IMPLIKASI HAK KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN TANAH KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK UTARA IMPLICATIONS OF THE RIGHT FOR UNITY OF CUSTOMARY LAW COMMUNITIES IN THE MANAGEMENT OF FOREST AREA LAND IN THE REGENCY OF NORTH LOMBOK (STUDY OF LA
IMPLIKASI HAK KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN TANAH KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN LOMBOK UTARA
IMPLICATIONS OF THE RIGHT FOR UNITY OF CUSTOMARY LAW COMMUNITIES IN THE MANAGEMENT OF FOREST AREA LAND IN THE REGENCY OF NORTH LOMBOK (STUDY OF LAW NO. 41 YEAR 1999 CONCERNING FORESTRY)
Mawardi
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram Email : wardi_18@yahoo.com
Naskah diterima : 28/08/2013; direvisi : 10/09/2013; disetujui : 16/10/2013
A bstrAct
In case the concept of “right” is perceived in an opposite view by the Adat Law community and the country, then every regulation concerning right will be accepted in a different way too. Meanwhile “regulation” is in the field of the country authority where the Adat Law community forced to obey their regulations. In Law Number 41 concerning Forestry regulated that an Adat Law community has not entitled to manage forestry land as far as their existence has not recognized by the state although the Adat Law community has made a claim that management on forestry land was part of their congenital right and right on their ancestors root that they already have even before the declaration of Indonesia’s independence. Therefore, its implication caused conflict between the Adat Law community against the state / government keep on growing. The community continues managing the forest as their ancestor’s cultural basic while the state keep forcing their regulation on Adat Law community. In the end the number of violation against regulation of the management of forest resource keep on increasing, hence the forests are no longer a source of public welfare but oppositely has become a source of disaster for the Adat Law community. In this case the solution would be “the harmony” and “balance” of the state’s regulation on the Adat Law community. Keywords: Right, Forest Management, Law Enforcement.
A bStrAk
Jika konsep “hak” dipersepsikan berbeda oleh masyarakat hukum adat dan negara, maka regulasi atas hak pun menjadi berbeda. Sementara, regulasi berada pada kekuasaan negara, sehingga masyarakat hukum adat dipaksa harus tunduk pada regulasinya. Dalam Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, masyarakat hukum adat tidak berhak atas pengelolaan tanah kawasan hutan, jika eksistensinya belum diakui oleh negara. Padahal, masyarakat hukum adat telah mengklaim pengelolaan hutan sebagai hak bawaan dan hak asal usul leluhur mereka, bahkan sejak negara Indonesia belum merdeka. Implikasinya, konflik antara masyarakat hukum adat dan negara/pemerintah atas hak pengelolaan tanah kawasan hutan, terus terjadi. Masyarakat hukum adat tetap bertahan mengelola hutan sebagai basis tradisi leluhur mereka, sementara, negara bersikukuh menegakkan hukumnya bagi masyarakat adat.Akibatnya, pelanggaran atas hukum pengelolaan sumber daya hutan terus meningkat. Sehingga, hutan tidak lagi menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat, tetapi sebaliknya menjadi malepetaka bagi masyarakat hukum adat. Solusinya, dibutuhkan “keserasian” dan “keseimbangan” regulasi oleh negara bagi masyarakat hukum adat
Kata Kunci : Hak, Pengelolaan Hutan dan Penegakan Hukum
IUS 553 Kajian Hukum dan Keadilan
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575 PENDAHULUAN
kum adat dan dinas kehutanan propinsi Nusa Tenggara Barat. 2
P erubAhAn undAng - undAng seyogyanya memberi makna perubahan atas kelema-
Fakta di atas menunjukkan bahwa han undang-undang sebelumnya. Namun, pertama, Undang-Undang Nomor 41 Tahun keberadaan itu tidak berlaku bagi undang- 1999 tentang Kehutanan belum dapat men- undang Nomor 41 tahun 1999 Kehutanan. jadi payung perlindungan hukum bagi upa- “...Undang-undang tersebut secara ideologis ya pemenuhan hak-hak masyarakat hukum dan substansial tidak berbeda atau sama adat dalam pengelolaan tanah kawasan dengan UU. No. 5 Tahun 1967”.1 Regu- hutan. Subtansi Undang-Undang Dasar lasi diskriminatif bagi masyarakat hukum Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adat atas hak pengelolaan tanah kawasan amandemen keempat, dalam Pasal 18B ayat
hutan masih saja berlaku. Misalnya, ter- 2 tentang pengakuan dan penghormatan hadap bentuk pengakuan dan penghor- negara atas kesatuan-kesatuan masyarakat matan sepanjang kenyataannya masih ada, hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya hal ini menunjukkan pengakuan setengah dibatasi oleh Undang-Undang No. 41 ta- hati bagi eksistensi masyarakat hukum hun 1999 tentang Kehutanan melalui Pasal adat. Sebutan HPH, HPHH, HTI hanya
5 ayat 1 tentang status hutan dan Pasal 67 berganti sebutan menjadi hutan produksi. (1,2 dan 3) tentang eksistensi dan pengelo- Sementara, keberpihakan regulasi pada ke- laan hutan oleh masyarakat hukum adat. pentingan modal masih terus mendominasi.
Kedua, Positivisasi hukum tidak serta Implikasinya, konflik hak pengelolaan atas membuat masyarakat hukum adat tunduk, tanah kawasan hutan masih kerap terjadi.
justeru struktur sosial dan hukumnya ter-
Secara faktual, di Kabupaten Lombok us menguat menjadi pedoman dan kontrol Utara terdapat beberapa kasus yang mencer- prilaku serta menjadi jaminan atas hak-hak minkan pergolakan masyarakat hukum masyarakatnya. Akibatnya, penegakan hu- adat dan negara dalam hal pengelolaan ta- kum atas hak pengelolaan tanah kawasan nah kawasan hutan. Diantaranya, pertama, hutan seringkali mendapat perlawanan dan kasus status hukum atas penguasaan tanah penentangan dari masyarakat hukum adat Government Grond (GG) dan pengelolaan- di Kabupaten Lombok Utara. Diantara pe- nya di kawasan hutan Rempek kecamatan nyebabnya, dalam hasil penelitian Yulidi- Gangga., Kedua , kasus penolakan masyara- lastiantoro dan Sulistioni, yang menegas- kat hukum adat di Bentek dan sekitarnya kan bahwa : “..penolakan masyarakat adat atas program Hak Pengusahaan Hutan dalam pengelolaan hutan, muncul karena (HPH) oleh PT. Angkawijaya dan berujung beberapa sebab, yaitu : 1) kerusakan hutan pada pengusiran dan pembakaran fasilitas adat yang terjadi karena aktivitas pene- HPH., Ketiga, Penolakan Program Hutan bangan lokasi hutan adat (Lempeng Bajur Kemasyarakatan (HKM) oleh masayarakat Sajang), dan sekitar kawasan hutan adat hukum adat di Kecamatan Gangga, dan Ke- Pawang Buani di Desa Bentek, 2) semakin empat, Penolakan masyarakat atas penerbi- menyempitnya luas hutan adat di bayan… tan serifikat prona oleh BPN atas 84 orang ”. 3 pada tanah Government Grond (GG) yang
Ketiga, Penegakan UU. No. 41 Tahun dipersengketakan antara masyarakat hu- 1999 tetang Kehutanan dan mengakarnya
2 Obesrvasi, 13 November 2012. 1 I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam
3 C. Yudilastiantoro dan Sulistiono, Hak Masyarakat dalam Perspektif Antropologi Hukum, (Jakarta:Prestasi
Adat Dalam Pengelolaan Hutan Adat di Lombok Barat”, Pustaka,2008), hlm. 234
Laporan Penelitian tidak dipublikasi.
