Observasi Sumber Daya Energi Terbaharui

Tugas Mandiri
Tugas 2.5B Observasi Potensi Sumber Daya Alam Sekitar
Tatum Derin — XI Akselerasi

1. Amati SDA terbaharui di Riau yang berpotensi untuk dikembangkan
pembangkit listrik terbarukan.
2. Amati proses produksi dan jelaskan kemungkinan kewirausahaan yang
bisa dikembangkan dalam bidang pembangkit listrik terbarukan.
3. Amati potensi SDA untuk pembuatan pembangkit listrik sederhana.

Bauran Energi Primer Nasional Tahun 2010
1. Minyak 46.93%
2. Gas 21.9%
3. Batubara 26.38%
4. Panas Bumi 1.5%
5. Air 3.29%
Sistem Penyediaan dan Pemanfaatan Energi Nasional sangat
bergantung pada bahan bakar (95,21%)
Konsumsi Energi Meningkat 7 % per Tahun

Sumber : Ditjen EBTKE, Kemesdm, 2011


RIAU
BIOMASSA
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi energy biomassa
terbesar yang dapat digunakan sebgai pembangkit listrik.
Pemanfaatan limbah dari perkebunan kelapa sawit seperti limbah cair, tandan kosong
dan cangkangnya akan mampu menghasilkan energi listrik. Jika potensi tersebut dapat
dimaksimalkan, maka persoalan kekurangan energi listrik yang selama ini terjadi akan
dapat ditanggulangi.
Potensi SDA Biomassa Riau adalah:
1. Perkebunan sawit ± 2,3 juta Ha dan limbah sawit [cangkang, pelepah, tangkos,
CPO parit] menghasilkan listrik 100-200 MW
2. Perkebunan sagu ± 60.000 Ha dan listrik 10 MW
3. Pohon nipah ±61.887,79 Ha dan listrik 815.645.921,71 liter/th bioethanol
4. Produksi Perkebunan Rakyat ± 2.711.205 ton
5. Perkebunan Negara ± 346.170 ton
6. Perkebunan Swasta ± 3.007.016 ton
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau, ketersediaan limbah cair sawit kini
bisa memproduksi 261 Mega Watt (MW) listrik dan 340 MW dari limbah padat. Limbah
padat dan cair sawit Riau tersebut berasal dari 174 pabrik kelapa sawit (PKS).

Melimpahnya sumber energi yang berasal dari biomassa seharusnya dapat menjadi
perhatian lebih oleh pemerintah dalam mengelola sumber daya energi yang terbarukan
dan berkelanjutan.
Biomassa adalah sumber energi yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari
organisme yang belum lama mati. Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk
mengkonversi biomassa menjadi bentuk yang energi yang berguna yaitu: konversi termal
dari biomassa, konversi kimia dari biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa.
Dibandingkan bahan bakar fosil, pembangkit listrik dengan energi dari biomassa juga
dapat mengurangi emisi karbon.
Menurut Kabid Ketenagalistrikan Distamben Riau, Ir Abdi Haro, Riau yang merupakan
produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia dengan luas area perkebunan kelapa sawit
sekitar 2,1 juta hektare dapat dimanfaatkan limbahnya untuk menghasilkan listrik
dengan potensi 100-200 MW.
Abdi menjelaskan bahwa di Riau banyak limbah kelapa sawit yang terbuang percuma,
baru sebagian kecil yang dimanfaatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai
campuran untuk pembuatan kompos. Padahal, limbah sawit seperti cangkang sawit,
pelepah, tankos dan CPO parit bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik baru
terbarukan biomassa,

Hampir di seluruh kabupaten atau kota di Riau memiliki area perkebunan kelapa sawit,

dimana sembilan diantaranya memiliki area perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.
Menurut Abdi, pemanfaatan energi jangan hanya terpaku pada sumber energi primer,
melainkan harus mencari sumber energi baru dan terbarukan seperti limbah kelapa sawit
untuk biomassa.
Potensi ini perlu disampaikan pada Dewan Energi Nasional agar segera mengeluarkan
kebijakan pemerintah, apakah dalam bentuk PP atau Inpres untuk pengaturan
pemanfaatan limbah biomassa yang selama ini sulit didapatkan dari perusahaan pelaku
industri sawit dan sejenisnya.
Abdi melanjutkan bahwa pemerintah kabupaten di Riau terutama Distamben setempat
masih perlu melakukan pendataan, berapa jumlah limbah kelapa sawit yang diperlukan
perusahaan perkebunan sawit dan berapa jumlah yang bisa dimanfaatkan untuk
keperluan pembangkit listrik energi terbarukan biomassa.

