BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta JKN di Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis Kabupaten Deli SerdangTahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

  Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.Program ini menjadi prioritas Pemerintah, yaitu Program Kementerian Kesehatan dan Program Dewan Jaminan Sosial Nasional. UU SJSN No 40 tahun 2004 menetapkan asuransi sosial dan ekuitas sebagai prinsip penyelenggaraan JKN. Kedua prinsip dilaksanakan dengan menetapkan kepesertaan wajib dan penahapan implementasinya, iuran sesuai dengan besaran pendapatan, manfaat JKN sesuai dengan kebutuhan medis, serta tata kelola dana amanah peserta oleh badan penyelenggara nirlaba dengan mengedepankan kehati-hatian, akuntabilitas efisiensi dan efektifitas (Kemenkes RI, 2014)

2.1.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN)

  Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayariuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah (Peraturan BPJS No.1 tahun 2014).

  Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasioanal (SJSN). Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi kesehatan

  11 Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang – Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam system asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyrakat yang layak.JKN diluncurkan Pemerintah Republik Indonesia sejak 1 Januari 2014, Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat pelayanan kesehatan.Berbagai peraturan dan panduan tentang pelayanan kesehatan dan standar tarif dasar bagi pemberi dan pengelola pelayanan kesehatan (Yankes) telah dikeluarkan. (Permenkes No. 28 tentang pedoman pelaksanaan Program JKN)

2.1.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

  Manfaat JKN terdiri atas dua jenis yaitu secara medis dan maupun non medis.Manfaat medis berupa pelayaanan kesehatan yang komprehensif, yakni pelayanan yang diberikan bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya iuran bagi peserta.Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan.Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta.Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter.Promotif dan preventif yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care).JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah.Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran.Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.

2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

  Dalam pelaksanaan program JKN, BPJS Kesehatan mengacu pada prinsip- prinsip sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu:

  1. Kegotongroyongan, dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk.

  2. Nirlaba, BPJS Kesehatan adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).

  Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

  3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

  4. Portabilitas, prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  5. Kepesertaan bersifat wajib, kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program.

  6. Dana Amanah, dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

  7. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial, dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

2.1.4 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

  1. Berdasarkan Permenkes No. 28 mengenai Pedoman Pelaksanaan Program JKNyang dikategorikan peserta adalah : a. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulandi Indonesia, yang telah membayar iuran.

  b.

  Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan.

  c.

  Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

  d.

  Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

  2. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberikan nomor identitas tunggal oleh BPJS Kesehatan. Bagi peserta: Askes sosial dari PT. Askes (Persero), jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek, program

  Jamkesmas dan TNI/POLRI yang belum mendapatkan nomor identitas tunggal peserta dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), tetap dapat mengakses pelayanan dengan menggunakan identitas yang sudah ada.

  3. Anak pertama sampai dengan anak ketiga dari peserta pekerja penerima upah sejak lahir secara otomatis dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

  4. Bayi baru lahir dari : a. peserta pekerja bukan penerima upah b. peserta bukan pekerja c. peserta pekerja penerima upah untuk anak keempat dan seterusnya, harus didaftarkan selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.

  5. Menteri Sosial berwenang menetapkan data kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI).Selama seseorang ditetapkan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka yang bersangkutan berhak mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

  6. Sampai ada pengaturan lebih lanjut oleh Pemerintah tentang jaminan kesehatan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) maka gelandangan, pengemis, orang terlantar dan lain-lain menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Demikian juga untuk penghuni panti-panti sosial serta penghuni rutan/lapas yang miskin dan tidak mampu.

2.1.5 Pelayanan Kesehatan dan Fasilitas KesehatanPeserta Jaminan Kesehatan Nsional (JKN)

  1. Pelayanan kesehatan, adapun pelayanan kesehatan yang didapatkan peserta JKN meliputi :

  a. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan RawatInap Tingkat Pertama (RITP),

  b. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

  c. Pelayanan gawat darurat, dan

  d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

2. Fasilitas Kesehatan

  Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). FKTP dimaksud adalah: a.

  Puskesmas atau yang setara, b. Praktik Dokter, c. Praktik dokter gigi, d. Klinik Pratama atau yang setara, e. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

  Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) berupa:

  1. Klinik utama atau yang setara,

  2. Rumah Sakit Umum,

  3. Rumah Sakit Khusus Bagi peserta yang sakit wajib terlebih dahulu memeriksakan diri ke Faskes tingkat pertama, kecuali dalam keadaan darurat dapat langsung ke RS.Di Faskes tingkat pertama, peserta JKN dapat memperoleh pelayanan yang menyeluruh, termasuk konsultasi, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis, transfusi darah, rawat inap tingkat pertama, dan diagnostik laboratorium.Seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bergabung dalam program JKN harus mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif.Yang belum memiliki sarana itu wajib membangun jejaring atau merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

2.2 Puskesmas.

  Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinggi nya di wilayah kerjanya.Dalam menyelenggarakan fungsinya puskesmas berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu (Permenkes No. 75 Tahun 2014).Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu

  c. hidup dalam lingkungan sehat; dan

  d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

  Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas sebagaimana dimaksud adalah mendukung terwujudnyakecamatan sehat.

  Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan. Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud, puskesmas dikategorikan menjadi: 1.

  Puskesmas non rawat inap adalah Puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan normal.

  2. Puskesmas rawat inap Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk meenyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

  Berdasarkan Permenkes Nomor 75 tahun 2014 menyatakan bahwa yang menjadi puskesmas rawat inap merupakan puskesmas yang letaknya strategis terhadap puskesmas non rawat inap dan fasilitas kesehatan tingkat pertama disekitarnya, yang dapat dikembangkan menjadi pusat rujukan. Rawat inap di puskesmas hanya di peruntukkan untuk kasus-kasus yang lama rawatnya paling lama 5 hari.Pasien yang memerlukan perawatan lebih dari 5 hari harus dirujuk ke rumah sakit secara terencana.Puskesmas rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya yang ada di sekitarnya, sebelum dapat di rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Kegiatan yang dilakukan puskesmas rawat inap diantaranya adalah :

  1. Merawat penderita yang memerlukan rawat inap secara tuntas sesuai standar operasional prosedur dan standar pelayanan

  2. Merawat penderita gawat darurat secara tuntas ataupun merawat sementara dalam rangka menstabilkan kondisi sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan, sesuai standar prosedur dan standar pelayanan 3. Observasi penderita dalam rangka diagnostic 4. Pertolongan persalinan normal dan atau persalinan dengan penyulit sesuai dengan peraturan perundang-undangan

  5. Puskesmas kawasan pedesaan, terpencil dan sangat terpencil yang jauh dari rujukan, dapat diberi kewenangan tambahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.

2.2.1 Tugas puskesmas

  Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Puskesmas menyelenggarakan fungsi: a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

  b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.(Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.2.2 Wewenang Puskesmas

  Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas yaitu penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas berwenang untuk: a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

  c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakatyang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

  e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan danupaya kesehatan berbasis masyarakat; f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusiaPuskesmas;

  g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

  h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,dan cakupan pelayanan kesehatan dan i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. Dalam menyelenggarakan fungsi puskesmas yaitu penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas berwenang untuk: a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; b. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; d. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung; e. menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; f. melaksanakan rekam medis;

  g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan; h. melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan; i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya dan j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan.(Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.3 Mutu Pelayanan Kesehatan

  Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien.Tingkat mutu pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang penyelenggara kesehatan (provider), tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien, mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan kesehatan, Azwar (1996). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama- sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 2000) Mutu pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena mutu memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan penyelenggara kesehatan (provider), dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah kunjungan penyelenggara kesehatan (provider).Ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karenanya didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai: 1.

  Ketersediaan pelayanan kesehatan (available) Untuk dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, maka syarat yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut, sehingga sering disebutkan, suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

  2. Kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate) Pelayanan kesehatan sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

  3. Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue) Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah apabila pelayanan kesehatan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau apapun kebutuhan pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  4. Penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable)

  Pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan diterima oleh pemakai jasa.

  5. Ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible) Pelayanan kesehatan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah tempat tinggal sehingga dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  6. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable) Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya, disarankanlah perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Karena keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan yang bermutu apabila pelayanan dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan 7. Efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara efisien.

  8. Mutu pelayanan kesehatan (quality) Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Bertitik tolak dari pendapat adanya kaitan antara mutu denga kepuasan, maka suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan adalah aman (Azwar, 1996).

  Mutu pelayanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penlaian baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri pelayanan kesehatan, dan ataupun terhadap kepatuhan standar pelayanan. Masalah mutu akan muncul apabila unsur masukan, proses, lingkungan, dan keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Standar itu sendiri mengacu pada tingkatan ideal yang diinginkan yang belum dicapai, dan berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar dalam menjaga program mutu pelayanan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

  1. Standar persyaratan minimal Yang dimaksud dengan standar persyaratan minimal disini adalah yang menunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratanminimal ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu yang pertama standar masukan, yang mengacu pada unsur masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi sarana, serta jumlah dana (modal). Yang kedua adalah standar lingkungan, yang mengacu pada unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yangharus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan.Yangketiga adalah standar proses, yang mengacu pada unsur proses yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bemutu, yakni tindakan medis dan tindakannon medis pelayanan kesehatan (Azwar, 2010).

  2. Standar Penampilan Minimal Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjukkan pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima.Standar ini menunjuk pada unsur keluaran (standar keluaran).Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas yang wajar atau tidak, perlulah ditetapkan standar keluaran (Azwar, 2010).

  Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu layanan yang di butuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai paling sedikit tiga dimensi atau unsur.Pertama, dimensi konsumen yaitu, apakah layanan kesehatan itu memenuhi kebutuhan dan harapan pasien/kosumen yang selanjutnya di ukur bedasarkan kepuasan atau keluhan pasien/konsumen.Kedua, dimensi profesi yaitu apakah layanan kesehatan memenuhi kebutuhan pasien/konsumen, seperti yang ditentukan profesi layanan kesehatan. Dimensi ini akan di ukur dengan menggunakan prosedur atau standar yang diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati. Ketiga, dimensi manajemen atau dimensi proses, yaitu bagaimana proses layanan kesehatan menggunakan sumber daya yang paling efisien dalam memenuhi kebutuhan dan harapan/ keinginan pasien/ konsumen tersebut (Pohan, 2007).

  Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pasien, maka institusi kesehatan (termasuk puskesmas) harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayannya. Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001), bahwa terdapat lima dimensiSERVQUAL ukuran dimensi pelayanan, yaitu:

  1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

  Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang di pergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

  2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan unruk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

  3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

  4. Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy).

  5. Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.4 Kepuasan Pasien

  2.4.1 Definisi kepuasan

  Menurut Kotler (1999) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan.Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan.

  Pohan (2007) menyatakan kepuasan adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan.Dengan demikian kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan.

  2.4.2 Kepuasan Pasien

  Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan asset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu institusi kesehatan atau puskesmas harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan.

  Kepuasan Pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibatdari kinerja pelayanan kesehatanyang di perolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang di harapkan (Pohan 2007).Kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan.Suatu perubahan dari system layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak mungkin tepat sasaran dan berhasil tanpa melakukan pengukuran kepuasan pasien.Pengukuran kepuasan pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan tidak mudah, karena layanan kesehatan tidak mengalami semua pelakuan pasar biasa.Dalam layanan kesehatan, pilihan-pilihan yang ekonomis tidak jelas.Pasien tidak mungkin atau sulit mengetahui apakah layanan kesehatan yang didapatnya optimal atau tidak.Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa umumnya fasilitas kesehatan milik pemerintah masih kurang atau tidak di manfaatkan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah bahwa umumnya mutu layanan kesehatan yang diselenggarakan oleh fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah masih belum atau tidak memenuhi harapan pasien dan atau masyarakat.

  Kepuasan pasien merupakan bagian yang integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Survey kepuasan pasien menjadi penting dan perlu dilakukan bersamaan dengan pengukuran dimensi mutu pelayanan kesehatan yang lain. Keinginan pasien dan atau masyarakat dapat diketahui melalui survey kepuasan pasien. Transformasi ekonomi pasti akan mengubah keinginan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan, sehingga survey perlu dilakukan secara berkala dan akurat. Kepuasan pasien menurut Pohan (2007) diukur dengan indikator sebagai berikut 1.

  Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan. Dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan tentang : a.

  Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan.

  b.

  Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa ataupun dalam keadaan gawat darurat.

  c.

  Sejauh mana pasien mengerti bagaimana system layanan kesehatan itu bekerja, keuntungan dan tersedianya layanana kesehatan.

2. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan. Dinyatakan oleh sikap terhadap : a.

  Kompetensi teknik dokter dan atau profesi layanan kesehatan lain yang berhubungan dengan pasien.

  b.

  Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.

  3. Kepuasan terhadap proses pelayanan kesehatan, termasuk hubungan antar manusia. Ditentukan dengan melakukan pengukuran : a.

  Sejauh mana ketersediaan layanan puskesmas atau rumah sakit menurut penilaian pasien.

  b.

  Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan atau profesi layanan kesehatan lain. c.

  Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter.

  d.

  Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosisis.

  e.

  Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasehat dokter dan atau rencana pengobatan

4. Kepuasan terhadap system layanan kesehatan,ditentukan oleh sikap terhadap: a.

  Fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan.System perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu, pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau kepedulian personel, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan yang timbul.

  b.

  Lingkup dan sifat keuntungan layanan kesehatan yang di tawarkan.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian 1.

  Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah mutu pelayanan yang mencakup bukti fisik, keandalan, daya

  Mutu Pelayanan Kesehatan (X) 1.

  Bukti fisik (X1) 2. Keandalan (X2) 3. Daya tanggap

  (X3) 4. Jaminan (X4) 5.

  Empati (X5)

  Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) (Y)

  Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

  Variabel Independen Variabel Dependen tanggap, jaminan, dan empati. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien rawat inap peserta JKN. Bukti fisik dalam hal ini merupakan aspek nyata yang bisa dilihat dan diraba yang ada di puskesmas sebagai salah satu penentu mutu pelayanan. Keandalan dalam hal ini merupakan kemampuan puskesmas dalam mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan secara tepat. Daya tanggap dalam hal ini merupakan keinginan pihak pusksmas untuk membantu pasien menyediakan jasa/pelayanan. Jaminan dalam hal ini merupakan kemampuan dari sumber daya puskesmas dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar. Empati dalam hal ini merupakan kemudahan pasien dalam mendapatkan pelayanan secara nyaman.

  2. Yang menjadi variabel dependent adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul akibat dari kinerja pelayanankesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan.