PEMILIHAN UMUM , PERBEDAAN SISTEM PEMILU TAHUN 2009 DENGAN 2014 BAB I PENDAHULUAN - PEMILU – PEMILIHAN UMUM

  PEMILIHAN UMUM , PERBEDAAN SISTEM PEMILU TAHUN 2009 DENGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum merupakan manifestasi pelaksanaan kedaulatan rakyat. Rakyat sesuai dengan nuraninya memilih calon-calon pemimpin bangsa yang akan mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh Karena itu, Pemilu harus dijalankan dengan Demokratis dan Berwibawa. Selain itu, sesuai dengan amanat reformasi, penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Dengan kata lain pemilu adalah pasar politik tempat individu atau masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial. Antara peserta pemilihan umum (partai politik) dan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa. Hakikat Pemilu adalah pembaharuan kontrak sosial dalam negara yang menerapkan demokrasi sebagai prinsip penyelanggaraan pemerintah. Pemilu merupakan media bagi rakyat untuk menyatakan kedaulataanya. Pemilu bertujuan untuk menyelenggarakan perubahan kekuasaan pemerintahan secara teratur dan damai sesuai dengan mekanisme yang dijamin oleh konstitusi. Dengan demikian, Pemilu menjadi prasyarat dalam kehidupan demokratis. Melalui pemilu sebenarnya rakyat sebagai pemegang kedaulatan akan melaksanakan kegiatan- kegiatan berikut : a. Memperbaharui kontrak sosial

  b. Memilih pemerintahan baru

  c. Menaruh harapan baru dengan adanya pemerintahan baru Pemilu yang berkualitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi proses dan hasilnya. Pemilu dapat dikatakan berkualitas dari sisi prosesnya. apabila Pemilu itu berlangsung secara demokratis, aman, tertib, dan lancar, serta jujur dan adil. sedangkan apabila dilihat dari sisi hasilnya, Pemilu itu harus dapat menghasilkan wakil- wakil rakyat dan pemimpin negara yang mampu menyejahterakan rakyat, di samping dapat pula mengangkat harkat dan martabat bangsa, di mata dunia Internasional.

  1.2 Rumusan Masalah 1. Menganalisis Undang-Undang Pemilu Tahun 2009.

  2. Menganalisis Undang-Undang Pemilu Tahun 2014.

  3. Perbandingan Undang-Undang Pemilu Tahun 2009 dan Tahun 2014.

  1.3 Tujuan Dalam pembuatan makalah ini bertujuan: 1. Mengetahui tentang Undang-Undang Pemilu Tahun 2009.

  2. Mengetahui tentang Undang-Undang Pemilu Tahun 2014.

  3. Mengetahui perbandingan Undang-Undang Pemilu Tahun 2009 dan Tahun 2014.

  1.4 Manfaat Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

  1. Bagi Mahasiswa Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dan dapat memberikan informasi tentang Undang-Undang Pemilu Tahun 2009 dan Undang-Undang Tahun 2014 dan memberikan perbandingan Undang-Undang Pemilu Tahun 2009 dan Tahun 2014, serta mengetahui secara rinci system perubahan undang-undang pemilu tahun 2009 dan 2014.

BAB II PEMBAHASAN

  2.1 Pendapat Pemilihan umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Penyelenggaraan pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil hanya dapat terwujud apabila penyelenggaraan pemilu mempunyai integritas yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil dan politik dari warga Negara.

  Penyelenggaraan pemilu yang lemah akan berpotensi menghambat terwujudnya pemilu yang berkualitas. Penyelenggaraan pemilu memiliki tugas menyelenggarakan pemilu dengan kelembagaan yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Salah satu factor penting bagi keberhasilan penyelenggaraan pemilu terletak pada kesiapan dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri, yaitu Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu sebagai satu kesatuan penyelenggaraan pemilu. Ketika institusi ini telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyelenggarakan pemilu menurut fungsi, tugas, dan kewenangannya masing-masing. Sehubungan dengan penyelenggaraan pemilu 2009 yang belum berjalan secara optimal, maka diperlukan langkah-langkah perbaikan menuju peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu. Dan berikut adalah hasil analisis kami tentang landasan hokum dan aturan yang digunakan pada pemilu 2009 dan pemilu yang akan dating yaitu pemilu 2014.

  2.2 Menganalisis Undang-Undang Pemilu Tahun 2009

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

  Menimbang :

  a. Bahwa untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal

  22E ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diselenggarakan pemilihan umum; b. Bahwa pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan

  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  c. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan perwakilan rakyat daerah menjadi undang-undang dan undang-undang nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum serta adanya perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat, maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Prwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, perlu diganti;

  d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf

  c, perlu membentuk undang-undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Mengingat : 1.

  Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 22E, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal

  24C, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 30 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721);

  3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);

  Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

  Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.

  

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945.

  3. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  4. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disebut DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

  7. Komisi pemilihan umum provinsi dan komisi pemilihan umum kabupaten/kota, selanjutnya disebut KPU provinsi dan KPU Kabupaten/kota, adalah penyelenggara pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.

  8. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut kecamatan.

  9. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat desa atau sebutan lain/kelurahan, yang selanjutnya disebut desa/kelurahan.

  10. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri.

  11. Kelompok penyelenggara pemungutan suara, selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara ditempat pemungutan suara.

  12. Kelompok penyelenggara pemungutan suara luar negeri, selanjutnya disebut KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara ditempat pemungutan suara di luar negeri.

  13. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disebut TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.

  14. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disebut TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.

  15. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  16. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/kota, selanjutnya di sebut Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, adalah panitia yang di bentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

  17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu kabupaten/kota untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah kecamatan.

  18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu didesa/kelurahan.

  19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi

  20. Penduduk adalah warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah republik Indonesia atau di luar negeri.

  21. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.

  22. Pemilih adalah warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

  23. Peserta Pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan perseorangan untuk pemilu anggota DPD.

  24. Partai Politik Peseta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu.

  25. Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu.

  26. Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu.

  27. Bilangan Pembagi pemilihan bagi DPR, yang selanjutnya dissebut BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu dikurangi jumlah suara partai poltik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara 2,5 % (dua koma lima perseratus) dari jumlah perolehan suara sah secara nasional dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan unuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan terpilihnya anggota DPR.

  28. Bilangan pembagi pemilihan bagi DPRD, yang selanjutnya disebut BPP DPRD, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan terpilihnya anggota DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

  2.3 Menganalisis Undang-Undang Pemilu Tahun 2014

  UU REPUBLIK INDONESIA NO 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. a. bahwa untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD pemilihan umum sebagai saranan perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab berdasarkan pancasila dan UUD RI 1945

  b. bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkanya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

  c. bahwa UU No 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD perlu diganti sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat.

  d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk UU tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD .

  Mengingat :

  Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), pasal 18 ayat (3), pasal 19 ayat (1), pasal 20, pasal 22 C ayat (1) Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

  dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

  Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PENJELASAN UMUM

  Pasal 1 ayat (2), UUD RI Tahun 1945 menyatakan bahwa : Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Makna dari kedaulatan berada ditangan rakyat adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan . dan perwujudan kedaulatan rakyat melalui pemilu secara langsung sebagai sarana untuk memilih wakilnya yang akan enjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat UU sebagai landasan bagi semua pihak diNegara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai fungsi-fungsi terseebut. Sesuai dengan pasal 22E ayat (6) UUD Negara Republi Indonesia th. 1945, pemilu untuk memilih memilih DPR, DPD, dan DPRD diselenggarakan berdasarkan asas langsung ,

  umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 th sekali. Pemilu diselenggarakan dengan