Limbah Kayu

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Lancang Kuning
melakukan Survey Potensi bahan Baku Wood Pellet dari Limbah Kayu sebagai Energi
Alternatif Biomassa sebagai bahan seminar awal yang bekerjasama dengan Badan
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau, Jum'at (19/4).
Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 18

tahun atau tahun 2023 dengan rasio cadangan pada tahun 2004. Sedangkan gas
diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 61 tahun dan batu bara 147 tahun.
Kebutuhan energi semakin besar dari waktu ke waktu, sementara bahan bakar berbasis
fosil untuk masa yang akan datang jumlahnya semkin berkurang. Untuk mengantisipasi
hal tersebut diperlukan bahan baku lain yang sifatnya dapat diperbaharui yaitu biomassa
yang berasal dari tumbuhan.
Wood pellet merupakan sumber energi alternatif yang dikembangkan dari hasil hutan.
Wood pellet adalah partikel kayu yang dipadatkan yang digunakan sabagai bahan bakar,
dan merupakan hasil pengempaan biomassa (kayu) yang memiliki tekanan yang lebih
besar dibanding briket.
Adapun tujuan srvey seminar tersebut adalah untuk mengetahui jenis-jenis sumber
bahan baku wood pellet di Riau, mengetahui distribusi bahan baku wood pellet di Riau,
mengetahui potensi bahan baku wood pellet pada masing-masing jenis dan lokasi,
mendesain dan membuat alat wood pellet skala rumah tangga, membuat wood pellet
dengan berbagai jenis bahan baku yang tersedia, serta meningkatkan pemahaman dan
kemampuan masyarakat dalam memproduksi wood pellet dan menyediakan bahan baku
secara berkesinambungan.
Wilayah penelitian yang dilakukan mencakup Provinsi Riau, dengan fokus studi di 3
kabupaten, yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kota Pekanbaru.
Ekstrapolasi dari ketiga fokus studi tersebut untuk pendekatan ke tingkat Provinsi. (ips)


Batu Bara

Batu bara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah mati
dan mengendap selama jutaan tahun yang lalu. Unsur-unsur yang menyusunnya
terutama adalah karbon, hidrogen, dan oksigen.
Batu bara digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan. Energi yang
dihasilkan batu bara dapat digunakan untuk pembangkit listrik, untuk keperluan rumah
tangga (memasak), pembakaran pada industri batu bata atau genteng, semen, batu
kapur, bijih besi dan baja, industri kimia, dan lain-lain.

Cadangan batu bara Indonesia hanya 0,5% dari cadangan batu bara dunia. Namun,
dilihat dari produksinya, cadangan batu bara Indonesia merupakan yang ke-6 terbesar di
dunia. Batu bara dapat dijumpai di sejumlah pulau, yaitu Kalimantan dan Sumatra.
Potensi batu bara di kedua pulau tersebut sangat besar.
Jumlah produksi batu bara di Riau sendiri pun mencapai 2,37 Miliar ton yang terdapat di
Kabupaten Kuantan Singingi, Inhu, Inhil, Kampar dan Rohul.
Kepala Bidang Ketenagalistrikan dan Energi Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau
Ir Abdi Haro, saat ditemui Riau Pos di ruang kerjanya, Senin (14/9) mengatakan, potensi
sumber-sumber energi menyebar di seluruh kabupaten/kota di Riau.

“Cadangan batubara di Riau yang terdapat di Kuantan Singingi, Inhu, Inhil, Kampar dan
Rohul mencapai 2,37 miliar ton. Besarnya potensi ini misalnya cadangan batubara untuk
PLTU yang ada di Peranap Kabupaten Indragiri Hulu, jika dimanfaatkan cadangannya bisa
mencapai 50 tahun,” sebut Abdi.
Potensi energi di Riau selain batubara yakni minyak bumi, gas bumi, bitumin, gambut,
air, bio-energi hingga sinar matahari. Hanya saja semua itu belum terkelola dengan baik
karena terbentur regulasi.
Namun seiring disahkannya UU Ketenegalistrikan yang baru, telah membuka peluang
kepada daerah untuk membangun pembangkit dan menetapkan harga jual regional.
Potensi besar lainnya yang masih terpendam yakni air sungai.
Sungai Kuantan jika dibuat PLTA akan mampu menghasilkan 350 MW. Sungai Kampar Kiri
178 MW, sementara Sungai Rokan 56 MW.

