ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN KEMANDIRIAN ADL (Activities Daily Living) di UPT PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO Amalia Devilita Zuhria NIM 1414401003 Subject: asuhan keperawatan gerontik, gangguan kemandirian ADL (Activities Daily Living) De

  ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN GANGGUAN KEMANDIRIAN ADL (Activities Daily Living) di UPT PANTI WERDHA MOJOPAHIT MOJOKERTO

Amalia Devilita Zuhria

NIM 1414401003

  

Subject: asuhan keperawatan gerontik, gangguan kemandirian ADL

(Activities Daily Living)

Description

  Proses menua adalah proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, di tandai dengan perubahan fisik, perubahan intelektual, perubahan mental, perubahan psikologi, perubahan sosial. Perubahan tersebut akan berdampak pada faktor kondisi kesehatan, faktor kondisi ekonomi, faktor kondisi sosial sehingga akan mempengaruhi kemandirian dalam melakukan ADL. Tujuan penelitian adalah mengkaji pelaksanaan asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan kemandirian ADL.

  Desain yang digunakan adalah studi kasus, jumlah partisipan 2 orang dengan kriteria yang diambil lansia dengan gangguan pemenuhan kebutuhan ADL yang mengalami ketergantungan sebagian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.

  Hasil dari studi kasus pada pengkajian didapatkan data yang berbeda pada masing-masing responden. Responden 1 mengalami gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari dengan nilai indeks barthel 80, interprestasi nilai MMSE 19, klien tidak pernah sekolah, kaki kiri klien tampak edema dan kulitnya berwarna kehitaman. Responden 2 mengalami gangguan pemenuhan kbutuhan aktivitas sehari-hari dengan nilai indeks barthel 85, klien terlihat sedikit lbih sensitif, klien menganggap berada di panti dititipkan dan merasa tidak nyaman selalu ingin pulang, mengatakan dtinggal anaknya mati dan tidak pernah dijenguk keluarganya.

  Klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan ADL setelah dilakukan intervensi keperawatan self care ADL terjadi peningkatan dalam hal kemandirian untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Klien mampu berjalan dijalan yang datar secara mandiri, naik turun tangga secara mandiri, kebersihan diri, menyisir, menggosok gigi, berdandan secara mandiri, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya secara mandiri.

  Pada gangguan kemandirian ADL lansia di Panti Werdha diharapkan nilai indeks barthel menunjukkan nilai mandiri sehingga untuk intervensi selanjutnya direkomendasikan pada perawat panti werdha rutin dalam melakukan latihan self care ADL pada lansia.

  

Abstract

The aging process is a normal process of time-related change, marked

by physical change, intellectual change, mental change, psychological change,

  

social change. These changes will affect the health conditions, economic

conditions, social conditions that will affect the independence in conducting ADL.

The objective of the study was to assess the implementation of nursing care of

geriatric patients with ADL independence disorder.

  The design used was case study, the number of participants was 2 people

with the criteria taken was elderly with disruption of the needs of ADL who

experienced partial dependence. Data collection was done by interview,

observation, and documentation.

  The results of the case study on the assessment obtained different data

on each respondent. Respondent 1 experienced impaired daily activity fulfillment

with barthel index value was 80, interpretation value of MMSE was 19, client was

never attended school, client left foot appear edema and skin turned to blackish

color. Respondent 2 experienced impaired fulfillment of daily activity requirement

with barthel index value was 85, client looked a little more sensitive, the client

assumed to be in the nursing home felt its being entrusted and feel uncomfortable

as always wanted to go home, the said that his son died and never visited by his

family.

  Clients with ADL fullfilment disorder after ADL self-care nursing care

increased in terms of independence for daily activities. Clients were able to walk

on a flat street independently, up and down stairs independently, personal

hygiene, combing, brushing teeth, dressing independently, moving from

wheelchairs to beds or otherwise independently.

  In the case of the independence of ADL the elderly in Panti Werdha it is

expected that the barthel index score indicates independent value so that

subsequent interventions are recommended for nurse to routine performing ADL

self care exercises in the elderly.