554 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah ....... sistem hukum adat dalam pengelolaan ta-
1. Bagaimana konsep hak masyarakat hukum nah kawasan hutan berimplikasi pada adan-
adat terhadap pengelolaan tanah kawasan ya dualisme peran dan fungsi hukum. Pena-
hutan ?
klukan berbagai nilai dan asas yang telah
2. Bagaimana implikasi hak-hak masyarakat lebih dahulu dipedomani oleh masyarakat
hukum adat dalam praktek pengelolaan hukum adat, oleh undang-undang ini bu- tanah kawasan hutan berdasarkan kanlah tanpa masalah. Kehadiran UU. No.
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 di
41 Tahun 1999 tetang Kehutanan secara Kabupaten Lombok Utara ?
nasional, justeru tidak memberi ruang bagi penggalian, penemuan dan pengembangan
3. Apa Faktor-Faktor yang mempengaruhi nilai-nilai lokal yang telah dianut dan dipe-
penegakan hukum pemberian hak masya- domani secara terun temurun oleh masyara-
rakat hukum adat dalam pengelolaan tanah kat hukum yang amat plural. Sehingga, hu-
kawasan hutan di Kabupaten Lombok kum positif merupakan tantangan terbesar
Utara ?
bagi para pemimpin lokal (adat), terutama dalam mempertahankan tradisi dan nilai
Jenis penelitian ini termasuk peneli- yang telah mereka pedomani. Implikasinya tian yuridis empiris, oleh Mukti Fajar dan
oleh Soetandyo disebut sebagai dualisme Yulianto Ahmad menekankan bahwa jenis peran, yaitu menempatkan para pemimpin penelitian ini menekankan esensi kajian- lokal – seperti misalnya para pamong desa nya pada: – dalam suatu kedudukan dan peran yang
“…prilaku yang timbul akibat berinter-
aksi dengan sistem norma yang ada. In- Realitas di atas memperlihatkan bahwa
sering terpaksa mendua.. 4 ”
teraksi ini muncul sebagai bentuk reaksi hak pengelolaan masyarakat hukum adat
masyarakat atas diterapkannya sebuah di Kabupaten Lombok Utara atas tanah
ketentuan perundangan positif dan bisa kawasan hutan dalam UU. No. 41 Tahun
juga dilihat dari prilaku masyarakat se- 1999 tetang Kehutanan masih ambigu. Satu
bagai bentuk aksi dalam memengaruhi sisi, masyarakat hukum adat diberikan
pembentukan sebuah ketentuan hukum hak untuk mengelola tanah kawasan 5 positif”.
hutan, namun sisi yang lainnya Undang- Penelitian ini mengedepankan pendeka- Undang ini membatasi status hukum tan historis-antropologis of law 6 yang
hak pengelolaan masyarkat hukum adat. difokuskan pada metode historis 7 dan Untuk itu, penegakan hukum UU. No. 41
5 Tahun 1999 tetang Kehutanan penting Mukti Fajar & Yulianoto Achmat, Dualisme Pene-
litian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta: Pustaka
untuk ditegakkan, tetapi lebih penting Pelajar, 2010), hlm. 51 6 lagi, jika pengelolaan tanah kawasan hutan Pendekatan historis-antropologis ini merupak-
an pengembangan dari mazhab realisme hukum dan
mengakomodir kepentingan-kepentingan merupakan ranah dari penelitian hukum yuridis em- masyarakat hukum adat. piris. Namun, dalam implementasinya pendekatan ini
menekankan pada hukum yang dalam suatu waktu ter- tentu hendaknya dilihat sebagai hasil dari kekuatan se-
Penelitian ini memfokuskan kajiannya jarah, dan harus diikuti dengan kerangka konsep budaya pada 3 aspek permasalahan hukum yang yang berubah pula. Pendekatan sejarah ini dibantu oleh
dihadapi oleh masayrakat hukum adat pendekatan antropologis untuk mengurai kemunculan,
perkembangan dan perubahan hukum sebagai suatu
dalam pengelolaan tanah kawasan hutan, menifestasi dari kehidupan sosialkultural suatu bang- yaitu : sa. Lihat. Yanis Maladi, Antropologi Hukum; Beberapa
Catatan Pemahaman Bekerjanya Hukum Dalam Ma- syarakat, (Yogyakarta;Mahkota Kata, 2009), hlm. 39-40
7 Pendekatan Metode historis yang dimaksud adalah 4 Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum: Paradigma, mempelajari prilaku manusia dan budaya hukumnya Metode, dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta:ELSAM
dengan kacamata sejarah. Di mana perkembangan ma- dan HUMA, 2002), hlm. 287-288
nusia dan hukumnya itu berlaku secara evolusi, artinya
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 555
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
metode deskriptif prilaku. 8 Data yang di- pada berbagai nilai yang dianut oleh pergunakan berumber dari data primer di- pergaulan hidup manusia. 12 dapatkan dari temuan data-data lapangan
Kedua konsep hukum dan corak pen- yang dihimpun dari hasil wawancara men-
egakannya ini memiliki tingkat efektifi-
dalam (indepth interview) 9 dan observasi.
tas yang berbeda-beda. Menurut Soerjono Sedangkan, data skunder diperoleh dengan Soekanto, bahwa :“...inti dan arti penegakan cara telaah dokumen dan bahan hukum.
hukum terletak pada kegiatan menyerasi- Data yang telah dikumpulkan selanjutnya
kan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dianaslisis secara deskriptif kualitatif, yaitu
dalam kaidah-kaidah yang mantap dan data dan bahan hukum akan diuraikan se-
mengejawantah dan sikap tindak sebagai cara logis dan sistematis, dan dianalisa agar
rangkaian penjabatan nilai tahap terakhir, dapat memberikan kejelasan penyelesaian
untuk menciptakan, memelihara, dan mem- masalah, dan untuk kemudian disimpulkan pertahankan kedamaian pergaulan hidup”.
menggunakan logika abduktif 10 .
Pentingnya “keserasian” oleh Soejono Soekanto ini. Maka, pokok penegakan hu-
PEMBAHASAN
kum sebenarnya terletak pada faktor-faktor
1. Teori Efektifitas Penegakan Hukum yang mungkin mempengaruhinya. Oleh So- erjono Soekanto menyebutkan 5 (lima) fak-
Hukum seringkali dipandang sebagai tor efektifitas penegakan hukum, yaitu : seperangkat peraturan yang mengandung semacam kesatuan yang dipahami melalui
1) Faktor hukumnya sendiri, yaitu sebuah sistem. 11 Oleh karena itu, penegakan
dalam teori ini dibatasi dengan un- hukumnya pun bercorak pasti. Sebaliknya,
dang-undang saja;
hukum juga seringkali dimaknakan secara
2) Faktor penegak hukum, yakni pihak- empiris, yaitu hukum yang tidak hanya
pihak yang membentuk maupun me- sekedar mengarahkan pandangan pada
nerapkan hukum;
aturan-aturan dalam kitab-kitab undang-
3) Faktor sarana dan fasilitas yang men- undang normatif, melainkan juga pada
orang-orang yang mengambil keputusan dukung penegakan hukum; (pembentuk undang-undang), maupun
4) Faktor masyarakat, yakni lingkun- gan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai
berkembang dengan lambat dan berangsur-angsur. Li- hat. Hilman Hadikusumah, Pengantar Antropologi Hu-
hasil karya, cipta, dan rasa yang di-
kum, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.. 9
dasarkan pada karsa manusia di
lajari prilaku manusia dan budaya hukumnya dengan 13 dalam pergaulan hidup.