Sumber energi dari perkebunan sawit, kelapa dan sagu juga tak kalah melimpah.
Perkebunan sawit Riau memiliki luas 1,6 juta ha, perkebunan kelapa 0,6 juta ha,
sementara sagu 70 ribu ha.
Riau juga kaya dengan gambut yang bisa diolah menjadi sumber energi. Potensi gambut
Riau yang tersebar di Siak, Bengkalis dan Inhil terdapat 12,68 miliar ton.(izl)

Minyak Bumi dan Gas


Minyak bumi dan gas merupakan sumber energi utama yang saat ini banyak dipakai untuk keperluan
industri, transportasi, dan rumah tangga. Saat ini telah dikembangkan sumber energi alternatif,
misalnya bioenergi dari beberapa jenis tumbuhan dan sumber energi lainnya, seperti energi
matahari, angin, dan gelombang. Namun, produksi energi dari sumber energi alternatif masih
terbatas jumlahnya.

Skema gambaran proses Pengeboran minyak bumi

Tambang minyak bumi yang terdapat di Pulau Seram
Cadangan minyak bumi Indonesia terus berkurang seiring dengan pengambilan atau
eksploitasi yang terus dilakukan. Sejumlah ahli memperkirakan bahwa dalam kurun
waktu 14 tahun ke depan, cadangan minyak bumi tersebut akan habis dan Indonesia

terpaksa harus membeli atau mengimpor dari negara lain. Hal itu tidak akan terjadi jika
ditemukan cadangan baru yang masih besar. Cadangan minyak bumi Indonesia
diperkirakan masih cukup besar. Adapun sebaran penghasil minyak pada sejumlah pulau
di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabrl Daerah Penghasil Minyak Bumi di Indonesia

Produksi minyak bumi pertama di Indonesia adalah di Majalengka, Jawa Barat.
Pengeboran dilakukan oleh orang Belanda bernama J. Reerink pada tahun 1871.
Pengeboran dilakukan dengan bantuan tenaga lembu dan menghasilkan 6.000 liter
minyak bumi.

Angin

Pembangkit Listrik Tenaga Angin atau sering juga disebut dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu (PLTB) adalah salah satu pembangkit listrik energi terbarukan yang ramah
lingkungan dan memiliki efisiensi kerja yang baik jika dibandingkan dengan pembangkit
listrik energi terbarukan lainnya. Prinsip kerja PLTB adalah dengan memanfaatkan energi
kinetik angin yang masuk ke dalam area efektif turbin untuk memutar balingbaling/kincir

angin,

kemudian

energi

putar


ini

diteruskan

ke

generator

untuk

membangkitkan energi listrik.
Berdasarkan data dari GWEC, jumlah PLTB yang ada di dunia saat ini adalah sebesar
157.900 MWatt (sampai dengan akhir tahun 2009), dan pembangkit jenis ini setiap
tahunnya mengalami peningkatan dalam pembangunannya sebesar 20-30%. Teknologi
PLTB saat ini dapat mengubah energi gerak angin menjadi energi listrik dengan efisiensi
rata-rata sebesar 40%. Efisiensi 40% ini disebabkan karena akan selalu ada energi kinetik
yang tersisa pada angin karena angin yang keluar dari turbin tidak mungkin mempunyai
kecepatan sama dengan nol. Gambar 1 merupakan laju pertumbuhan dan daya elektrik
total PLTB di dunia yang ada sampai saat ini.


Gambar 1 Laju Pertumbuhan PLTB di Dunia
1. Energi Angin
1.1 Energi Kinetik Angin Sebagai Fungsi dari Kecepatan Angin
Energi kinetik angin yang dapat masuk ke dalam area efektif turbin angin dapat dihitung
berdasarkan persamaan 1.1 berikut :

(1.1)
dimana pada persamaan tersebut dapat kita lihat bahwa energi angin (P ; Watt)
bergantung terhadap faktor-faktor seperti aliran massa angin (m ; kg/s), kecepatan angin
(v ; m/s), densitas udara (ρ ; kg/m3), luas permukaan area efektif turbin (A ; m 3 ). Di akhir
persamaan, secara jelas dapat disimpulkan bahwa energi angin akan meningkat 8 kali
lipat apabila kecepatan angin meningkat 2 kali lipatnya, atau dengan kata lain apabila
kecepatan angin yang masuk ke dalam daerah efektif turbin memiliki perbedaan sebesar
10% maka energi kinetik angin akan meningkat sebesar 30%. Apabila kecepatan kerja

PLTB adalah Vrated, maka daya keluaran PLTB dapat diperoleh dari persamaan 1.1
dengan menuliskan kembali ke persamaan sebagai berikut.