Keywords: geriatric nursing care, ADL independence disorder (Activities Daily

Living) Contributor : Dwiharini Puspitaningsih, M.Kep

  Widy Setyowati, M.Kep

  Date : 20 Juli 2017 Type material : Laporan Tugas Akhir Identifier : - Right : Open Document Summary : Latar belakang

  Lanjut usia (lansia) mengalami perubahan dalam segi fisik, kognitif, maupun dalam kehidupan psikososialnya. Salah satu permasalahan psikologis pada lansia yaitu cemas, cemas terjadi apabila lansia tidak mampu menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari proses menua. (Maryam dkk, 2008). Perasaan cemas yang dialami lansia mempengaruhi status kesehatan lansia baik secara fisik maupun mental , hal ini berdampak negatif pada tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas atau pekerjaan rutin sehari-hari seperti makan, minum, mandi, kebersihan diri, olahraga, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, toileting, berjalan dijalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol berkemih, rekreasi atau pemanfaatan waktu luang. Dimana kemandirian lansia akan menurun atau bergantung selamanya. (Kushariyadi, 2011).

  Menurut WHO, pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan lansia sebesar 41,4%, yang merupakan peningkatan tertinggi didunia. Bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan bahwa jumlah warga Indonesia akan mencapai kurang lebih 60 juta jiwa pada tahun 2025, seterusnya meletakan Indonesia pada tempat ke-4 setelah China, India, dan Amerika Serikat untuk jumlah penduduk lansia terbanyak (Notoadmojo, 2013). Sedangkan jumlah lansia di Jawa Timur mencapai 2.971.004 jiwa atau 9,36% (Dinsos, 2012). Serta jumlah lansia di Mojokerto pada tahun 2013 mencapai 132.429 lansia. Dari hasil laporan praktek gerontik di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto pada bulan April 2017 di dapatkan data lansia yang mengalami ketergantuan sebagian berjumlah 26 lansia dari 45 lansia atau 58 %, yang mengalami ketergantungan penuh berjumlah 19 dari 45 lansia atau 42 %.

  Menurut hasil penelitian Puspitaningsih, 2015 lansia yang masih belum mampu untuk melakukan adaptasi secara sosial disebabkan karena penyesuaian diri yang berat pada lansia yang bertempat tinggal di panti juga di pengaruhi oleh kurangnya aktivitas dan kegiatan keseharian mereka. Aktivitas dan kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari hanya makan, tidur, sholat dan mandi, serta lansia merasa selalu merasa salah paham dengan teman yang lain dan mereka tidak dapat menyesuaikan dengan kehidupan yang dijalani oleh lansia di panti werdha. Hal ini berdampak negatif pada tingkat kemandirian lansia tersebut.

  Menurut penelitian dari Rohaedi dkk, 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia berusia 60-69 tahun memiliki tingkat kemandirian dalam kategori ketergantungan sebagian dan sebagian kecil memiliki tingkat kemandirian dalam kategori mandiri dan total. Lansia dengan dengan kategori tingkat kemandirian total disebabkan karena memiliki penyakit stroke dan Parkinson yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

  Menurut Lueckenotte, 1996 dalam Ediawati 2013 faktor yang mempengarui tingkat kemandirian lansia yaitu imobilitas dan mudah jatuh. Imobilitas sendiri merupakan ketidakmampuan lansia untuk bergerak secara aktif. Hal ini diakibatkan karena berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Penyebab imobilisasi pada lansia adalah gangguan pada jantung, pernafasan, gangguan sendi dan tulang, penyakit rematik seperti pengapuran atau patah tulang, penyakit saraf, stroke, penyakit Parkinson, gangguan penglihatan dan masa penyembuhan.

  Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat bantuan yang minimal. Kusuma (2015) berpendapat perawat mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu lansia menghadapi ketergantungan dalam memenuhi kebutuhanya

  .

  untuk mengatasi dampak dan masalah yang di alami lansia Untuk mempertahankan kualitas hidup tetap aktif dan produktif lansia membutuhkan kemudahan dalam beraktifitas, pemahaman tentang lingkungan aktifitas dan pelayanan kesehatan yang memadai. Menurut Sujarwati 2017 melakukan perawatan personal hygiene dengan benar merupakan hal yang sangat penting dalam membantu lansia untuk mencapai suatu keadaan yang sehat dan memenuhi kebutuhan sehari hari. Personal hygiene untuk memenuhi kebersihan diri meliputi memandikan, membantu menyisir rambut, membantu menggosok gigi, memotong kuku, dan mencuci rambut. Menurut Ediawati (2013) untuk mempertahankan kemandirian pada lansia yaitu dengan memfasilitasi kebutuhan sehari-hari dengan penggunaan alat bantu jalan untuk mengurangi resiko jatuh pada lansia.