Sedangkan pendekatan deskriptif, ialah mempe-
melukiskan situasi hukum yang nyata. Metode ini tidak bertitik tolak pada dari hukum yang eksplisit (terang
2. Mazhab Hukum Sejarah (Volkgeist)
dan jelas) aturannya, yang positif dinyatakan berlaku, tetapi yang diutamakan adalah kenyataan-kenyataan
Hukum dan masyarakat tumbuh
hukum yang benar-benar nampak dalam situasi hukum atau peristiwa hukumnya. Lihat. Hilman Hadikusumah,
beriringan membentuk sebuah sistem
Ibid. Hlm. 14
keteraturan hidup. Dalam perspektif se-
Indept Interview digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai perasaan, sikap, kencederungan ke-
jarahnya, hukum di Jerman banyak dipen-
percayaan, dan lain sebagainya.Lihat. Soerjono Soekan- to, Op.Cit. hlm. 233
10 Metode analisis yang bersifat abduktif adalah 12 B.R. Rijkschrroef, Sosiologi, Hukum dan Sosiologi deduktif dan induktif digunakan secara bersama ber-
Hukum, (Bandung, Mandar Maju, 2001), hlm..109 dasarkan konteksnya. Lihat, Pedoman, op.cit, hlm. 6
13 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempenga- 11 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Ne-
ruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Per- gara , (Bandung, Nusa Media, 2009), hlm..3
sada, 2011), hlm..8
556 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah .......
Pada prinsipnya, teori interaksion- (ide semesta) oleh G.W.F. Hegel. Filsafat
garuhi oleh aliran filsafat ruh 14 universal
isme simbolik 18 ini memfokuskan analsis- inilah yang kemudian banyak ditentang
nya pada masalah-masalah tindakan antar oleh filosof Jerman Kala itu, salah satunya
pribadi, yang didalam situasi-situasi social adalah oleh Friedrich Carl von Savigny
pelaku menjadi sumber stimuli subjek (1779-1861) dengan teori volkgeist (Jiwa
lainnya, sehingga harus memperhatikan Bangsa).
cara-cara bertindak, karena tindakan bisa saja menghilangkan reaksi-reaksi subjek
Menurutnya, term volkgeist memiliki lain sehingga menciptakan kondisi untuk
hubungan organik antara hukum dan melangsungkan tindakan-tindakannya
watak atau karakter suatu bangsa. Oleh sendiri, sehingga yang diperlukan adalah
karena itu, “hukum adat” yang tumbuh dan kesadaran diri secara fungsional.
berkembang dalam rahim volkgeist, harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang
Jadi, Teori interaksionisme simbolik sejati. Hukum sejati itu, tidak dibuat, ia
terfokus pada prilaku manusia yang diukur
melalui pemaknaan suatu tindakan “… dari mazhab sejarah (volkgeist) bahwa
harus ditemukan. 15 Sementara itu, jantung
seseorang menjadi cermin tindakan orang hukum tidak dibuat melainkan tumbuh
lain dan menyebabkan tindakan tersebut bersama dengan masyarakat (Das Recht
untuk dipengaruhi secara antisipatoris wird nicht gemacht, estist und wird mit dem
oleh reaksi-reaksi yang dilihat dari orang Volke ) 16 lain yang terjadi melalui symbol-symbol”. 19
Hukum nasional dalam konsepsi teori Fokus telaahan teori interaksionisme ini tidak boleh memaksa individu dan ma-
simbolik ini kemudian di kembangkan syarakat untuk tunduk atasnya tanpa ke-
dalam beberapa prinsip dasar, yaitu : 20 cualinya. Apalagi, hukum itu banyak ber-
1. Pentingnya makna bagi prilaku tentangan dengan nilai-nilai yang tumbuh,
manusia
berkembang dan diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh individu atau masyarakat.
a. Manusia bertindak terhadap orang Oleh Satjipto Raharjo dikatakan bahwa
lain berdasarkan makna yang di- hukum tidak pernah berhenti, stagnan,
berikan orang lain terhadap mereka melainkan terus tumbuh, berubah dan berkembang. 17
b. Makna yang diciptakan dalam in- teraksi antar manusia
3. Teori Interaksionisme Simbolik
c. Makna dimodifikasi melalui proses interpretatif
2. Pentingnya konsep mengenai diri
Ruh dalam pandangan Hegel adalah aktivitas; ia merealisasikan potensinya-membuat dirinya sendiri se-
a. Individu-individu mengembang-
bagai perbuatan sendiri, karyanya sendiri-dan dengan demikian ia menjadi tujuan bagi dirinya sendiri; dan me-
kan konsep diri melalui interaksi
renungkan dirinya sendiri sebagai eksistensi obyektif. Ia
dengan orang lain
ada bersama ruh bangsa-karena itu ia menemukan ke- beradaan bangsa yang kepemilikannya telah ditetapkan, dunia kokoh-secara objektif hadir pada dia – dengannya ia harus menggabungkan dirinya. Lihat, G.W.F. Hegel,
18 Teori ini di gagas oleh Goerge Herbert Mead la- Filsafat Sejarah, (Yogyakarta, diterjemahkan oleh Cuk
hir di South Hatley Massachusetts, tanggal 27 Februari Ananta Wijaya, Cet. III, Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 101
1963, ia mendapatkan pendidikan terutama di bidang Bernard L. Tanya, dkk, Op.cit., hlm. 103
filasafat dan aplikasinya terhadap kajian psikologi social. Widodo Dwi Putro, Kritik Paradigma Positivisme
19 Anthony Giddens & Jonathan Turner, Op.Cit, Hukum, (Yogyakarta; Genta Publishing, 2011), hlm..87.
hlm.149
Satjipto Raharjo, Hukum Progresif; Sebuah Sin- 20 George Ritzer &Douglas J. Goodman, Op.Cit, hlm. tesa Hukum Indonesia, (Yogyakarta; Genta Publishing,
273-288
2009), hlm. 58.
