PUPUK KIMIA vs ORGANIK vs HAYATi
PUPUK : KIMIA vs ORGANIK vs HAYATi
Diposkan oleh andi mustaman di 20.05
Oleh : PT. Natural Nusantara ( NASA )
Pupuk kimia, organik dan hayati (bio) sebenarnya saling melengkapi,
bukan untuk di pertentangkan ataupun dianggap lawan. Karena
kesuburan tanah mencakup kesuburan kimia, biologi dan fisika, sehingga
ketiga kategori pupuk tersebut mempunyai peran masing-masing dan
saling sinergi. Hanya saja strategi, motode maupun promosi bisnis yang
sering sekali tidak merujuk bahkan keluar dari ranah keilmuan, membuat
petani bingung dan malah dimanfaatkan untuk dibodohi serta dirugikan.
Pupuk Kimia berupa hara (bentuk ion) dibutuhkan secara langsung
oleh tanaman untuk mencukupi kebutuhan unsur makro. Hanya saja
pupuk kimia memang membawa efek samping berupa pengerasan tanah
maupun beberapa dampak lingkungan lainnya. Tetapi bukan pupuk kimia
yang salah, kesalahannya karena pupuk kimia tidak diimbangi pupuk
organik. Asam-asam organik seperi humat dan vulfat dalam pupuk organik
mampu mencegah dampak negatif tersebut. Solusinya selama masih mau
pakai pupuk kimia tentu wajib pakai pupuk organik.
Pupuk Organik mempunyai kelengkapan unsur, tetapi kadar unsur
makro yang tersedia (bisa diserap tanaman) tergolong rendah, sehingga
kadang perlu tambahan pupuk kimia. Sebenarnya tergantung
orientasinya, jika orientasi produksi tinggi sebaiknya tambahkan pupuk
kimia, tetapi jika orientasinya pasar organik murni tentu tdk harus pakai
pupuk kimia (sesuai sertifikasi yang dirujuk).
Pupuk Organik bermanfaat secara langsung melalui kandungan haranya maupun meningkatkan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) tanah
yang akan membantu tingkat penyerapan unsur. Asam-asam organik juga
mampu menjadi buffering(penyangga) pH tanah, jadi pH rendah (asam)
bisa ditingkatkan sedangkan pH tinggi (basa) bisa diturunkan. Hal ini
terjadi karena pengaruh rantai karbon (C-Organik) dan reaksi yang
menyertainya.
Secara
tidak
langsung,pupuk
organik
melalui
perannya
membantu memperbaiki kesuburan fisika dan biologi tanah.
Ditinjau dari kesuburan fisika tanah:
Asam-asam organik akan mampu memperbaiki keremahan/kegemburan
atau keseimbangan pori makro dan mikro tanah (agregasi) sehingga
memperbaiki sirkulasi oksigen untuk pernafasan akar (respirasi akar) dan
kebutuhan udara bagi mikrobia tanah (pupuk hayati).
Ditinjau dari Kesuburan Biologi Tanah: Pupuk organik juga
bermanfaat menyediakan nutrisi bagi mikrobia tanah (pupuk hayati), dan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mikrobia tanah (pupuk
hayati) sepeti suhu dan kelembaban tanah, kelengasan tanah,dll.
Pupuk
Hayati
(Bio) yang
bahan
aktifnya
berupa
mikrobia/mikroorganisme, tingkat kebutuhan dan manfaat masih fleksibel
tergantung tingkat jumlah dan keragaman mikroorganisme yang ada
dalam suatu habitat tanah (mikrobia insitu). Jika pada suatu lahan
mikrobianya sedikit atau punah memang perlu tambahan pupuk hayati
(mikrobia eksitu). Tetapi jika mikrobia insitu masih cukup maka tidak
selalu aplikasi pupuk hayati (mikrobia eksitu) akan memberikan pengaruh
yang signifikan.
Mikrobia (pupuk hayati) akan bermanfaat atau mampu bertahan hidup
dan berkembang jika didukung lingkungan yang kondusif. Misalnya bahan
organik harus cukup,tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim, tidak
terkontaminasi racun pestisida dan herbisida, kesuburan fisika tanah
cukup ideal, dll. Tetapi fakta yang ada sering sekali terjadi sebaliknya.