  Metodologi

  Desain yang digunakan pada penelitian adalah studi kasus. Partisipan dalam studi kasus ini adalah 2 orang dengan kriteria yang diambil adalah lansia dengan ketergantungan sebagian di asrama 4 berjenis kelamin perempuan dan dirawat di UPT Panti Werda Majapahit Mojokerto.

  Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan pada klien. Observasi yang dilakukan dengan mengkaji keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik head to

  

toe. Dokumentasi yaitu mencatat hasil wawancara dan observasi dengan klien,

dengan menggunakan format asuhan keperawatan gerontik.

  Uji keabsahan data menggunakan metode triagulasi dari 3 waktu data utama yaitu klien, perawat dan teman sehingga nantinya didapat hasil yang relevan. Analisa data yang digunakan yaitu dari analisa data hasil pengkajian, dari analisa data ditegakkan diagnosa keperawatan. Kemudian dibuat intervensi keperawatan dan dilakukan implementasi. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi.

  Hasil dan pembahasan

1. Pengkajian

  Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Juni 2017 di dapatkan hasil pada klien 1 dengan usia 69 tahun tidak pernah sekolah, mengeluh susah berjalan karena linu-linu pada kaki kirinya. Pada aktivitas sehari-harinya, klien makan dan minum dengan di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiswa, dan saat makan dibantu membersihkan belepotan di mulutnya. Klien mandi tidak dikamar mandi namun di kursi disebelah tempat tidurnya, terkadang juga di teras depan kamar dengan dibantu petugas panti atau mahasiswa, menyisir rambut sendiri, menggosok gigi yang terkadang dilakukan juga dengan dibantu menyiapkan alatnya oleh petugas panti atau mahasiswa.

  Saat BAK jarang di kamar mandi dan terkadang di tempat tidur atau ngompol sehingga baunya pesing, untuk BAB di kamar mandi dengan di bantu pergi ke kamar mandi atau dituntun oleh perawat, mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Klien berjalan di jalan yang datar dengan di bantu berdiri dan dituntun oleh perawat atau mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Memanfaatkan waktu luang dengan duduk-duduk di teras dengan teman- temannya dituntun saat berjalan oleh mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Kaki kanan dan kiri klien tidak simetris, kaki kiri pasien tampak edema dan kulitnya berwarna kehitaman. Nilai Total Indeks Barthel 80, skor SPMSQ (short Portable Mental Status Quisioner) 6 artinya klien mengalami kerusakan intelektual sedang, Interprestasi nilai MMSE (Mini Mental Status Exam) 19 artinya klien mengalami gangguan kognitif sedang.

  Sedangkan klien 2 dengan usia 64 tahun mengeluh linu-linu pada kedua kaki dan mengeluh pusing kepala. Pada aktivitas sehari-harinya, klien makan dan minum di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiwa tetapi untuk makan klien mandiri. BAK dan BAB selalu di kamar mandi dengan di bantu perawat atau mahasiswa pergi ke kamar mandi (dituntun) atau mencari pegangan sendiri saat berjalan. Saat berjalan di jalan yang datar di bantu berdiri dan di tuntun oleh perawat, mahasiswa atau terkadang mencari pegangan sendiri.

  Klien memanfaatkan waktu luang terkadang dengan duduk-duduk di teras dengan teman-temannya dan lebih sering diam di atas tempat tidur sambil mencuili kasurnya. Saat mandi tidak di kamar mandi namun di kursi di sebelah tempat tidurnya, terkadang juga di teras depan dengan dibantu menggosok badannya dan keramas oleh petugas panti ataupun mahasiswa. Nilai Total Indeks Barthel 85. Jari pada kaki kanan dan kiri mengalami malformasi. Klien menganggap bahwa dirinya berada di panti sedang dititipkan dan merasa tidak nyaman selalu ingin pulang, klien mengatakan ditinggal anaknya mati dan tidak pernah dijenguk keluarganya. Dari nada bicaranya klien terlihat sedikit sensitif.