  menjamin prinsip keterwakilan, yang artinya setiap orang warga Negara Indonesia dijamin memiliki wakil yang duuk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat disetiap tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil merupakan syarat mutlak mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat menjalankan fungsi kelembagaan legislatif secara optimal. Penyelenggaraan pemilu yang baik dan berkualitas akan meningkatkan derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan keterwakilan yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga Negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status social. Setiap warga Negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihanya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga Negara dijamin keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai hati nurani. Dalam penyelenggaraan pemilu ini, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Penggantian UU nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD diperlukan untuk penyempurnaan system pemilu DPR, DPD, DPRD sebagai aktualisasi dari penyelenggaraan kehidupan bernegara dan pemerintah yang berdasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi yang memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu dari waktu- kewaktu secara konsisten khususnya berdasarkan dari pengalaman pelaksanaan pemilu 2009. Upaya memperbaiki penyelenggaraan pemilu ini merupakan bagian dari proses penguatan dan pendalaman dari demokrasi serta upaya mewujudkan tata pemerintahan presidensil yang efektif. Dengan adanya pergantian UU Nomor 10 tahun 2008 ini diupayakan proses demokratisasi tetap berlangsung menjadi pemilu yang lebih berkualitas dan pada saat yang bersamaan proses demokratisasi berjalan dengan baik , terkelola, dan terlembaga. Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggyng jawaban yang jelas, maka penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengganti landasan hukum penyelenggaraan pemilu yang tertian dalam UU No 10 Tahun 2008 seperti diatas. Sebagai mana telah diubah dengan UU No 17 Tahun 2009 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No 10 Tahun 2008 menjadi undang-undang. Dengan UU baru yang lebih komprehensif dan sesuai untuk menjawab tantangan permasalahan baru dalam penyelenggaraan pemilu.

  Didalam UU ini diatur beberapa perubahan pokok tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, khusunya yang berkaitan dengan penyempurnaan tahapan penyelenggaraan pemilu, pendaftaran parpol menjadi peserta pemilu, batas waktu verifikasi parpol calon peserta pemilu, mekanisme penyelenggaraan hak mmemilih warga Negara RI, system informasi data pemilih, penyusunan daftar pemilih, kampanye pemilu, pemungutan suara, kreteria penyusan daerah pemilih, penentuan ambang batas, system pemilu proporsional, penetapan calon terpilih, dan penanganan laporan pelanggaran pemilu, serta pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, sengketa pemilu, tindakan pidana pemilu, sengketa tata usaha Negara pemilu, dan perselisihan hasil pemilu.

  Penyempurnaan tahap penyelenggeraan pemilu dilakukan dengan teratur bahwa tapanp penyelenggaraan pemilu dimulai sekurang-kurangnya 22 bulan sebelum hari pemungutan suara dan tapap tersebut dimualai sejak penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu. Penguatan persyaratan parpol menjadi peserta pemilu diatur denhan memperketat persyaratan kepengurusan parpol ditingkat provinsi, kabupaten/ kota yang bersangkutan dan jumlah kecamatan dikota kabupaten yang bersangkutan. Undang-undang ini juga mengatur bahwa pendaftaran parpol menjadi peserta pemilu yang dimulai paling lambat 15 bulan sebelum hari pemungutan suara dan verifikasi parpol calon peserta pemilu yang mendaftar sebagai peserta pemilu harus sudah diselesaikan paling lambat 18 bulan sebelum hari pemungutan suara. Perlindungan hak konstitusinal WNI yang belum terdaftar sebagai pemilih diatur dengan jaminan hak memilih dengan menggunakan KTP/Paspor. Melalui UU ini juga dibentuk system informasi data pemilih yang berisi data pemilih secara nasional yang wajib dipelihara dan dimtahirkan oleh komosi pemilihan umum kab/kota agar dapat digunakan dalam pemilu selanjutnya. Mekanisme pemilihan suara dilakukan denaggan cara mencoblos satu kali pada nomor atau nama calon pada surat suara. Kriteria penyusunan daerah pemilihan, ambang batas parlemen, system pemilu proporsional, konversi suara menjadi kursi, penetapan calon terpilih terpilih anggota DPR,DPD,DPRD kab/kota dari parpol peserta pemilu ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. Perubahan-perubahan ini tidak bukan untuk memperkuatan lembaga Dperwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan system multi partai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan system pemerintahan presidensil sebagaimana dimaksudkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.

  2.4 Perbandingan UU Pemilu Tahun 2009 dan Pemilu Tahun 2014

  Perbedaan UU Pemilu Tahun 2009 dan Pemilu Tahun 2014 PEMILU TAHUN 2009 PEMILU TAHUN 2014

  Menimbang : Menimbang : Ada pengelompokan fungsi tugas dari Tugas DPR, DPD, dan DPRD yaitu sama.   DPR, DPD, dan DPRD.

  Mengingat : Mengingat : Di dalam UU Pemilu Tahun 2009 terdapat 

   Di dalam UU Pemilu Tahun 2014 tidak banyak pasal yang perlu kita pahami terlalu banyak menggunakan Pasal. dengan teliti, dan ada beberapa pasal yang ada pada UU pemilu tahun 2009 tetapi tidak ada pada UU pemilu tahun 2014, misalnya: Pasal 2 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28C ayat (2).