Tanah sawah di Jawa kadar bahan organiknya dalam kondisi kritis
(dibawah 2% dari idealnya 5%) sehingga kurang mendukung thd mikrobia.
Budaya petani yg instan pakai pestisida dan herbisida kimia yang tdk
bijaksana berpotensi membunuh mikrobia, global warming (pemanasan
global) menjadi fenomena sering terjadi iklim yang ekstrim shg sering
menjadi pemicu kematian mikrobia. Maka waspada dan berhatihatilah jika pakai pupuk hayati agar tidak mubadzir.
Tingkat keterampilan dan pegetahuan, pola pikir, dan mental petani yang
belum bisa memahami dan menerima ilmu tentang mikrobia (pupuk
hayati) memerlukan perhatian dan kerja ekstra intensif untuk sosialisasi
dan men-adopsi-kan pupuk mikrobia. Ketentuan pupuk hayati ada masa
kadaluarsonya, lahan tdk boleh tergenang air dlm waktu lama,jika hujan
ekstrim sebaiknya dilakukan pengulangan apikasi pupuk hayati, jika pakai
pupuk hayati jangan terkena atau tercampur pestisida atau herbisida
kimia, beberapa contoh ketentuan tersebut sering diremehkan, tidak
dihiraukan bahkan dilanggar petani. Maka sering terjadi petani merasakan
seolah tertipu oleh pupuk hayati, padahal belum tentu pupuk hayati atau
distributornya yang salah. Tapi apakah terus bisa menyalahkan petani
begitu saja ??!!!
Pupuk hayati berbahan aktif mikrobia (eksitu) sebagai mahkluk
hidup tentunya secara alami akan tetap dan terus ingin bertahan hidup
dan berkembang. Hal inilah yang kemudian muncul pendapat dan analisa
bahwa pupuk hayati bisa berpotensi mengalahkan mikrobia insitu
(mikrobia lokal/pribumi). Jika sampai hal ini terjadi, tentu keanekaragaman
hayati dalam konteks kearifan lokal menjadi terancam. Selanjutnya
sebagai mikrobia eksitu (pendatang) belum tentu mempunyai kekuatan
adaptasi terhadap habitat barunya, sehingga jika terjadi perubahan iklim
yg ekstrim maka mikrobia eksitu lebih berpotensi akan mati, padahal
mikrobia insitu sebelumya telah kalah dan punah. Maka tanah atau lahan
tersebut berpotensi berkurang kesuburan biologi-nya, dan yang lebih
parah lagi akan hilang keanekaragaman hayatinya.
Dalam hal ini, memang benar bahwa pupuk kimia, pupuk organik dan
pupuk hayati saling melengkapi dan bisa bersinergi. Ditinjau dari teknis
aplikasi pupuk organiklah yang mempunyai tingkat manfaat lebih
menyeluruh, mudah dan lebih fleksibel aplikasinya.
Pupuk hayati bukan tidak bermanfaat tetapi tidak sefleksibel pupuk
organik, dan ada potensi kendala teknis aplikasi dan psikologi budaya
petani, maupun pemenuhan syarat lingkungan. Bahkan secara keilmuan,
pupuk hayati masih membutuhkan pengkajian lebih intensif dan
mendalam.
Jika
mengingat
potensi
dan
peluang
keberadaan
mikrobia
tanah (insitu) sepertinya masih tetap ada dan bisa kita temukan mikrobia
dalam tanah. Logikanya seharusnya sedikit apapun jumlah populasi dan
keragaman mikrobia insitu, harusnya mikrobia insitu tersebut yang
didukung dan dibantu untuk tetap bertahan hidup dan berkembang. Maka
solusinya.....
"APLIKASIKANLAH MUTLAK / WAJIB PUPUK ORGANIK, DAN TIDAK
HARUS PAKAI PUPUK HAYATI".
JANGAN SAMPAI PUPUK HAYATI TERDOKTRIN SEBAGAI SEBUAH
"MITOS" SAJA.