  Menurut Maryam, R. Siti, dkk (2008) pada saat terjadi proses menua lansia mengalami perubahan-perubahan pada dirinya, yang pertama terjadi perubahan fisik meliputi sel, sistem persarafan, gangguan pada pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan temperature tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem reproduksi, sistem gastourinaria, sistem endokrin, sistem kulit, sistem muskuluskeletal. Yang kedua perubahan pada intelektual meliputi perubahan IQ dan perubahan ingatan. Yang ketiga perubahan mental meliputi perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan. Yang keempat perubahan psikologi meliputi kecepatan berfikir, reaksi lambat, terdapat stereotype kontruksi lansia, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik. Yang kelima mengalami perubahan sosial meliputi sadar akan kematian, cara hidupnya berubah, ekonomi akibat pemberhentian jabatan, kesepian akibat pengasingan, gangguan gizi, kehilangan hubungan dengan family dan teman.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari yaitu kondisi kesehatan, kondisi kesehatan fisik dan psikis yang kadang-kadang sakit atau mengalami gangguan merupakan faktor yang utama penyebab aktivitas sehari-hari lansia menjadi terganggu. Pada kondisi ekonomi lansia yang tidak mandiri juga mempengaruhi aktivitas sehari-hari terganggu, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka tidak bekerja tetapi mengandalkan mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarganya. Kondisi yang lebih penting yang menunjang kebahagiaan lansia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat dan teman-teman. Jika kondisi sosial lansia juga tidak berjalan dengan baik atau terganggu juga akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari lansia terganggu. (Hurlock, 2002).

  Berdasarkan pengkajian dan teori proses menua serta teori faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lansia berdampak pada aktivitas sehari-hari kedua klien. Dari hasil nilai indeks barthel kedua klien selisih pada nomer ke 3 yaitu berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya. Selain itu kebiasaan yang dilakukan petugas panti atau perawatnya yang tidak memandirikan kedua klien disebabkan karena terlalu banyak lansia yang harus dimandikan sehingga petugas menjadi kewalahan untuk memandikan juga mempengaruhi tingkat kemandirian kedua klien dalam melakukan aktivitas sehari-harinya.

2. Diagnosa Keperawatan

  Diagnosa keperawatan pada klien 1 yang ditemukan adalah gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan perubahan mental dan pada klien 2 yang ditemukan adalah gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan perubahan sosial. Penulis menegakkan diagnosa pada klien 1 ini karena data yang di peroleh bahwa klien 1 berusia 69 tahun, berjenis kelamin perempuan, tidak pernah sekolah, mengeluh susah berjalan karena linu-linu pada kaki kirinya. Pada aktivitas sehari-harinya, klien makan dan minum dengan di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiswa, dan saat makan dibantu membersihkan belepotan di mulutnya. Klien mandi tidak dikamar mandi namun di kursi disebelah tempat tidurnya, terkadang juga di teras depan kamar dengan dibantu petugas panti atau mahasiswa, menyisir rambut sendiri, menggosok gigi yang terkadang dilakukan juga dengan dibantu menyiapkan alatnya oleh petugas panti atau mahasiswa. Saat BAK jarang di kamar mandi dan terkadang di tempat tidur atau ngompol sehingga baunya pesing, untuk BAB di kamar mandi dengan di bantu pergi ke kamar mandi atau dituntun oleh perawat, mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Klien berjalan di jalan yang datar dengan di bantu berdiri dan dituntun oleh perawat atau mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Memanfaatkan waktu luang dengan duduk-duduk di teras dengan teman-temannya dituntun saat berjalan oleh mahasiswa atau mencari pegangan sendiri. Kaki kanan dan kiri klien tidak simetris, kaki kiri pasien tampak edema dan kulitnya berwarna kehitaman. Nilai Total Indeks Barthel 80, skor SPMSQ (short Portable Mental Status Quisioner) 6, Interprestasi nilai MMSE (Mini Mental Status Exam) 19.

  Pada klien 2 data yang di peroleh bahwa klien 2 berusia 64 tahun, berjenis kelamin perempuan, pada aktivitas sehari-harinya, klien makan dan minum di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiwa tetapi untuk makan klien mandiri. BAK dan BAB selalu di kamar mandi dengan di bantu perawat atau mahasiswa pergi ke kamar mandi (dituntun) atau mencari pegangan sendiri saat berjalan. Saat berjalan di jalan yang datar di bantu berdiri dan di tuntun oleh perawat, mahasiswa atau terkadang mencari pegangan sendiri. Klien memanfaatkan waktu luang terkadang dengan duduk-duduk di teras dengan teman-temannya dan lebih sering diam di atas tempat tidur sambil mencuili kasurnya. Saat mandi tidak di kamar mandi namun di kursi di sebelah tempat tidurnya, terkadang juga di teras depan dengan dibantu menggosok badannya dan keramas oleh petugas panti ataupun mahasiswa. Nilai Total Indeks Barthel 85. Jari pada kaki kanan dan kiri mengalami malformasi. Klien menganggap bahwa dirinya berada di panti sedang dititipkan dan merasa tidak nyaman selalu ingin pulang, klien mengatakan ditinggal anaknya mati dan tidak pernah dijenguk keluarganya. Dari nada bicaranya klien terlihat sedikit sensitif.

