3, dalam pelatihan tersebut kepala
SPMA
berusaha untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari permasalahn
yang dihadapi, dan
setelah mengikuti beberapa pelatihan, kepala SPMA
mendapat pencerahan dan keyakinan
bahwa untuk formulir monev itu
bersifat unik untuk setiap kampusnya, sehingga
saya benar- benar harus
mendesain formulir monev yang sesuai dengan SPMI yang ada
di STTPLN. Selesai mengikuti pelatihan kepala SPMA mulai menyusun formulir
monev, cara yang ditempuh adalah dengan mengamati karakteristik
kegiatan
SPMI yang dilakukan dan membuat daftar yang perlu diperhatikan :
1.
Siapa pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan
2.
Siapa pihak pelaksana lapangan kegiatan tersebut

3.
Menentukan waktu pengawasan kegiatan
4.
Merekam/ mencatat permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan
5.
Merekam/mencatat solusi yang diambil dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi
Dari lima point dasar tersebut, kepala SPMA akhirnya dapat membuat formulir monev untuk
kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan di STT-PLN, sampai saat ini SPMA masih terus melengkapi
formulir monev untuk semua kegiatan di STT-PLN.
2. Untuk meningkatkan jumlah Auditor internal, SPMA konsisten mengadakan
pelatihan
SPMI dan AMI bagi dosen tetap STT-PLN dengan meningkatkan kuota
peserta , yang awalnya
2 orang peserta dari setiap program studi, di tambah
menjadi 3 orang peserta per prodi,
sehingga diharapkan dari satu kali pelatihan
dihasilkan 21 orang auditor internal baru. Agar
seorang dosen dapat menjadi

auditor, ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu :
a.
Mengikuti pelatihan SPMI dan AMI
b.
Menjadi auditor magang
c.
Menjadi Auditor
3. Hal yang dilakukan SPMA ketika terbitnya kebijakan pemerintah yang tertuang
dalam
PERMENRITEKDIKTI No 44 tahun 2015 tentang SNPT, adalah mencari
referensi melalui
internet, melakukan studi banding, dan mengikuti pelatihan yang
dilaksanakan oleh kopertis 3
tentang SPMI, dari pelatihan tersebut di peroleh ilmu
bagaimana menyusun standar SMPI agar
mudah di akses (penjilidan). Sampai
saat ini, STT-PLN masih dalam proses menyusunan
Standar yang mengacu pada
PERMENRISTEKDIKTI No 44 tahun 2015 tentang SNPT.
Program kerja SPMA kedepannya adalah:

1.
Memberikan penghargaan kepada program studi yang telah melaksanakan
SPMI
dengan baik di program studinya dengan mengadakan Pemilihan
Program Studi
Pelaksana SPMI Terbaik

2.
Mengadakan sharing knowledge penerapan SPMI antar Jurusan / Bagian, sebagai media
berbagi pengalaman dalam melaksanakan SPMI di unit kerjanya masing-masing, sehingga
diharapkan akan dapat saling memotivasi.
Perjalanan SPMA untuk terus menyebarkan semangat melaksanakan SPMI di STT-PLN,
masih panjang dan penuh tantangan, hal tersebut bukanlah penghalang, tapi tantangan yang harus
di jawab oleh SPMA khususnya dan STT-PLN pada umumnya, agar budaya mutu tetap dilaksanakan
secara berkelanjutan