Analisis Putusan Kapas Transgenik dari P (1)

anggota Kelompok:
Anggi Maisarah

1006661380

Andy Setyadi

1006686995

Catur Nugraheni

1006661506

Faza Luna Lestari

1006687511

Lestari Hotmaida Sianturi

1006661714


Lewinda Oletta

1106071965

Maria Grace

1006687820



Kapas transgenik merupakan hasil
bioteknologi di bidang perkapasan yang
memiliki beberapa keunggulan di
antaranya produksinya tinggi, tahan
terhadap hama utama, dan menghemat
biaya pemeliharaan.



Pendapat kelompok masyarakat yang pro

dan kontra meyakini tanaman kapas
transgenik memiliki manfaat untuk
memenuhi kebutuhan pangan penduduk,
tetapi hal tersebut belum teruji, apakah
lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.





Kasus ini terjadi antara koalisi ORNOP untuk
keamanan Hayati dan Pangan (ICEL, YLKI,
Biotani Indonesia, YLKSS di Makassar, LPPM
di Makassar dan KONPHALINDO) yang
selanjutnya disebut sebagai para penggugat,
melawan Menteri Pertanian R. I., PT. Monagro
Kimia, juga Syarifuddin, dkk.
Pihak Penggugat menuntut pembatalan SK
pelepasan produk kapas transgenik Bt,
karena penerbitan SK tersebut bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di antaranya karena tidak disertai
Amdal padahal budidaya kapas transgenik
termasuk usaha yang berdampak penting


-



Penggugat:
ICEL
YLKI
YLKSS
KONPHALINDO
BIOTANI INDONESIA
YLPPM (Yayasan Lembaga Pengkajian
Pemberdayaan Masyarakat)
SIAPA SAJA YANG BERHAK
MENGGUGAT KASUS TERSEBUT?








Pasal 53 (1) UU No. 5 tahun 1986 ttg PTUN :
seseorang atau badan hukum perdata yang
kepentingannya dirugikan atas suatu
Keputusan TUN berhak mengajukan gugatan
(penerbitan, pencabutan/pembatalan KTUN).
Apakah semua organisasi (Penggugat)
mempunyai kepentingan?
Lihatlah ketentuan Pasal 38 UU No. 23 Tahun
1997 ttg PPLH: organisasi yang berhak
mengajukan gugatan berkaitan dengan
lingkungan hidup syaratnya limitatif (badan
hukum atau yayasan, AD menyebutkan
tujuan utk pelestarian LH, melaksanakan

kegiatan sesuai AD)





-

Lembaga yang memiliki Hak Gugat
tersebut adalah :
ICEL
KONPHALINDO
Biotani Indonesia.
Sedangkan lembaga yang tidak
memiliki hak gugat adalah :
YLKI
YLKSS
YLPPM (Yayasan Lembaga Pengkajian
Pemberdayaan Masyarakat).


Usaha dan/atau kegiatan introduksi jenis tumbuhtumbuhan, jenis hewan dan jasad renik”, harus
didahului dengan pelaksanaan proses Amdal
Dasar Hukum:
- Pasal 6 ayat (1) UU 23/1997 ttg PPLH
- Pasal 14 UU 23 Tahun 1997 ttg PPLH
- Pasal 15 UU 23 Tahun 1997 ttg PPLH
- Pasal 3 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL
- Pasal 7 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL
- Pasal 33 PPNo. 27 Tahun 1999 ttg AMDAL

Dasar Hukum: pasal 47 UU No. 32 Tahun 2009
 Dalam UU 23 Tahun 1997 mengenai ERA ini tidak
disebutkan secara eksplisit.
Penerbitan SK ini dengan alasan in litis kurang
memperhatikan analisa ERA terhadap resiko yang
akan terjadi apabila SK ini diterbitkan walaupun
dalam jangka waktu sementara.
 ERA dibagi dalam empat tahapan
1. Identifikasi bahaya atau risiko;
2. Melakukan penilaian terbuka;

3. Menghasilkan penilaian pengaruh atau dampak; dan
4. Mengklasifikasikan karakteristik dari pengaruh atau
dampak tersebut.


