URGENSI IELTS BAGI PERSONIL TNI ANGKATAN

URGENSI IELTS BAGI PERSONIL TNI ANGKATAN LAUT UNTUK
MENDAPATKAN PENDIDIKAN PASCA SARJANA DI LUAR NEGERI
Oleh Mayor Laut (P) Mohamad Taufik
Pendahuluan.
Dalam periode beberapa tahun terakhir ini pemimpin TNI Angkatan Laut
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh personil TNI AL yang ingin
melanjutkan jenjang pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan profesionalisme
dan memperluas wawasan untuk mencapai kemampuan sumber daya manusia yang
mumpuni. TNI AL mendorong semua personilnya untuk mendapatkan pendidikan
tinggi baik setingkat Sarjana (Strata-1), Master (Strata-2) maupun Doktor (Strata-3)
dalam berbagai disiplin keilmuan di berbagai perguruan tinggi yang berada di dalam
maupun luar negeri sejak tahun 2013. Khusus untuk pendidikan tinggi di dalam
negeri pemimpin TNI AL mulai mencanangkan program beasiswa TNI AL bagi 100
orang perwira setiap tahunnya berupa beasiswa yang diberikan untuk 50 kandidat
untuk S-1, 30 untuk S-2, dan 20 untuk S-3 bagi Perwira TNI AL berpangkat Letnan
Satu sampai dengan Kolonel.
Selain itu bidang kerjasama pendidikan yang sudah dilaksanakan saat ini
adalah kerjasama pendidikan Pascasarjana antara TNI AL dengan Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang tertuang dalam Blue Print Program
Pendidikan Pascasarjana Perwira TNI AL sesuai direktif Presiden RI Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono berupa pendidikan Pascasarjana di berbagai perguruan tinggi

terbaik dunia. TNI AL sudah menyiapkan personel-personel terbaiknya untuk
mengikuti seleksi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh LPDP.
Selain program LPDP yang sudah berjalan TNI AL juga sudah akan
mengirimkan para calon Doktor dan calon Master ke berbagai negara, melalui
program beasiswa Indonesia Presidential Scholarship (IPS). Kebijakan ini sejalan
dengan paradigma baru TNI AL yaitu menjadikan TNI Angkatan Laut yang handal
dan disegani serta berwawasan dunia (world class navy) khususnya pada bidang
pendidikan tinggi bagi para Perwira TNI AL sebagai personil militer yang
mengedepankan kemajuan dan pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai bagian dari profesionalismenya sebagai prajurit TNI AL.
Seiring dengan perkembangan tersebut, dalam hal persyaratan untuk
mengikuti pendidikan tinggi di luar negeri terutama di negara-negara yang
menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar secara umum setidaknya terdapat
tiga jenis sertifikasi yang diterima dan diakui di dunia, yaitu TOEFL, TOEIC, dan
IELTS. TOEFL atau Test of English as a Foreign Language adalah sebuah program
tes bahasa Inggris untuk mengukur kemampuan seseorang dalam bahasa Inggris
yang memberikan tiga materi tes, yaitu Listening, Reading, dan Structure. Untuk bisa
mengajukan beasiswa kuliah di luar negeri, nilai TOEFL minimal harus 550, jika

dibawahnya maka tidak bisa untuk digunakan. Sedangkan TOEIC adalah

kepanjangan dari Test of English for International Communication yang lebih spesifik
untuk orientasi para pencari pekerjaan di luar negeri dengan nilai dihitung mulai 10
sampai 990.
Dalam tulisan ini, penulis ingin berbagi sedikit informasi tentang salah satu tes
sertifikasi Bahasa Inggris yang harus dilalui sebelum personil TNI AL mendaftarkan
diri untuk mendapatkan pendidikan tinggi di luar negeri. Penulis tidak akan
membahas mengenai tes TOEFL dan TOEIC, tetapi hanya akan mengulas
mengenai tes IELTS yang merupakan salah satu tes yang pernah dilaksanakan
dalam rangkaian tugas belajar Australian Command and Staff College (ACSC) yang
mensyaratkan sertifikat hasil tes IELTS agar kandidatnya bisa didaftarkan secara
otomatis untuk mendapatkan Post-graduate Diploma setingkat Master (Strata-2) di
bidang Military Studies dari Australian National University (ANU)
Sistem penilaian Kemampuan Bahasa Ingris yang berlaku di TNI.
Secara umum di TNI dan khususnya di TNI AL hanya mengenal dua sistem
penilaian kemampuan Bahasa Inggris bagi personilnya yaitu American Language
Course Placement Test (ALCPT) dan Australian Defense Force English Language
Profiling System (ADFELPS). Namun dengan tulisan ini tidak berarti bahwa dengan
adanya IELTS akan menggantikan tes kemampuan berbahasa Inggris yang
sebelumnya digunakan oleh TNI sebagai standart dalam kemampuan Bahasa
Inggris, namun IELTS diperlukan oleh personil baik TNI maupun TNI AL untuk