(1.2)


(1.3)
Gambar 2 merupakan kurva intensitas energi kinetik angin berdasarkan fungsi dari
kecepatan angin.

Gambar 2 Intensitas Energi Angin
1.2 Kecepatan Angin Berdasarkan Fungsi dari Ketinggiannya dari Permukaan
Tanah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kecepatan angin sangat dipengaruhi
oleh ketinggiannya dari permukaan tanah. Semakin mendekati permukaan tanah,
kecepatan angin semakin rendah karena adanya gaya gesek antara permukaan tanah
dan angin. Untuk alasan ini, PLTB biasanya dibangun dengan menggunakan tower yang
tinggi atau dipasang diatas bangunan. Berikut adalah rumus bagaimana cara mengukur
kecepatan angin berdasarkan ketinggiannya dan jenis permukaan tanah sekitarnya.

Tabel 1 menunjukan besarnya nilai n sebagai faktor perbedaan jenis permukaan tanah
yang mempengaruhi kecepatan angin.

Tabel 1 Nilai n berdasarkan jenis permukaan tanah

Gambar 3 menunjukan hasil perhitungan kecepatan angin berdasarkan ketinggian,
dengan garis putus-putus menggunakan asumsi n = 7, sedangkan garis lurus dengan
asumsi n =5.

Gambar 3 Kecepatan angin berdasarkan ketinggiannya dari permukaan tanah
2. Jenis-jenis Angin
Angin timbul akibat sirkulasi di atmosfer yang dipengaruhi oleh aktivitas matahari dalam
menyinari bumi yang berotasi. Dengan demikian, daerah khatulistiwa akan menerima
energi radiasi matahari lebih banyak daripada di daerah kutub, atau dengan kata lain,
udara di daerah khatulistiwa akan lebih tinggi dibandingkan dengan udara di daerah
kutub. Perbedaan berat jenis dan tekanan udara inilah yang akan menimbulkan adanya
pergerakan udara. Pergerakan udara inilah yang didefinisikan sebagai angin. Gambar 4
merupakan pola sirkulasi pergerakan udara akibar aktivitas matahari dalam menyinari
bumi yang berotasi.

Gambar 4 Pola sirkulasi udara akibat rotasi bumi
(Sumber : Blog Konversi ITB, Energi Angin dan Potensinya)
Berdasarkan prinsip dari terjadinya, angin dapat dibedakan sebagai berikut :
2.1 Angin Laut dan Angin Darat
Angin laut adalah angin yang timbul akibat adanya perbedaan suhu antara daratan dan
lautan. Seperti yang kita ketahui bahwa sifat air dalam melepaskan panas dari radiasi
sinar matahari lebih lambat daripada daratan, sehingga suhu di laut pada malam hari
akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di daratan. Semakin tinggi suhu, tekanan
udara akan semakin rendah. Akibat adanya perbedaan suhu ini akan menyebabkan
terjadinya perbedaan tekanan udara di atas daratan dan lautan. Hal inilah yang
menyebabkan angin akan bertiup dari arah darat ke arah laut. Sebaliknya, pada siang
hari dari pukul 09.00 sampai dengan pukul 16.00 angin akan berhembus dari laut ke
darat akibat sifat air yang lebih lambat menyerap panas matahari.
2.2 Angin Lembah
Angin lembah adalah angin yang bertiup dari arah lembah ke arah puncak gunung yang
biasa terjadi pada siang hari. Prinsip terjadinya hampir sama dengan terjadinya angin
darat dan angin laut yaitu akibat adanya perbedaan suhu antara lembah dan puncak
gunung.
2.3 Angin Musim
Angin musim dibedakan menjadi 2, yaitu angin musim barat dan angin musim
timur. Angin Musim Barat/Angin Muson Barat adalah angin yang mengalir dari Benua Asia