(D.A. Andow and Claudia Zwahlen, Assessing Environmental Risks of
Transgenic Plants, Vol.9 (USA: Ecology Letters, 2006), p. 197.)





ditegaskan dalam Prinsip 15 Rio
Declaration (1992)
Berdasarkan UU 23/1997 dan UU
32/2009 ttg PPLH Precautionary
Principle diwujudkan dengan wajib
ADMDAL atau UKL-UPL untuk syarat izin
lingkungan dan syarat izin usaha




dilihat dari tujuannya untuk
menganalisa/mengidentifikasi risiko
lingkungan
ERA adalah kegiatan lanjut/tindakan nyata
pelaksanaan dari Amdal. Sehingga untuk
membuat ERA haruslah dengan adanya
Amdal terlebih dahulu, karena ERA
berpedoman pada Amdal itu sendiri. Karena
itulah prinsip kehati-hatian dengan Amdal
dan ERA saling berkaitan satu sama lain.

(Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijakan Pembangunan
Lingkungan Hidup (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hal 108.)








pelepasan izin bagi produk transgenik tanpa
melalui pelaksanaan proses Amdal, maka akan
mengganggu optimalisasi upaya penerapan
Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle).
mengakibatkan menurunnya partisipasi
masyarakat dan berkurangnya kemampuan
pemerintah untuk melindungi
keanekaragaman hayati serta daya dukung
lingkungan.
Menurut kami Penggugat secara jelas
menyatakan seharusnya Tergugat mewajibkan
PT. Monagro Kimia melakukan Amdal sebelum
memproduksi Kapas transgenik BOLLGARD
(Sesuai Pasal 3 (1) PP 27/1999)

Menurut Kami:
Pihak tergugat disini keliru dalam memahami
prinsip kehati-hatian, dengan alasan

pelepasan Produk Kapas Bt secara terbatas
itu sudah memenuhi prinsip kehati-hatian.
Padahal bukankah itu tidak menjadi alasan
untuk tidak adanya resiko sama sekali
terhadap lingkunga dan kesehatan manusia?
Karena hal ini belum pasti, maka di sinilah
letak kewajiban Amdal dan ERA untuk
menganalisis kemungkinan resiko yang
ditimbulkan produk Kapas Bt. (POIN PENTING
PRINSIP KEHATI-HATIAN)








pihak tergugat belum menyuruh PT. Monagro
Kimia untuk melaksanakan risk assessment,

Amdal juga tidak ada.
Walaupun pihak tergugat menyatakan bahwa
pelepasan terbatas dilakukan sesuai dengan
ketentuan dalam Keputusan Bersama 4
Menteri, Amdal dan risk assessment
adalah berbeda dengan keputusan
tersebut.
Belum adanya petunjuk teknis pelaksanaan
Amdal menurut kami bukan alasan untuk
tidak disyaratkannya Amdal dan risk
assessment sebagai wujud penerapan
precautionary principle.

Majelis Hakim memutuskan bahwa para
penggugat mempunyai hak untuk mengajukan
gugatan demi kepentingan lingkungan, tetapi
menolak pokok perkara yang diajukan oleh
Penggugat
Majelis hakim menganggap bahwa SK 107/2001
adalah untuk keperluan uji coba, sehingga
mereka memutuskan pelepasan kapas
transgenik tidak wajib Amdal, dan SK 107/2001
justru mencerminkan sikap kehati-hatian dari
Menteri Pertanian, sebelum melepas kapas
transgenik di areal yang lebih luas lagi.



putusan Majelis Hakim kurang tepat
karena telah keliru dalam memahami
tentang kapas transgenik yang merupakan
produk rekayasa genetika tersebut.



Majelis Hakim hanya mempertimbangkan
dari sisi bukti-bukti Tergugat dan tidak
melihat pada kenyataan. (meskipun belum
terlihat dampak negatifnya terhadap
lingkungan, tapi suatu saat pasti tetap
ada)



Terlihat hakim tidak hati-hati dalam
mengambil keputusan karena melihat
saat kasus terjadi belum ada dampak
negatifnya sehingga pelepasan Kapas Bt
diperbolehkan, namun jika terbukti
kedepannya ada dampak negatif maka
baru diwajibkan Amdal



KERAGUAN => WAJIB AMDAL dan Risk
assessment

Wolfenbarger and Phifer, 2000:
sulit untuk memprediksi resiko
lingkungan yang ditimbulkan oleh
adanya tanaman transgenik karena
terikat ruang dan waktu. Karena
kesulitan menentukan kapan terjadi
dampak negatif maka perlu diadakan
ERA.