mendapatkan pendidikan akademis yang lebih tinggi di luar negeri khususnya
negara dengan bahasa pengantar menggunakan Bahasa Inggris.
Alasan utamanya adalah dikarenakan ALCPT dan ADFELPS tidak diterima
dan diakui untuk mendaftar di perguruan tinggi di luar negeri dan hanya berlaku
secara internal di lembaga pendidikan dan pelatihan militer. Khusus untuk ALCPT
yang sudah sangat lama digunakan oleh TNI dari mulai proses rekrutmen dan juga
oleh TNI Angkatan Laut namun secara akademis belum menunjukkan seluruh
kemampuan personil dalam Bahasa Inggris. ALCPT hanya melakukan pengujian
untuk kemampuan Listening dan sedikit grammar dengan metoda penilaian tunggal
yaitu satu skor untuk setiap jawaban yang benar dalam pilihan ganda sejumlah 100
sampai 120 soal. Tidak ada tes berupa Speaking dan
Writing di dalam tes ALCPT, sehingga tidak semua
kemampuan Bahasa Inggris tercakup dalam tes ini.
Hasil ALCPT memang bisa menunjukkan sebagian
kemampuan berbahasa Inggris namun tidak diterima
secara internasional dan hanya valid bagi personil TNI
Angkatan Laut yang akan melakukan pelatihan atau
pendidikan militer di luar negeri yang tidak terlalu
mengedepankan aspek akademis.


Sedangkan untuk ADFELPS pada dasarnya secara metoda pengujian dan
tingkat kesulitan berbeda dengan ALCPT bahkan hampir mendekati metoda
penilaian IELTS yang melakukan pengujian pada keempat aspek penilaian yaitu
Listening, Reading, Writing dan Speaking. Tes ADFELPS saat ini diberikan pada
saat seleksi kepada seluruh personil TNI yang ingin melakukan penugasan baik
berupa pendidikan dan pelatihan militer di luar negeri ataupun untuk penugasan
sebagai Military Observer, Liaison Officer, Atase Pertahanan dan penugasan
lainnya. Tes ini dilaksanakan secara terpusat oleh Pusbasa Dephan di Pondok Labu.
Namun sama halnya dengan ALCPT, kekurangan ADFELPS adalah karena tidak
dapat dipakai untuk memenuhi minimum requirement pendidikan akademis di luar
negeri dan tidak diterima secara internasional. Khusus untuk tes ADFELPS memiliki
masa berlaku selama dua belas bulan dan selama tiga bulan setelah tes personil
yang bersangkutan tidka diijinkan untuk melakukan tes yang sama.
Sekilas tentang IELTS.
Pada dasarnya IELTS adalah salah
satu jenis tes kemampuan Bahasa Inggris
yang terbukti dan merupakan pelopor sistem
pengujian Bahasa Inggris sejak lebih dari 25
tahun yang lalu dan menjadi standar serta
diterima sebagai bukti kemampuan Bahasa

Inggris oleh lebih dari 9.000 organisasi di
seluruh dunia. IELTS diakui sebagai indikator
yang aman, sah dan dapat diandalkan untuk
menunjukkan kemampuan berkomunikasi
dalam Bahasa Inggris untuk pendidikan,
imigrasi dan akreditasi profesional. IELTS
memiliki dua versi yaitu academic dan
general. Tes akademik adalah bagi mereka yang ingin belajar di pendidikan tinggi di
negara berbahasa Inggris sedangkan tes general adalah bagi mereka yang ingin
bekerja, mencari pengalaman atau program pelatihan, sekolah menengah atau
bermigrasi ke negara berbahasa Inggris.1
Proses untuk melaksanakan tes IELTS sebetulnya sangat sederhana dan
bisa dilakukan secara online oleh personil yang ingin melaksanakannya. Ada dua
institusi yang diakui dan diterima untuk melakukan tes di Indonesia. Yang pertama
adalah IDP Indonesia dan yang kedua adalah IALF. Keduanya institusi ini secara
rutin membuka pendaftaran untuk tes IELTS dan menjadi rekomendasi oleh seluruh
negara yang membuka pendidikan tinggi seperti Australia, Amerika, Inggris, New
Zealand, negara-negara Eropa dan lain-lain. Pendaftaran bisa secara online ataupun
langsung datang dan melakukan registrasi secara manual disesuaikan dengan
jadwal tes IELTS yang ada. Khusus untuk personil TNI AL akan dikontrol oleh

1 http://www.ielts.org/about_us.aspx diakses pada 16 Agustus 2014 pukul 04.30.