  Faktor yang berhubungan dengan aktivitas dasar lansia yang pertama usia, status gizi, status kesehatan, jenis kelamin. Usia menurut Barren dan Jenner (1997) dalam Nugroho (2008) mengusulkan untuk membedakan antara usia biologis, usia psikologis dan usia sosial. Usia biologi yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang lahirnya berada dalam keadaan hidup dan mati. Usia psikologis yang menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk menyesuaikan situasi yang dihadapi. Usia sosial yang menunjukkan kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

  Berdasarkan aspek kognitif menggunakan MMSE kedua klien sama-sama mengalami gangguan kognitif sedang, tetapi interprestasi nilainya lebih sedikit klien 1 yaitu 19 dan klien 2 yaitu 21, sehingga diagnosa dengan etiologi perubahan mental di prioritaskan pada klien 1. Pada status psikososial klien 1 cenderung lebih pasrah dengan masa tuanya, klien menganggap di panti sebagai rumahnya dan merasa senang. Klien 2 terlihat sedikit lebih sensitif dan menganngap bahwa dirinya di panti sedang dititipkan dan merasa tidak nyaman selalu ingin pulang. Sehingga diagnosa dengan etiologi perubahan sosial di prioritaskan pada klien 2.

3. Intervensi Keperawatan

  Intervensi yang akan dilakukan pada kedua partisipan sama. Intervensi yang pertama monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. Intervensi yang kedua monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting, dan makan.intervensi yang ketiga sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Intervensi yang ke empat dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. Intervensi yang kelima dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. Intervensi yang ke enam ajarkan klien untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. Intervensi yang ketujuh berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan. Intervensi yang kedelapan pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. (Wilkinson, Judith. 2011)

  Pada tujuan intervensi klien 1 dan klien 2 sama yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari- hari menurun dengan kriteria hasil klien mampu berjalan di jalan yang datar dan naik turun tangga secara mandiri. Klien memanfaatkan waktu luang dengan bersosialisasi dengan mandiri. Klien toiletting dengan mandiri. Klien mandi di kamar mandi dengan mandiri.

  Berdasarkan intervensi keperawatan yang dilakukan dengan kedua kondisi partisipan dan sesuai dengan rencana keperawatan dan teori yang sudah ada, maka intervensi dilakukan.

4. Implementasi Keperawatan

  Hasil pengkajian bahwa klien 1 mengalami gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan perubahan mental dan klien 2 mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan perubahan sosial. Implementasi hari pertama klien 1 pada tanggal 19 Juni 2017, tindakan pertama membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil nama klien, tindakan kedua melakukan observasi pada kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, tindakan ketiga menyiapkan sabun, daster, bedak, sisir. Tindakan keempat memberikan bantuan memandikan klien dikamar mandi, membantu menggosok badannya dengan sabun dan berhias, tindakan kelima melakukan pemeriksaan TTV (Tanda-tanda Vital) Tekanan Darah 160/90 mmHg, Nadi 80x/menit, respiratory rate 20x/menit, suhu 36 C.

  Tindakan keenam memberikan bantuan mengambilkan makan dan minum klien. Tindakan ketujuh menuntun klien saat berjalan di jalan yang datar dan naik tangga. Tindakan kedelapan mengajak klien memanfaatkan waktu luang untuk bersosialisasi dengan mahasiswa yang lain. Tindakan kesembilan kolaborasi dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi karena terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto.

  Implementasi hari pertama klien 2 pada tanggal 19 Juni 2017, tindakan pertama membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil nama klien, kedua mengobservasi kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, ketiga melakukan pemeriksaan TTV (Tanda-tanda Vital) tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 80x/menit, respiratory rate 20x/menit, suhu 36,1 C, keempat menuntun klien untuk toileting dan berjalan di jalan yang datar serta naik turun tangga saat ke kamar mandi, kelima mengajak klien untuk melakukan pemanfaatan waktu luang dengan rekreasi ke taman panti dan mendorong untuk bersosialisasi dengan mahasiswa, keenam memberikan bantuan mengambilkan makan dan minum untuk makan sore, kolaborasi dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi karena terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto.