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 557
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
b. Konsep diri memberikan sebuah hari. Dalam kritiknya, CLS justeru motif penting untuk berprilaku
menegaskan bahwa :
3. Hubungan antara individu dan ma- “...hukum dibentuk oleh faktor-faktor syarakat
non hukum; kepentingan ekonomi,
a. Orang dan kelompok-kelompok di- ras, gender, atau politik. Pembentukan pengaruhi oleh proses budaya dan hukum senantiasa mengandaikan in- sosial teraksi dan negosiasi berbagai kelom-
pok masyarakat. Akibatnya analisa
b. Struktur sosial dihasilkan melalui hukum doktrinal hanya akan men- interaksi sosial
gisolasi hukum dari konteks sosial –
4. Teori Hukum Kritis politik, dan membuat hukum tidak bisa mengatasi berbagai masalah so-
Arus pemikiran Critical Legal Stud-
21 ies sial politik, diskriminasi ras, gender, (CLS) merupakan buah dari agama atau kelas”. 23
pemikirkan-pemikiran kritis atas kemapanan konsep ideal rule of law
Pemikiran CLS ini menolak netralitas dalam masyarakat liberal. Roberto
dan obyektifitas hukum dalam masyara- M. Unger menjelaskan bahwa rule of
kat liberal yang sarat dengan persaingan law didefnisikan lewat gagasan ten-
dan negosiasi kepentingan-kepetingan tang sifat netral (neutrality), seragam
masyarakatnya. Oleh karena itu, sangat (uniformity) dan dapat diprediksi
tidak mungkin jika hukum itu berlaku adil
ditengah himpitan liberalisme dan domi- egaskan bahwa negara dalam konsep-
(predictability). 22 Definisi ini men-
nasi kekuasaan.Menurut Khuzaifah Di- si rule of law menggunakan kekua-
myati, bahwa teori hukum kritis Roberto saan pemerintah harus berlangsung
M. Urger didasarkan pada pokok gagasan- di dalam batasan-batasan peraturan
nya tentang perkembangan : yang berlaku, setiap peraturan apa-
pun bentuknya harus diberlakukan “…rule of law yang merupakan hukum secara seragam bagi semua lapisan yang terikat pada norma-norma umum masyarakat. dan otonom, hanya mungkin terjadi bila
kelompok-kelompok dalam masyarakat Sifat netral, seragam dan dapat di-
saling bersaing untuk mengendalikan prediksi inilah yang kemudian meng-
sistem hukum dan apabila ada standar- abaikan berbagai aspek-aspek beker-
standar universal yang dapat mengesah- janya hukum dengan politik, moral,
kan hukum negara”. 24
kebudayaan atau kebiasaan sehari-
2. Hak Masyarakat Hukum Adat
21 Critical Legal Studies selanjutnya disebut CLS
Terminologi masyarakat hukum adat
adalah nama payung dari suatu arus pemikiran yang berkembang dikalangan ahli hukum pada sekitar ta-
yang lebih spesifik dalam tesis ini adalah
hun 1970-an dilingkungan sekolah-sekolah hukum (law
mengacu pada terminologi yang dingkap-
school) di Amerika Serikat. Oleh karena itu, CLS lebih dikenal sebagai gerakan pemikiran dan wacana dari
kan oleh Maria Rita Ruwiastuti, menjelas-
para ahli hukum yang berwatak “progresif”, yaitu yang
kan bahwa :
merasa tidak puas dengan kemapanan tradisi hukum liberal (legal liberalism) yang banyak terinspirasi dari
”Yang dimaksud dengan masyarakat
konsep rule of law. Gagasan ini digerakkan oleh Roberto M. Unger, Duncan Kennedy, Karl Klare, Mark Kelman,
adat adalah kelompok-kelompok ma-
Marks Tushet, Morton Horwitz, dan Jack Balkin. Lihat Widodo Dwi Putro, Op.Cit., hlm. 101
23 Widodo Dwi Putro, Op.cit., hlm. 102. 22 Roberto M. Urger, Teori Hukum Kritis: Posisi Hu-
24 Khuzaifah Dimiyati, Teorisasi Hukum : Studi Ten- kum dalam Masyarakat Modern (Bandung:Nusa Media,
tang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945 2008), hlm. 234.
– 1990, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm..88
558 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 559
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah ....... syarakat yang leluhurnya merupakan
orang-orang pemula di tempat itu, yang hubungannya dengan sumber-sumber agraria diatur oleh hukum adat setempat. Dalam kesadaran mereka, sumber-sum- ber agraria selain merupakan sumber eko- nomi juga adalah berpangkalan budaya. Artinya, kalau sumber-sumber tersebut lenyap (atau berpindah penguasaan ke- pada kelompok lain) maka yang akan ikut lenyap bukan saja kekuatan ekonomi mereka tetapi juga identitas cultural” 25
Pijakan terminologi di atas meletakkan sumber daya agraria termasuk tanah ka- wasan hutan sebagai salah satu objek yang oleh subyeknya dianggap satu kesatuan dengan identitas kulturalnya. Sehingga, is- tilah tanah ulayat, tanah adat, hutan adat dan istilah lainnya begitu lekat dengan ma- syarakat hukum adat sebagai salah satu hak pokoknya.Untuk menjamin hak-hak terse- but, maka Indonesia dalam konstitusinya telah mengakui dan menghormati eksisten- si ayat masyarakat hukum adat dalam Pasal 18B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Dalam banyak konflik penguasaan dan pengelolaan sumber daya hutan di Indone- sia, hak-hak masyarakat hukum adat dalam konsepsi Undang-Undang kehutanan ban- yak dipertaruhkan, seperti hak atas hutan adat yang masih di bawah bayang-bayang hak negara, eksistensi mereka yang diper- syaratkan oleh keinginan undang-undang secara sepihak, serta hak-hak untuk me- manfaatkan tanah kawasan hutan terus di- batasi.
Untuk membuktikan eksistensi hak ma- syarakat hukum adat, maka berikut ini di- paparkan geneologi-territorial masyarakat hukum adat Bayan dan baru urmas, yaitu sebagai berikut :
25 A. Latief Fariqun, Pengakuan Hak Masyarakat Hu- kum Adat atas Sumber Daya Alam dalam Politik Hukum
Nasional, (Malang, Disertasi, Universitas Brawijaya), 2007, hlm. 88
a. Masyarakat Hukum Adat Bayan
Bayan, dikenal sebagai salah satu desa tua yang masih menyimpan warisan adat istiadat dan kearifan budaya lokal yang dipegang teguh dan turun temurun. Segala prinsip, nilai, norma, dan bahkan ritual masih ditradisikan sebagai penyangga ke- hidupan masyarakat hukum adat Bayan. Dalam sejarahnya Bayan merupakan tem- pat kedudukan para raja-raja bayan: 26
“Ceritanya sejarah masyarakat hukum adat bayan adalah berawal Raja Bayan yang bernama Susuhunan Ratu Mas Bayan Agung (Istilah lain terletak pada kata Susuhunan, disebut juga dengan istilah “Sungsunan : J. Van Baal” dan “susunan : R. Wikto Kusuma”. Raja ini bersaudara 18 orang yang menyebar di seluruh pulau lombok. Sedangkan istri raja 2 (dua) orang. Dari isteri pertama, raja mendapatkan 2 orang anak yang bernama 1) Datu Pangeran Mas Muter- ing Langit, dan 2). Datu Pangeran Mas Mutering Gumi. Kedua anak raja inilah yang kemudian meneruskan kepemimpi- nan raja bayan, dan menjalankan adat istiadat yang sampai sekarang dijalani. Datu Pangeran Mas Mutering Langit ditugaskan untuk mengurus keagamaan yang kini dikenal dengan sebutan “adat- gama” dan terpusat di bayan timu’ orong. Sedangkan, Datu Pangeran Mas Muter- ing Gumi bertugas untuk melaksanakan adat istiadat yang kini disebut “Adat Luirgama”. Dan terpusat di bayan barat orong.
Corak magis-religius Masyarakat hu- kum adat Bayan sangat masyhur dengan
“wetu telu” 27 sebagai sebuah filosofi hidup masyarakatnya. Bagi masyarakat Bayan,
26 Wawancara, 04 Juli 2013 di Bayan 27 Wetu telu berasal atau muncul dari tiga (3) unsur,
antara lain (1) unsur ilahiah, berjumlah 5 (lima), (2) Unsur adam/ayah berjumlah 4 (empat) dan unsur hawa (ibu) yang berjumlah 4 (empat), sehingga jika digabung- kan berjumlah 13 (tiga belas) yang kembali pada rukun sholat. 5 unsur ilahiah kembali pada Asalnya, yaitu Al- lah swt, dan 4 unsur pada bapak & ibu dikembalikan
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
“wetu telu” dalam banyak perspektif selalu Berdasarkan struktur di atas, maka mengkaitkannya dengan cara beragama
bagi masyarakat hukum adat Bayan dikenal masyarakat bayan padahal masyarakat
ada hak adat gama dan hak adatluirgama hukum adat sendiri mamaknakan “wetu
baik bagi indvidu maupun kolektif. Hak telu ” sebagai falsafah hidup masyarakat
adatgama merupakan hak masyarakat Bayan.Sebuah kiasan (snepa) pernah di-
hukum adat dalam urusan-urusan agama ungkapkan oleh Raden Singadrie (alm.
dan keyakinan berdasarkan adat istiadat Pemangku) “wetu telu itu arak kon dirik,
mereka. Hak ini dipegang oleh wangse ulek ngaro dirik” . Artinya ada pada diri kita
raden yang menjabat sebagai kiyai dan kembali pada diri kita. Sekilas kiasan
kegaungan, penghulu, ketib, modim dan tersebut memberi makna bahwa seseorang
lebe antassalam. Sementara masyarakat harus tetap ingat bahwa ia berasal dari
wangse raden dan jajar karang lainnya mana dan kembali kemana. 28 berhak untuk mengikuti setiap ritual yang diadakan dalam penyelenggaraan
Masyarakat hukum adat Bayan terikat adatgama oleh kiayi keagungan. Termasuk
dalam sistem adat yang terpusat di Bay- dalam hak ini adalah hak memiliki dan an Barat Orong dan Bayan Timu’ Orong.
menjaga simbol-silmbol adat agama seperti menjelaskan bahwa:
Raden Madi 29
makam leluhur, masjid kuno, perkawinan, “Pusat struktur wilayah masyarakat hu-
dan sebagainya.
kum adat bayan itu ada di Bayan Beleq, Sedangkan, Hak adat luirgama yang terpusat pada dua dusun, yaitu du- merupakan hak masyarakat hukum adat sun bayan orong timu’ (bayan timur) dan dalam urusan-urusan adat yang berkaitan
bayan orong barat (Bayan Barat). Kedua dengan lingkungan dan sumber daya alam dusun ini bersinergi dan sejajar menga- lainnya, seperti hutan, air, tanah, dan tur semua dusun yang tergabung dalam
sebagainya. Hak ini melahirkan hak atas kesatuan masyarakat hukum adat, di-
hutan, hak atas mata air, hak atas tanah, antaranya Karang Salah, Karang Bajo, hak atas plemer (pajak).Wangse Raden dan Anyar, Sukadana, Loloan, Sambi Elen, jajarkarang memiliki hak yang sama atas Akar-Akar, Teres Genit, Smokan, Senaru,
pemilikan dan pengelolan hutan, tanah, Mambul Sari dan sekitarnya”. dan mata air, sementara hak plemer adalah
Hingga saat ini, struktur kekuasaan hak khusus bagai para perusa (pengemban di bayan masih dipegang oleh Bayan timu’
adat) yang diberikan oleh setiap orang yang orong dan Bayan Barat Orong, yang dibantu
masuk dalam kesatuan masyarakat hukum oleh para to’a loka’ dari berbagai desa
adat Bayan. Namun, secara struktural, hak yang berada di bawah wilayah Kesatuan
kolektif ini banyak dikuasai oleh Wangse Masyarakat Adat Bayan, yang jika di pilah,
Raden dan pengelolaanya di bantu oleh maka struktur adatgama terdiri dari 1)
wangse jajar karang.
Kiyai penghulu, 2) ketib, 3) Modim, 4. Lebe Adanya hak adatluirgama inilah
Antasalam. Masing-masing kiyai memiliki yang meneguhkan hak Masyarakat hu-
santri sebagai pembantunya dalam kum adat Bayan atas tanah kawasan hu-
urusan keagamaan.Sedangkat struktur tan dan sumberdaya alamya. Terdapat 4
adat luirgama terdiri dari 1) Pemangku/ (empat) wilayah hutan adat (pawang),
Mangku, 2) Pembekel, 3, Toa’ loka’. yaitu 1) Pawang Bangket Bayan, 2) Pawa-
ng Mandala, 3) Pawang Tiu Rarangan, 4)
pada asalnya, yaitu tanah, air, api dan angin. (Raden Sawinggih, Kr. Salah, 06 Juli 2013).
Pawang Pengempokan. Menurut beberapa
28 Raden Angria Kusuma, Wawancara, 18 Juli 2013
informan “bahwa keberadaan hutan adat
Raden Madi, Wawancara, 19 Juli 2013
560 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah ....... (pawang) bagi masyarakat hukum adat
Ketika peneliti mengkofirmasi ke beberapa adalah sangat penting bagi kehidupan dan
informan di Bayan, banyak dari informan penghidupan masyarakat”,
membenarkannya, karena kesamaan seja- rah, dan mungkin merupakan salah satu
b. Masyarakat Hukum Adat Baru Murmas bagian dari 18 bersaudara dari Raja Bayan,
Dalam cerita yang disampaikan oleh yaitu Raja Susuhunan Ratu Mas Bayan pemangku penghulu bahwa:
Agung.
“Dulu, leluhur masyarakat Baru Murmas Sebagian besar Kesatuan Masyarakat itu berada di Pemaru, bukan di Baru
Hukum Adat Baru Murmas beragama Murmas. Perpindahan ini disebabkan
Bodha kecuali di beberapa tempat yang karena dulu pada zaman perang,
menganut agama Islam dan tidak lagi ber- Patih Pemaru beserta dengan keluarga
gabung dalam kesatuan adat Baru Murmas. dan masyarakat tinggal di kawasan
namun mereka sendiri adalah orang-orang
sasak asli. I Gede Parimartha Pemaru (puncak dari Murmas). Pada 31 menjelaskan saat itu, Patih Pemaru berkata kepada
bahwa “...orang sasak di kelompokkan ke keluarganya bahwa “saya akan pergi
dalam jenis keturunan Melayu, mereka perang, dan saya tancapkan kembang
menganut agama Islam, namun masih ada pucuk ini sebagai tanda saya kembali
kelompok kecil penduduk sasak yang dise- atau tidak. Jika kembang ini layu, maka
but orang bodha, mereka ini tinggal lebih berarti saya mati di medan perang,
terisolasi di desa-desa bagian utara, dan tetapi jika kembang ini tidak layu, maka
selatan, dan mengaku agama Budha”. saya masih hidup dan akan kembali
Kesatuan masyarakat hukum adat, lagi ke sini”. Setalah itu berangkatlah maka terdapat beberapa struktur adat yang beliau perang. Namun, selama bertahun-
hingga kini masih kuat berlaku dan ditaati tahun Patih Pemaru tidak juga kembali oleh semua masyarakat hukum adat Baru padahal kembang tersebut tidak layu,
Murmas, yaitu :
dan akhirnya keluarganya mencabut kembang tersebut dan berpindah dari
1. Ina’ Buling Belian Adalah mangku Pemaru ke Melekit (wilayah yang berada
perempuan yang khusus bertugas di bawah bukit Pemaru). Pada saat itu,
untuk membuat takaran dari setiap konon Patih Pemaru kembali ke Pemaru,
sesaji pada setiap ada ritual ada yang tetapi ia tidak menemukan keluarganya,
akan dilakukan. Segala bentuk sesaji dan hanya melihat hutan belantara, dan
itu berasal dari Ina’ Buling Belian konon ia hilang di sana. Patih Pemaru
ini. Diantara yang disiapkan adalah inilah yang menjadi leluhur masyarakat
takaran leko’ (sirih), kapur, genep, Hukum Adat Baru Murmas yang
lokok , bahkan sampai penyiapan air bernama Mas Panji Blumbungan Sari. 30 suci. Jabatan ini dipangku oleh ina’ TINI.
Leluhur Mas Panji Blumbungan Sari inilah yang hingga kini dianggap sebagai
2. Mangku Penghulu , adalah mangku leluhur yang terus di puja oleh masya-
tertinggi dari mangku-mangku lain- rakat Baru Murmas. Dalam informasi
nya. Ia bertugas untuk menurunkan yang lain, menurut seorang informan di
pusaka gamelan dari tempatnya, bah- katakan bahwa “Patih Pemaru adalah ke-
kan berada paling depan pada saat turunan dari Datu Pengempokan Bayan ”.
ritual-ritual pemujaan adat dilaku-
31 I Gede Parimartha, Perdagangan dan Politik di 30 Wawancara, Amaq Senia (Pemangku Baru Mur-
Nusa Tenggara 1815 – 1915, (Jakarta, Djambatan:2002), mas), tanggal, 26 Juni 2013
hlm. 36
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 561
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
kan. Jabatan ini dipangku oleh Amaq sangat berguna bagi kelangsungan Senia
hidup mereka.
3. Mangku Pesalin , Adalah mangku
3. Hak atas tanah pecatu. Hak ini yang bertugas untuk menjaga dan
merupakan hak yang diterima oleh merawat pusaka-pusaka seperti ker-
para mangku, dan pembekel untuk is, tombak dan sebagainya. Ini di-
membiayai sebagian ritual adat dan jabat oleh Amaq Tinah
sebagai sumber penghasilan bagi pe-
4. Mangku Tunang Tekang , adalah
mangku adat.
mangku yang bertugas untuk men- Hak-hak di atas merupakan hak yang jaga dan merawat hutan adat, ini di-
telah diakui dan diwariskan secara turun jabat oleh amaq Era (Budi Hartono)
temurun oleh leluhur mereka.Oleh karena itu, hak tersebut melekat pada setiap ma-
5. Pembekel adalah pejabat yang bertu- syarakat hingga sekarang ini.
gas menjalankan awiq-awiq MHA Baru Murmas, pembekel itu sendiri
Selain konsepsi hak bawaan dan berada di 3 wilayah yaitu 1) pem-
asal usul yang melekat pada masayarakat bekel Baru Murmas, 2) pembekel
hukum adat atas tanah kawasan hutan. Lukpasiran, dan 3) Pembekel Kr. Pa-
Hukum negara dalam beberapa era telah nasan.
memberikan konsepsi yang berbeda atas
6. Ta’ Loka’ adalah tokoh-tokoh adat hak masyarakat hukum adat. Pada Era yang berada di bawah pembekel
Populisme, keberadaan haknya dapat di- dalam urusah adat, yaitu terdiri dari
lacak dari bunyi Bab IV tentang Pemerin-
1) ta’ loka’ Blimbingan, 2) Lonang, tahan Daerah, Pasal 18 yang menyatakan
3) ta’ loka’ Satan. 32 bahwa : “ Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susu-
Atas dasar struktur sosial di atas, maka nan pemerintahannya ditetapkan dengan
hak dan kewajiban yang ada adalah sebagai undang dengan memandang dan menga-
berikut : mati dasar permusyawaratan dan sistem
1. hak atas pemujaan leluhur. Hak ini pemerintahan negara dan hak asal usul melahirkan kewajiban kepada semua
dalam daerah yang bersifat istimewa” . 34 masyarakat untuk menyerahkan ber-
33 bagai hasil bumi Sifat istimewa yang dilekatkan pada yang akan digu- “hak asal usul” tersebut menunjukkan
nakan oleh para mangku adat untuk bahwa Undang-Undang Dasar 1945 yang
melaksanakan ritual muja balit dan dirancang dan dibahas serta disepakati
muja tawon (dijelaskan dalam bab oleh para pendiri bangsa bersemangatkan III). visi sejarah dan sikap moral para pendiri
2. Hak atas hutan adat. Hak ini mela- bangsa yang mengormati eksistensi dan hirkan hak kepemilikan dan pengelo-
hak masyarakat hukum adat. Walaupun, laan bersama atas hutan adat, karena
tidak secara tegas di katakan dalam bunyi merupakan penyangga mata air yang
Pasal 18 namun penjelasannya membukti- kan penghormatan dan perlindungan bagi
32 Budi Hartono alias Amaq Era/Pemangku Tunang
hak masyarakat hukum Adat.
Tekang, Wawancara, 03 Juli 2013 33 Masyarakat hukum adat Baru Murmas itu masing-
masing menyerahkan beras 1kg, reket 1 kg, gula merah 3 kg, ayam1 ekor, dan kelapa 1 pohon. Semua seserahan
34 Tiga UUD Republik Indonesia, UUD RI 1945 Ha- ini dikumpulkan di berugak perowahan dan di kelola
sil Amandemen, Konstitusi RIS, dan UUD Sementara RI oleh Pemangku dengan melibatkan semua yang masuk
Tahun 1950, (Yogyakarta, Graha Pustaka, 2010), hlm. dalam kesatuan Masyarakat Hukum Adat Baru Murmas.
562 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah ....... Menindaklanjuti Pasal di atas, secara
Secara represif, telah meniadakan lebih spesifik, negara melalui berbagai
hak-hak masyarakat hukum adat atas kebijakan politik dan hukum telah
tanah kawasan hutan, seperti yang ter- memerintahkan kepada banyak panitia
muat dalam Pasal 2, yaitu “Berdasarkan sejak tahun 1948 hingga tahun 1960
pemilikannya Menteri menyatakan hutan yang bertugas untuk merumuskan sebuah
sebagai: (1) “Hutan Negara” ialah kawasan undang-undang agraria dan menghapus
hutan dan hutan yang tumbuh di atas tanah prinsip agraria yang telah diberlakukan
yang tidak dibebani hak milik. (2) “Hutan pada masa kolonial. Inipun ditunjukkan
Milik” ialah hutan yang tumbuh di atas secara nyata dalam Pasal 3,5dan Pasal 46
tanah yang dibebani hak milik” UUPA yang sangatlah menghormati dan
Satu tahun setelah gerakan reformasi, melindungi hak-hak asal usul masyarakat
UU.No. 5 Tahun 1967 diganti dengan UU. hukum adat, memperhatikan kepentingan No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan nasional, dan menjaga persatuan dan
dan keluarnya Peraturan Menteri Negara kesatuan. Paling tidak, inilah yang
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasi- menjadi pijakan bhatin negarawan era onal Nomor 5 tahun 1999 tentang Pedo- populisme ini yang secara sadar ingin
man Penyelesaian Masalah Hak Ulayat mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee)
Masyarakat Hukum Adat. yang menguasai hukum dasar negara, baik
hukum yang tertulis maupun hukum tidak Signifikansi pengakuan hak-hak ma- tertulis.