(musim dingin) ke Benua Australia (musim panas). Apabila angin melewati tempat yang
luas, seperti perairan dan samudra, maka angin ini akan mengandung curah hujan yang
tinggi. Angin Musim Barat menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan. Angin ini
terjadi pada bulan Desember, januari dan Februari, dan maksimal pada bulan Januari
dengan kecepatan minimum 3 m/s.
Angin Musim Timur/Angin Muson Timur adalah angin yang mengalir dari Benua Australia
(musim dingin) ke Benua Asia (musim panas). Angin ini menyebabkan Indonesia
mengalami musim kemarau, karena angin melewati celah- celah sempit dan berbagai
gurun (Gibson, Australia Besar, dan Victoria). Musim kemarau di Indonesia terjadi pada
bulan Juni, Juli dan Agustus, dan maksimal pada bulan Juli.
2.4 Angin Permukaan
Kecepatan dan arah angin ini dipengaruhi oleh perbedaan yang diakibatkan oleh material
permukaan Bumi dan ketinggiannya. Secara umum, suatu tempat dengan perbedaan
tekanan

udara

yang

tinggi

akan

memiliki

potensi

angin

yang

kuat. Ketinggian

mengakibatkan pusat tekanan menjadi lebih intensif.
Selain perbedaan tekanan udara, material permukaan bumi juga mempengaruhi kuat
lemahnya kekuatan angin karena adanya gaya gesek antara angin dan material
permukaan bumi ini. Disamping itu, material permukaan bumi juga mempengaruhi
kemampuannya dalam menyerap dan melepaskan panas yang diterima dari sinar
matahari. Sebagai contoh, belahan Bumi utara didominasi oleh daratan, sedangkan
selatan sebaliknya lebih di dominasi oleh lautan. Hal ini saja sudah mengakibatkan angin
di belahan Bumi utara dan selatan menjadi tidak seragam. Gambar 5 menunjukkan
tekanan udara dan arah angin bulanan pada permukaan Bumi dari tahun 1959-1997.
Perbedaan tekanan terlihat dari perbedaan warna. Biru menyatakan tekanan rendah,
sedangkan kuning hingga oranye menyatakan sebaliknya. Arah dan besar angin
ditunjukkan dengan arah panah dan panjangnya.

Gambar 5. Arah angin permukaan dan pusat tekanan atmosfer rata-rata pada bulan
Januari, 1959-1997. Garis merah merupakan zona konvergen intertropik (ITCZ).
2.5 Angin Topan
Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau
lebih yang sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan. Angin
topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Di Indonesia dan
daerah lainnya yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa, jarang sekali dilewati oleh
angin ini. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar
dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem
dengan kecepatan sekitar 20 Km/jam.
3. Potensi Energi Angin
Berdasarkan data dari GWEC, potensi sumber angin dunia diperkirakan sebesar 50,000
TWh/tahun. Total potensial ini dihitung pada daratan dengan kecepatan angin rata-rata
diatas 5,1 m/s dan pada ketinggian 10 m. Data ini setelah direduksi sebesar 10% sebagai
toleransi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, dan lain-lain.
Tabel 2 Sebaran potensi energi angin. (TWh/tahun)

3.1 Potensi Energi Angin Di Indonesia
Berikut ini adalah peta potensi energi angin di Indonesia yang dapat digunakan sebagai
referensi

dalam

Indonesia. Perbedaan

mengembangkan
kecepatan

udara

pembangkit
terlihat

dari

listrik

tenaga

perbedaan

angin

warnanya.

di
Biru

menyatakan kecepatan udara rendah, sedangkan hijau, kuning, merah dan sekitarnya
menyatakan semakin besarnya kecepatan angin.
5. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Angin/Bayu (PLTB)
5.1 Kincir Angin
Secara umum kincir angin dapat di bagi menjadi 2, yaitu kincir angin yang berputar
dengan sumbu horizontal, dan yang berputar dengan sumbu vertikal. Gambar 7
menunjukan jenis-jenis kincir angin berdasarkan bentuknya. Sedangkan gambar 8
menunjunkan karakteristik setiap kincir angin sebagai fungsi dari kemampuannya untuk
mengubah energi kinetik angin menjadi energi putar turbin untuk setiap kondisi
kecepatan angin. Dari gambar 8 dapat disimpulkan bahwa kincir angin jenis multibladedan Savonius cocok digunakan untuk aplikasi PLTB kecepatan rendah. Sedangkan
kincir angin tipePropeller, paling umum digunakan karena dapat bekerja dengan lingkup
kecepatan angin yang luas.