  Melanjutkan tindakan pada hari kedua tanggal 20 Juni 2017, pada klien 1

  

tindakan pertama menjemur klien (caring), kedua melakukan pemeriksaan TTV,

  Tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 84/menit, respiratory 20x/menit, suhu 36, 5 C, ketiga mengajak klien untuk olahraga ringan dengan melatih nafas dalam dan menggerakkan tangan ke kanan dan kiri ke atas dan bawah, lalu mengayun- ayunkan kaki, keempat memberikan bantuan mengambilkan makan dan minum (sarapan pagi) dan mengusap mulutnya saat makan yang belepotan, kelima menuntun klien untuk toileting, ke enam melatih klien untuk belajar berjalan di jalan yang datar tanpa bantuan atau pegangan, ketujuh mengajak klien memanfaatkan waktu luang untuk bersosialisasi dengan mahasiswa di gazebo, kedelapan menyiapkan alat mandi, daster, bedak dan sisir. Kesembilan membantu memandikan klien di kursi sebelah tempat tidur klien dengan membantu menggosok kulit dengan sabun, menyiapkan sikat gigi dan pasta, membantu berhias, kesepuluh memelihara keselamatannya dengan cara kamar dan lantai tidak berantakan dan licin.

  Pada klien 2 tindakan pertama menjemur pasien (caring), kedua melakukan pemeriksaan TTV, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84/menit, respiratory 20x/menit, suhu 36 C, ketiga memberikan bantuan mengambilkan makan dan minum (sarapan pagi), keempat mengajak klien untuk olahraga ringan dengan melatih nafas dalam dan menggerakkan tangan ke kanan dan kiri ke atas dan bawah, lalu mengayun-ayunkan kaki, kelima memotivasi untuk bersosialisasi dengan mengajak klien untuk ngobrol dan bercanda-canda dengan mahasiwa lain dan membantu memilih untuk mengikuti aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya, keenam melatih klien untuk berjalan di jalan yang datar dan naik turun tangga dengan mandiri, ketujuh menyiapkan alat mandi, daster, bedak dan sisir, kedelapan memberikan bantuan memandikan klien menggunakan sabun, menghindari menggosok kulit dengan keras, dan membantu berhias. Kesembilan memelihara keselamatannya dengan cara kamar dan lantai tidak berantakan dan licin.

  Melanjutkan tindakan hari ketiga pada tanggal 21 Juni 2017, pada klien 1

  

tindakan pertama melakukan observasi pada kemampuan klien untuk perawatan

  diri yang mandiri, kedua melatih klien untuk belajar berjalan di jalan yang datar dan naik turun tangga tanpa bantuan atau pegangan, ketiga menyiapkan alat mandi, daster, bedak, sisir, keempat memberikan bantuan memandikan klien menggunakan sabun, menghindari menggosok kulit dengan keras, menyiapkan sikat gigi dan pasta untuk menggosok gigi, membantu berhias. Kelima melakukan pemeriksaan TTV, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 82x/menit, respiratory 20x/menit, suhu 36, 2 C, keenam mengajak klien untuk olahraga ringan dengan melatih nafas dalam dan menggerakkan tangan ke kanan dan kiri ke atas dan bawah, lalu mengayun-ayunkan kaki, ketujuh mengajak klien untuk melakukan pemanfaatan waktu luang dengan rekreasi ke taman panti dan mendorong untuk bersosialisasi dengan perawat atau mahasiswa, kedelapan membantu mengambilkan makan dan minum klien untuk makan sore. Memelihara keselamatannya dengan cara kamar dan lantai tidak berantakan dan licin.

  Pada klien 2 tindakan pertama melakukan observasi pada kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, kedua melatih klien untuk belajar berjalan di jalan yang datar dan naik turun tangga tanpa bantuan atau pegangan, ketiga menyiapkan alat mandi, daster, bedak, sisir, keempat memberikan bantuan memandikan klien menggunakan sabun, menghindari menggosok kulit dengan keras, menyiapkan sikat gigi dan pasta untuk menggosok gigi, membantu berhias. Kelima melakukan pemeriksaan TTV, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80x/menit, respiratory 20x/menit, suhu 36, 5 C, keenaam mengajak klien untuk olahraga ringan dengan melatih nafas dalam dan menggerakkan tangan ke kanan dan kiri ke atas dan bawah, lalu mengayun-ayunkan kaki, ketujuh mengajak klien untuk melakukan pemanfaatan waktu luang dengan rekreasi ke taman panti dan mendorong untuk bersosialisasi dengan perawat atau mahasiswa, kedelapan memberikan bantuan mengambilkan makan dan minum untuk makan sore. Memelihara keselamatannya dengan cara kamar dan lantai tidak berantakan dan licin.