Disdikal baik untuk proses pendaftaran sampai dengan penerimaan hasil dan
pengiriman kepada kedutaan negara-negara sponsor. Namun ada proses-proses
lain yang mungkin perlu dilakukan sendiri oleh para kandidat jadi tidak ada salahnya
untuk mempelajarinya.
IELTS sendiri terdiri dari empat bagian yaitu Listening (30 menit), Reading (60
menit), Writing (60 menit) dan Speaking (11-14 menit). Total alokasi waktu tes
adalah 2 jam 45 menit. Tes untuk Listening, Reading dan Writing dilakukan secara
simultan namun tes Speaking bisa dilakukan pada hari yang sama atau tujuh hari
sebelum atau sesudah melaksanakan tes yang lain. Untuk personil TNI AL yang
ingin mengajukan studi di luar negeri seperti di negara Inggris, negara-negara
Eropa, Australia dan negara berbahasa Inggris lain, sangatlah penting untuk
mengenal dan mempersiapkan diri sebelumnya untuk mendapatkan skor tertinggi
IELTS.
Para kandidat IELTS nantinya akan menerima nilai pada Score Band dari 1
(non user) sampai 9 (expert user). Nilai individu kemudian dirata-ratakan dan
dibulatkan untuk menghasilkan nilai Band keseluruhan. Sistem 9-band yang unik ini
mengukur nilai secara konsisten dimanapun dan kapanpun tes diambil. 2 IELTS
Secara internasional diakui dan diterima sehingga memberikan sebuah mata uang

internasional yang dapat diandalkan. Hasil IELTS memiliki masa berlaku selama dua
tahun jadi selama hasil IELTS berlaku dan nilai yang didapatkan mencapai nilai
minimum requirement yang dipersyaratkan oleh pergurauan tinggi atau universitas
yang diinginkan, maka pemegang hasil nilai tes IELTS tersebut berhak untuk
mendaftar di lembaga pendidikan yang diinginkannya.

2 http://www.ielts.org/test_takers_information/test_takers_faqs/about_the_ielts_test.aspx
diakses pada tanggal 16 Agustus 2014, pukul 04.45.

IIustrasi di atas menunjukkan bahwa dengan hasil score 7,5 - 9, maka
pemegang hasil tes IELTS bisa mendaftar di hampir semua jurusan seperti
Kedokteran, Hukum, Bahasa, Jurnalistik, Matematika murni, Pertanian, Teknologi,
Komputer maupun melakukan pelatihan lain yang memang membutuhkan
kemampuan bahasa Inggris di atas rata-rata. Namun dapat dilihat bahwa minimal
nilai 6,5 yang masih mungkin bisa mendaftar untuk mengambil kuliah di jurusanjurusan eksakta sedangkan minimal nilai 6,0 untuk bisa melaksanakan kursus
ataupun pelatihan di negara berbahasa Inggris.
Dan ketentuan ini tidak ada pengecualian termasuk bagi personil militer yang
ingin mendapatkan pendidikan tinggi di negara berbahasa Inggris. Seperti
diungkapkan sebelumnya, apabila pendidikan militer tersebut secara otomatis
memberikan kesempatan untuk mendapatkan double degree maka personil tersebut

harus melakukan tes tambahan lain yang berlaku secara internasional seperti IELTS
ataupun TOEFL untuk melengkapi persyaratan yang diminta oleh perguruan tinggi
yang dituju. Dengan demikian para personil yang berkeinginan untuk mendapatkan
pendidikan di perguruan tinggi di luar negeri harus mempersiapkan diri secara
mandiri untuk melaksanakan tes IELTS ataupun TOEFL.
Namun ada juga beberapa lembaga pendidikan yang mensyaratkan bahwa
nilai tersebut bukan nilai overall atau total nilai tetapi nilai tiap aspek yang diujikan
tidak boleh kurang dari angka-angka tersebut. Sebagai contoh adalah persyaratan
untuk dapat mengikuti program Post-graduate Diploma di ANU bagi peserta
Australian Command and Staff Course (ACSC) setingkat Seskoal dan Center for
Defence & Strategic Studies (CDSS) setingkat Lemhanas yang diselenggarakan
oleh Australian Defence College (ADC). Persyaratan minimum yang diminta oleh
ADC menggunakan tes IELTS dan agar dapat secara otomatis terdaftar di ANU,
para kandidat ACSC atau CDSS harus mendapat minimum nilai IELTS 6,0 di semua
aspek penilaian dan tidak kurang dari 6,5 untuk total nilai secara keseluruhan. Jadi
sebagai referensi untuk perwira TNI Angkatan Laut yang berkeinginan untuk
melaksanakan pendidikan setingkat Seskoal ataupun Lemhanas di Australia ada
kesempatan untuk bisa mendapatkan Post-graduate diploma di ANU dengan
menunjukkan sertifikat hasil tes IELTS yang masih valid dengan nilai tersebut di
atas.