Gambar 7 Jenis-jenis kincir angin

Gambar 8 Karakterisrik kincir angin
5.2. Gearbox
Alat ini berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada kincir menjadi putaran tinggi.
BiasanyaGearbox yang digunakan sekitar 1:60.
5.3. Brake System
Alat ini diperlukan saat angin berhembus terlalu kencang yang dapat menimbulkan
putaran berlebih pada generator. Dampak dari kerusakan akibat putaran berlebih
diantaranya : overheat, rotorbreakdown, terjadi arus lebih pada generator.
5.4. Generator
Ada berbagai jenis generator yang dapat digunakan dalam sistem turbin angin, antara
lain generator serempak (synchronous generator), generator tak-serempak
(unsynchronous generator), rotor sangkar maupun rotor belitan ataupun generator
magnet permanen.

Penggunaan generator serempak memudahkan kita untuk mengatur tegangan dan
frekuensi keluaran generator dengan cara mengatur-atur arus medan dari generator.
Sayangnya penggunaan generator serempak jarang diaplikasikan karena biayanya yang
mahal, membutuhkan arus penguat dan membutuhkan sistem kontrol yang rumit.
Generator tak-serempak sering digunakan untuk sistem turbin angin dan sistem
mikrohidro, baik untuk sistem fixed-speed maupun sistem variable speed.
5.5. Penyimpan energi
Pada sistem stand alone, dibutuhkan baterei untuk menyimpan energi listrik berlebih
yang dihasilkan turbin angin. Contoh sederhana yang dapat dijadikan referensi sebagai
alat penyimpan energi listrik adalah aki mobil. Aki 12 volt, 65 Ah dapat dipakai untuk
mencatu rumah tangga selama 0.5 jam pada daya 780 watt.
5.6 Tower
Tower PLTB dapat dibedakan menjadi 3 jenis seperti gambar 9 dibawah ini. Setiap jenis
tower memiliki karakteristik masing-masing dalam hal biaya, perawatan, efisiensinya,
ataupun dari segi kesusahan dalam pembuatannya. Sedangkan gambar 10 menunjukan
diagram skematik PLTB secara umum umum.

Gambar 9 Tower PLTB (kiri) Guyed (Tengah) Lattice (kanan) Mono-structure
Gambar 10 Diagram skematik dari turbin angin
6. Karakteristik Kerja Turbin Angin
Gambar 11 menunjukan pembagian daerah kerja dari turbin angin. Berdasarkan gambar
11 ini, daerah kerja angin dapat dibagi menjadi 3, yaitu (a) cut-in speed (b) kecepatan
kerja angin rata-rata (kecepatan nominal) (c) cut-out speed. Secara ideal, turbin angin
dirancang dengan kecepatan cut-in yang seminimal mungkin, kecepatan nominal yang
sesuai dengan potensi angin lokal, dan kecepatan cut-out yang semaksimal mungkin.
Namun secara mekanik kondisi ini sulit diwujudkan karena kompensasi dari perancangan
turbin angin dengan nilai kecepatan maksimal (Vcutof) yang besar adalah Vcut dan Vrated yang
relatif akan besar pula.

Gambar 11 Karakteristik kerja turbin angin
Selain dari data yang ditunjukan gambar 6 sebelumnya, penentuan kecepatan angin
suatu daerah dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode probalistik distribusi
Weibull dalam mengolah kumpulan data hasil survey seperti yang diperlihatkan pada
gambar 12.

Gambar 12 Penentuan kecepatan angin rata-rata suatu daerah
7. Sistem Mekanik PLTB
Komponen Turbin Angin.
8. Sistem Elektrik PLTB
Secara umum sistem kelistrikan dari PLTB dapat dibagi menjadi 2 yaitu (i) kecepatan
konstan (ii) kecepatan berubah. Keuntungan dari sistem kecepatan konstan (fixedspeed) adalah murah, sistemnya sederhana dan kokoh (robast). Sistem ini beroperasi
pada kecepatan putar turbin yang konstan dan menghasilkan daya maksimum pada satu
nilai kecepatan angin. Sistem ini biasanya menggunakan generator tak-serempak
(unsynchronous generator), dan cocok diterapkan pada daerah yang memiliki potensi
kecepatan angin yang besar. Kelemahan dari sistem ini adalah generator memerlukan

daya reaktif untuk bisa menghasilkan listrik sehingga harus dipasang kapasitor bank atau
dihubungkan dengan grid. Sistem ini rentan terhadap pulsating power menuju grid dan
rentan terhadap perubahan mekanis secara tiba-tiba. Gambar 14 (a) menunjukan
diagram skematik dari sistem ini.