  Tindakan dalam pelaksanaan self-care assistance pada lansia yang pertama monitor kemampuan lansia dalam melakukan self-care meliputi melakukan pembersihan ruangan, berpindah, menyiapkan makan dan minum, terkait personal hygiene, berpakaian, berdandan, toileting, dan makan secara mandiri. Yang kedua edukasi lansia dimaksud informasi atau pendidikan kesehatan mengenai cara berjalan yang benar, penggunaan alat bantu jalan, serta penggunaan herbal yang benar bagi lansia. Pendidikan kesehatan yang diberikan yang terkait dengan pemenuhan self-care assistance yang dilakukan pada lansia dipanti werdha. Yang ke tiga motivasi lansia meliputi motivasi untuk meningkatkan kemandirian lansia dalam melakukan self-care assistance. Tindakan motivasi yang dilakukan antara lain mendorong penggunaan kruk, tongkat, dan walker, motivasi lansia untuk dapat melakukan toiletting secara mandiri, motivasi lansia untuk makan secara mandiri, motivasi lansia penyiapan makan tidak dilakukan oleh petugas panti namun mandiri, motivasi untuk selalu meningkatkan komunikasi lansia dengan lansia lain dalam satu kamar. Yang keempat bantuan ke lansia yaitu membantu pelansanaan self-care berupa membantu ADL, menyiapkan sarana-prasarana personal hygiene, dan aktivitas yang dilakukan lansia secara rutin. (Saifullah, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan evaluasi. Tanggal 21 Juni 2017 klien 1 mengatakan tidak ada keluhan pada dirinya. Keadaan Umum klien tampak kusam, bajunya kotor dan kusut, tecium bau pesing, rambutnya acak-acakan. TTV tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 82/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36,2 C. Klien beraktivitas makan dan minum dengan di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiswa, klien mandi menggosok badannya dengan di bantu sebagian oleh petugas panti atau mahasiswa, klien toileting ke kemar mandi dengan mencari pegangan sendiri, klien olahraga dengan di bantu dan dimotivasi oleh perawat atau mahasiswa, kaki kanan dan kiri pasien tidak simetris, kaki kanan pasien tampak edema dan kulitnya berwarna kehitaman. Masalah gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari teratasi sebagian, intervensi dihentikan dan direkomendasikan pada pihak panti untuk melanjutkan intervensi.

  Pada klien 2 mengatakan tidak ada keluhan. Keadaan umum klien tampak kusam, dan bajunya kusut, kesadaran klien sadar penuh. Pemeriksaan TTV, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 82x/menit, suhu 36 C, pernapasan 20x/menit. klien beraktivitas makan dan minum dengan di bantu mengambilkan oleh perawat atau mahasiswa, klien mandi menggosok badan dan berhias dibantu sebagian oleh petugas panti atau mahasiswa, klien olahraga di bantu dan dimotivasi oleh mahasiswa, klien memanfaatkan waktu luang untuk bersosialisasi dengan di motivasi dan dibantu oleh perawat atau mahasiswa. Masalah gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living) teratasi sebagian, intervensi dihentikan dan direkomendasikan pada pihak panti untuk melanjutkan intervensi.

  Menurut hasil penelitian Wijayanti 2015, dengan 23 responden, sebanyak 18 responden memiliki tingkat kemandirian dalam ADL (Activities Daily Living) bergantung sebagian karena memiliki pendidikan terakhir SD, disimpulkan bahwa tingkat pendidikan lansia masih tergolong rendah yang menunjukkan rendahnya pengetahuan lansia. Dan dari 23 responden tersebut, 8 responden diantaranya didapatkan memiliki riwayat penyakit hipertensi, 5 responden memiliki riwayat penyakit diabetes, infeksi lambung, 3 responden memiliki riwayat kolesterol, 2 responden memiliki riwayat katarak, 2 responden memiliki riwayat asam lambung. Gangguan terhadap sistem tersebut dan penurunan kemampuan fisik yang mereka miliki, maka dapat mengganggu pemenuhan ADL (Activities Daily Living).