syarakat hukum adat atas pengelolaan tanah kawasan hutan dalam Undang-
Perubahan kekasaan, berdampak Undang 41 tahun 1999 ini menjadi salah
besar pada perubahan regulasi atas barometer bagi reformasi dominasi neg-
hak-hak masyarakat hukum adat atas ara dan pihak swasta dalam melakukan
sumber daya alam khususnya atas hak pengelolaan atas tanah kawasan hutan.
pengelolaan tanah kawasan hutan seperti Berdasarkan Pasal-Pasalnya tampak bah-
yang tergambar dalam Undang-Undang wa pertama negara menjabarkan secara No. 5 Tahun 1967 tentang Ketetuan- eksplsit tentang hak-hak masyarakat hu-
Ketentuan Pokok Kehutanan berdampak kum adat atas hutan, dan kedua, negara
besar pada perubahan regulasi atas hak- memberikan ruang partisipasi terbuka hak masyarakat hukum adat atas sumber bagi masyarakat hukum adat dalam per-
daya alam khususnya atas hak pengelolaan encanaan, peruntukan dan pembangunan
tanah kawasan hutan seperti yang hutan yang direncanakan oleh negara.
tergambar dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketetuan-Ketentuan
Namun, bila di amati secara mendalam Pokok Kehutanan.
bahwa hak-hak yang eksplisit dan partisi- pasi yang terbuka bagi masyarakat hukum
keberadaan undang-undang kehuta- adat atas hutan masih dibatasi oleh kendali
nan ini mengingkari keberadaan Undang- strategis negara terhadap penguasaan dan
Undang No. 5 tahun 1960 yang banyak pengelolaan hutan. Menurut Wellenbrog
mengatur tentang hak masyarakat hukum dan Kartodiharjo 35 bahwa pertama Hak
adat dalam Pasal 3 dan 5 serta Pasal 46. masyarakat adat hanya akan diberikan
Namun di sisi yang berbeda, undang- sepanjang tidak bertentangan dengan undang justeru hanya menonjolkan
kekuasaan negara atas sumber daya alam
35 Rikardo Simarmata, dkk., Mengapa Undang-Un-
seperti dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dang Kehutanan Perlu Direvisi ; Argumentasi kritis ter-
hadap dampak penerapan Undang-Undang No. 41 Tahun
dan Pasal 2 ayat (2) UUPA.
1999 Tentang Kehutanan , (Jakarta, Koalisi untuk Pe- rubahan Kebijakan Kehutanan:2007), hlm..10
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 563
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
kepentingan nasional, dan Kedua, Mem- untuk mengelola air yang begitu melimpah bebankan pembuktian kepada masyarakat
dalam kawasan hutan adat tersebut. Inan
adat apabila mereka mengajukan hak adat. aik bertugas untuk melaksanakan ritual-
ritual di sumber mata air yang ada di hu-
2. Pengelolaan Hutan dan Implikasinya tan adat, sementara pekaseh bertugas untuk
Pada Masyarakat Hukum Adat Bayan, menedistribusikan air ke sawah-sawah para terdapat 2 (dua) pola hubungan yang kuat petani secara merata dan adil. antara masyarakat hukum adat dengan hu-
Bahkan, air ini bukan saja untuk ke- tan adat Bayan. Pertama, pola hubungan ini
pentingan masyarakat desa Bayan secara terkait antara pejabat/prusa dengan para
khusus, tetapi lebih dari itu, mata air itu petani. Kedua, pola hubungan antara manu- dipergunakan untuk seluruh wilayah ma- sia dengan hal ghaib yang berada di dalam
syarakat hukum adat, seperti Anyar, loloan, hutan adat itu sendiri.
Karang Bajo, Sukadana dan desa-desa seki- Kedua pola hubungan di atas, berim- tarnya. Atas dasar itulah, eksistensi hutan
plikasi pada konsep dan implementasi pen- adat menjadi sangat penting bagi kemuda- gelolaan hutan adat untuk kepentingan ber- han akses masyarakat Hukum Adat bayan sama akan kesejahteraan masyarakat (pet- baik dalam fungsi ekologi, ekonomi dan ani), dan tata cara komunikasi antara ma- bahkan fungsi sosialnya. nusia dengan hal ghaib yang ada di dalam
Sedangkan, Dalam pengelolaan hutan hutan untuk pengelolaan hutan.
(khususnya hutan adat), bagi masyarakat
Saat ini, di dalam kawasan hutan adat hukum adat Baru Murmas dilakukan ber- tersebut terdapat dua rumah tempat tinggal dasarkan wilayah-wilayah yang dekat den- yang didiami oleh Perumbak dan Penyand- gan wilayah hutan adat. Terdapat 3 (dua)
ing 36 .Keduanya adalah penjaga hutan yang hutan adat yang dikelola, yaitu 1) Pawang kesehariannya tinggal di dalam hutan dan Buani, 2) Pawang Murmas, dan 3) Pawang tidak boleh keluar. Selain itu, terdapat juga Pemaru. Ketiga hutan ini merupakan hak gedeng dan pedangan yang disakralkan oleh kolektif masyarakat hukum adat Baru Mur- masyarakat Hukum Adat Bayan. Perumbak mas, pengelolaannya diorientasikan pe- dan Penyanding sendiri mendapatkan pele- nyangga kehidupan sosial, ekonomi, budaya mer gunja (iuran dari pecatu pembekel) se- dan agama, maka masyarakat hukum adat banyak 2 (dua) ikat padi dan tiwa’an (Iu- memiliki kewajiban kolektif untuk menjaga ran Petani) sebanyak 1 (satu) ikat padi dari dan melestarikan hutan agar secara lestari, para petani sebagai kewajiban petani atas agar ketersediaan air bagi sawah ladang jasa mereka menjaga kelestarian hutan.
mereka dapat terpenuhi. Kewajiban ini ke- mudian diaktualisasikan dalam bentuk ritu-
Selain Perumbak dan penyanding, al-ritual adat, yang oleh masyarakat hukum Kawasan hutan juga dikelola oleh inan aik adat di kenal dengan 1) upacara Muja Balit dan pekaseh 37 .Kedua jabatan ini ditugaskan (disebut juga “nunas kaya” atau “mohon
36 Proses pemilihan perumbak, penyanding, inan aik,
kekayaan”), dan 2) Muja Tawon (disebut
dan pekaseh dilakukan setelah toa’ loka’ Karang Bajo me-
juga “mole kaya” atau “syukur atas limpa-
milih calon perumbak dan lainnya, yang kemudian dim- intakan persetujuan ke pembekel bayan barat orong. Jika
han kekayaan”).
tidak disetujui, maka toa’ loka’ kr. Baju kembali memilih perumba’ lain untuk diajukan. Dan, jika disetujui oleh
Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun
pembekel bayan barat orong, maka pembekel, para toa’ loka’ dan pemangku melaksanakan gundem di BaleBele’
1999 tentang kehutanan menjelaskan bah-
Bayan barat Orong, untuk kemudian toa’ loka’ Karang
wa sistem pengelolaan kehutanan harus
Bajo melantiknya untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
menyandarkan prakteknya pada konsideran
37 Ibid. menimbang, seperti 1) memanfaatkannya 564 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah ....... secara optimal, 2) menjaga kelestariaannya,
“Beberapa Pasal dari Undang-Undang
3) untuk kemakmuran rakyat sekarang dan tersebut berpotensi menjadi “Pasal karet”, yang akan datang, dan 4) harus menam-
yang penafsirannya bergantung pada pung dinamika aspirasi dan peran serta ma-
kepentingan penguasa. Misalnya dalam syarakat, adat dan budaya, serta tata nilai
Pasal 67 ayat 1 dinyatakan bahwa masyarakat.