Diposkan oleh andi mustaman di 20.05
Oleh : PT. Natural Nusantara ( NASA )
Pupuk kimia, organik dan hayati (bio) sebenarnya saling melengkapi,
bukan untuk di pertentangkan ataupun dianggap lawan. Karena
kesuburan tanah mencakup kesuburan kimia, biologi dan fisika, sehingga
ketiga kategori pupuk tersebut mempunyai peran masing-masing dan
saling sinergi. Hanya saja strategi, motode maupun promosi bisnis yang
sering sekali tidak merujuk bahkan keluar dari ranah keilmuan, membuat
petani bingung dan malah dimanfaatkan untuk dibodohi serta dirugikan.
Pupuk Kimia berupa hara (bentuk ion) dibutuhkan secara langsung
oleh tanaman untuk mencukupi kebutuhan unsur makro. Hanya saja
pupuk kimia memang membawa efek samping berupa pengerasan tanah
maupun beberapa dampak lingkungan lainnya. Tetapi bukan pupuk kimia
yang salah, kesalahannya karena pupuk kimia tidak diimbangi pupuk
organik. Asam-asam organik seperi humat dan vulfat dalam pupuk organik
mampu mencegah dampak negatif tersebut. Solusinya selama masih mau
pakai pupuk kimia tentu wajib pakai pupuk organik.
Pupuk Organik mempunyai kelengkapan unsur, tetapi kadar unsur
makro yang tersedia (bisa diserap tanaman) tergolong rendah, sehingga
kadang perlu tambahan pupuk kimia. Sebenarnya tergantung
orientasinya, jika orientasi produksi tinggi sebaiknya tambahkan pupuk
kimia, tetapi jika orientasinya pasar organik murni tentu tdk harus pakai
pupuk kimia (sesuai sertifikasi yang dirujuk).
Pupuk Organik bermanfaat secara langsung melalui kandungan haranya maupun meningkatkan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) tanah
yang akan membantu tingkat penyerapan unsur. Asam-asam organik juga
mampu menjadi buffering(penyangga) pH tanah, jadi pH rendah (asam)
bisa ditingkatkan sedangkan pH tinggi (basa) bisa diturunkan. Hal ini
terjadi karena pengaruh rantai karbon (C-Organik) dan reaksi yang
menyertainya.
Secara
tidak
langsung,pupuk
organik
melalui
perannya
membantu memperbaiki kesuburan fisika dan biologi tanah.
Ditinjau dari kesuburan fisika tanah:
Asam-asam organik akan mampu memperbaiki keremahan/kegemburan
atau keseimbangan pori makro dan mikro tanah (agregasi) sehingga
memperbaiki sirkulasi oksigen untuk pernafasan akar (respirasi akar) dan
kebutuhan udara bagi mikrobia tanah (pupuk hayati).
Ditinjau dari Kesuburan Biologi Tanah: Pupuk organik juga
bermanfaat menyediakan nutrisi bagi mikrobia tanah (pupuk hayati), dan
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mikrobia tanah (pupuk
hayati) sepeti suhu dan kelembaban tanah, kelengasan tanah,dll.
Pupuk
Hayati
(Bio) yang
bahan
aktifnya
berupa
mikrobia/mikroorganisme, tingkat kebutuhan dan manfaat masih fleksibel
tergantung tingkat jumlah dan keragaman mikroorganisme yang ada
dalam suatu habitat tanah (mikrobia insitu). Jika pada suatu lahan
mikrobianya sedikit atau punah memang perlu tambahan pupuk hayati
(mikrobia eksitu). Tetapi jika mikrobia insitu masih cukup maka tidak
selalu aplikasi pupuk hayati (mikrobia eksitu) akan memberikan pengaruh
yang signifikan.
Mikrobia (pupuk hayati) akan bermanfaat atau mampu bertahan hidup
dan berkembang jika didukung lingkungan yang kondusif. Misalnya bahan
organik harus cukup,tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim, tidak
terkontaminasi racun pestisida dan herbisida, kesuburan fisika tanah
cukup ideal, dll. Tetapi fakta yang ada sering sekali terjadi sebaliknya.