Gambar 14(a) Sistem PLTB kecepatan konstan (fixed-speed)
Selain kecepatan konstan, ada juga sistem turbin angin yang menggunakan sistem
kecepatan berubah (variable speed), artinya sistem didesain agar dapat mengekstrak
daya

maksimum

pada berbagai

macam

kecepatan.

Sistem variable speed dapat

menghilangkan pulsating torque yang umumnya timbul pada sistem fixed speed.
Secara

umum

sistem variable

speed mengaplikasikan elektronika

daya

untuk

mengkondisikan daya, seperti penyearah (rectifier), Konverter DC-DC, ataupun Inverter.
Gambar 14 (b) sampai dengan 14(e) adalah jenis-jenis sistem PLTB kecepatan berubah.
Pada

sistem

variable

speed

(b)

menggunakan

generator

induksi

rotor

belitan.

Karakteristik kerja generator induksi diatur dengan mengubah-ubah nilai resistansi rotor,
sehingga torsi maksimum selalu didapatkan pada kecepatan putar turbin berapa pun.
Sistem ini lebih aman terhadap perubahan beban mekanis secara tiba-tiba, terjadi
reduksi pulsating power menuju grid dan memungkinkan memperoleh daya maksimum
pada beberapa kecepatan angin yang berbeda. Sayangnya jangkauan kecepatan yang
bisa dikendalikan masih terbatas.

(b) Sistem PLTB kecepatan berubah (variable-speed) (rotor belitan)

Pada

sistem variable

speed (c)

menggunakan

rangkaian

elektronika

daya

untuk

mengatur nilai resistansi rotor. Sistem ini memungkinkan memperbaiki jangkauan
kecepatan yang bisa dikendalikan sistem pertama.

(c) Sistem PLTB kecepatan berubah (variable-speed back to back conventer)
Sistem variable speed (d) dan (e) adalah sistem PLTB yang dibedakan berdasarkan jenis
generator yang digunakan.

(d) Sistem PLTB kecepatan berubah (variable-speed) (rotor sangkar)

(e) Sistem PLTB kecepatan berubah (variable-speed)

Air

Bagi masyarakat awam, air laut hanya dianggap air asin yang mungkin hanya menghasilkan
garam. Namun, bagi para ilmuwan yang menekuni ilmu kelautan, air laut ternyata memiliki
kekuatan dahsyat sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak semisal solar atau
premium.
Pengembangan air laut menjadi bahan bakar alternatif tidak hanya ramah lingkungan karena
tidak menimbulkan pencemaran layaknya bahan bakar minyak, pemanfaatan air laut sebagai
pembangkit listrik juga selaras dengan kampanye hemat BBM yang dicanangkan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyusul terjadinya defisit APBN akibat membengkaknya subsidi
untuk BBM.
Pemanfaataan air laut sebagai bahan bakar alternatif juga sangat didukung dengan kondisi
bentang alam Indonesia yang memiliki lautan yang lebih luas dibandingkan daratan.
Kawasan daerah kepulauan maupun pesisir pantai di di Bumi Khatulistiwa sangat cocok untuk
pengembangan air laut sebagai bahan bakar.
Adalah Eddiwan, pakar kelautan lulusan master Universitas Tokyo, pria yang juga pegawai pada
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kepulauan Riau itu seperti
dikutip kepri.antaranews.com menyatakan penyulingan air laut menjadi biodiesel merupakan
bahan bakar alternatif yang telah diuji coba.
Air laut cocok dijadikan bahan bakar kapal nelayan menggantikan solar.
Uji coba penggunaan air laut untuk kapal, menurut Eddiwan hanya tinggal menunggu
penyesuaian mesin sehingga dapat dimodifikasi untuk menggunakan bahan bakar alternatif
tersebut.
Ini sejalan dengan program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM serta
mengentaskan keluhan kelangkaan BBM oleh kalangan nelayan.
"Nelayan tidak mengenyam pendidikan sekalipun bisa memanfaatkan tekonologi ini, karena cara
kerjanya cukup sederhana," ungkap Eddiwan.
Cara kerjanya, air laut terlebih dahulu diendapkan sebelum disuling dalam sebuah tempat
penampungan. Setelah disuling dengan alat penyulingan berukuran 0,1 mikron, maka akan
memproduksi minyak sel yang berasal dari biota laut.
Di Amerika, teknologi biodiesel air laut telah digunakan untuk kebutuhan industri, juga untuk
bahan bakar kapal nelayan dan listrik warga masyarakat di pulau-pulau.
Untuk energi listrik, pemanfaatan tenaga arus air laut juga cocok karena arus air laut seperti di
Kepulauan Riau sangat kuat untuk menggerakkan turbin mesin pembangkit.
Ahli kelautan Provesor Hasyim Djalal menyatakan arus air di Kepri dapat menghasilkan ribuan
giga volt yang cukup cocok untuk pengembangan energi listrik menggunakan tenaga arus laut.
Namun demikian, alih bahan bakar minyak ke bahan bakar alternatif berupa pemanfaatan air
laut tentu harus didukung pemerintah karena ide tersebut belum sepenuhnya diterima oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan alasan biaya mahal.
Pemanfaatan energi alternatif berupa arus air laut diharapkan mampu mengurangi
ketergantungan Indonesia terhadap BBM di masa mendatang, apalagi BBM merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan akan habis seiring perkembangan zaman.