  Berdasarkan hasil evaluasi dan hasil penelitian Wijayanti 2015, tingkat kemandirian lansia dalam melakukan ADL bergantung sebagian karena faktor pendidikan yang rendah sehingga menunjukkan rendahnya pengetahuan lansia.

  Simpulan

  1. Pengkajian Dari data hasil pengkajian Partisipan 1 mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living) dengan nilai indeks barthel 80, interprestasi nilai MMSE 19, klien tidak pernah sekolah, kaki kiri klien tampak edema dan kulitnya berwarna kehitaman. Partisipan 2 mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living) dengan nilai indeks barthel 85, klien menganggap dirinya berada di panti sedang dititipkan dan merasa tidak nyaman selalu ingin pulang, mengatakan dtinggal anaknya mati dan tidak pernah dijenguk keluarganya, terlihat lebih sensitif dari pembicaraanya.

  2. Diagnosis Partisipan 1 dan 2 memiliki masalah keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living). Partisipan 1 gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living) di sebabkan oleh perubahan mental. Partisipan 2 gangguan pemenuhan kebutuhan ADL (Activities Daily Living) disebabkan oleh perubahan sosial.

  3. Intervensi Awal perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 sama yaitu mengajarkan mendorong klien untuk memandirikan kebutuhan ADL (Activities Daily

  Living). Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.

  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting, dan makan. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.

  4. Implementasi Tindakan hari pertama pada klien 1 dan 2 sama yaitu 3x24 jam sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat dan pada hari kedua masalah belum teratasi intervensi dilanjutkan.

  5. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan selama 3x24 jam pada klien 1 sudah teratasi sebagian, untuk toileting, berjalan di jalan yang datar, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya. Pada klien 2 juga sudah teratasi sebagian, untuk toileting, berjalan di jalan yang datar, naik turun tangga, kebersihan diri mencuci muka dan menyisir rambut, berdandan secara mandiri.

  Rekomendasi

  Rohaedi, Slamet. Suci Tuty Putri, Aniq Dini Karimah. 2016. Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Activities Daily Living di Panti Sosial Tresna Werdha Senja Rawi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia Vol. 2 No. 1

  Kemandirian dalam ADL (Activity of Daily Living) pada Lansia di Desa Warugunung RW 02 Karangpilang Surabaya. Stikes Hang Tuah

  Jakarta: EGC. Wijayanti, Renny., Ns. 2015. Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Tingkat

  Wilkinson, Judith M., Ahem, Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnose NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.

  Pada Lansia Dengan Peningkatan Kadar Asam Urat di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto Tahun 2016. Vol. 9 No. 1

  Sujarwati, Yunita Novi. 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Personal Hygiene

  Assistance di Panti Werdha. Jurnal Keperawatan Komunits Vol. 1 No. 2

  Saifullah, David Azam & Yuni Dwi Hastuti. 2013. Pelaksanaan Self-care

  Jakarta: EGC Puspitaningsih, D. (2015). Adaptasi Diri Pada Lansia Di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. HOSPITAL MAJAPAHIT, 6 (2).

  Di harapkan kepada klien mampu mempertahankan dan tetap menerapkan asuhan keperawatan gerontik dan kepada perawat panti juga selalu menerapkan asuhan keperawatan gerontik pada pasien yang mengalami gangguan kemandirian ADL (Activities Daily Living) seoptimal mungkin agar klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

  Notodtmodjo, S. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 2.

  Sehari-Hari Di Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Jombang. Hospital Majapahit, 2(1) . Maryam, R. S., & dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya.Jakarta: Salemba Medika.

  Kushariyadi. (2011). Asuhan Keperawatan Gerontik.Yogyakarta : Salemba Medika. Kusuma, Y. L. H. (2015). Tingkat Ketergantungan Lansia Dalam Aktivitas Hidup

  Indonesia). Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Surabaya : Erlangga.

  Living (ADL) Dan Resiko Jatuh Pada Lansia DI Panti Sosial Trsna Wredha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur.(Skripsi, Universitas

  Ediawati, Eka. 2013. Gambaran Tingkat Kemandirian Dalam Actuvity Of Daily

  Daftar Pustaka

  Surabaya Tahun 2014 Alamat corespondensi amalia.devilita@gmail.com

  Email : Alamat : Desa Claket Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto No. Hp : 081357550964