penelitian Hilbeck dkk tahun 1998:
dikira bahwa racun Cry1Ab ini hanya akan
mematikan hama Lepidoptera ternyata menjadi
racun pula bagi C. Carnea yang diberi makan
mangsa yang telah memakan jagung Bt. TERJADI
KEKHAWATIRAN punahnya Kupu-kupu Monarch
 ANALOGI
bahwa kapas Bt ini juga bisa berefek pada
organisme bukan sasaran karena sama-sama
disisipi gen Bt.
 Perhimpunan Entomologi Indonesia tahun 2006:
Belum ada dampak negatif adanya kapas Bt di
Sulawesi Selatan terhadap organisme non-target,
namun untuk jangka panjang tetap harus dilakukan
penelitian, karena kemungkinan efek residu Cry1A
bagi organisme tanah tetap ada.
(Pendapat Penggugat lebih beralasan)








Secara alami tanaman kapas bersifat self
pollination (penyerbukan sendiri) dan hanya
sekitar 2% yang melalui penyerbukan silang
dengan perantara angin dan serangga antara lain
bumble bees dan honey bees (Canadian Food
Inspection Decision Document, Decision Document
No. 96-14, 1999)
kemungkinan penyerbukan silang antara kapas
transgenik Bollgard dengan spesies liarnya di
Indonesia tidak mungkin terjadi, karena
berbedanya jumlah ploidi dari kapas yang
dibudidayakan dengan spesies liar dan tidak
samanya letak georafis dari spesies kapas liar
Gossypium tomentosum yang terdapat di Hawai
(Mosanto, 2001)
(Bantahan Tergugat Lebih Beralasan)










Perhimpunan Entomologi Indonesia: penanaman
kapas Bt secara terus-menerus dan dalam area yang
luas dapat mengakibatkan berkembangnya ras hama
yang resisten terhadap racun Bt dengan cepat.
Sebagai contoh ras YHD2 Heliothis virescens yang
diberi pakan yang mengandung Cry1Ac selama lebih
dari 30 generasi menimbulkan resistensi sekitar
10.000 kali (Jenkin, 1999)
Tergugat menentang hal ini dengan alasan
“pelepasan kapas Bt secara terbatas”
akumulasi dari keberadaan produk kapas transgenik
yang terjadi dalam waktu yang lama ini dapat
menimbulkan hama resisten. Jadi produk kapas Bt ini
tetap beresiko.
Para petani kembali memerlukan pestisida
extra untuk membunuh hama super resisten.



munculnya alergen baru pada konsumen
pangan hasil rekayasa/transgenik ini.
Misalnya terdapat beberapa orang yang
alergi terhadap kedelai transgenik. (Dwi
Andreas Santosa, “Analisis Resiko Lingkungan Tanaman Transgenik”, (Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan, Oktober 2000)



Memang untuk resiko dari produk kapas Bt
belum ada, tapi tidak menutup kemungkinan
dalam jangka waktu yang lama dapat pula
menimbulkan resiko kesehatan manusia.



resiko tanaman transgenik terhadap
keanekaragaman hayati maka
dimungkinkan para spesies tanaman
transgenik yang masih dalam jangkauan
geografisnya membentuk populasi liar
dan berhibridisasi dengan kerabat liar
dari tanaman transgenik, sehingga
menimbulkan serangan terhadap
spesies lain yang minoritas. (Godfree dkk, Van
Frankenhuizen & Beardmore, Watrud dkk pada tahun 2004)


-

-

-

Kesimpulan:
Pendapat para Penggugat yang mewajibkan
adanya Amdal atas pelepasan produk Kapas
Bt ini benar karena bagaimanapun juga
kapas Bt ini tetap dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan dan
kesehatan manusia.
pendapat para Tergugat bahwa belum
adanya bukti resiko yang ada maka belum
diwajibkan Amdal ini tidak logis, dan tidak
memenuhi kaidah ilmiah.
Pihak Tergugat lebih menekankan pada
aspek sosial dan ekonomis masyarakat pada
jangka pendek.







sepertinya majelis hakim terlalu berkonsentrasi
dengan akibat-akibat yang secara faktual benarbenar terjadi dan bukannya berdasarkan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Majelis hakim lalai untuk memasukkan
pertimbangan mengenai prinsip kehati-hatian
yang seharusnya tidak diabaikan oleh tergugat
Seharusnya hakim memperhatikan upaya
Environmental Risk Assessment bagi tergugat
dilakukan untuk uji daya atau uji adaptasi bukan
untuk uji terhadap kerusakan lingkungan,
terhadap perubahan gen tanaman lain, atau aman
tidaknya produk tersebut bagi manusia, seperti
yang sebenarnya ditekankan dalam dalil-dalil
yang diungkapkan oleh para para Penggugat.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91