Tanah sawah di Jawa kadar bahan organiknya dalam kondisi kritis
(dibawah 2% dari idealnya 5%) sehingga kurang mendukung thd mikrobia.
Budaya petani yg instan pakai pestisida dan herbisida kimia yang tdk
bijaksana berpotensi membunuh mikrobia, global warming (pemanasan
global) menjadi fenomena sering terjadi iklim yang ekstrim shg sering
menjadi pemicu kematian mikrobia. Maka waspada dan berhatihatilah jika pakai pupuk hayati agar tidak mubadzir.
Tingkat keterampilan dan pegetahuan, pola pikir, dan mental petani yang
belum bisa memahami dan menerima ilmu tentang mikrobia (pupuk
hayati) memerlukan perhatian dan kerja ekstra intensif untuk sosialisasi
dan men-adopsi-kan pupuk mikrobia. Ketentuan pupuk hayati ada masa
kadaluarsonya, lahan tdk boleh tergenang air dlm waktu lama,jika hujan
ekstrim sebaiknya dilakukan pengulangan apikasi pupuk hayati, jika pakai
pupuk hayati jangan terkena atau tercampur pestisida atau herbisida
kimia, beberapa contoh ketentuan tersebut sering diremehkan, tidak
dihiraukan bahkan dilanggar petani. Maka sering terjadi petani merasakan
seolah tertipu oleh pupuk hayati, padahal belum tentu pupuk hayati atau
distributornya yang salah. Tapi apakah terus bisa menyalahkan petani
begitu saja ??!!!
Pupuk hayati berbahan aktif mikrobia (eksitu) sebagai mahkluk
hidup tentunya secara alami akan tetap dan terus ingin bertahan hidup
dan berkembang. Hal inilah yang kemudian muncul pendapat dan analisa
bahwa pupuk hayati bisa berpotensi mengalahkan mikrobia insitu
(mikrobia lokal/pribumi). Jika sampai hal ini terjadi, tentu keanekaragaman
hayati dalam konteks kearifan lokal menjadi terancam. Selanjutnya
sebagai mikrobia eksitu (pendatang) belum tentu mempunyai kekuatan
adaptasi terhadap habitat barunya, sehingga jika terjadi perubahan iklim
yg ekstrim maka mikrobia eksitu lebih berpotensi akan mati, padahal
mikrobia insitu sebelumya telah kalah dan punah. Maka tanah atau lahan
tersebut berpotensi berkurang kesuburan biologi-nya, dan yang lebih
parah lagi akan hilang keanekaragaman hayatinya.
Dalam hal ini, memang benar bahwa pupuk kimia, pupuk organik dan
pupuk hayati saling melengkapi dan bisa bersinergi. Ditinjau dari teknis
aplikasi pupuk organiklah yang mempunyai tingkat manfaat lebih
menyeluruh, mudah dan lebih fleksibel aplikasinya.
Pupuk hayati bukan tidak bermanfaat tetapi tidak sefleksibel pupuk
organik, dan ada potensi kendala teknis aplikasi dan psikologi budaya
petani, maupun pemenuhan syarat lingkungan. Bahkan secara keilmuan,
pupuk hayati masih membutuhkan pengkajian lebih intensif dan
mendalam.
Jika
mengingat
potensi
dan
peluang
keberadaan
mikrobia
tanah (insitu) sepertinya masih tetap ada dan bisa kita temukan mikrobia
dalam tanah. Logikanya seharusnya sedikit apapun jumlah populasi dan
keragaman mikrobia insitu, harusnya mikrobia insitu tersebut yang
didukung dan dibantu untuk tetap bertahan hidup dan berkembang. Maka
solusinya.....
"APLIKASIKANLAH MUTLAK / WAJIB PUPUK ORGANIK, DAN TIDAK
HARUS PAKAI PUPUK HAYATI".
JANGAN SAMPAI PUPUK HAYATI TERDOKTRIN SEBAGAI SEBUAH
"MITOS" SAJA.