   Pasal 1 ayat 27 : Disebutkan bahwa Partai

  Pasal 1 ayat 14 : Tentang petugas  politik yang tidak memenuhi 2,5% dari pemutakhiran data pemilih, selanjutnya ambang batas perolehan suara dapat disebut…………

  Pasal 1 ayat 18 : Tentang penjelasan  dipastikan tidak dapat disebut sebagai DPR-DPD. adanya pembagian badan pengawas pemilu provinsi. BAB II Pasal 4 ayat 2: Ada penambahan bahwa  perencanaan program dan anggaran serta penyusunan……

BAB III BAB III

   Pasal 8 Tahun 2009 hanya terdapat 7

  Pasal 8 Tahun 2014 memiliki 2 (dua) ayat.   (tujuh) ayat Perbedaan Pasal 8 ayat (1) Tahun 2014 :

  Disebutkan bahwa partai politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu pada pemilu berikutnya. Serta persyaratan peserta pemilu di Tahun  2014 mengalam penambahan 2 Poin yaitu:

  Memiliki kepengurusan di 75% jumlah  kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Menyerahkan nomor rekening dana  kampanye pemilu atas nama partai politik kepada KPU.

BAB III PENUTUP

  3.1 Kesimpulan Sistem hukum yang digunakan pada saat pemilu 2009 itu dianggap kurang efektif dan efisien dalam menjaring wakil-wakil rakyat yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengganti landasan hukum penyelenggaraan pemilu yang tertuang dalam UU Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 tahun 2009 tentang penetapan PP pengganti UU Nomor 1 tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi undang-undang. Dengan UU baru yang lebih komprehensif dan sesuai untuk menjawab tantangan permasalahan baru dalam

  3.2 Saran Dengan adanya perubahan UU pemilu 2014 diharapkan terjaring para wakil rakyat yang ideal, dan dengan adanya perubahan aturan pemilu ini jumlah partai politik yang masuk ke dalam anggota pemilu hanya berjumlah 10 parpol sehingga masyarakat dapat dengan mudah memilih calon legislatif. Dan jadikanlah aturan pemilu ini sebagai acuan untuk menciptakan partai politik yang sesuai kreteria yang diinginkan rakyat. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga dengan makalah ini kita semua dapat belajar tentang landasan hukum yang digunakan pada saat pemilu 2009 dan pemilu yang akan dating yaitu pemilu 2014. Atas kurang dan lebihnya kami ucapkan mohon maaf dan terima kasih.

  

DAFTAR PUSTAKA

Grafika sinar redaksi. Uu pemilu 2012. Jakarta: sinar grafika. 2012.

  Yustisia pustaka. Uu pemilu 2011. Yogyakarta 2012 Profile partai politik peserta pemilu 2009. Yogyakarta. Pustaka timur: 2008

  1. Keabsahan Regulasi sebagai Dasar Fundamental elaksanaan Pemilu 2014 yang baru saja digugat kemarin

  2.DPT yang belum tuntas, sehingga memicu potensi adanya suara Ilegal dan pengelembungan suara bagi partai tertentu

3. Dana Saksi Parpol

  4. Sosialisasi caleg yang tidak teratur mulai dari perusakan ekologi, dan juga "barang" yang dijual bukanlah program melainkan hanya wajah semata

  

5.Majelis membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat

(2) dan Pasal 112 UU No. 42 Tahun 2008 Perbedaan

  1. pertama besaran Parlementary Threshold, sesuai dengan ketentuan

  pasal 208 besaran ambang batas adalah 3,5 %. Kursi hanya diberikan pada parpol yang mencapai ambang batas 3,5 % secara

nasional dari suara sah. Angka ini naik cukup signifikan karena

pemilu sebelumnya angkanya sebesar 2,5 %

2. Untuk mendaftar di KPU hrs mempunyai kepengurusan dan kantor

  tetap di setiap provinsi (100%), 75 % kepengurusan dan kantor tetap di Kabupaten/Kota dan kepengurusan di kecamatan 50%. Ketentuan

yang lama 75 % di Provinsi dan 50 % di kabuaten/kota (Pasal8)