Tanjungpinang, Kepulauan Riau (ANTARA News) - "Air laut bakal menjadi
bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan di Provinsi Kepulauan Riau,
kata ahli kemaritiman pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau,
Dr Ir Eddiwan MSc. Kita tunggu penerapannya pada skala massal.
"Penyulingan air laut menjadi biodiesel yang merupakan bahan bakar energi
alternatif telah berhasil kami uji; tinggal lagi penyesuaian mesin kapal yang
cocok untuk biodiesel tersebut," kata Eddiwan, di Tanjungpinang, Senin.
Penyesuaian mesin kapal maksud dia apakah biodiesel tersebut cocok untuk
mesin berbahan bakar premium atau solar.
Ia mengatakan, pemanfaatan tekologi biodiesel dari air laut itu merupakan
program instansi itu menjawab kelangkaan bahan bakar minyak.
"Teknologinya sederhana bahkan dapat dilakukan oleh nelayan yang tidak
bersekolah sekalipun," ungkap Eddiwan yang memperoleh gelar magister dari
Tokyo University.
Air laut diendapkan dulu dalam bak penampungan dan kemudian disuling
dengan alat penyulingan berukuran 0,1 mikron (plankton net). Air laut sulingan
itu akan menghasilkan minyak sel yang berasal dari biota-biota yang hidup di
laut.
Alumni Boston University ini mengatakan, teknologi biodiesel dari air laut telah
dipakai di Amerika Serikat untuk skala industri. Sedangkan yang dia buat
untuk skala kecil terutama untuk bahan bakar kapal nelayan dan listrik di
rumah masyarakat yang bermukim di pulau-pulau.
Ia mengatakan pernah mempresentasikan teknologi air laut itu di Kementerian
Kelautan dalam rapat teknis untuk pengembangan biodiesel di Indonesia,
tetapi idenya itu ditolak dengan alasan mahal.
"Padahal kalau saja pemerintah mau, tidak susah mengajak masyarakat
hemat energi. Lingkungan laut ada untuk mendapatkan energi listrik dan
teknologinya tidak mahal, masyarakat awam pun dapat membuatnya," ungkap
Eddiwan.

Kesimpulan
Teridentifikasi bahwa potensi Sumber Energi Terbarukan (SET) Di Provinsi Riau masih
banyak bahkan berlimpah untuk dikembangkan; Sumber Air, angina, panas matahari,
biomassa, dll dapat dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik berkekuatan maksimal
mengingat bahwa masih ada Desa-Desa di Wilayah Provinsi Riau belum tersentuh
dengan aliran listrik.

Saran
Sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007 Pasal 19 ayat 1 tentang Energi, “Setiap orang
berhak memperoleh energi.” Oleh karena itu pemerintah wajib hukumnya untuk
menyediakan energi yang cukup kepada masyarakat oleh karena itu penulis
menyarankan sebagai berikut:
1. Beri keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengolah energy dengan tepat
sesuai per-UU.
2. Beri kebebasan pada masyarakat untuk juga dapat mengolah energi dengan tepat
dan sesuai per-UU.
3. Pemerintah Provinsi Riau memberi ruang anggaran yang pantas kepada
masyarakat itu sendiri untuk mengelola SET untuk kemakmuran rakyat itu sendiri.

tERIMA kASIH