Penutup.
Pada dasarnya pola pembinaan personel TNI AL bersifat komprehensif
integral dengan mengedepankan pengembangan sumber daya manusia melalui
berbagai pendidikan dan latihan baik di dalam ataupun di luar negeri. Dengan tujuan
yang sangat luhur yaitu untuk mewujudkan TNI AL yang handal dan disegani serta
berkelas dunia dengan diawaki oleh personel-personel yang kompeten di bidangnya,
sekaligus memiliki pengetahuan akademik yang diperoleh dari berbagai perguruan
tinggi terkemuka baik di dalam maupun di luar negeri. Sudah seharusnya

kemampuan Bahasa Inggris yang baik menjadi dasar rekrutmen personil sejak dini
sehingga para personil pengawak TNI AL dengan basic kemampuan akademik yang
tinggi dapat setiap saat meningkatkan kemampuan mereka melalui berbagai
beasiswa pendidikan yang datang baik dari dalam maupun luar negeri.
Akan sangat bermanfaat apabila TNI AL mulai memperkenalkan IELTS dan
menyediakan alokasi untuk melaksanakan IELTS Workshop secara intensif sebelum
mengirimkan personilnya untuk melaksanakan tes IELTS. Karena hampir seluruh
personil TNI AL sudah terbiasa dengan jenis tes ALCPT dan ADFELPS maka perlu
waktu untuk membiasakan diri dan menyesuaikan dengan metode pengujian dan
penilaian yang digunakan oleh penyelenggara tes IELTS. Memang tidak akan ada
kesulitan yang berarti bagi personil yang memiliki dasar kemampuan Bahasa Inggris

yang baik, namun akan menjadi permasalahan yang cukup besar bagi personil lain
dengan kemampuan berbeda dan sangat disayangkan apabila gagal saat
melaksanakan tes IELTS karena biaya yang perlu dikeluarkan untuk melaksanakan
tes ini cukup besar. Sehingga sangat disayangkan apabila TNI AL sudah
mengirimkan personil dan membiayai tes IELTS ini namun akhirnya tidak bisa
memenuhi minimum requirement yang dipersyaratkan.
Daftar Pustaka
Australian Defence College, Handbook 2012, ACSC.
Australian Defence College, Joining Instruction 2014, ACSC.
Website
http://www.ielts.org

Daftar Riwayat Hidup Singkat
Mayor Laut (P) Mohamad Taufik, lahir di Bandung, 15 Maret
1977, lulus dari Akademi Angkatan Laut pada tahun 1998 atau
AAL angkatan XLIV, mendapatkan pengalaman penugasan
pertama di kapal-kapal Komando Lintas Laut Militer dari tahun
1999-2006, kemudian menjadi Cawak Kapal Tipe Landing
Platform Dock kelas KRI Makassar buatan Korea Selatan di
bawah Satuan Kapal Amfibi Koarmatim pada tahun 2007,

kemudian menjadi Komandan KRI Birang-831 kapal patroli
kelas PC-40 di bawah jajaran Lantamal VI, Makassar pada
tahun 2009. Penugasan berikutnya sebagai Military Observer dalam UN Mission di
Democratic Republic of Congo (MONUSCO) pada tahun 2011-2012, selesai misi
kemudian menjabat sebagai Pabandya Renstra di Srena Koarmatim pada tahun
2012 dan sejak 2013 menjabat sebagai Kepala Seksi Pengkajian dan Penelitian
Kebijakan di Pusat Pengkajian Maritim (Pusjianmar Seskoal).
Mayor Taufik pernah beberapa kali melaksanakan tugas belajar di luar negeri
diantaranya: SAS Bridge Resource Management Course (SAS BRM) tahun 2002 di
Singapura, Naval Junior Officer Course (NJOC) tahun 2002 di Singapura, setelah
menyelesaikan KIBI tingkat Advanced VII di Pusbasa Dephan pada tahun 2004,
mengikuti DCP MWV Intermediate Navigation Course tahun 2005 di Australia,
Overseas Joint Warfare Course (OJWC) tahun 2013 di Australia dan saat ini tercatat
sebagai kandidat siswa Australian Command and Staff Course (ACSC) dibawah
Australian Defence College (ADC) dan sekaligus Post-graduate Diploma di
Australian National University (ANU) periode tahun 2015.