masyarakat hukum adat dapat mem- peroleh hak-haknya sepanjang diakui
Hak pengelolaan kolektif masyarakat keberadaannya. Hal ini menjadi ma-
hukum adat atas tanah kawasan hutan salah karena penilaian akan keberadan-
adalah pengelolaan atas dasar hak bawaan nya bisa jadi sangat subjektif tergantung
masyarakat hukum adat dari susunan asli bagaimana dan siapa yang memberikan
dan hak asal usul mereka. Namun, dalam pengakuan, yang kemudian di jawab
undang-undang 41 tahun 1999 tentang ke- dalam Pasal berikutnya “pengukuhan
hutanan adalah berbeda.Hak kolektif ma- keberadaan dan penghapusan masyara-
syarakat hukum adat dalam bentuk hutan kat hukum adat di tetapkan dengan per-
adat dipersepsikan sebagai bagian dari hu-
aturan daerah”. 38
tan negara. Dampak yang timbul dengan adanya
Konsekuensi hukum dari paradigma un- konsep dan status hukum pengelolaan dang-undang kehutanan ini adalah status dalam Undang-Undang Kehutanan bagi
hukum yang dilekatkan kepada hak penge- masyarakat hukum adat di Kabupaten
lolaan masyarakat hukum adat adalah ba- Lombok Utara, adalah 1) timbulnya degre- gian dari kekuasaan negara, yang sewaktu- dasi sistemik kultur hukum masyarakat hu-
waktu dapat diambil alih dan dikelola oleh kum adat, 2) Lemahnya Status hukum Hak
negara untuk kepentingan negara. Dengan Kolektif, serta 3) berkurangnya akses ma- ini, maka tidak ada perlakuan khusus bagi syarakat terhadap hutan. Secara Kultural,
hak asal-usul masyarakat hukum adat atas nilai-nilai magis-religius dan tradisi ritual
penguasaan dan pengelolan tanah negara. yang menghidupi budaya masyarakat adat
Eksistensi masyarakat hukum adat dalam kian terpupus dan tergerus kepentingan pengelolaan hutan secara khusus telah di- topeng pembangunan dan kesejahteraan tuangkan dalam Pasal 67 ayat 1, 2 dan 3. masyarakat. Secara kultural, nilai, gagasan Bertitik tolak dari ini, hadirnya Pasal ini dan pokok-pokok pikiran hukum adat tidak menjadi penyebab dilematis bagi masyara- lagi menjadi pedoman serapan aspirasi dari kat hukum adat. Sedikitnya, ada 3 persoa- upaya legislasi Undang-Undang kehutanan. lan yang dihadapi masyarakat hukum adat,
Bagi Undang-Undang Kehutanan, yaitu 1) pengakuan keberadaan masyarakat
Masyarakat hukum adat Baru Murmas dan hukum adat, 2) pengelolaan yang berdasar Bayan bukanlah bagian dari masyarakat pada undang-undang, serta 3) mengharus-
hukum adat, karena tidak memiliki kan adanya pengukuhan dari negara atas
legalitas dan pengakuan dari negara (baca: kawasan hutan masyarakat hukum adat. pemerintah), khususnya dalam bentuk
Ketiga persoalan dilematis di atas mem- perda. Yang ada hanya pengakuan dan persepsikan bahwa UU No. 41 tahun han- legalitas dari perdes No. 1 tahun 2006 ya sekedar retorika belaka, dan memenuhi tantang Hutan adat di Bayan, sedangkan tuntutan era reformasi yang harus mem- di Baru Murmas tidak memiliki legalitas perhatikan hak-hak masyarakat, khususnya apapun. Seharusnya inimendapatkan masyarakat hukum adat. Dodik Ridha Nur-
38 Dodik Ridho Nurrochmat, Strategi Pengelolaan
rochmat menjelaskan bahwa :
Hutan; Upaya Menyelamatkan Rimba Yang Tersisa, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 17
Kajian Hukum dan Keadilan IUS 565
J UrnAl IUS | Vol I | Nomor 3 | Desember 2013 | hlm, 553~575
perhatian yang serius dari pemerintah
3. Penegakan Hukum Pengelolaan Hutan daerah, apalagi bagi daerah yang baru saja
Dalam faktanya, banyak kasus dijumpai mekar, tentunya menjadi moment yang terkait dengan pengelolaan kehutanan. Ber- sangat tepat untuk dapat memberikan hak-
dasarkan data profil KPH Model Rinjani hak masyarakat hukum adat secara otonom,
Barat, bahwa penegakan hukum sektor ke- bukan turut meragukan keberadaan mereka hutanan diorientasikan untuk perlindun- hingga perda pun tak kunjung diinisiasi
gan dan konservasi alam. Berikut ini adalah oleh pemerintah daerah maupun dewan
tabel kasusnya :
perwakilan daerah kabupaten Lombok Utara.
Tebel 1 Kegiatan penegakan hukum dan jumlah kasus
Perlindungan dan konservasi alam Oleh KPH Model Rinjani Barat Kab. Lombok Utara,
Tahun 2009 – 2012
No Uraian Kegiatan
Lembaga/inisiator
Hasil (Sat)
1 Patroli Pengamanan Hutan Partisipatif
a. Pembongkaran pondok permanen
135 Pondok di areal eks HPH Monggal
PHTUL Dishut NTB,
CDKP Gangga, KTH dan
2 orang pelaku
KSM Bareg Maju
b. Penangkapan dan pelaporan pelaku
7 lokasi illegal logging
Swadaya KPH, KTH ( di
Monggal, Selelos, Buani,
c. Penertiban melangke (Meneres)
Kalipucak, dan Perasung),
pohon
d. Penemuan Chainsaw
Lang-Lang KLU dan KSM
4 buah
Bareng Maju
e. Pembersihan pohon kelapa/cengkih
11 lokasi dalam kawasan hutan
1 kegiatan
f. Penertiban/Pemberian sanksi adat penebangan oleh PT. PLN
2 Operasi Pengamannan Hutan Fungsional
a. Pembongkaran Pondok di areal eks Dishut NTB/KPH, Lang-
45 Pondok HPH Monggal
Lang dan KSM Bareng
27 Orang
Maju
b. Pembinaan dan sosialisasi perlind- ungan hutan
3 Operasi gabungan pengamanan hutan
a. Identifikasi masalah tim KPH Dishut NTB/KPH, Dishut
3 lokasi Rinjani Barat
KLU, Pol PP KLU, Polsek/
Pos Ramil, dan GPA
b. Sosiaisasi dan pemberian perin-
12 orang gatan
Santong
c. Pembongkaran pondok/rumah di senjajak
12 pondok
566 IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Mawardi| Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah .......
4 Pencegahan/pengamanan kayu
6 Batang temuan di mata air lokok sisik
Swadaya KPH & Lang-
lang KLU
5 Pencegahan/pengemanan kayu
6 Batang tumbang di lias kujur
Swadaya KPH & dishut/
lang-lang KLU
9 buah pengamanan (Mandor)